01 March 2024

Sejarah Magelang - GPIB EL BETHEL MAGELANG

 1 Maret 1903 - 1 Maret 2024


121 tahun gedung GPIB El-Bethel Magelang 

(penyebutan kata 'gedung' untuk membedakan ultah GPIB secara kelembagaan yaitu pada 31 Oktober)


***Berawal dari sebuah bacaan akan keberadaan gedung gereja ini dan rasa penasaran akan kebenarannya.  Penelusuran panjang itu akhirnya menemukan titik terang 9 tahun kemudian, walaupun tidak selalu intensif pencariannya.  Sejarahnya akan kutuliskan disini, cukup panjang untuk sebuah postingan di fesbuk. :)


 

KRONOLOGI BERDIRINYA DE PROTESTANTSCHE KERK TE MAGELANG 

Oleh : EVA MENTARI CHRISTOUP




Catatan paling tua yang hingga kini bisa kutemukan mengenai keberadaan jemaat protestan di Magelang adalah seperti yang tercantum dalam Tijdschrift ter bevordering van christelijken zin in Neêrland’s Indië yang terbit tahun 1846 dan ditulis oleh Dr. van Hoëvell yang merupakan doktor teologia dan pendeta di Batavia.  Disebutkan bahwa saat itu majelis jemaat hanya terdiri dari 2 penatua.  Selanjutnya tercantum secara rutin setiap tahun dalam Regeerings-almanak voor Nederlandsch-Indië keberadaan majelis jemaat protestan dan pendeta yang melayani jemaat di Magelang dari tahun 1865-1942.  Tercatat pada tahun 1865 yaitu Pendeta C.G.S Begemann yang merupakan pendeta dari jemaat Jogja sekaligus berkedudukan sebagai ketua majelis jemaat protestan di Magelang periode tahun 1865-1866.  Keanggotaan majelis jemaat tahun 1865 dipegang oleh J.A. Zeijdel dan C.N. Persijn sebagai penatua, E.D. Levijssohn Norman, G.B. Fredriksz, H.A. van den Bor sebagai diaken, sedangkan H.A. van den Bor merangkap sebagai skriba.  Tidak diketahui dimana jemaat saat itu mengadakan ibadah.


Catatan paling awal yang menerangkan lokasi ibadah jemaat protestan di Magelang adalah berita yang dimuat di koran De nieuwe vorstenlanden tanggal 15 November 1886, diberitakan bahwa ketika pendeta Kristen Protestan dan pastor Katholik melayani ibadah di Magelang diadakan di sebuah ‚sekolah senam‘.  Disebutkan juga bahwa pada saat Pastur Voogel baru saja ditempatkan di Magelang pada tahun 1889, „gereja“ Katholik harus berbagi dengan pendeta Protestan sehingga Pastur Voogel mendapatkan gagasan untuk membangun gedung gereja sendiri.  Ruang senam di sekolah anak para priyayi (Hoofdenschool) itu terletak di sisi selatan alun-alun (sekarang Mapolresta Magelang).


Kesaksian seorang dokter militer Breitenstein yang berdinas di Magelang antara tahun 1891-1896 menyebutkan bahwa di Magelang tidak terdapat gereja Kristen Protestan.  Hanya ada sebuah gereja kecil di Groote Weg (sekarang ruas Jl. Ahmad Yani dan Jl. Pemuda) untuk tentara Ambon sedangkan untuk orang Kristen Protestan yang lain dilayani oleh seorang pendeta yang berkududukan di Jogja dan ibadah diadakan tiap 2 minggu sekali di sebuah ruang senam/aula tua di sebuah sekolah untuk anak-anak priyayi dimana di tempat yang sama itulah drama komedi amatir Thalia juga mengadakan pertunjukan di sana.


Senada dengan itu terdapat catatan seseorang yang tercantum dalam sebuah surat kabar tahun 1894.  Seseorang tak dikenal ini pernah mengunjungi bangunan tempat ibadah jemaat Magelang dan kemudian mengisahkan bahwa Magelang sudah sejak lama menjadi tempat kedudukan seorang pendeta tetapi tidak memiliki gedung gereja, bahkan tidak mempunyai sebuah ruang yang memadai untuk pelayanan semacam itu.  Di tempat yang sama itu pula di sabtu malam diadakan pertunjukan teater.


Pendeta J.H. De Vries Jr. adalah pendeta dari Jogja yang juga sebulan sekali bertugas di Magelang.  Beliau melayani jemaat Magelang sejak 1893 hingga 1901 dengan jeda cuti ke Eropa pada tahun 1899.  Tidak ada gedung gereja di Magelang saat itu.  Pendeta de Vries mengajukan ijin cuti selama sebulan ke Batavia tahun 1893 untuk bertemu pemerintah dan meminta disediakannya lahan untuk pendirian gereja bagi jemaat Protestan di Magelang.  De Vries juga berupaya untuk mendorong pemerintah untuk mengucurkan dana bagi pembangunan gedung gereja.  Beberapa tahun upaya itu dilakukan tetapi pemerintah tak kunjung juga meloloskan permintaan itu.  Melalui sebuah tulisan dalam surat kabar tahun 1899 de Vries memberikan gambaran situasi Magelang.  Jumlah jemaat Kristen Protestan memang tidak begitu banyak waktu itu.  Jemaat yang terdiri dari serdadu dan pensiunan tidak akan mampu untuk mendanai pembangunan.  Serdadu dengan gaji 17 sen per hari tidak akan sanggup jika dimintai sumbangan pembangunan gereja. (sebagai pembanding, menurut Breitenstein dalam bukunya disebutkan harga sebutir telur di Magelang pada sekitar tahun 1891-1896 sebesar 2 sen).  Para pegawai pemerintah dan perwira biasanya hanya berdinas di Magelang dalam waktu tak lebih dari 2 tahun di sana, sehingga mustahil untuk mengumpulkan ribuan florin untuk biaya pembangunan gereja.  Ibadah saat itu menggunakan sebuah ruangan kecil di bagian belakang sebuah sekolah untuk anak-anak priyayi.  Sebuah ruangan bekas ruang senam berlantai semen yang banyak berlubang.  Bangunan segiempat berdinding setinggi manusia dan tanpa jendela.  Jika hujan dan angin, celah di antara atap dan dinding ditutup dengan anyaman bambu sehingga ruangan menjadi gelap.  Selain itu suara kotbah sering tidak jelas karena riuhnya anak-anak sekolah asrama itu.  Pada masa residen de Bruyn Prince berdinas, keadaan menjadi lebih baik.  Atas bantuan residen, jemaat mendapat subsidi pemerintah untuk menyewa sebuah bangunan yang dipakai untuk beribadah.


Pada tahun 1897 pemerintah Hindia Belanda menyetujui pemberian dana sebesar 50 florin per bulan untuk biaya sewa bangunan untuk tahun 1898.  Demikian juga untuk tahun 1899 hingga 1902 sebesar 50 florin per bulannya.  Sebuah rumah yang terletak tak jauh dari rumah residen (karesidenan) disewa sebagai gedung gereja.  Rumah sewa yang digunakan sebagai gereja itu letaknya juga tidak jauh dari rumah yang disewa oleh Pa van der Steur yaitu yang digunakan sebagai tempat tinggal bagi anak-anak perempuan asuhannya.


Keinginan untuk memiliki gedung gereja terus diusahakan dengan menggalang dana.  Penggalangan dana untuk pembangunan gereja di Magelang juga dilakukan melalui kolekte pada kebaktian Malam Tahun Baru 1895 di Neira, selain itu kolekte juga dikumpulkan melalui kebaktian di Amboina.


Pada tahun 1899 pemerintah menyetujui pengadaan loterij sebesar 10.000 florin untuk pendanaan pembangunan gereja di Magelang.  Pada tahun 1900 pemerintah menyetujui pelaksanaan loterij kedua sebesar 10.000 florin untuk pendanaan pembangunan gedung gereja.


Harapan bahwa jemaat akan memiliki gereja akan segera terwujud terungkap dalam sebuah berita di bulan Mei 1902, disebutkan bahwa „…akhirnya kita akan memiliki sebuah gereja Protestan“.  Menurut pemberitaan surat kabar De Locomotief bulan Juli 1902 diberitakan bahwa pembangunan gedung gereja Protestan di Magelang sudah dimulai.


Gedung gereja diresmikan pada tanggal 1 Maret 1903 meskipun mebel belum sepenuhnya lengkap.  Cahaya silau matahari diredam dengan anyaman bambu karena tidak ada dana lagi untuk membeli gordin.  Pada Januari 1903 majelis gereja mengajukan permintaan uang muka tanpa bunga ke pemerintah sebesar 3.800 florin untuk penyelesaian gedung gereja.  Permohonan dana tambahan yang diajukan ini belum disetujui.


Pada Juni 1903 surat kabar De Locomotief memberitakan bahwa di antara kabupaten (sekarang balai diklat & pelatihan) dan sociëteit (sekarang BCA), telah berdiri gereja Protestan yang baru.


Permohonan atas subsidi sebesar 3800 florin untuk penyelesaian dan penataan gedung gereja Kristen Protestan di Magelang disetujui pemerintah pada tahun 1905.  Pada tahun ini juga mebel gereja diperbarui.


Karena adanya resiko bahaya kebakaran, maka Kerkbestuur di Batavia menyerukan kepada beberapa gereja termasuk Magelang supaya gedung dan mebel diasuransikan.


:: Perbandingan foto dari masa ke masa (kolpri)

No comments:

Post a Comment