10 August 2019

Kampung Teduh - Proyek Perubahan Iwan Triteny Setiadi, ST, MT - Kabid Ekonomi dan Prasarana Wilayah pada Bappeda Kota Magelang

Kampung Teduh - Proyek Perubahan Iwan Triteny Setiadi, ST, MT - Kabid Ekonomi dan Prasarana Wilayah pada Bappeda Kota Magelang

Program Kampung  Tematik, Terpadu dan Hijau (Kampung Teduh) dapat dijabarkan sebagai berikut :
-   Tematik….. Berdasarkan Potensi Sosial Dan Ekonomi Masyarakat Setempat
-   Terpadu………Terpadu Antara Berbagai Stake Holder Dan Lintas Sektoral
-   Hijau…………..Mendukung Slogan “Magelang Kota Sejuta Bunga”, Program Kampung Organik Dan Ruang Terbuka Hijau

Tujuan Program Kampung Teduh yaitu :
1.    Mengubah Lingkungan Kumuh Menjadi Tidak Kumuh (Melalui Perbaikan Kondisi Lingkungan).
2.    Mencegah Timbulnya Permukiman Kumuh Melalui Peningkatkan Kualitas Lingkungan Hunian
3.    Pelibatan Partisipasi / Peran Serta Masyarakat Secara Aktif Di Dalam Program Pencegahan Kawasan Kumuh Dan Penanggulangan Kemiskinan.
4.    Mengangkat Potensi Sosial Dan Ekonomi Masyarakat Setempat.
5.    Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat\

Manfaat Program Kampung Teduh sebagai berikut :
1.    Pemenuhan dan Peningkatan Sarana dan Prasarana Lingkungan Yang Baik dan Tertata.
2.    Peningkatan dan Pertumbuhan Ekonomi Lokal Yang Dapat Meningkatkan Pendapatan Keluarga.
3.    Membentuk Trademark Lingkungan Melalui Tematik Yang Diangkat Sehingga Menjadi Ikon Wilayah dan Dapat Memberikan Pengaruh Positif Pada Warga Setempat Seperti Perubahan Mindset Dan Perilaku Warga Untuk Lebih Peduli Terhadap Lingkungan.
4.    Memberikan Pengaruh Positif Bagi Kampung-Kampung Lainnya di Kelurahan Tersebut Maupun di Kelurahan Lain Agar Terpicu dan Terpacu Untuk Mewujudkan Kampung Teduh Serupa.
5.    Menuju Masyarakat Kota Magelang Yang Semakin Sejahtera dan Mencegah Tumbuhnya Kawasan Kumuh dan Angka Kemiskinan di Kota Magelang.
6.    Diharapkan Dapat Menggugah Para Pemberi Csr Untuk Mereplikasi Kampung Teduh di Kampung atau Kelurahan Wilayah Lain Di Kota Magelang.
7.    Pemenuhan dan Peningkatan Sarana dan Prasarana Lingkungan yang Baik dan Tertata.
8.    Peningkatan dan Pertumbuhan Ekonomi Lokal yang Dapat Meningkatkan Pendapatan Keluarga.
9.    Membentuk Trademark Lingkungan Melalui Tematik yang Diangkat Sehingga Menjadi Ikon Wilayah dan Dapat Memberikan Pengaruh Positif Pada Warga Setempat Seperti Perubahan Mindset dan Perilaku Warga untuk Lebih Peduli Terhadap Lingkungan.
10. Memberikan Pengaruh Positif Bagi Kampung-Kampung Lainnya di Kelurahan Tersebut Maupun di Kelurahan Lain Agar Terpicu dan Terpacu Untuk Mewujudkan Kampung Teduh Serupa.
11. Menuju Masyarakat Kota Magelang yang Semakin Sejahtera dan Mencegah Tumbuhnya Kawasan Kumuh dan Angka Kemiskinan di Kota Magelang.
12. Diharapkan Dapat Menggugah Para Pemberi Csr untuk Mereplikasi Kampung Teduh di Kampung atau Kelurahan Wilayah lain di Kota Magelang.

Prinsip Kampung Teduh
Beberapa Prinsip yang akan Menjadi Pedoman Perancangan dan Pertimbangan Penilaian adalah :
1.    Unik, Kreatif dan Berbasis Karakteristik Lokal, Berdasar Potensi Ekonomi, Sosial dan Budaya Masyarakat Setempat
2.    Lintas Sektoral dan Lintas Stake Holder
3.    Tidak Hanya Memandang Perancangan Sebagai Sebuah Desain Fisik, Namun juga Memperhatikan Non-Fisik
4.    Mendukung Slogan Magelang Kota Sejuta Bunga, Program Ruang Terbuka Hijau dan Menerapkan Prinsip Ekologis yang Memihak Kelestarian Lingkungan dan ‘Penghuninya’.
5.    Dirancang Dengan Proses yang Melibatkan ‘Penghuni’ Kawasan

6.    Menyelesaikan Isu Prioritas, dengan Teknologi dan Bujet yang Sesuai dengan Kapasitas Daerah Tidak Sekedar Berdampak Instan, Namun Dapat Berkelanjutan Dampaknya Bagi Lingkungan san Penghuninya






























































09 August 2019

Tentang Sejarah Magelang - PERJUANGAN RAKYAT ERA 1945-1949 MUNTILAN #1

Oleh : Bagus Priyana
MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERJUANGAN RAKYAT ERA 1945-1949
MUNTILAN #1
Setelah tentera Belanda mengadakan serangan dan menduduki Yogyakarta tgl. 19 Desember 1948, daerah Kawedanan Muntilan dan Salam, perbatasan antara Kabupaten Magelang - Sleman, rakyat telah menyiapkan bambu runcing dan senjata yang ada. Di Muntilan di bawah pimpinan Wedono H. Boediman (pernah menjadi Residen Pnw-mungkin artinya Penewu), dengan dibantu alat-alat Negara lainnya termasuk Pelda Oe Wagiman (pernah di AKABRI UDARAT MAGELANG berpangkat Letkol) memimpin rakyat di daerah kerjanya masing-masing.
Ketika itu petugas di pegadaian Blabak dan Muntilan sebagian meninggalkan pekerjaan karena panik setelah melayani tebusan harta benda milik rakyat. Sisa barang yang tidak ditebus, disatukan dan dipercayakan KODM kepada Sersan Mayor Hani. KODM berkewajiban menyelamatkan barang milik Negara yang bisa diselamatkan. Demikian pula milik rakyat dan berhak mengembalikan kepada yang berhak sesuai dengan peraturan yang ada. Kondisi saat itu dalam keadaan darurat dan panik. Bahkan Pegawai-pegawai pegadaian dengan Kepala atau pimpinannya menyelamatkan diri karena ketakutan.
Setelah keadaan mengizinkan akhirnya sisa harta benda milik rakyat yang digadaikan itu dikembalikan ke KODM tanpa pengurangan 1 gram pun untuk pembeayaan
KODM-50 karena memang tidak diperlukan.
Sersan Mayor Hani adalah seorang yang berhasil menyelamatkan sisa-sisa benda rakyat dan karena peraturan menjadi milik Pemerintah Militer sampai akhir clash kedua.
Barang yang jumlahnya kurang lebih 2 koper itu dapat diselamatkan dari serangan tentara Belanda. Para garongpun (penjahat) mengintainya tetapi berkat tanggung jawab Sersan Mayoor Hani sebutir barang-barang yang berhargapun tidak ada yang kececeran.
PENTINGNYA PENYEBERANGAN DESA KLANGON BAGI GERILYAWAN MELAWAN MUSUH.
Pada waktu clash kedua 1949 kadang-kadang musuh (tentera Belanda) mengadakan patroli serentak menggeledahi rumah penduduk bila kedapatan orang yang dicurigai akan ditangkap, kalau ketahuan anggota TNI akan ditembak ditempat itu juga. TNI bersama-sama rakyat bergerilya secara "kucing-kucingan". Menghadang musuh dengan menggunakan senjata yang ada. Hasilnya merugikan tentara Belanda. Sering terjadi bila para pejuang habis mengadakan perlawanan, rumah penduduk dimana tempat bekas kejadian itu akan dibakar.
Sebagaimana telah diuraikan bahwa didaerah KODM - 50 sangat tidak menguntungkan untuk tempat pangkalan gerilya, karena tidak adanya jalan yang bisa untuk memberikan perlindungan. Karena di wilayah ini hanya ada sebuah jalan untuk menghilang, yaitu melalui tempat penyeberangan dengan getek (dibuat dari bambu) melewati Kali Progo, khususnya di musim hujan.
PASUKAN SETO MUNCUL DENGAN SENJATA
2 PUCUK LEPETIR
Di Muntilan dibentuk sebuah pasukan yang diberi nama SETO. Pasukan ini muncul bersamaan dengan terbentuknya KODM - 50. Kedua pasukan ini merupakan dua kekuatan komponen perjuangan, indentik dengan pecahnya revolusi 1945. Semua adalah sukarelawan yang dapat membagi tugasnya masing dengan kata sepakat pentingnya dibawah satu Komando ODM dengan catatan yang sudah jelas mengusir musuh yang menduduki kota Muntilan. Pasukan SETO itu semula adalah sekelompok anggauta ODM yang hanya memiliki 2 pucuk lepetir sebagai pelindung dan pengaman staf.
Pada waktu clash kedua 1949, daerah Muntilan
merupakan lalu-lintas ramai antara Magelang - Yogyakarta. Pasukan yang kehilangan induk pasukannya atau panik karena keadaan, dengan sukarela menggabungkan diri, atau menyerahkan senjatanya. Ketika itu dapat terkumpul 15 pucuk senjata aneka ragam dengan kekuatan sebanyak 22 orang. Mereka menyebut 1 RU Besar dengan Komandannya almarhum Sugijono dengan inti TNI-nya almarhum Kopral Sugilan, Kambali dan Purnawirawan Gatot Sukaryo. Nama SETO dipilih oleh Komandannya sendiri yang mengharapkan kekuatan perjuangan pengabdian KUDO SETO yang setia dan ampuh bagi penguasaannya.
Kurang lebih 1 bulan setelah Belanda menduduki Muntilan, Belanda melakukan serangan besar-besaran ke selatan melalui udara dan darat. Sasaran utama adalah menghancurkan KODM-50. Tersiar kabar di desa Tanjung 18 orang meninggal dan di Desa Macanan 10 buah rumah penduduk dibakar.
Kliwon.
Pemerintahan Militer di Muntilan sedang dalam pembentukan. Penyatuan 2 daerah Kecamatan sebelah Selatan jalan raya menjadi satu daerah KODM, baru saja selesai dibicarakan. Singkatnya KODM-50 baru selesai konsultasi. Sementara itu pasukan Siliwangi yang menggunakan penyeberangan di Desa Sokorini memakan waktu selama 3 hari. Kejadian ini telah menarik perhatian tentara Belanda.
Pemuda disekitar Muntilan yang bermarkas di desa Ngoman kelurahan Sriwedari giat menyusun pertahanan rakyat (sekarang WANRA) dengan mengeluarkan poster dan surat selebaran. Maksudnya selain memberikan informasi keadaan kepada rakyat juga membina perlawanan terhadap Belanda.
Pasukan SETO meskipun belum sempurna organisasi gerakannya tetapi sudah nampak
merupakan barisan yang tangguh dan selalu berada didaerah kosong tepi kota Muntilan. Malam hari pasukan ini menyusup ke kota
mencari sesuatu atau ingin menampakkan diri (karena belum ada rencana operasi yang pasti).
Pasar Japuan di Desa Tanjung sebagai pusat jual beli rakyat di sebelah selatan Muntilan. Tiap hari sangat ramai dan merupakan sumber penghasilan keuangan bagi KODM. Sepanjang desa yang berada ditepi sungai Progo terutama di daerah kelurahan Sokorini menjadi tempat pengungsi dan tempat markas KODM - 50 beserta staf kedua Kecamatan.
Di akui bahwa pada waktu itu pasukan Republik masih hijau di penyelenggaraan suatu operasi tapi sudah mampu memperhitungkan kemungkinan bila terjadi serangan musuh yang datang dan arah Kota Muntilan. Karena secara bodoh Kali Progo merupakan rintangan alam yang menguntungkan musuh. Hanya waktu itu diperhitungkan tak mungkin Belanda akan adakan serangan besar-besaran seperti operasi di daerah Sawangan, Dukun dan Talun. Diluar dugaan pada hari Minggu Kliwon jam 05.30 sebuah pesawat capung sudah mengitari Desa Sokorini mengintai sepanjang Kali Progo. Peristiwa ini sebenarnya sudah biasa mengadakan pengintaian hampir setiap hari didaerah selatan.
Suatu kebetulan, hal ini diketahui setelah terjadi serangan bahwa pasukan SETO vang biasanya standby di sekitar Ngawen waktu subuh menyeberangi Kali Blongkeng menuju daerah Ngluwar. Tepat pada jam 06.30 dengan menghilangnya pesawat capung datang 4 buah cocor merah (Mustang) dari arah Borobudur langsung mengintai 2 kali mulailah terdengar serangan menembaki pasar Tanjung ke Selatan. Seolah musuh menggiring angsa (bebek) menepi ke Kali Progo. Penembakan dari udara telah terjadi selama 1 jam. Pesawat capung berganti mengadakan pengintaian sungai Progo dengan melepaskan sinar.
Dugaan semula memang benar rakyat sekitar Pasar Tanjung tergiring ke arah selatan. Kebetulan pada waktu itu musim hujan air sungai Progo cukup besar (deras). Banyak
pemuda menyelamatkan diri menyeberangi sungai Progo dengan segala daya upayanya.
Serangan udara berhenti, pasukan darat musuh yang melebar sepanjang kurang lebih 2 Km. sudah memasuki desa Sokorini.
Komandan KODM - 50 dengan stafnya tetap tenang tidak meninggalkan tempat. Mereka dengan penuh perhitungan dan sadar kalau mendahului menyelamatkan diri ke seberang Kali Progo berarti menimbulkan kepanikan kepada rakyat yang sudah kehabisan pegangan kecuali menurut petunjuk Komandannya KODM. Pihak musuh makin mendekati Kali
Progo tembakan terdengar dengan suara secara terpencar di sana-sini, musuh membabi buta, pembakaran dilakukan kepada rumah/tempat yang dipergunakan berteduh TNI.
Markas KODM - 50 tidak terbakar, musuh mengadakan pembersihan total sampai ditepi sungai Progo. Suatu pertolongan Tuhan Yang Maha Esa yang dilimpahkan kepada Komandan KODM - 50. Pasukan musuh dengan senjata lengkap dengan kekuatan lengkap, tinggal
300 m sampai tepi Kali Progo. Batas tepi anyara Kampung Macanan sampai Kali Progo jarak 300 m merupakan medan terbuka dengan padinya yang sedang menguning.
Komandan KODM - 50 bersembunyi di sela-sela tanaman padi bersama rakyat yang tidak sedikit banyaknya/jumlah dengan cepat menjelajahi ke tepi Kali Progo mereka khawatir mendapat serangan dari seberang tepi sungai Progo yang letaknya lebih tinggi. Dalam keadaan yang sangat gawat ini, tiba-tiba terdengar teriakan minta tolong akibat hanyut karena menyeberang sungai Progo. Jeritan ini adalah ibu Wignyosumarto yang sudah dikenal karena suaminya hanyut waktu menyeberang.
Kejadian ini didengar dan diketahui oleh kelompok komando KODM - 50 bahkan ibu minta supaya ditolong oleh Komandannya. Tetapi ketika penolong tiba ditepi, pasukan
sudah dekat sekali antara jarak 100 m. Tetapi berkat perlindungan tanaman padi musuh tidak mengetahui kalau Komandan KODM - 50 berada ditepi sungai. Dengan selamat Komandan dapat ke tepi seberang Kali Progo terus ke bukit. Baru saja tiba ditempat seberang untuk menolong pak Wignyosumarto. Belanda sudah ditempat seberang, tetapi untung tidak mengetahui Komandan KODM - 50, sehingga Komandan KODM - 50 selamat atas perlindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Foto di bawah ini adalah tugu peringatan gugurnya Soegiarno - Jasmudi dkk di Tanjung Muntilan.
Sumber :https://www.facebook.com/bagus.priyana/posts/2699679796710374

Tentang Sejarah Magelang - PERJUANGAN RAKYAT ERA 1945-1949 GRABAG

Ole : Bagus Priyana
MAGELANG TEMPO DOELOE
PERJUANGAN RAKYAT ERA 1945-1949
GRABAG
Pada hari Rabu Legi 1 Pebruari 1949, untuk pertama kali tentara Belanda mengadakan patroli di daerah Grabag dan datang di Grabag kurang lebih jam 07.00 pagi yang kemudian menuju ke jurusan desa Cokro. Sampai di daerah Cokro kurang lebih jam 09.00 pagi. Anehnya dari Grabag sampai di Cokro desa yang dilalui tentara Belanda tersebut tidak mengambil tindakan apa-apa tetapi sesampainya di Desa Cokro tiap bertemu dengan orang lelaki entah tua atau muda mesti dipukuli. Antara lain yang berat dipukuli orang bernama Sarip sekarang masih hidup menjadi Pegawai Sipil di kesatuan Batalyon Infantri
Ambarawa. Riwayatnya, sebab di Cokro sangat dikasihi oleh Bapak Mayoor Jendral Soerjosoempeno yang pada waktu itu
menjabat Komandan Sektor Werk Kruis didaerah Kabupaten Magelang berpangkat Mayoor, yang membawahi Kapten Soerjono Komandan Sub. Sektor Werk Kruis yang berada di Kelegen sebelah Utara desa Cokro. Pada patroli inilah pula untuk pertama kalinya jatuh korban tentara kita di Desa Cokro. Pada patroli inilah pula untuk pertama kalinya jatuh korban tentara kita didesa Cokro yang membunuhnya di Desa Cokro dengan jalan hanya ditusuk dengan bayonet yaitu
1. Sersan HARDJOOETOMO dan
2. Sersan DJOEDI dari K.O.D.M. Grabag yang berkedudukan di Desa Cokro
Akibat pembunuhan yang sangat kejam karena hanya dengan ditusuk bayonet di muka umum ini, terapi hal itu bagi tentara kita tidak malah takut, malah merasa jengkel dan berhasrat akan membalas dendam. Hampir tiap malam kita saling berganti tenaga mengadakan perlawanan/penyerangan ke Secang yang pada
waktu itu sudah diduduki Belanda. Dari hasil penyerangan perlawanan kita untuk strategi pertahanan kita maka perlu jembatan Brangkal harus di bongkar. Hasil rapat terakhir hari
malam Minggu Legi tanggal 26/27 Februari 1949 dirumah Sdr. Soetarjo (rumah saya) yang terdiri dari Kesatuan bersenjata yang ada di daerah Grabag yang ada, yaitu anak buah
Kapten Soerjono (Komandan Sektor) dan anak buah dari kepala Polisi Sub. Detasemen Polisi Negara RI. Grabag.
Pembantu Inspektur Polisi P. Darman Hadiwirjono yang anak buahnya digabungi dari anak buah Pembantu Inspektur Polisi Koesnowawi yang berada di Peting Ketawan. Putusan rapat tersebut adalah:
"Akan membongkar jembatan Brangkal pada hari Senen Paing tal. 27/28 Februari 1949 berangkat berkumpul di rumah Sdr. Soetarnjo jam 13.00 siang menuju Desa Banyusari dan Desa Kalimuto, yang rencana pembongkaran-
akan dilaksanakan jam 20.00 malam".
Kurang lebih jam 20.00 pasukan kita bersama rakyat dari masing-masing kesatuan satu
demi satu sampai di jembatan Brangkal. Pada waktu pasukan Republik sampai di Brangkal, ternyata Belanda sudah ada disitu, tetapi para pejuang mengira jika mereka adalah teman kita sendiri, terus para pejuang mendekati. Tetapi alangkah saling terkejutnya setelah kita beri kode banteng yang seharusnya dijawab merah, tetapi tidak dijawab. Masing-masing kelompok berlari, Belanda ke sebelah barat dan para pejuang ke timur. Dan baru setelah kita mengetahui itu musuh lalu terjadi serangan selama kurang lebih 1 jam. Lalu Belanda mendatangkan bala bantuan dan pejuang Republik mundur kembali ke desa Donomulyo. Sampai di Donomulyo kurang lebih jam 4 pagi.
Setengah jam setelah kira masuk rumah ada yang terus tidur ada yang membersihkan senjata. Ternyata Belanda sudah mengepung rumah yang ditempati oleh para pejuang Republik. Sebagian dapat lolos, yang sebagian tertangkap Belanda.
Adapun yang tertangkap adalah:
1. SOEWARTO pangkat Komandan Muda (Pol. Neg. R.I.)
2. SOETRIMAN pangkat AP II (PNRI)
3. ANDREAS AP II (PNRI)
4. SLAMET A AP II (PNRI)
5. RAMELAN AP II (PNRI)
6. DARSONO A AP II (PNRI)
7. DARSONO BAP II (PNRI)
8. MOERSIDI pangkat Prajurit (TNI/AD) tertangkap setelah di Cokro, bersama-sama TJOKROWARDOJO dan Guru Kartojoewono.
Di Donomulyo tertangkap pula Bapak IDRIS TIOKROWIJOTO dan Bapak MOEDAKIR Carik desa Donomulyo.
Setelah sampai di perempatan di Desa Cokro yang terkenal dengan nama Maron, ke 7 anggota Polisi dan satu orang TNI/AD diikat bersama-sama disuruh jongkok dan bersama-sama pula diberondong ditembak. Enam orang meninggal seketika dan 1 orang yaitu bapak ARTO yang jatuh diselokan, etok-etok (pura-pura) mati setelah diinjak-injak yang dikira sudah mati lalu ditinggal.
Bapak SOEWARTO yang sudah yang sudah ditembus kurang lebih 15 peluru yang mengenai dadanya sampai sekarang masih hidup dalam keadaan cacat sebagai seorang pensiunan Inspektur Polisi klas II dan bertempat tinggal di Dukuh Ponggol Desa Grabag Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang.
Sesudah selesai mengobrak-abrik dan mengambili barang-barang milik rakyat Desa Cokro, Belanda menuju ke selatan jurusan Pucang. Di jembatan Ngipik (Pucang) sudah pasukan Republik sudah siap menghadang. Dari hasil penghadangan berhasil pula kita balas tindakan biadab waktu di Cokro, beberapa orang luka dan Komandan Peletonnya mati. Tetapi sayang dari rakyat yang dibawa Belanda antara lain
1. Tjokrowardojo.
2. Idris Tjokrowijoto (Carik desa Kalikuto)
3. Moedakir Carik desa Donomulyo dan beberapa orang lagi antara lain Bapak Idris Tjokrowljoto kena tembakan tetapi sampai sekarang masih hidup dan masih menjabat Carik Desa Kalikuto.
Setelah gencatan senjata 10 Agustus 1949 maka Pemerintah Militer Kabupaten Magelang dibawah pimpinan Kapten Marsidik almarhum dan Instansi-instansi militer dan sipil lainnya berkantor didesa Cokro Grabag Magelang. Wedana Grabag (R. SOEPARDJO). Asisten Wedana Grabag (Biso Wirodihardjo) Kepala Polisi Grabag (P. Darman Hadiwirjono) Komandan KODM Grabag (MOH IMAN) dan Jawatan lainnya lengkap dengan staf berkedudukan di Cokro. Atas saran P. DARMAN HADIWIRJONO karena yang paling banyak korban dari Polisi Negara R.I. diusahakan dibuatkan tugu PAHLAWAN guna mengenang jasa para korban pembunuhan Belanda. Oleh Pemerintah Militer Kabupaten Magelang (PDM) Magelang dibuat tugu
PAHLAWAN yang dibangun ditempat pembunuhan di Desa Cokro, karena hanya di Cokrolah yang paling banyak korban seluruh Kecamatan Grabag, bahkan mungkin se Kawedanan Grabag.
Desa Cokro selama clash ke II sampai 17 (tujuh belas kali) didatangi dan diobrak-abrik oleh Belanda. Hanya Desa Cokro yang berhasil kita pertahankan dan tidak diduduki oleh Belanda, padahal sudah direncanakan akan diduduki oleh Belanda, tetapi dapat kita gagalkan. Rencana Belanda akan mulai men
duduki Cokro tanggal 1 Mei 1949, tetapi tempat yang akan diduduki oleh Belanda yaitu milik Sdr. ROEMADI TJOKRODIDJOJO dan rumah milik Soetarnjo direlakan untuk dibongkar dan dilaksanakan tanggal 27 April 1949 dibongkar setengah hari (jam 1 s/d jam 4 sore) 2 rumah mading-masing berukuran 12 x 25 m dengan ukuran/tebal tembom satu bata selesai dibongkar, dilaksanakan oleh rakyat Desa Cokro dan Kalegen.
Adapun para korban pembunuhan/ditembak Belanda di Desa Cokro adalah sbb :
-1. DJOEDI (Sersan TNI/AD) wafat 1 - 2 - 1949
makam di Cokro Grabag Magelang.
2. HARDJOOETOMO (Sersan TNI/AD) wafat
1-2 - 1949 makam dipindahkan di Taman Makam Pahlawan Magelang.
3. SOEWARTO (Komandan Muda Polisi) ditembak tanggal 28 -2 - 1949 masih hidup, Pensiunan I.P. II di Ponggol Grabag Magelang.
4. SOETRIMAN (Agen Polisi II) wafat
28 - 2 - 1949 makam sudah dipindahkan Taman Makam Pahlawan Magelang.
5. ANDREAS (Agen Polisi II) wafat 28 - 2 - 1949 makam sudah dipindahkan di Taman Makam Pahlawan Magelang.
6. SLAMET A (Agen Polisi II) wafat 28. 2. 1949 makam sudah dipindahkan di Taman Makam Pahlawan Magelang.
7. RAMELAN (Agen Polisi II) wafat 21 - 2 - 1949 makam sudah dipindahkan di Taman Makam Pahlawan Magelang.
8. DARSONO A (Agen Polisi II) wafat 28-2-
1949 makam sudah dipindahkan di Taman Makam Pahlawan Magelang.
9. DARSONO B (Agen Polis 1949) wafat 28-2-1949, makam sudah dipindahkan di Taman Makam Pahlawan Magelang
10. MOERSIDI (Prajurit TNI AD) wafat 28-2-1949, makam sudah di pindahkan di Taman Makam Pahlawan Magelang.
11. SOEBROTO (Pegawai Kantor Kabupaten Magelang), wafat tgl. 22 - 7. 1949 makam di Cokro Magelang.
12. RAMELAN (Prajurit CPM) wafat 22-7-1949 makam di Cokro Grabag.
13. HASIM (Pager Desa) wafat tgl. 22 - 7 - 1949
makam di Cokro Grabag.
14. SOENARJO (Pegawai Gubernur Jawa Tengah) ditembak 22 - 7 - 1949 masih hidup, sekarang menjabat Kepala Desa Gedongsari Kecamatan Kedu Temanggung.
Tugu Pahlawan Pemerintah Daerah Militer Magelang yang berada di Cokro yang didirikan tahun 1949 karena berbahan kayu menjadi rusak. Atas inisiatip Sdr. SOETARNYO dan Sdr.
MARDJANADI Wedana Grabag lalu dibentuk suatu Panitia pembangunan Tugu Pahlawan tersebut dan berhasil dibangun pada 17 -7 - 1965. Semula tugu ini akan diresmikan oleh Bapak SOERYOSOEMPENO Pangdam VII Jateng pada tgl. 10 Nopember 1948, tetapi gagal karena perstiwa G. 30 S./ PKI.
(Sumber: Naskah Sekitar Perjuangan Rakyat Kabupaten Daerah Tingkat II Magelang. Edisi terbit 1974)
Sumber :
https://www.facebook.com/bagus.priyana/posts/2700837223261298

Tentang Sejarah Magelang - PERJUANGAN RAKYAT ERA 1945-1949 SECANG

Oleh : Bagus Priyana
MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERJUANGAN RAKYAT ERA 1945-1949
SECANG
Berikut ini adalah data sejarah perjuangan yang dikumpulkan berdasarkan wawancara dengan Atmosoedargo (Pamong Desa Pirikan, Secang)
a). Setelah T.N.I. yang dipimpin oleh Sersan Tomo mengetahui ada Patroli Belanda maka mereka terus mengadakan pengadangan di Jembatan Ngipik Pirikan dan pencegatan berhasil dapat menewaskan pihak Belanda
(beberapa orang meninggal). Dari pihak pasukan Tomo ada 3 (tiga) orang korban yang meninggal, ialah nama-namanya :
1. Sdr. Soekarman.
2. Sdr. Prawirodarmojo
3. Sdr. Daklan,
dan korban ini semua dimakamkan di Kuburan Desa Pirikan.
b). Peristiwa pertempuran di Pucang dipimpin Kapten Surjono dan Letnan Kliwon dalam pertempuran itu pihak pejuang mengalami korban anggota 7 (tujuh) orang.
Yang nama-nya sebagian dapat kita tuturkan hanya 3 (tiga) orang, yang lain tidak tahu.
1. Sdr. Prodjo.
2. Sdr. Rono.
3. Sdr. Mahayu.
c). Bapak Komandan Sektor Mayor Sarjosumpeno pernah bertempat di Pirikan selama 3 (tiga) hari di rumah Bapak Carik Ronomanggolo.

Sumber : 
https://www.facebook.com/bagus.priyana?__tn__=%2CdCH-R-R&eid=ARD8X38PAyvrEjrWNdkauaMuByc5TiqYiSSnm72WlLWLkmORCnBuguxEyVGumlDuYajV3bLjFB3Ilke1&hc_ref=ARQXcWdbWpv-wwroH1-6ASD_GpbLX1g3PK78tIYL9Gnj3P4dJbfD07ydgx8POw8yxiI&fref=nf

05 August 2019

Tentang Sejarah Magelang - PERJUANGAN RAKYAT ERA 1945-1949 KALIANGKRIK

MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERJUANGAN RAKYAT ERA 1945-1949
KALIANGKRIK #3
d. DESA INDROKILO.
Hasil wawancara dengan Kepala desa Indrokilo, Bpk Kusnodimedjo tgl. 9 - 5 - 1974, jam 13.30.
1. Pemerintahan Sipil di Dk. Genting, kira 1 bulan, yaitu Bpk. Wedono Bandongan Wasir, Camat Kaliangkrik Kusumoatmodjo, Patih Soemarsono di Krajan Indrokilo kurang lebih 6 hari di sekitar bulan April 1949.
2. Pemerintahan Militer di Genting di bawah Komando Bpk. Let. Padmosudjono dengan 12 stafnya selama + 35 hari.
3. T.N.I./Pejuang datang tgl. 8 Januari 1949.
a. Letlu Dulhadi I kompi, 1 pelton Ramelan. I pelton Sentot dan 1 pelton Dullah kesemuanya di Krajan Indiokilo tiap rumah 10 orang selama 3 bulan.
b. Letda Katamso 1 pelton di Genting + 2 bulan
kira" bl. 2 s/d 4 th. 1949.
c. Letnan Padmo 1 pelton (bag. senjata berat) di Dk. Punggulsari, 35 hari terus ke Wonosobo
d. Kap. Burhani 1 kompi kira bulan Mei 1949.
terus pindah ke Balekerto (Sukadadi).
e. T.P. dibawah Pak Soemarno 1 pelton.
f. Kepolisian di bawah pak Dariyo 18 orang
hanya 1 minggu terus ke Wonosobo. datang tgl. 21 - 12 - '48, ada seorang terluka karena terkena tembakan serangan udara 22 - 12 - 1948.
4. Kejadian"/korban
Selama pendudukan Belanda di Magelang tidak pernah terjadi pertempuran di Indrokilo.
Patroli Belanda di Indrokilo 3 kali tapi tak pernah terjadi apa”. Selama/ketika pendudukan, anggauta Hizbullah yang
berasal dari Indrokilo gugur dua orang di Majaksingi Borobudur : Mulud dan Sayuti.
Sersan Kemo, yang bermarkas di Indrokilo, gugur di Dk. Yono, Maduretno dalam suatu pencegatan terhadap patroli Belanda dalam bulan Maret atau April
KORBAN' : rakyat 4 orang. 1 Zaenodin, 2. Yarkoni. 3 dan 4 lupa namanya. Keluarga Martosudarmo 7 orang, yang lima meninggal karena kejugrugan tanah (lagrag) waktu bersembunyi, ketika ada serangan udara, yang selamat 2 anak kecil, yang sedang kembali dirumah mengambil tikar.
c. DESA MADURETNO.
Hasil wawancara dengan Kepala desa Bpk. Tronghartono, tgl. 9 Mei 1974 jam 15.30..
1. Bpk. Gubernur Jateng pernah 1 hari di Maduretno
dari Banjarejo dan terus ke Butuh Temanggung bersama menantunya dan dikawal Bpk.Susalip.
2. Kejadian/korban.,
Gugurnya sersan Kemo di Sinumbuk kira2 bulan Maret 1949 atau April 1949 adalah sbb.:
Waktu ada patroli Belanda dari Girirejo ke Dk.
Wates Manglek lewat Junjungan di jembatan Sungai Kanci, Manglek, Banjarjo, ditembaki T.N.I. dari Junjungan oleh anak buah Bpk. Dulhadi, Peleton Ramelan. Belanda mengejar dari dua jurusan sebagian lewat Bojong, Banjarjo; sebagian lewat Junjungan ke
Maduretno. Anak - buah Pk. Kemo terjepit, karena tergunting dan berusaha melarikan diri ke Indrokilo, anak buahnya dapat lolos, tetapi sersan Kemo ditembak mati disawah Semintuk. Selain sersan Kemo, seorang penduduk Dk. Wates bernama Sudjono juga
tertembak mati.
Pada patroli kira2 bl. Januari 1949 dari arah Selomoyo menembak seorang yang sedang bertugas jaga di Jono bernama Dasmuri.
Seorang Hizbullah dk. Wates, Maduretno ditembak Belanda di Kaliangkrik bernama Burhani, yang ditangkap bersama Syaroni yang berasal melarikan diri.
Gugurnya Letnan Wakisdi + bl. Mei 1949. Pak Kisdi bersama anak buahnya 1 regu. Belanda dari Kelegen, Banjarjo, Manglek dan mengepung Junjungan jam 07.00 terus menembaki rumah tempat peristirahatan Pak Kisdi. Anak buahnya berhasil lolos tapi pk. Kisdi di sawah wilayah Maduretno kena tembakan dan gugur.
3. Markas pertahanan di Maduretno di dk. Wates :
a. Anak buah Letnan Ramelan 24 orang.
b. T.P. dibawah pimpinan Sdr. Sumarno.
(Bersambung)
https://www.facebook.com/bagus.priyana/posts/2691665950845092

Tentang Sejarah Magelang - DOLAN NING ALOON-ALOON

MAGELANG TEMPO DOELOE:
DOLAN NING ALOON-ALOON
Pancen bener, Aloon-aloon dadi papan jujugan kanggo dedolan sing paling murah lan gampang dijujug soko ngendi wae. Soko lor, wetan, kulon lan kidul podo kepenakke. Opo maneh kanggo wong Magelang, Aloon-aloon pas ono ning tengah-tengah kutha Magelang.
Koyo dene ana ing foto ing ngisor iki. Durung ngerti foto iki dipotret taun pira. Katon para priyayi kakung padha ana ing Aloon-aloon madhep ngetan. Ana sing lagi ngadheg, ana uga ana ing lagi ndhodhog. Disawang saka busanane kang endah lan seragam, sajakke kaya para pegawai pamarentahan. Ketokke sabubare ana acara, terus dedolan ana ing papan iki.
Katon ana ing sisih tengen, bangunan mentereng gagah sing kasebut Watertoren kang dibangun taun 1920. Watertoren iki panggon kanggo tandon banyu kang kanggo kabutuhan para warga Magelang. Banyune saka sumber tuk ana ing Kalegen Bandongan.
Ana ing sisih kiwa, katon masjid Kauman kang kaloka. Papan kanggo ngibadah para kaum muslim iki dibangun karo Danukromo, Bupati Magelang ingkang kapisan. Danukromo diangkat karo Inggris dadi bupati kala taun 1813. Sakbanjure Kanjeng Bupati bebangun masjid, Aloon-aloon saha Regentwoning utawa dalem bupati ana ing sisih lor Aloon-aloon.
Aloon-aloon saya endah nalika sesuketan katon ijo royo-royo. Kaya pengen nglemprak ana ing 'permadani ijo' kuwi. Saya katon endah maneh nek menowo redi Sumbing lan Giyanti ora ketutupan pedhut. Wah, pokoke kaya ning swarga.
Sumber :