31 July 2022

Topeng Emas

 Topeng emas (benda ritual)

500 B.C.E. - 200 C.E.

Jawa Timur; 22.6 x 17 cm, 60.86 gram.

Topeng emas yang spektakuler ini memiliki bukaan untuk mulut, mata, dan lubang hidung, serta celah horizontal di atas hidung, celah melintang untuk mata-alis, dan garis miring vertikal untuk bulu mata dan gigi.  Lubang di sekitar tepinya menunjukkan bahwa topeng itu akan melekat pada sesuatu, mungkin mayat.

Kesederhanaan teknik yang digunakan dalam pembuatan topeng emas, bagaimanapun, menyiratkan bahwa itu berasal dari periode prasejarah, ketika tidak ada status yang diketahui pernah ada.

Info dari buku “Old Javanese Gold”.


Yale University Art Gallery 

New Haven, Connecticut 

Photo tertanggal Juli 6, 2022








30 July 2022

Puncak Suroloyo

 #JJD

#geografidansejarah


PUNCAK SUROLOYO

Antara Mitos dan Tradisi


Suroloyo adalah salahsatu puncak tertinggi dari barisan pegunungan Bukit Menoreh yang membentang dari Jawa Tengah dan DIY. Puncak Suroloyo berada pada ketinggian 1.019 mdpl berlokasi di kecamatan Samigaluh kabupaten Kulonprogo.


Dari puncak Suroloyo saat cuaca cerah kita bisa melihat 4 puncak gunung besar yaitu Sumbing Sindoro Merapi dan Merbabu. Kita juga bisa melihat candi Borobudur dan Kota Magelang dengan teropong. Hamparan laut pantai Glagah Indah juga terlihat saat cuaca cerah.


Suroloyo sendiri dalam bahasa jawa artinya berani mati. Selain memiliki pemandangan yang mengagumkan, Puncak Suroloyo juga menyimpan mitos. Puncak ini diyakini sebagai kiblat pancering bumi (pusat dari empat penjuru) di tanah Jawa.


Masyarakat setempat percaya bahwa puncak ini adalah pertemuan dua garis yang ditarik dari utara ke selatan dan dari arah barat ke timur Pulau Jawa. Dengan mitos, sejarah beserta pemandangan alamnya, tentu tempat ini sangat tepat untuk dikunjungi pada hari pertama di tahun baru kalender Jawa (1 Suro).


Tradisi Jamasan pusaka keraton selalu dilaksanakan setiap tanggal 1 suro di Puncak Suroloyo sehingga Suroloyo selalu dikait2kan dengan malam 1 suro (jawa) atau malam 1 muharam (Islam/hijriyah)


Catatan :


Tahun kalender Jawa (Saka,dalam bahasa Bali Çaka) waktunya sama dengan kalender Islam (Hijriyah)






Nyai Ronggeng

 Nyai ronggeng.


Mempunyai nama panggung Nyai Lumar Lumar yaitu semacam jamur yang biasa tumbuh di bawah rumpun bambu yang bisa mengeluarkan cahaya kehijauan dimalam hari, seperti halnya seorang penari ronggeng yang terlihat bersinar dimalam hari.


Nama aslinya adalah Iroh dia adalah seorang penari ronggeng Mashur era 40 an di sekitar Priangan, jadual manggungnya begitu padat bukan hanya di tatar Priangan tapi juga sampai ke Bogor dan Batavia.

Setiap penampilannya diatas panggung mampu menghipnotis semua penonton khususnya kaum Adam, nyai Lumar seperti magnet yang bisa menarik semua laki-laki untuk menari bersamanya dan menguras habis semua isi kantongnya.


Sudah menjadi rahasia umum setelah pertunjukan usai ada semacam lelang, bagi siapa saja yang bisa bayar paling tinggi dia yang akan menghabiskan malam bersama nyai ronggeng untuk menikmati "apem legitnya".


Tapi hanya orang-orang tertentu  yang mampu mengajak nyai Lumar " menari" diatas ranjang sehabis pertunjukan, karena taripnya terlalu tinggi kalau pejabat pribumi mungkin setingkat Bupati, wedana atau tuan-tuan Belanda bos perkebunan. Dan siapapun laki-laki yang pernah meniduri nyai Lumar akan jadi kebanggan tersendiri, ironisnya bukan hanya buat dirinya tapi juga istrinya,karena itu akan menaikan status sosialnya.


Penari ronggeng bukan wanita sembarangan mereka telah melakukan berbagai ritual ,dan menguasai berbagai pengasihan, dan juga berbagi susuk penarik ditanamkan ke anggota badannya dari mulai mata, bibir, dagu, dada , bokong sampai alat vital.

Dari ritual-ritual itu yang paling menyakitkan adalah saat diberi ramuan khusus oleh dukun beranak atau Paraji, untuk mencegah kehamilan semacam dikiret, bahkan sampai banyak yang mandul.


Ronggeng selalu identik dengan praktek transaksi esek-esek ini bahkan konon disakralkan, sebelum nyai Ronggeng resmi menyandang gelar penari Ronggeng, pada tarian perdananya ada ritual khusus yang di sebut "Buka Kelambu" yaitu ritual pecah dara bagi si penari, tentu bersama laki-laki yang mampu bayar paling tinggi. Dan Konon bagi si laki-laki ini jadi prestis yang jadi kebanggaan bila mampu memenangkan lelang.


Tidak tahu persis apakah nyai Lumar juga melewati ritual yang sama, hanya orang-orang dekatnya pernah melihat nyai Lumar bermeditasi dalam keadaan telanjang bulat.


Menurut cerita orang-orang tua dulu banyak tamu-tamu berkuda yang mendatangi rumah nyai Lumar. Tidak hanya bangsa pribumi tapi juga ada Tuan-tuan bule, Babah Tiong hoa dan juga ada yang kulit hitam orang dulu nyebutnya bangsa Santung.


Kejayaan nyai Lumar usai saat Jepang masuk, nyai Lumar ditangkap karena dianggap kaki tangan Belanda, dia dibawa ke Bandung, lalu ke Batavia disana ia dijadikan Jugun ianfu wanita penghibur khusus perwira Jepang

Berbagai kekerasan seksual ia alami, karena banyaknya para perwira yang harus ia layani setiap hari. Sampai menurut ceritanya ia pernah mencukur gundul kepalanya biar terlihat jelek. Beberapa kali ia berusaha lari tapi gagal dan bahkan sampai hampir dieksekusi.

Untung ada seorang perwira Jepang yang jatuh hati padanya menolongnya.

Bersama siperwira itu ia sampai dikirim ke Birma atau mungkin Thailand karena ia menyebut Kampchanaburi.


Selepas Jepang kalah tidak dikisahkan bagai mana ia kembali ke tanah air.

Setelah kemerdekaan ia kembali manggung dia banyak menghibur orang-orang Eropa di Bandung, sampai peristiwa Bandung lautan api ia tidak ikut mengungsi karena berada di Cimahi disana ia banyak menghibur tentara Belanda.


Saat perjalanan pulang ke Tasikmalaya ia ditangkap pejuang dan dicurigai sebagai mata-mata Belanda ia digiring ke bibir jurang di sekitar Nagrek untuk di eksekusi, tapi rupanya salah satu opsir menaruh hati padanya lalu ia dilepas.


Beberapa waktu kemudian siopsir bernama Karma itu lalu menikahinya di Garut , selama itu ia memutuskan untuk berhijrah meninggalkan dunia panggung, ia tinggal bersama mertuanya yang seorang Lebe sedangkan suaminya masuk hutan ikut bergerilya.

Beberapa mantan manajernya saat menjadi ronggeng membujuknya untuk kembali ke dunia malam dengan iming-iming uang jutaan ruupiah tapi ia tetap tak bergeming. Ia malah ikut nyantri bersama adik iparnya sambil menunggu suami pulang.

Bulan dan tahun berlalu suaminya tak kunjung pulang sampai dikabarkan dia ikut Hijrah ke Jogja. 

Dalam penantian panjangnya itu ia terus mendalami Islam, dengan berguru ke mama haji Ilmawi, yang membantunya berjuang menetralisir semua ilmu-ilmu hitam yang ia pelajari dimasa lalu.


disanalah suatu hari mertuanya  kedatangan Tamu dengan dikawal pasukan berseragam hitam ternyata dia adalah Kartosuwiryo yang pernah jadi atasan suaminya saat di Hizbullah 

Yang belakangan diketahui sebagai pimpinan Darul Islam. Orang-orang itu mencari keberadaan suaminya.


Sampai satu saat ada kabar baik suami bersama kesatuannya sudah pulang dan Jogja dan berada di Bandung. Ada secercah harapan kalau setelah perang usai ia akan berkumpul kembali bersama suami tercinta.

Sampai suatu hari datang seorang kurir menyampaikan sepucuk surat...


Bersambung.


Diambil dari kisah nyata seorang penari ronggeng, yang direkonstruksi dari berbagai penggalan cerita dari orang-orang yang pernah dekat dengan nyai Lumar.

Admin mencoba terus menggali dari saksi- saksi termasuk keluarga terdekat untuk kelanjutan cerita ini.


Untuk kelanjutanya silahkan klik "Langganan" di FB seluler di https://www.facebook.com/becomesupporter/100057375253133/




Sejarah Magelang - Cerita tentang Polisi 1962

 Mendengar berita akhir2 ini dimana nama kota Magelang di-bawa2 hati saya ikut jengkel 

Mengapa kota yang indah itu harus terseret dalam berita terbunuhnya seorang Polisi ?

Apa yang salah ?


Enam puluh tahun yang lalu tepatnya tahun 1962 saya juga menyaksikan peristiwa di Magelang yang melibatkan seorang Polisi.

Ingat, saat itu kita baru saja Merdeka  baru 17 tahun kita merdeka.


Di stadion Tidar diadakan pertandingan antara kesebelasan kota Magelang melawan kesebelasan dari kota Purworejo.

Saya tidak bicara soal pertandingannya.

 Yang saya lihat adalah, bagaimana  seorang Polisi keturunan Tionghoa yang menjaga ketertiban pertandingan saat itu menjadi bahan olok2 


Bahkan disoraki secara kurang pantas.

Bahkan perintah2nya untuk menjaga ketertiban tidak dipatuhi 


Saat itu saya baru berusia 14 tahun.

Tapi peristiwa itu tertanam dalam hidup sebagai suatu aib yang tak terlupakan.

Dan yang saya ingat jelas, Polisi yang dilecehkan itu tetap tertawa dan tidak membalas.

Padahal kalau mau dia bisa lakukan.


Sekarang saya suka berpikir : unik juga ya saat itu kita punya anggota Polisi keturunan Tionghoa.

Padahal belum lama kita Merdeka.

Eh tak disangka enam puluh tahun kemudian nama kota Magelang dikaitkan dengan nasib seorang anggota Polisi.




28 July 2022

Sejarah Magelang - Stadion Moch Soebroto

 Dikutip dari situs resmi Pemkot Magelang, Stadion Moch. Soebroto yang berlokasi di tepi Kali Progo di Kampung Sanden Kramat Selatan Magelang dulu dikenal dengan nama Stadion Madya Magelang.


Nama Stadion Moch. Soebroto diresmikan pada 24 Februari 2015 oleh Wali Kota Magelang, Sigit Widyonindito. Nama dr. H. Moch. Soebroto dipilih  nama stadion sebagai bentuk penghormatan bagi Wali Kota Magelang periode 1971-1981.


Stadion ini dibangun mulai 2008 dan hingga kini masih dalam tahap pembangunan, di antaranya tribune sisi utara. Stadion berkapasitas 20.000 penonton tersebut mulai digunakan untuk kegiatan olahraga sejak 2011.


Pengelolaan Stadion Moch. Soebroto saat ini berada di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Magelang. Sesuai dengan perda setempat, tarif sewa Stadion Moch. Soebroto untuk pertandingan Liga 1 senilai Rp12 juta.


Stadion ini sudah lolos verifikasi PT Liga Indonesia Baru dan memiliki berbagai fasilitas di antaranya lampu stadion, lintasan atletik dan papan skor elektrik.


https://m.solopos.com/profil-stadion-moch-soebroto-di-tepi-kali-progo-tanpa-tribune-utara-1373690




Sejarah Magelang - Kolam Renang Soekotjo Pisangan Magelang 1980

 Oleh : Cahyono Edo Santosa


Kolam Renang ' Soekotjo', Pisangan - Magelang, akhir 1980an


Selain renang, generasi kami dulu juga sering nunut nyuci tenda di sini 😂


📷 : Ikawati Naning




Tim Uber Cup 1972

 Tim Uber Cup 1972.

Atas:Poppy Tumengkol,Regina Masli

Tengah:Intan Nurtjahja,Taty Sumirah

Bawah:Retno Kustiyah,Utami Dewi

Tim ini kalah dari tuan rumah Jepang 1-6,saat bertarung di final yang berlangsung di Tokyo.




Sejarah Magelang - Harga Bahan Pangan di Magelang pada Januari 1936

 MELIHAT KEMBALI HARGA BAHAN PANGAN DI KOTA MAGELANG PADA JANUARI 1936


Oleh : Chandra Gusta Wisnuwardhana


Masa - masa depresi ekonomi malaise yang melanda dunia pasca runtuhnya harga saham Wall Street pada penghujung 1929 sedikit banyak masih bisa dirasakan dampaknya pada medio tahun 1930an di Hindia, tak terkecuali Stadsgemeente Magelang. Pun demikian, krisis ekonomi tidak lantas membuat pemerintah kota dan jajarannya dibawah kepemimpinan walikota Ir.R.C.A.F.J. Nessel van Lissa untuk diam dan berpangku tangan. Berbagai upaya gencar dilakukan untuk mengatasi dampak lesunya kegiatan perekonomian di lingkungan Kota Magelang. Salah satu diantaranya adalah promosi besar-besaran melalui media cetak mengenai potensi kota Magelang bagi para calon penduduk dan investor untuk menanamkan modalnya di kota yang berjuluk "Tuin van Java" ini. Berikut ini adalah potongan artikel dalam majalah "de Bergstad Magelang Middelpunt van der Tuin van Java" kaluaran asosiasi Magelang Vooruit. 


Melalui suguhan tabel harga - harga bahan makanan yang dijual di Pasar Redjowinangoen pada awal tahun 1936 ini, pemkot Stadsgemeente mencoba menarik calon penghuni kota dengan paparan betapa terjangkaunya harga bahan pokok di Magelang. Daftar nama - nama item yang dipajang dalam tabel ini kemungkinan besar adalah bahan makanan yang biasanya disantap oleh keluarga - keluarga Eropa dan Indo-Eropa, kalangan masyarakat Tionghoa  dan bumiputra, lengkap dengan harga dan satuan berat dan jumlahnya. 


Bebeapa item bahan makanan yang tertera dalam tabel harga ini diantaranya seperti beras kualitas nomor 1 hingga 3, beras merah, kentang ukuran besar hingga kecil, ayam berbagai ukuran, daging sapi, macam - macam jenis ikan mulai dari ikan sepat, pedo (peda?), gabus, manjoeng (manyung / jambal roti sejenis lele ?), dan bandeng, udang basah, telur ayam dan bebek, sayuran seperti jagung kupas dan jagung utuh, kelapa, minyak kelapa, macam - macam pisang dari jenis susu dan ambon, gula kelapa dan aren, kubis (kol) merah dan putih, bawang merah dan putih serta yang tidak kalah menarik adalah menu olahan Dendeng Celeng (babi hutan). Untuk harga susu sapi segar sendiri berada pada kisaran harga 15 sen/liter.


Dengan melihat daftar harga dan daftar bahan makanan yang ada dalam tabel ini kita bisa mengetahui kekuatan daya beli masyarakat di kota Magelang pada awal tahun 1936 serta berbagai macam bahan makanan yang lazimnya dikonsumsi oleh masyarakat Eropa dan Indo-Eropa, Tionghoa dan Bumiputra di Magelang. Berdasarkan tabel ini dapat diketahui bahwa semua bahan makanan yang ada memiliki harga kurang dari f 1 untuk tiap satuan ukuran. Cukup murah dan terjangkau bagi mereka yang berminat tinggal di Magelang.


Visi untuk menjadikan Magelang sebagai pusat kota pegunungan baru di Jawa bagian tengah dengan berbagai fasilitas dan infrastruktur kenyamanan standard masyarakat Eropa dan Indo-Eropa yang sudah dicanangkan sejak awal pemberian status Gemeente ternyata harus pupus ketika Jepang menduduki Magelang pada Maret 1942. 


- Chandra Gusta Wisnuwardana -




Aloon-Aloon Magelang, 19 - 20 century, ,., Bawah kini, Alun-alun Magelang, 2022

 Atas dulu, Aloon-Aloon Magelang, 19 - 20 century, ,., 

Bawah kini, Alun-alun Magelang, 2022




Hari Anak Nasional 23 Juli

 Foto defile anak-anak dari berbagai Sekolah Rakyat dan kelurahan di Kota Jakarta didepan Presiden Soekarno dan Ibu Negara di halaman Istana Merdeka.  


Defile anak-anak ini merupakan rangkaian acara dalam perayaan pekan kanak-kanak yang diadakan di Ibukota,mulai tanggal 3 sampai 5 Juli 1954.  


Dan pada hari ini tepat tanggal 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional.  


Selamat Hari Anak Nasional..Anak Terlindungi..Indonesia Maju..!!


Sumber : Bintang Timur,6 Juli 1954,hal 1,kol 2-4.Koleksi Layanan Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI (Skala team)




27 July 2022

Sejarah Magelang - Telaga Bleder Grabag Magelang 1990

 Telaga Bleder, Grabag, Magelang. Tahun 1990-an.

Oleh : Amat Sukandar




Jalan Asia Afrika di Bandung pada tahun 1950-an dan sekarang. Di sebelah kanan adalah Alun-Alun.⠀ ⠀ Jalan Asia Afrika in Bandung in de jaren ‘50 en nu. Aan de rechterkant is de Alun-Alun.

 Jalan Asia Afrika di Bandung pada tahun 1950-an dan sekarang. Di sebelah kanan adalah Alun-Alun.⠀

Jalan Asia Afrika in Bandung in de jaren ‘50 en nu. Aan de rechterkant is de Alun-Alun.⠀

Jalan Asia Afrika in Bandung in the 1950s and present. To the right is the Alun-Alun.⠀

https://goo.gl/maps/QikwXihAWFtyFspn7




Sejarah Magelang - Gunung Tidar dan Syekh Subakir

 GUNUNG TIDAR DAN SYEKH SUBAKIR


Gunung Tidar yang berlokasi di tengah-tengah Kota Magelang, Jawa Tengah tidak lepas dari salah satu kisah Babad Tanah Jawa, yaitu Syekh Subakir. Ulama asal Persia ini diyakini sebagai sosok yang menancapkan tombak atau paku bumi di Gunung Tidar untuk mengusir bangsa jin yang berkuasa di sana.


Dikisahkan bahwa negeri Arab sudah beberapa kali mengirim utusan untuk menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa namun saat itu, masyarakat setempat masih kokoh memegang kepercayaan lama yang mempercayai tokoh-tokoh gaib penguasa bumi dan laut sekitar pulau Jawa.


Para ulama itu dari negeri Arab tersebut mendapat banyak halangan yang sangat berat. Usaha dakwah mereka hanya berkembang dalam lingkup kecil saja. Oleh karena itu, diutuslah Syekh Subakir untuk menyebarkan agama Islam dengan membawa batu hitam yang dipasang oleh Syekh Subakir di seantero Nusantara, dan untuk tanah Jawa diletakan di tengah-tengahnya, yaitu Gunung Tidar.


Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam tersebut menimbulkan gejolak para mahkluk gaib hingga akhirnya mereka mengamuk di Gunung Tidar. Namun Syekh Subakir mampu meredam amukan mereka.


Berdasarkan riwayatnya, Syekh Subakir berasal dari Ru, salah satu region di Persia (Iran). Dia diutus ke Tanah Jawa bersama dengan Wali Songo periode pertama yang diutus oleh Sultan Muhammad I dari Istanbul, Turki untuk berdakwah di Pulau Jawa pada 1404.  Dari angkatan Wali Songo yang dikirim ke pulau Jawa untuk berdakwah, Syekh Subakir lah yang berhasil membersihkan pulau Jawa dari pengaruh-pengaruh gaib.


Syekh Subakir memang dikenal sebagai ahli menumpas bangsa jin. Dia sudah beberapa kali membersihkan tempat-tempat angker dari penghuni gaib. Kisah peperangan dengan dunia gaib yang dilakukan Syekh Subakir di pulau Jawa, yaitu saat dia berperang melawan Sabda Palon yang dipercaya sebagai pengasuh tanah Jawa.


Dalam pertarungan ini tidak ada yang kalah dan menang karena keduanya sama-sama sakti. Hingga akhirnya muncul perjanjian damai antara Syekh Subakir dan Sabda Palon. Dalam perjanjian damai tersebut, Syekh Subakir yang bernama asli Aly bin Syek Baqir ini menjelaskan niatnya kepada Sabda Palon bahwa dia hendak menyebarkan Agama Islam. Niat inipun akhirnya diterima baik oleh Sabda Palon.


Dilansir dari Jatengprov.go.id, Gunung Tidar adalah tempat makam Syekh Subakir yang hingga kini menjadi destinasi wisata religi. Banyak orang yang berdatangan, khususnya masyarakat Jawa tradisional yang hendak berziarah dan mencari wangsit.


Sumber Tulisan: Solopos


📷: © Okezone, Jatengprov.go.id, Tribun Jogja, Blog Ardian Kusuma


#sejarah #tokoh #religi #magelang #gunungtidar #JendelaJatengDIY


Mau coba sensasi rasa Wingko Babat seperti saat baru pertama kali ditemukan? Wingko Babat Loe Lan Ing Jawabannya. Merk Loe Lan Ing ini konon merupakan pewaris asli dari Wingko Babat yg pertama kali dibuat.

Yuk pesan sekarang via:


https://tokopedia.link/FrimjXM4Wrb










Alan Budikusuma, Ardy Wiranata dan Joko Supriyanto tahun 1990. Ketiganya saat itu diproyeksikan untuk Olimpiade 1992

 Alan Budikusuma, Ardy Wiranata dan Joko Supriyanto tahun 1990.

Ketiganya saat itu diproyeksikan untuk Olimpiade 1992.


📷Dani suryaman




Pelantikan Jendral Soedirman Oleh Presiden Soekarno 8 Juni 1947

 Pelantikan Jendral Soedirman dilakukan oleh Presiden Soekarno 8 Juni 1947.

---

"Soedirman terpilih sebagai Panglima TKR dalam situasi yang khas revolusi. Serba genting, tergesa-gesa, dan banyak faksi. Ia satu-satunya panglima tentara yang dipilih melalui voting." Sebulan setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) berdiri pada 5 Oktober 1945, TKR masih juga belum memiliki panglima. TKR hanya dipimpin seorang kepala staf. Orang yang menjadi kepala staf adalah Oerip Soemohardjo, mantan Mayor Tentara Belanda KNIL.

Sebagai mantan KNIL, tak heran jika organisasi awal TKR mirip KNIL. Kebanyakan perwira TKR adalah mantan komandan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA). Ada perang dingin antara perwira bekas KNIL dengan bekas PETA. Butuh waktu memang bagi pemerintahan Sjahrir untuk mempercayai Soedirman. Namun lama-lama akhirnya Soedirman pun diangkat sebagai Panglima Besar TKR pada 18 Desember 1945. Sementara Oerip tetap jadi Kepala Staf, namun jabatan itu setingkat lebih rendah dari Panglima. Dengan kebesaran hati, Oerip menerima pengangkatan orang yang tak lebih berpengalaman dalam memimpin pasukan darinya.

Lepas dari kekuranganya, Soedirman adalah satu-satunya Panglima Besar yang heroik memimpin perang gerilya. Dia juga satu-satunya Panglima Tentara yang dipilih berdasar voting, karena panglima tertinggi tentara sesudahnya, baik panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) bahkan Kepala Staf semua angkatan, pada akhirnya adalah Hak Prerogatif Presiden. Seperti tertuang dalam Pasal 13 ayat (2) UU tentang TNI, panglima "diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat".

-----

st : Petrik Matanasi - Rapat Koboi untuk memilih Panglima Tentara, Tirto.id

Repost dari akun Fb : Arief Sejarah 

https://www.facebook.com/arief.miharso.75




Sejarah Magelang - Alun-alun Magelang, sekitar tahun 1900 Aloon-Aloon Magelang, 19 - 20 century

 Alun-alun Magelang, sekitar tahun 1900


Aloon-Aloon Magelang, 19 - 20 century






Sejarah Magelang - Rupa-rupa Cap Postkantoor Magelang Masa Kolonial

 Rupa-rupa Cap Postkantoor Magelang Masa Kolonial


Oleh : Chandra Gusta  Wisnuwardhana





26 July 2022

Rudy Hartono dan Liem Swie King

 Rudy Hartono dan Liem Swie King, seusai keduanya bertemu dalam babak final All England 1976 bersalaman dengan Ratu Elizabeth II jelang penyerahan medali dan piala.

Final tunggal putra All England 1976, Rudy Hartono menang atas Liem Swie King 15-7, 15-7, gelar ini merupakan yang kedelapan menjuarai All England untuk Rudy Hartono.


Banyak kontriversi begitu kalangan menilai.

(Foto : dari buku Panggil Aku King, penulis Robert Adhi KSP).




Serangan Umum 1 Maret 1949

 Serangan Oemoem 1 Maret 1949

---

Jauh sebelun serangan 1 Maret 1949, Pak Harto menghadap Jendral Soedirman dan menyampaikan, " Pak, Saya ingin menyerang Belanda di Yogyakarta." "Iya, silahkan. Kalau kamu sukses, maka kamu akan jadi orang. Tapi, kalau gagal, saya tidak ingin melihat orang yang menanggung, ada di hadapan saya," begitulah jawaban Jendral Soedirman kepada Soeharto. Singkat, padat, tapi sangat tandas. Dalam penuturan Pak Harto saat itu, sesudah mendapat restu yang tandas dari Jendral Soedirman, Pal Harto bertemu dengan Sultan HB IX, di Keraton Yogyakarta.

Saat itu, Yogyakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia sejak 4 Januari 1946, memiliki peran yang sangat strategis dalam proses perjuangan Bangsa Indonesia. Jendral Soedirman menunjuk Soeharto sebagai Komandan Pasukan Keamanan Ibu Kota Yogyakarta. Pertimbanganya, Soeharto merupakan putera kelahiran Yogyakarta, sehingga lebih mengetahui wilayah Yogyakarta dan memiliki pergaulan dengan masyarakat Yogyakarta. Sebagai putera asli Yogyakarta, ketika Soeharto mengemban tugas dan memberi perlawanan kepada Belanda, tidak akan mengalami kesulitan berkomunikasi dalam membangun kerjasama dengan rakyat.

Pasukan penyerang yang dipimpin Soeharto dalam wilayah itu, adalah wilayah tugas Soeharto, bukan orang lain. Di hadapkan dengan kebijaksanaan Belanda pada masa itu, masing masing wilayah akan menjadi daerah perang, sehingga harus bertempur dengan pasukan Belanda. Antara lain daerah Temanggung, Banyumas, Magelang, Purworejo, Klaten, serta Solo.

Serangan ini bertujuan menyerang kekuasaan Belanda di Yogyakarta, inisiatif dan perencanaanya muncul setelah kota Yogyakarta ditinggalkan TNI akibat Agresi Militer II Belanda, disertai dengan provokasi Belanda kepada Dunia Internasional bahwa Republik Indonesia tidak ada lagi. 

-----

Repost dari akun Fb : Arief Sejarah

https://www.facebook.com/arief.miharso.75




Pasukan Gajah Mada Dikalahlan Kerajaan Tamiang di Aceh

 PASUKAN GAJAH MADA DIKALAHKAN KERAJAAN  TAMIANG DI ACEH : HISTORIOGRAFI TRADISIONAL LUAR JAWA BERTUTUR


Supomo mengingatkan bahwa gambaran agung Majapahit dalam sejarah Indonesia  sebagaimana diinterpretasikan dari teks Nagarakrtagama karangan Prapanca sebenarnya berbeda dengan Majapahit dalam pandangan sebagian besar peduduk Jawa yang memiliki citra lain tentang Majapahit  yang lebih kecil dan tidak agung sebagaimana yang ada dalam teks babad, cerita rakyat bahkan ketoprak (Supomo,1983:132). Supomo juga menyebut bahwa segelintir elit didikan Belanda hanya menggemakan kata-kata guru Belanda mereka yang senang sekali mengatakan luas wilayah kekuasaan Majapahit itu hampir sama dengan wilayah  Hindia Belanda. (Lihat : Supomo, 1983 : "Citra Majapahit dalam Tulisan Jawa dan Indonesia Kemudian", in: Anthony Reid and  David Marr. Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka. Indonesia dan Masa Lalunya. Grafiti-Pers, cetakan I.)

 Wacana luar Jawa, khususnya dari dunia Melayu, diakui Soepomo,  memiliki citranya tersendiri tentang Majapahit di Jawa. Dia menyebut,  kisah tentang Majapahit banyak sekali terdapat dalam berbagai cerita rakyat,  legenda  dan  babad,  bukan hanya dikalangan orang Jawa dan Bali, tetapi juga di kalangan orang Melayu dan banyak penduduk lainnya di  kepulauan Indonesia  ( Soepomo, 1983 :122). 

Sebagaimana  dikatakan  yang empunya cerita  tujuan utama pasukan Majapahit ke Aceh adalah untuk menaklukkan Pasai. Yang empunya cerita , terkadang juga konon kabarnya, alkisah ataupun  syahdan dalam tradisi sastra lisan Melayu merujuk kepada sumber  dari mana cerita itu berasal. Yang empunya cerita dalam konteks postingan ini (berasal dari paper patik di Jurnal Antropologi Sumatra, Unimed , 2006)  adalah sumber dari cerita lisan Aceh yang dikumpulkan Zainuddin (1961). Karena yang empunya cerita biasanya selalu anonym maka sebagai fakta historis keterangan dari sumber itu tidak dapat dijadikan data sejarah. Tapi dari sudut analisis wacana (diskurs analysis) keterangan  yang empunya cerita ini merupakan data wacana sejarah dan ini penting untuk mengetahui  sejauh mana dan untuk kepentingan apa suatu „fakta wacana“ dihadirkan, dirubah serta dimanipulasi  dari waktu ke waktu.


Kerajaan Pasai sangat kuat menurut yang empunya cerita, sehingga pasukan Gajah Mada mundur sejenak menyusuri Sungai Raya untuk mengatur kekuatan, mendirikan benteng di sebuah bukit di daerah pedalaman. Bukit tempat Gajah Mada mendirikan benteng di daerah Sungai Raya itu sampai sekarang dinamakan Bukit Jawa, suatu nama tempat di Aceh yang mengaitkan namanya dengan jejak cerita rakyat tentang Majapahit. Dari Bukit Jawa, pasukan Majapahit melakukan serangan ke Pasai tetapi serangan-serangan itu selalu gagal dan kekalahan demi kekalahan selalu dialamai pasukan Majapahit.   Dalam strategi mundur untuk kembali menyerang Pasai itulah pasukan Majapahit ini dikisahkan mendirikan benteng pertahanan di daerah dekat kerajaan  Tamiang, sebuah kerajaan di sebelah timur Aceh yang merupakan taklukkan kerajaan Pasai. 

Karena sulit mengalahkan Pasai, Gajah Mada mengatur strategi mencoba  beraliansi dengan Tamiang agar mendapat bantuan logistik dan pasukan untuk menyerang kembali Pasai. Strategi yang dipakai adalah melamar puteri raja Tamiang yang jelita untuk dikawinkan dengan raja Majapahit agar terjalin hubungan kerabat. Di samping itu Gajah Mada juga menawarkan  kesanggupan Majapahit untuk membebaskan Tamiang dari penaklukkan Pasai dan diganti dengan takluk terhadap Majapahit. Dikisahkan juga sebagai bingkisan sejumlah barang  perhiasan berharga, uang serta batik dari Jawa  diserahkan utusan Gajah Mada kepada Raja Tamiang.

Keesokan harinya jawaban atas lamaran Gajah Mada itu diberikan Raja Tamiang.  Para utusan Majapahit itu dipersilakan masuk istana dan siap-siap di jamu di ruangan khusus. Tapi ternyata perjamuan yang diberikan justru menghina para utusan Majapahit, dimana kepada para utusan  di suguhi talam berisi perhiasan permata pualam terdiri dari intan, berlian, zamrud, delima, nilam serta mutiara. Para utusan Majapahit di suruh memakan semua perhiasan itu. Bingung dengan makna persembahan itu, salah seorang dari utusan berkata bahwa mereka tidak bisa memakan permata yang disuguhkan itu.  Raja Muda Sedia, wakil Raja Tamiang yang ditugaskan menjumpai delegasi pasukan Majapahit  mengatakan, makna simbolik dari persembahan itu adalah bahwa Tamiang tidak bisa menerima tawaran Majapahit seperti juga permata-permata itu walau menggiurkan tapi tidak bisa dimakan.

Dengan merendah Raja Muda Sedia mengatakan bahwa pinangan utusan Majapahit untuk mempersunting puteri Raja Tamiang tidak sanggup mereka terima karna Tamiang cuma kerajaan kecil sementara Majapahit kerajaan besar.  Di samping itu alasan penolakan juga disebut karena adat istiadat Majapahit berbeda dengan adat istiadat Tamiang. Raja Mudia Sedia juga menolak tawaran Majapahit untuk membebaskan Tamiang dari jajahan  Pasai   dan Tamiang juga menolak ajakan  Majapahit untuk bersama-sama menyerang Pasai.

Menurut Raja Muda, sekalipun mereka berlindung dan membayar upeti  kepada Pasai, tapi itu diberikan secara sukarela dan Pasai menerima berapapun upeti yang diberikan.  Tamiang sendiri sebenarnya merdeka dan tidak dijajah oleh Pasai. Tamiang memiliki pemerintahan sendiri tanpa adanya ikut campur kerajaan Pasai. Dan yang lebih penting lagi menurut Raja Muda, adat istiadat Pasai dengan Tamiang sama.

 Kepada delegasi Majapahit, Raja Muda menyampaikan salam pada Maharaja Majapahit dan para delegasi dipersilakan membawa kembali pulang segala bingkisan yang semula akan dipersembahkan kepada Raja Tamiang. Para  utusan delegasi Majapahit pulang kembali ke markas mereka di dekat Langsa, pada daerah yang sampai sekarang dinamakan Manyak Pahit dimana   Gajah Mada dengan balatentaranya menunggu berita delegasi yang dikirim ke Tamiang. Kecewa dengan kabar yang dibawa delegasi atas penolakan lamaran dan tawaran yang dilakukan Raja Tamiang, Gajah Mada dengan armada tempurnya memutuskan menyerang Tamiang. 

 Zainuddin mencatat trdisi lisan itu dan menguraikannya dengan gaya  yang menyerupai gaya penulisan seperti  terdapat dalam teks-teks Melayu klasik :


"Adapun kapal2 perang Modjopahit itu berhadap-hadapan dengan kapal2 perang Radja Tamiang, maka keluarlah segala kapal2 perang Radja Tamiang itu dari sungai2 lalu menjemburkan  peluru2 meriamnya kearah kapal2 musuh, maka amuk-amukan dalam kapal satu antara satu terdjadi dengan sangat serunya". (Zainuddin,1961:224)


 Dalam serangan  yang dilakukan secara besar-besaranan ini pasukan Gajah Mada mengalami kekalahan. Tamiang yang dibantu armada militer dari Pasai berhasil menghancurkan serangan Majapahit. Pertempuran besar berlangsung di sekitar Kuala Sungai Ijo dan Kuala Besar. 


"Segala tentera Modjopahit jang mendarat mengelilingi benteng Kota Arun Berbadju dapat ditiwaskan, karena itu kapal2 perang Modjopahit terpaksa djuga mundur dari Kuala Besar dan Kuala Sungai Iju, berkumpul seluruhnya di sebuah kuala lain.

Orang-orang Tamiang terus-menerus mengedjar musuhnja itu, sehingga terdjadi lagi pertempuran jang lebih hebat pula, kapal perang Patih Gadjah Mada sendiri dengan kapal perang Laksamana Kantommana dikuala itu, sedang serunya pertempuran itu datang beberapa banjak lagi kapal2 perang dari Sulthan Pasai untuk memberi bantuan kepada Radja Muda Setia. Oleh karena bertambah kuatnja tenteta (kapal2 perang) Tamiang itu, Patih Gadjah Mada mengundurkan diri seluruhnya ke lautan luas. Dari sana terus kapal2 perang Modjopahit mendarat disebuah pulau didaerah Teluk Haru (Pangkalan Susu) " (Zainuddin,1961:224).


Pasukan Majapahit dalam episode pertama ini,  banyak yang tewas, sebagian sisanya mundur (ulak) ke laut menyelamatkan diri. Kata yang empunya cerita tempat kalahnya pasukan Majapahit atas Tamiang melahirkan nama tempat Kuala Raja Ulak yang sampai sekarang masih terdapat di dekat Kuala Besar.

 

Historigrafi tradisional luar Jawa seperti yang terdapat di Tamiang (Aceh) ini tidak mendapat tempat dalam sejarah Indonesia moderen. Sejarah Indonesia lebih mau memungut khayal para politisi atas teks Jawa sebagaimana disebut Supomo di atas. Ironinya, cerita rakyat Jawa juga tidak menunjukkan Majapahit dan Gajah Mada sebagai tokoh penting dan besar.  Gawat kan, gembar gembor Gajah Mada dan Majapahit dalam sejarah Indonesia kita ini. ( Ichwan Azhari )


@Copastwag sejarah dunia




Potret seorang bocah dari desa Citayam, Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Nederlands-Indië, Ca.1901-1905

 Potret seorang bocah dari desa Citayam, Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Nederlands-Indië, Ca.1901-1905.

-----

Sumber Foto 📸 : H.J. Jansen/Tropenmuseum

Oleh : @potret.sejarahindonesia




Potret suasana Jl. Kembang Jepun, Surabaya, Ca.1894

 Potret suasana Jl. Kembang Jepun, Surabaya, Ca.1894

-----

Sumber Foto 📸 : KITLV Leiden

Oleh : @potret.sejarahindonesia




Pangeran Diponegoro

 (Mustahar) B. Raden Mas Antawirya 11 November 1785 - 1855

Pangeran Diponegoro adalah putra dari Sultan Hamengkubuwono III, raja ketiga di Kesultanan Yogyakarta. Konon beliau menolak keinginan ayahnya untuk menjadi raja karena menyadari bahwa beliau bukan anak dari permaisuri tetapi selir. Kobaran apinya mengingatkan kita seperti perjuangan mbah-mbah kita yaitu Mahapatih Gajah Mada. Beliau mewarisi jiwa para pendahulu kita yang ingin mempertahankan dan mempersatukan bangsa ini.

Jangan berhenti membaca caption, ulas lagi makna kutipan di atas. Akun Fb "Arief Sejarah" bersama admin "Potret Sejarah Indonesia" hanya memberikan sedikit kilasan sejarah, selebihnya teman-teman sekalian mencari tahu lagi dan jangan sampai merasa puas. Mulailah dari sekarang untuk membaca. Terutama membaca sejarah para pendahulu kita.

Mohon maaf bilamana ada kekurangan 🙏

(Jas Merah)

-----

Oleh : Arief Sejarah

https://www.facebook.com/arief.miharso.75




Potret dua orang wanita Sunda berkebaya, Jawa Barat, Ca.1935

 Potret dua orang wanita Sunda berkebaya, Jawa Barat, Ca.1935

----

Sumber Foto 📸 : A.R. Wagschal/KITLV.

Oleh : @potret.sejarahindonesia




Potret seorang wanita penari Bali, Ca.1925

 Potret seorang wanita penari Bali, Ca.1925

--

Sumber Foto 📸 : KITLV Leiden 

Oleh : @potret.sejarahindonesia




25 July 2022

Terbentuknya BPUPKI 1 Maret 1945

 "Terbentuknya BPUPKI 1 Maret 1945"

---

Pada bulan maret 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ) yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung ( K.R.T ) Radjiman Wedyodiningrat. Dalam pidato pembukaanya dr. Radjiman antara lain mengajukan pertanyaan kepada anggota-angota sidang. "Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita bentuk ini? Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu : 

- Lima dasar oleh ( Muhammad Yamin ), yang berpidato pada tanggal 29 mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut. 

1. Peri Kebangsaan 

2. Peri Kemanusiaan 

3. Peri Ketuhanan 

4. Peri Kerakyatan 

5. Kesejahteraan Rakyat. 

Beliau menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.

Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Soekarno mengemukakan dasar dasar sebagai berikut : 

1. Kebangsaan Indonesia. 

2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan. 

3. Mufakat atau Demokrasi. 

4. Dasar Perwakilan. 

5. Dasar Permusyawaratan. 

6. Kesejahteraan Sosial. 

7. Ketuhanan. 

Nama Panca Sila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya : "Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilanganya. Namanya bukan panca dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa -namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.

st : 

1. Mohammad, Hatta. Politik, Kebangsaan, Ekonomi. 

2. Suwarno, PJ. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia.

-----

Repost dari akun Fb : Arief Sejarah 

https://www.facebook.com/arief.miharso.75




Sejarah Pemberontakan PETA di Blitar, Penyebab dan Akhir Supriyadi

 Sejarah Pemberontakan PETA di Blitar, Penyebab, & Akhir Supriyadi


Penulis: Ilham Choirul Anwar 

tirto.id - 17 Jun 2022 21:35 WIB


Apa penyebab sejarah pemberontakan PETA di Blitar dan bagaimana akhir nasib Supriyadi?

    

tirto.id - Sejarah pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar, Jawa Timur, terjadi pada masa akhir pendudukan Jepang atau beberapa bulan sebelum kemerdekaan Indonesia. Lantas, apa penyebab peristiwa pemberontakan PETA di Blitar dan bagaimana nasib sang pahlawan, Supriyadi?


Wilayah Indonesia yang semula dijajah Belanda mulai diduduki Jepang atau Dai Nippon sejak tahun 1942 seiring kekalahan di Perang Asia Timur Raya yang merupakan bagian dari Perang Dunia II.


Perjanjian Kalijati yang ditandatangani tanggal 8 Maret 1942 di dekat Subang, Jawa Barat, menjadi tanda bahwa Belanda menyerah tanpa syarat. Maka dari itu, Belanda harus menyerahkan wilayah Indonesia kepada pemerintah militer Jepang.


Sejarah Dibentuknya Pembela Tanah Air (PETA)


Salah satu cara Jepang untuk menarik minat bangsa Indonesia adalah dengan membentuk berbagai organisasi militer dan semi militer yang melibatkan rakyat pribumi. Beberapa di antaranya adalah Heiho, Seinendan, Keibodan, Barisan Pelopor, juga PETA.


Tujuan pembentukan organisasi-organisasi militer maupun semi militer tersebut adalah untuk mendukung militer Jepang dalam upaya mempertahankan diri dari serangan pasukan Sekutu, termasuk Belanda, yang berkeinginan merebut wilayah Indonesia kembali.


Tentara Sukarela Pembela Tanah Air atau PETA dibentuk pada 3 Oktober 1943. Pembentukan PETA sebenarnya merupakan usulan dari pihak Indonesia. Melansir Api Sejarah Jilid II (2006) yang disusun Ahmad Mansyur Suryanegara, keinginan membentuk PETA didukung penuh oleh Gatot Mangkoepradja.


Gatot Mangkoepradja sendiri adalah salah satu tokoh pergerakan nasional. Pada 4 Juli 1927, ia turut membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI) bersama Ir. Sukarno dan sejumlah tokoh lainnya. Gatot Mangkoepradja juga ikut ditangkap pada 1929 dan dipenjara oleh Belanda bersama Sukarno.


Dalam struktur PETA, dikenal tingkatan pangkat yaitu Daidanco (Komandan Batalyon), Cudanco (Komandan Kompi), Shodanco (Komandan Peleton), Budanco (Komandan Regu), dan Giyuhei (Prajurit Sukarela)


PETA dijadikan tentara teritorial untuk mempertahankan Jawa, Bali, dan Sumatera oleh Jepang. Hal itu sebagai langkah antisipasi apabila pasukan Sekutu menyerang.


Saat itu, Jepang mendapat tekanan dengan kemungkinan serangan dari Amerika Serikat, Inggris, Australia, hingga Belanda yang berada di garis depan pertempuran Asia Pasifik yang menjadi rangkaian Perang Dunia II.


Nantinya, PETA berperan besar dalam perang mempertahankan kemerdekaan RI, dan menjadi bagian penting dari riwayat pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang merupakan cikal-bakal dari Tentara Nasional Indonesia (TNI).


Penyebab Pemberontakan PETA DI Blitar


Pemberontakan PETA di Blitar yang mencapai puncaknya pada 14 Februari 1945 dipelopori oleh Supriyadi (ejaan lama: Soeprijadi). Ia adalah anggota PETA berpangkat shodancho. Dibentuknya PETA justru telah menghadirkan semangat nasionalisme dan sikap patriot di antara pemuda Indonesia, termasuk Supriyadi.


Supriyadi merasa resah dengan nasib rakyat Indonesia di bawah pendudukan pemerintah Jepang. Banyak orang yang dijadikan pekerja paksa (romusha), dibebani pajak tinggi, bahkan dirampas hasil pertaniannya. Perlakuan tentara Jepang terhadap kaum perempuan Indonesia juga menjadi alasan kebencian Supriyadi terhadap bangsa penjajah itu.


Di dalam PETA sendiri juga muncul perlakuan diskriminasi. Prajurit pribumi atau orang Indonesia diwajibkan memberi hormat kepada tentara Jepang, sekali pun orang Jepang itu berpangkat lebih rendah.


Lantaran berbagai hal itulah, tulis Nino Oktorino dalam Ensiklopedi Pendudukan Jepang di Indonesia (2013), Supriyadi kemudian menghimpun pasukannya dan merencanakan perlawanan terhadap Jepang.


Tanggal 14 Februari 1945 di Blitar yang menjadi tempat penugasan Supriyadi, aksi pemberontakan atau perlawanan PETA terhadap Jepang dilakukan. Beberapa tentara Jepang tewas akibat gerakan ini. Pasukan PETA pimpinan Supriyadi juga berhasil membawa banyak perlengkapan dan logistik, termasuk persenjataan.


Sayangnya, Jepang langsung bertindak cepat yang membuat Supriyadi gagal menggerakkan kesatuan lain untuk ikut bergabung dengannya. Jepang mengirim pasukan untuk memburu Supriyadi dan para pengikutnya.


Beberapa tentara PETA yang mendukung Supriyadi ditangkap dan diadili di Jakarta. Total ada 68 orang yang ditangkap, 8 orang dihukum mati, dan 2 orang dibebaskan. Namun, di antara mereka tidak ada Supriyadi.


Supriyadi menghilang saat Jepang mengerahkan pasukannya ke Blitar dan nasibnya masih menjadi misteri yang belum tuntas terjawab hingga saat ini.


Beberapa versi kemudian muncul. Ada menyebut bahwa Supriyadi gugur dalam pertempuran melawan Jepang, ada pula yang memperkirakan Supriyadi tewas diterkam binatang buas di hutan dalam pelariannya, namun ada juga yang mengatakan bahwa Supriyadi bersembunyi dari Jepang dan tidak pernah ditemukan.


Rekan seperjuangan Supriyadi, Kemal Idris, dalam autobiografinya bertajuk Kemal Idris: Bertarung dalam Revolusi (1997) yang ditulis Rosihan Anwar, masih mengingat masa-masa tersebut.


“Pada peristiwa yang tragis itu saya ingat dengan teman saya Supriyadi. Dia menghilang tak tentu rimbanya. Saya kira dia dibunuh oleh Jepang," tulis Kemal Idris.


Artikel yang ditulis Mayor Soebardjo dalam Majalah Vidya Yudha (1971) juga memperkirakan hal yang sama terkait nasib Supriyadi. Dikabarkan bahwa Supriyadi mengembuskan napas terakhir di Gunung Wilis, ditembak oleh satu regu tentara Jepang.


Setelah merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan pemerintahan sendiri. Pada 6 Oktober 1945, Ir. Sukarno selaku Presiden RI mengumumkan susunan kabinet. Nama Supriyadi dinyatakan sebagai Menteri Keamanan Rakyat.


Namun, Supriyadi ternyata tidak pernah muncul lagi. Pada 20 Oktober 1945, posisinya digantikan oleh Imam Muhammad Suliyoadikusumo sebagai menteri ad interim. Pemerintah RI kemudian menetapkan Supriyadi sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 9 Agustus 1975.


#tirto




Sejarah Magelang - Viaduk Badaän di Magelang sekitar tahun 1920 dan sekarang.⠀

 Viaduk Badaän di Magelang sekitar tahun 1920 dan sekarang.⠀

Viaduct Badaän in Magelang in circa 1920 en heden.⠀

Viaduct Badaän in Magelang in circa 1920 and present.⠀

https://goo.gl/maps/XSqkTo2CsH8XjW7T6




Perang Aceh - Jenderal Van Swieten

 Jenderal Van Swieten gagal membujuk raja Aceh untuk berdamai?


Penulis : Iskandar Norman.


Jawaban singkatnya ;


Belanda kalah pada agresi pertama ke Aceh dengan tewasnya panglima perang mereka, Mayor Jenderal JHR Kohler. Pada agresi kedua Belanda, Jenderal Van Swieten selaku Gubernur Militer Belanda meminta berdamai dan berharap bekerja sama dengan raja Aceh. Tapi bagi Aceh, pembicaraan perdamaian baru boleh dilakukan jika Kerajaan Belanda mencabut maklumat perang terhadap kerajaan Aceh yang diproklamirkan pada 26 Maret 1873. Belanda menolaknya dan mereka harus membayarnya dengan perang panjang selama 69 tahun (1873-1942).


Jawaban panjangnya ;


Belanda yang sudah memproklamiran perang dengan Aceh pada 26 Maret 1873, belum bisa menembus benteng pertahanan rakyat Aceh. Pemerintah Kolonial Belanda hanya bisa membangun sebuah koloni di kawasan Peunayong. Mereka membangun bivak dan pos pertahanan di sana.


Gubernur Militer Belanda Jenderal Van Swieten berulang kali mengirim utusan kepada Sultan Aceh, meminta bekerja sama dengan Belanda. Tapi surat-surat itu selalu tak membuahkan hasil, para pengantar surat tak pernah kembali. Belanda menduga kurir mereka itu telah dibunuh sebelum mereka sampai ke pusat kerajaan Aceh.


Jenderal Van Sweiten paham betul bahwa memerangi Aceh bukanlah perkara mudah. Pada saat invansi pertama mereka sudah merasakan pukulan telak dari rakyat Aceh. Panglima Perang Belanda Jendral JHR Kohler mati ditembak sniper Aceh di halaman Masjid Raya Baiturrahman. Pemerintah Hindia Belanda di Batavia juga memerintahkan semua pasukan Belanda kembali ke Batavia.


Jenderal Van Swieten tak mau bernasib sama seeperti Jendral JHR Kohler. Tapi di sisi lain ia juga harus menyelamatkan muka Pemerintah Hindia Belanda yang sudah kandung memproklamirkan perang dengan Aceh. Beban berat untuk menjalankan invansi kedua ke Aceh kali ini ada di pundak. Ia tidak ingin gagal seperti Kohler pendahulunya.


Letnan JP Shoemaker yang menyertai Van Swieten pada invansi Aceh dalam buku Tjerita-Tjerida dari Aceh yang diterbitkan di Batavia pada tahun 1891 oleh penerbit G Kolff & Co, pada halaman 34 – 48 buku itu mengisahkan, Jenderal Van Swieten terus mengirim surat kepada Sultan Aceh, tapi kali ini kurir yang dipilih adalah pembantunya sendiri, seorang pria Jawa yang sudah berusia 70 tahun. Van Swieten beranggapan orang Aceh tidak akan membunuh pria tua pengantar suratnya itu.


Pada 21 Desember 1873, Belanda membangun sebuah bivak di Peunayong, tujuannya untuk menguasai hulu Krueng Aceh, sehingga kapal-kapal pengangkut komoditi rakyat Aceh tidak bisa lewat, dengan demikian para pedagang Aceh yang biasa melakukan ekspor impor barang ke semenanjung Melayu (Malaysia) akan terganggu.


Tak-tik ini dilakukan Van Swieten agar para saudagar Aceh nantinya bisa mendesak Sultan Aceh untuk bekerja sama dengan Belanda, agar blokade sungai di kawasan Peunayong itu bisa dibuka oleh Belanda, dan mereka bisa kembali melakukan ekspor impor barang ke luar negeri.


Tapi anggapan Van Swieten meleset, Raja Aceh Sultan Alaiddin Mahmudsyah kemudian memerintahkan rakyat untuk membangun benteng di seberang sungai di kawasan Peulanggahan dan Keudah. Bila kompeni Belanda membangun koloni dan benteng pertahanan di sisi timur Krueng Aceh yakni di Peunayong, Sultan Aceh membangun benteng di sisi barat di antara Keudah dan Peulanggahan. Meriam-meriam besar dibawa ke sana untuk mengempur Belanda.


Jenderal Van Swieten akhirnya ciut. Pasukan Belanda di bivak Peunayong tak bisa memperluas wilayah koloninya. Serdadu Belanda baik dari kalangan pribumi yang dibawa dari Jawa, maupun serdadu Eropa yang berjalan di luar bivak sering hilang, mayatnya tak pernah ditemukan. Letnan Schoemaker menyebutnya dengan istilah bahwa serdadu-serdadu itu sudah “ditubruk orang Aceh”.


Bila perang antar benteng rakyat Aceh dengan bivak Belanda yang hanya dipisahkan oleh sungai itu terjadi, Jenderal Van Swieten khawatir mereka tidak akan bisa memperluas wilayah koloni, dan bisa jadi koloni yang sudah dibangun di Peunayong itu akan direbut rakyat Aceh.


JP Schoemaker menceritakan, sebelumnya pada 1 September 1873, Jenderal Van Swieten sudah menulis surat untuk Raja Aceh, Sultan Alaidin Mahmudsyah. Dalam surat tersebut jendral Belanda itu mengatakan bahwa pasukan kompeni tidak bisa dilawan, karena itu Sultan Aceh diminta untuk bersahabat dengan Belanda.


Jenderal Van Swieten juga meminta Raja Aceh agar tidak mendengar nasihat dari orang-orang di sekelilingnya yang mau perang saja, tapi juga harus mempertimbangkan kepentingan ekonomi jika bersahabat dengan Belanda dan perang bisa dihindari. “Jikalau Tuan mau bersahabat, lekas kirim pesuruh (utusan) tuan untuk kita dengar kehendaknya,” tulis Jendral Van Swieten.


Selain itu kata Jenderal Van Swietan dalam suratnya, jika nanti perang terjadi juga, maka orang-orang Belanda yang ditangkap agar tidak dibunuh, tapi dipelihara dengan baik sebagai tawanan perang. Ini ditegaskan Van Swieten karena pengalaman sebelumnya, sudah banyak serdadu Belanda yang patroli di luar wilayah koloni hilang dan dibunuh orang Aceh, begitu juga dengan pengantar suratnya yang tak pernah bisa kembali kepadanya.


Namun Jenderal Van Swieten juga mengancam, kalau penyerangan dan pembunuhan terhadap serdadu-serdadu Belanda di sekitar wilayah koloni masih terjadi, maka pasukan Belanda akan membunuh penduduk Aceh pria dan wanita serta anak-anak di wilayah terjadi penyerangan itu, rumah penduduk dan kampungnya juga akan dibakar.


Awalnya surat Jenderal Van Swieten itu hendak dikirim kepada Sultan Alaiddin Mahmudsyah melalui seorang Uleebalang di wilayah XXV Mukim yang bernama Radja Moeda Setia, karena ia sudah mulai bersahabat dengan Belanda. Tapi uleebalang itu tidak berani, ia takut akan dibunuh, nasibnya akan sama dengan pengantar surat sebelumnya.


Katanya, sejak Belanda memproklamirkan perang kepada Kerajaan Aceh pada 26 Maret 1873, tak ada lagi kompromi bagi rakyat Aceh, selain berperang total, kalau Belanda mau bersahabat dengan Kerajaan Aceh dengan posisi yang setara, antara Kerajaan Belada dengan Kerajaan Aceh, maka Pemerintah Kerajaan Belanda harus mencabut maklumat perang itu dulu, baru urusan lainnya bisa diselesaikan di meja perundingan, karena itulah surat-surat Jenderal Van Swieten itu tidak pernah dijawab oleh Sultan Alaiddin Mahmudsyah.


Kemudian perwira Belanda bernama Kapten Vervloet mengajukan diri kepada Jendral Van Swieten untuk menjadi kurir pengantar surat itu kepada raja Aceh, tapi Van Swieten menolak, mungkin ia tak mau perwiranya itu mati di tangan orang Aceh. Ia kemudian mengorbankan seorang pembantunya untuk tugas tersebut.


Pembantu Jenderal Van Swieten itu merupakan pria Jawa yang sudah berusia 70 tahun, namanya Mas Soema Widikdjo. Kakek ini sudah lama mengikuti Jendral Van Swieten di berbagai daerah, seperti di Bali, Bone, dan kini di Aceh.


Menurut Letnan JP Shoemaker pria Jawa itu sudah berpengalaman menjadi kurir pengantar surat Jendral Van Swieten di mana saja ia bertugas. “Dan lagi sebab ia Islam juga, kulitnya hitam, kiranya tuan jenderal orang Aceh barang kali tidak begitu benci, seperti benci mereka kepada orang kulit putih Belanda,” tulis Letnan JP Shoemaker.


Pada tanggal 22 Desember 1873, Mas Soema Widikdjo pergi membawa surat Jenderal Van Swieten untuk Sultan Alaiddin Mahmudsyah. Saat mengantar surat itu ia didampingi oleh seorang Melayu bernama Ma-Asrah dan tiga orang Jawa bernama Mas Kerto Soediro, Soeroe Melangi dan Raden Toegoh. Sebagai penunjuk jalan mereka meminta bantuan seorang penduduk etnis Tionghoa di Peunayong.


Namun nasib Mas Soema Widikdjo dan rekannya itu juga sama dengan kurir pengantar surat sebelumnya, dibunuh sebelum sampai menghadap raja Aceh untuk menyerahkan surat itu. Seorang mata-mata yang mengikuti perjalanan para kurir pengantar surat itu bercerita kepada Jendral Van Swieten bahwa Mas Soema Widikdjo dan kawan-kawannya disiksa dengan sadis sebelum dibunuh.


Mendengar itu darah Jenderal Van Swieten mendidih, hal seperti itu belum pernah dialaminya di tempat mana pun. Tapi ia juga sadar untuk segera memerangi Aceh juga bukan perkara mudah. Bila di daerah lain perlawanan terhadap Belanda dilakukan dengan senjata tradisional, lain dengan Aceh yang kala itu sudah memiliki persenjataan modern yang mampu mengimbangi alat-alat senjata Belanda.


Meriam-meriam besar asal Turki di benteng rakyat Aceh di Peulanggahan yang mocongnya diarahkan ke bivak Belanda di Peunayong cukup memberi jawaban bagi Jenderal Van Swieten bahwa ia kini benar-benar sedang menghadap bangsa yang tidak kenal kompromi dengan lawan.


Kegagalan Belanda di Aceh kemudian dipertanyaan dalam sidang parlemen Belanda pada 15 Mei 1877. Menteri Urusan Koloni, Belanda memberikan jawaban atas interpelasi yang menyoalkan kegagalan Belanda itu. Katanya: “Wij hebben te trotseeren gehad een ongekande doodsveracthing, een volk dat zich onverwinbaar achtte.”


Artinya: “Kita telah menghadapi maut, bangsa yang menganggap ia tidak sedikit pun gentar menghadapi maut, bangsa yang menganggap ia tidak mugkin dapat dikalahkan.


Jenderal Van Swieten [Sumber: The Dutch Colonial War In Aceh]




23 July 2022

Sejarah Magelang - Weg naar Purworejo, 1914 sekarang yang kita kenal sebagai Jl. Gatot Subroto

 Weg naar Purworejo, 1914

sekarang yang kita kenal sebagai Jl. Gatot Subroto


📷 : Lasdodo




Sejarah Magelang - Toko Buku Liong

 Oleh : Brian Odi Putra



Sebuah Toko buku tua " Liong "



Sejarah Magelang - Empat Sekawan Pecinta Sastra Magelang Raya Tempo Dieloe

 

Oleh : Bambang Eka Prasetya 


"Empat Sekawan Pecinta Sastra Magelang Raya Tempo Doeloe". Tiga sahabat terkasih Turut Marsudi, Slamet Mukyas, Aquar Yusa Soetrisman semoga kalian memperoleh karunia Bahagia Abadi bersama Sang Seniman Agung. Pada hari-hari kami akan bersastra di alun-alun Kota Magelang yang sudah ditata keren buangetz dengan ung rakyat konon Rp 6.4 M, saya selalu ingat kalian yang sering bersama baca puisi sejak 1970-an di alun-alun yang masih dipenuhi gubug gelandangan di bawah water-torn yang menjadi land-mark Kota Magelang, atau di belakang pomp-bensin yang saat itu masih beroperasi, juga di bawah gerbang "Memento Mori". Kami perlu dukungan doa kalian agar para sahabat yang akan perform di alun-alun Magelang pada hari Minggu 5 Juli 2015 memperoleh bahagia jua. "Bersastra Kita Bahagia"





22 July 2022

Candi Borobudur

Lyra de Blauw & borobudur - Desember 1977



21 July 2022

Pangeran Diponegoro

 Oleh : Roni Sodewo



Penelusuran akan mengandalkan peta tahun 1935.

Di peta tersebut nampak ada gambar mesigit (mesjid) di Tangkisan. 


Kami akan menelusuri apakah masjid tua itu masih ada, dan masih ada sejarah yg menjadi cerita rakyat tentang mesjid tersebut. Apakah ketika perang Jawa, masjid itu sudah ada.


Logikanya, bila PD tinggal di sebuah tempat untuk mesanggrah, pasti dekat dengan tempat ibadah. 


Lalu, ketika terjadi pertempuran, PD sampai harus dipaksa oleh pengikutnya untuk menyelamatkan diri, karena kalah jumlah dan pasukan PD terdesak. Logikanya akan banyak korban.


Apakah makam-makam yg ada di peta tahun 1935 itu berkaitan erat dengan korban perang Jawa ? 


Yang pasti, Dusun Tangkisan tercatat dengan sangat jelas di dalam babad Diponegoro.








Sejarah Magelang - Arca mBah Belet

 Arca mBah Belet

Oleh : Amat Sukandar




20 July 2022

Sejarah Magelang - Sandiwara Radio Trinil

 Personil dan Staff Radio hits jaman dulu, tahun 2010an

Foto Koleksi : Mbak Rere Arum Bibin, mohon ijin 🙏🙏








Mungkin ada yang kenal beliau-beliau punggawa radio idolah ?

Ada mbak Rini, pengisi suara Trinil (baju coklat)

De Java Oorlog - Perang Jawa - Pangeran Diponegoro

 Oleh : Chandra Gusta Wisnuwardana


Tepat hari ini, 197 tahun yang lalu, de Java Oorlog (Perang Jawa) dimulai. Perang akbar selama 5 tahun ini diawali dengan penyerbuan dan pembakaran kediaman Pangeran Diponegoro di Tegalrejo, oleh pasukan Belanda yang kemudian membuat Sang Pangeran memimpin perang dari Selarong. 


Perang yang membuat pemerintah kolonial dan kalangan militer kalang kabut ini disebut - sebut menjadi penanda akhir perjuangan fisik orang - orang Jawa dalam skala masif melawan kolonialisme.






PANGERAN DIPONEGORO

 Oleh : Roni Sodewo



Jam segini 20 Juli 1825, menjelang magrib


Pangeran Diponegoro berhenti di seberang sungai kecil di sebelah barat Tegalrejo, tepatnya di dusun Sumberan. 

Matanya berkaca-kaca melihat bangunan rumah dan masjidnya sudah dilalap api. Rumah peninggalan nenek buyutnya, serta masjid yang dia bangun sedikit demi sedikit dan saat itu menjelang selesai.

Setelah beberapa pengikutnya berkumpul, rombongan kecil segera bergerak perlahan menuju ke arah barat dengan tujuan Selarong.


Di Kalibayem rombongan berhenti. Pangeran Diponegoro menjalankan sholat Magrib. 


Selesai sholat, dalam suasana gelap gulita, rombongan itu bergerak ke arah barat hingga nyasar di selatan Sedayu, tepatnya di dusun Semampir.


Rasa lelah setelah berperang, lapar dan mengantuk hingga mereka berhenti untuk tidur di kaki bukit.


197 tahun yang lalu, awal meletusnya Perang Jawa.