25 March 2024

UNTUNG SUROPATI Untung Surapati lahir di Gelgel, Bali, sekitar tahun 1660 – meninggal dunia di Bangil, Pasuruan, Mataram, 5 Desember 1706 pada umur 45/46 tahun) adalah seorang tokoh dalam sejarah Nusantara yang dicatat dalam Babad Tanah Jawi. Kisahnya yang legendaris menceritakan perjuangan Untung Suropati dari seorang budak VOC hingga menjadi seorang raja di Kabupaten Pasuruan dengan gelar Tumenggung Wiranegara. Kisah perjuangannya melawan kolonialisme VOC di Pulau Jawa membuatnya dikenal sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975. Asal usul Untung Surapati, Nama aslinya Sura Wira Aji. Menurut Babad Tanah Jawi Untung Suropati sebetulnya berasal dari Bali, ditemukan oleh Kapten van Baber, seorang perwira VOC yang sedang ditugaskan di Kota Makasar. Kapten van Baber kemudian menjualnya kepada perwira VOC bernama van Moor di Bali untuk dibawa bersamanya ke Batavia. Saat menjadi budak, Untung berusia tujuh tahun. Semenjak memiliki budak baru, karier dan kekayaan Moor meningkat pesat. Anak kecil itu dianggap pembawa keberuntungan sehingga diberi nama "Si Untung" tapi menurut penulis hal ini meragukan karena kata Untung dalam Bahasa Belanda adalah Gelukkig bukan Untung. Tapi mungkin ada sumber cerita lain yang lebih tepat, cuman penulis belum menemukannya. Selama mengikuti tuannya Van Moor, Untung mendapat tugas untuk menemani Suzanne putri semata wayang Van Moor, Kebersamaan Untung dan Suzanne ini menimbulkan benih2 cinta diantara mereka. Sampai kemudian saat sudah beranjak dewasa mereka dinikahkan diam2 oleh guru Untung Surapati yaitu Kyai Embun. Pernikahan mereka ini akhirnya terbongkar dan membuat Van Moor marah besar. Pernikahan ini dianggap memalukan Van Moor, karena tidak mungkin seorang budak menikahi anak tuannya. Untung kemudian dijebloskan ke penjara Stadhuis Batavia. Di dalam penjara inilah benih kebencian Untung kepada VOC semakin tertanam. Sementara Suzanne sendiri sebelumnya sempat melahirkan anak dari Untung Suropati dan diberi nama Robert. Suzanne dan Robert akhirnya pulang ke Belanda, dan Suzanne meninggal dalam perjalanan di kapal laut menuju Belanda, karena iba melihat nasib Robert, akhirnya salah seorang sahabat Suzanne mengambil Robert sebagai anak angkatnya di Belanda. Mendapat nama Surapati Di dalam penjara Untung berhasil menghimpun para tahanan dan berhasil kabur dari penjara setelah melumpuhkan seorang penjaga tahanan, di sepanjang jalan Untung dan para tahanan membuat kekacauan dan menjadi buronan VOC. Sementara itu Pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa raja Banten dikalahkan VOC. Putranya yang bernama Pangeran Purbaya melarikan diri ke Gunung Gede. Ia memutuskan menyerah tetapi hanya mau dijemput perwira VOC pribumi. Kapten Ruys (pemimpin benteng Tanjungpura) berhasil menemukan kelompok Untung. Mereka ditawari pekerjaan sebagai tentara VOC daripada hidup sebagai buronan. Untung pun dilatih ketentaraan, diberi pangkat letnan, dan ditugasi menjemput Pangeran Purbaya. Untung menemui Pangeran Purbaya untuk dibawa ke Tanjungpura. Datang pula pasukan Vaandrig (Letnan Muda) Kuffeler yang memperlakukan Pangeran Purbaya dengan kasar. Untung tidak terima dan menghancurkan pasukan Kuffeler di Sungai Cikalong, 28 Januari 1684. Pangeran Purbaya tetap menyerah ke Tanjungpura, tetapi istrinya yang bernama Gusik Kusuma meminta Untung mengantarnya pulang ke Kartasura. Untung kini kembali menjadi buronan VOC. Antara lain ia pernah menghancurkan pasukan Jacob Couper yang mengejarnya di desa Rajapalah. Ketika melewati Kesultanan Cirebon, Untung berkelahi dengan Raden Surapati, anak angkat sultan. Setelah diadili, terbukti yang bersalah adalah Surapati. Surapati pun dihukum mati. Sejak itu nama "Surapati" oleh Sultan Cirebon diserahkan kepada Untung. Mengingat keadaan Cirebon yang dirasakan kurang aman, Sultan Cirebon meminta Untung untuk pergi ke Kartasura Mataram untuk meminta perlindungan. Terbunuhnya Kapten Tack Untung alias Surapati akhirnya tiba di Kartasura dan mengantarkan Raden Ayu Gusik Kusuma pada ayahnya, yaitu Patih Nerangkusuma. Patih Nerangkusuma adalah tokoh anti VOC yang gencar mendesak Amangkurat II agar membatalkan perjanjiannya dengan bangsa Belanda tersebut. Nerangkusuma juga menikahkan Gusik Kusuma dengan Surapati. Kapten François Tack (perwira VOC senior yang ikut berperan dalam penumpasan Trunajaya dan Sultan Ageng Tirtayasa) tiba di Kartasura bulan Februari 1686 untuk menangkap Surapati. Amangkurat II yang telah dipengaruhi Nerangkusuma, pura-pura membantu VOC. Pertempuran pun meletus di halaman keraton. Pasukan VOC hancur. Sebanyak 75 orang Belanda tewas. Kapten Tack sendiri tewas di tangan Untung. Tentara Belanda yang masih hidup menyelamatkan diri ke benteng mereka. Bergelar Tumenggung Wiranegara Amangkurat II takut pengkhianatannya terbongkar. Ia merestui Surapati dan Nerangkusuma merebut Pasuruan. Di kota itu, Surapati mengalahkan bupatinya, yaitu Anggajaya, yang kemudian melarikan diri ke Surabaya. Bupati Surabaya bernama Adipati Jangrana tidak melakukan pembalasan karena ia sendiri sudah kenal dengan Surapati di Kartasura. Untung Surapati pun mengangkat diri menjadi bupati Pasuruan dan bergelar Tumenggung Wiranegara. Pada tahun 1690 Amangkurat II pura-pura mengirim pasukan untuk merebut Pasuruan. Tentu saja pasukan ini mengalami kegagalan karena pertempurannya hanya bersifat sandiwara sebagai usaha mengelabui VOC. Kematian Untung Surapati Sepeninggal Amangkurat II tahun 1703, terjadi perebutan takhta Kartasura antara Amangkurat III melawan Pangeran Puger. Pada tahun 1704 Pangeran Puger mengangkat diri menjadi Pakubuwana I dengan dukungan VOC. Tahun 1705 Amangkurat III diusir dari Kartasura dan berlindung ke Pasuruan. Pada bulan September 1706 gabungan pasukan VOC, Mataram, Madura, dan Surabaya dipimpin Mayor Goovert Knole menyerbu Pasuruan. Pertempuran di benteng Bangil akhirnya menewaskan Untung Surapati alias Wiranegara tanggal 17 Oktober 1706. Namun ia berwasiat agar kematiannya dirahasiakan. Makam Surapati pun dibuat rata dengan tanah. Perjuangan dilanjutkan putra-putranya dengan membawa tandu berisi Surapati palsu. Pada tanggal 18 Juni 1707 Herman de Wilde memimpin ekspedisi mengejar Amangkurat III. Ia menemukan makam Surapati yang segera dibongkarnya. Jenazah Surapati pun dibakar dan abunya dibuang ke laut. Perjuangan putra-putra Surapati Putra-putra Untung Surapati, antara lain Raden Pengantin, Raden Surapati, dan Raden Suradilaga memimpin pengikut ayah mereka (campuran orang Jawa dan Bali). Sebagian dari mereka ada yang tertangkap bersama Amangkurat III tahun 1708 dan ikut dibuang ke Srilangka. Sebagian pengikut Untung Surapati bergabung dalam pemberontakan Arya Jayapuspita di Surabaya tahun 1717. Pemberontakan ini sebagai usaha balas dendam atas dihukum matinya Adipati Jangrana yang terbukti diam-diam memihak Surapati dalam perang tahun 1706. Setelah Jayapuspita kalah tahun 1718 dan mundur ke Mojokerto, pengikut Surapati masih setia mengikuti. Mereka semua kemudian bergabung dalam pemberontakan Pangeran Blitar menentang Amangkurat IV yang didukung VOC tahun 1719. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan tahun 1723. Putra-putra Untung Surapati dan para pengikutnya dibuang VOC ke Srilangka. Dalam karya sastra dan media lain Kisah perjalanan hidup Untung Surapati yang legendaris, selain sekarang menjadi nama jalan yang umum di Indonesia, juga cukup banyak ditulis dalam bentuk sastra. Salah satunya dalam Babad Tanah Jawi. Kisah Untung juga diceritakan dalam Babad Trunajaya-Surapati. Dalam babad ini, Untung diceritakan memiliki sifat yang ramah, pemberani dan berhati baik. Sumber Wikipedia, buku sejarah pasuruan (pemkab) Penulis Hindia Belanda Melati van Java (nama samaran dari Nicolina Maria Sloot) juga pernah menulis roman berjudul Van Slaaf Tot Vorst, yang terbit pada tahun 1887. Karya ini kemudian diterjemahkan oleh FH Wiggers dan diterbitkan tahun 1898 dengan judul Dari Boedak Sampe Djadi Radja. Penulis pribumi yang juga menulis tentang kisah ini adalah sastrawan Abdul Muis dalam novelnya yang berjudul Surapati. Taman Burgemeester Bisschopplein di Batavia (sekarang Jakarta) pasca kemerdekaan Indonesia diubah namanya menjadi "Taman Suropati" untuk mengabadikan nama Untung Surapati.

 UNTUNG SUROPATI


Untung Surapati lahir di Gelgel, Bali, sekitar tahun 1660 – meninggal dunia di Bangil, Pasuruan, Mataram, 5 Desember 1706 pada umur 45/46 tahun) adalah seorang tokoh dalam sejarah Nusantara yang dicatat dalam Babad Tanah Jawi. Kisahnya yang legendaris menceritakan perjuangan Untung Suropati dari seorang budak VOC hingga menjadi seorang raja di Kabupaten Pasuruan dengan gelar Tumenggung Wiranegara.



Kisah perjuangannya melawan kolonialisme VOC di Pulau Jawa membuatnya dikenal sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.


Asal usul

Untung Surapati, Nama aslinya Sura Wira Aji. Menurut Babad Tanah Jawi Untung Suropati sebetulnya berasal dari Bali, ditemukan oleh Kapten van Baber, seorang perwira VOC yang sedang ditugaskan di Kota Makasar. Kapten van Baber kemudian menjualnya kepada perwira VOC bernama van Moor di Bali untuk dibawa bersamanya ke Batavia. Saat menjadi budak, Untung berusia tujuh tahun. Semenjak memiliki budak baru, karier dan kekayaan Moor meningkat pesat. Anak kecil itu dianggap pembawa keberuntungan sehingga diberi nama "Si Untung" tapi menurut penulis hal ini meragukan karena kata Untung dalam Bahasa Belanda adalah Gelukkig bukan Untung. Tapi mungkin ada sumber cerita lain yang lebih tepat, cuman penulis belum menemukannya.


Selama mengikuti tuannya Van Moor, Untung mendapat tugas untuk menemani Suzanne putri semata wayang Van Moor, Kebersamaan Untung dan Suzanne ini menimbulkan benih2 cinta diantara mereka. Sampai kemudian saat sudah beranjak dewasa mereka dinikahkan diam2 oleh guru Untung Surapati yaitu Kyai Embun. Pernikahan mereka ini akhirnya terbongkar dan membuat Van Moor marah besar. Pernikahan ini dianggap memalukan Van Moor, karena tidak mungkin seorang budak menikahi anak tuannya. Untung kemudian dijebloskan ke penjara Stadhuis Batavia. Di dalam penjara inilah benih kebencian Untung kepada VOC semakin tertanam. Sementara Suzanne sendiri sebelumnya sempat melahirkan anak dari Untung Suropati dan diberi nama Robert. Suzanne dan Robert akhirnya pulang ke Belanda, dan Suzanne meninggal dalam perjalanan di kapal laut menuju Belanda, karena iba melihat nasib Robert, akhirnya salah seorang sahabat Suzanne mengambil Robert sebagai anak angkatnya di Belanda.  


Mendapat nama Surapati

Di dalam penjara Untung berhasil menghimpun para tahanan dan berhasil kabur dari penjara setelah melumpuhkan seorang penjaga tahanan, di sepanjang jalan Untung dan para tahanan membuat kekacauan dan menjadi buronan VOC.

 

Sementara itu Pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa raja Banten dikalahkan VOC. Putranya yang bernama Pangeran Purbaya melarikan diri ke Gunung Gede. Ia memutuskan menyerah tetapi hanya mau dijemput perwira VOC pribumi.


Kapten Ruys (pemimpin benteng Tanjungpura) berhasil menemukan kelompok Untung. Mereka ditawari pekerjaan sebagai tentara VOC daripada hidup sebagai buronan. Untung pun dilatih ketentaraan, diberi pangkat letnan, dan ditugasi menjemput Pangeran Purbaya.


Untung menemui Pangeran Purbaya untuk dibawa ke Tanjungpura. Datang pula pasukan Vaandrig (Letnan Muda) Kuffeler yang memperlakukan Pangeran Purbaya dengan kasar. Untung tidak terima dan menghancurkan pasukan Kuffeler di Sungai Cikalong, 28 Januari 1684.


Pangeran Purbaya tetap menyerah ke Tanjungpura, tetapi istrinya yang bernama Gusik Kusuma meminta Untung mengantarnya pulang ke Kartasura. Untung kini kembali menjadi buronan VOC. Antara lain ia pernah menghancurkan pasukan Jacob Couper yang mengejarnya di desa Rajapalah.


Ketika melewati Kesultanan Cirebon, Untung berkelahi dengan Raden Surapati, anak angkat sultan. Setelah diadili, terbukti yang bersalah adalah Surapati. Surapati pun dihukum mati. Sejak itu nama "Surapati" oleh Sultan Cirebon diserahkan kepada Untung. Mengingat keadaan Cirebon yang dirasakan kurang aman, Sultan Cirebon meminta Untung untuk pergi ke Kartasura Mataram untuk meminta perlindungan.


Terbunuhnya Kapten Tack


Untung alias Surapati akhirnya tiba di Kartasura dan mengantarkan Raden Ayu Gusik Kusuma pada ayahnya, yaitu Patih Nerangkusuma. Patih Nerangkusuma adalah tokoh anti VOC yang gencar mendesak Amangkurat II agar membatalkan perjanjiannya dengan bangsa Belanda tersebut. Nerangkusuma juga menikahkan Gusik Kusuma dengan Surapati.


Kapten François Tack (perwira VOC senior yang ikut berperan dalam penumpasan Trunajaya dan Sultan Ageng Tirtayasa) tiba di Kartasura bulan Februari 1686 untuk menangkap Surapati. Amangkurat II yang telah dipengaruhi Nerangkusuma, pura-pura membantu VOC.


Pertempuran pun meletus di halaman keraton. Pasukan VOC hancur. Sebanyak 75 orang Belanda tewas. Kapten Tack sendiri tewas di tangan Untung. Tentara Belanda yang masih hidup menyelamatkan diri ke benteng mereka.


Bergelar Tumenggung Wiranegara


Amangkurat II takut pengkhianatannya terbongkar. Ia merestui Surapati dan Nerangkusuma merebut Pasuruan. Di kota itu, Surapati mengalahkan bupatinya, yaitu Anggajaya, yang kemudian melarikan diri ke Surabaya. Bupati Surabaya bernama Adipati Jangrana tidak melakukan pembalasan karena ia sendiri sudah kenal dengan Surapati di Kartasura.


Untung Surapati pun mengangkat diri menjadi bupati Pasuruan dan bergelar Tumenggung Wiranegara.


Pada tahun 1690 Amangkurat II pura-pura mengirim pasukan untuk merebut Pasuruan. Tentu saja pasukan ini mengalami kegagalan karena pertempurannya hanya bersifat sandiwara sebagai usaha mengelabui VOC.


Kematian Untung Surapati


Sepeninggal Amangkurat II tahun 1703, terjadi perebutan takhta Kartasura antara Amangkurat III melawan Pangeran Puger. Pada tahun 1704 Pangeran Puger mengangkat diri menjadi Pakubuwana I dengan dukungan VOC. Tahun 1705 Amangkurat III diusir dari Kartasura dan berlindung ke Pasuruan.


Pada bulan September 1706 gabungan pasukan VOC, Mataram, Madura, dan Surabaya dipimpin Mayor Goovert Knole menyerbu Pasuruan. Pertempuran di benteng Bangil akhirnya menewaskan Untung Surapati alias Wiranegara tanggal 17 Oktober 1706. Namun ia berwasiat agar kematiannya dirahasiakan. Makam Surapati pun dibuat rata dengan tanah. Perjuangan dilanjutkan putra-putranya dengan membawa tandu berisi Surapati palsu.


Pada tanggal 18 Juni 1707 Herman de Wilde memimpin ekspedisi mengejar Amangkurat III. Ia menemukan makam Surapati yang segera dibongkarnya. Jenazah Surapati pun dibakar dan abunya dibuang ke laut.


Perjuangan putra-putra Surapati


Putra-putra Untung Surapati, antara lain Raden Pengantin, Raden Surapati, dan Raden Suradilaga memimpin pengikut ayah mereka (campuran orang Jawa dan Bali). Sebagian dari mereka ada yang tertangkap bersama Amangkurat III tahun 1708 dan ikut dibuang ke Srilangka.


Sebagian pengikut Untung Surapati bergabung dalam pemberontakan Arya Jayapuspita di Surabaya tahun 1717. Pemberontakan ini sebagai usaha balas dendam atas dihukum matinya Adipati Jangrana yang terbukti diam-diam memihak Surapati dalam perang tahun 1706.


Setelah Jayapuspita kalah tahun 1718 dan mundur ke Mojokerto, pengikut Surapati masih setia mengikuti. Mereka semua kemudian bergabung dalam pemberontakan Pangeran Blitar menentang Amangkurat IV yang didukung VOC tahun 1719. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan tahun 1723. Putra-putra Untung Surapati dan para pengikutnya dibuang VOC ke Srilangka.


Dalam karya sastra dan media lain

Kisah perjalanan hidup Untung Surapati yang legendaris, selain sekarang menjadi nama jalan yang umum di Indonesia, juga cukup banyak ditulis dalam bentuk sastra. Salah satunya dalam Babad Tanah Jawi. Kisah Untung juga diceritakan dalam Babad Trunajaya-Surapati. Dalam babad ini, Untung diceritakan memiliki sifat yang ramah, pemberani dan berhati baik.


Sumber Wikipedia, buku sejarah pasuruan (pemkab)


Penulis Hindia Belanda Melati van Java (nama samaran dari Nicolina Maria Sloot) juga pernah menulis roman berjudul Van Slaaf Tot Vorst, yang terbit pada tahun 1887. Karya ini kemudian diterjemahkan oleh FH Wiggers dan diterbitkan tahun 1898 dengan judul Dari Boedak Sampe Djadi Radja. Penulis pribumi yang juga menulis tentang kisah ini adalah sastrawan Abdul Muis dalam novelnya yang berjudul Surapati.


Taman Burgemeester Bisschopplein di Batavia (sekarang Jakarta) pasca kemerdekaan Indonesia diubah namanya menjadi "Taman Suropati" untuk mengabadikan nama Untung Surapati.

No comments:

Post a Comment