19 March 2024

Sejarah Magelang - TIDAR VLIEGVELD, MAGELANG: Bandar Udara yang Mati Sebelum Berkembang Kebutuhan akan sarana transportasi udara menjadi kian mendesak bagi Dinas Penerbangan (Luchtvaart Afdeling-LA KNIL) sejak mulai dibentuknya pada 1921. Demi memperluas jangkauan perlindungan udara Hindia dari ancaman gangguan stabilitas yang bisa muncul kapan saja dari luar serta demi memperlancar mobilitas pasukan KNIL yang terpencar diberbagai wilayah, maka pembangunan bandar udara menjadi sebuah keniscayaan. Kota - kota dengan status garnisun utama, terutama di pulau Jawa, kemudian dipilih menjadi lokasi awal pembangunan bandar udara untuk kepentingan militer tersebut. Magelang, sebagai salah satu garnisun besar di pedalaman selatan Jawa kemudian menjadi salah satu kota yang dipilih. Penyebutan landasan pesawat terbang di Magelang mulai muncul dalam pemberitaan - pemberitaan surat kabar setidaknya sejak tahun 1925. Landasan pesawat ini berlokasi di sebelah selatan Kota Praja Magelang tepatnya di sisi barat bukit Tidar dengan orientasi arah landasan utara - selatan, sejajar dengan jalan raya utama Magelang - Purworejo. Dengan lebar 150 m dan panjang landasan 500 m, lokasi ini sebelumnya adalah sebuah tanah datar milik angkatan darat (Leger) yang sering digunakan sebagai lokasi untuk pacuan kuda dan acara upacara besar dengan jumlah masa yang banyak. Tidak jauh disebalah utara tanah lapang ini, terdapat sebuah lokasi latihan menembak (scheitbannen) dengan arah sasaran tembak ke timur atau punggung gunung. Pada dekade 1930an sebuah lapangan bola sepak dibangun bersisian dengan Jalan Tidar (Tidarweg). Berdasarkan data yang berhasil saya temukan, penggunaan pertama kali vliegveld (lapangan terbang) Tidar untuk pendaratan pesawat terjadi pada tanggal 9 Januari 1925 oleh pilot van der Hoop dengan peswat Fokker dalam agenda "de tournee der Holland - Indie Vliegers" (Tur Pilot Hindia Belanda). Pesawat tanpa penumpang tersebut terbang dari Yogyakarta menuju Surabaya dan mendarat sebentar di lapangan terbang Tidar dengan lancar. Setelah itu, pada bulan Maret ditahun yang sama, sebuah pertunjukan memukau disaksikan oleh masyarakat Kota Praja untuk pertama kalinya dimana terdapat belasan pesawat Fokker tipe F VII mendarat di vliegveld Tidar.* Setelah pendaratan - pendaratan awal yang dilaksanakan pada tahun 1925, Dinas Penerbangan kemudian mulai serius mempersiapkan lapangan terbang di dekat garnisun - garnisun utama di Jawa. Berdasar surat kabar Bataviaasch nieuwsblad tertanggal 28 Juli 1926, Dinas Penerbangan memilih Kota Praja Magelang sebagai lokasi pembangunan bandar udara garnisun satu - satunya di Jawa Tengah pada kuartal pertama (Februari) tahun tersebut. Bersamaan dengan keputusan tersebut beberapa bandar udara militer lain seperti Tjililitan untuk wilayah Meestee Cornelis (Jatinegara) & Batavia, Andir untuk area Bandung & Tjimahi di Jawa Barat, serta Malang untuk Jawa Timur juga mendapatkan mandat yang sama. Khusus di Magelang, sebuah area pendaratan lain juga disiapkan di sekitar Grabag. Pengecekan kelaikan pendaratan di Bandar Udara Tidar mulai dilaksanakan di bulan Juli dengan pesawat Havilland dan pada akhir tahun tersebut, 3 pesawat tempur jenis Fokker (Fokker Jager) berhasil didaratkan dengan aman di Bandar Udara Tidar, Magelang. Sejarah baru bagi Vliegveld / Noodlendingaterrein Tidar terjadi pada tahun 1930 ketika Maskapai Penerbangan Sipil Hindia Belanda (KNILM) mengirimkan surat kepada walikota Magelang, P.K.W Lakeman, pada 1 Juni 1930 tentang rencana penerbangan tamasya mengelilingi wilayah udara Magelang dan sekitarnya bagi masyarakat sipil. Rencana tersebut disambut dengan baik oleh walikota dan masyarakat Magelang. Penerbangan perdana pesawat berpenumpang sipil via Bandara Tidar benar - benar terlaksana pada hari Senin 21 Juli dan Selasa 22 Juli dengan rute penerbangan mengelilingi Magelang dan sekitarnya, Magelang - Borobudur, Magelang - Merapi / Merbabu, Magelang - Laut Selatan, dan Magelang - Semarang. Tak kurang 70 orang mencoba naik pesawat terbang dan merasakan lepas landas dan mendarat di Bandar Udara Tidar Magelang kala itu. Kesuksesan tersebut membuat KNILM berencana untuk membuka kembali jadwal penerbangan serupa di Magelang. Sebuah awal yang meyakinkan tentang masa depan bandara di kota Magelang. Hal lain yang menarik di Bandar Udara Tidar, Magelang lainnya terjadi pada Desember 1930, ketika bandara ini dijadikan lokasi lepas landas pesawat Fokker yang dinaiki Gubernur Jendral Andries Cornelis Dirk de Graeff dalam rangkaian agendanya selama libur natal untuk melihat kondisi kawasan lereng barat merapi pasca erupsi akbar yang menelan ribuan korban jiwa. Kiprah Bandar Udara Tidar terus berlanjut hingga dekade 1930an. Pada 1937, pesawat pembom buatan Amerika, Glenn Martin juga sempat mendarat di sini. Memasuki era kemerdekaan, Bandara Tidar Magelang tidak memiliki nasib sebaik dan seberuntung bandara - bandara lain seperti Tjililitan, Andir dan Malang yang terus berkembang. Tumbuhnya bandara Maguwo di Yogyakarta kemungkinan telah menyebabkan mandegnya perkembangan transportasi udara dan bandara di Magelang karena seban prospek perkembangan yang lebih baik dan lokasi yang jauh lebih menguntungkan. - Chandra Gusta Wisnuwardana -

 TIDAR VLIEGVELD, MAGELANG: Bandar Udara yang Mati Sebelum Berkembang


Kebutuhan akan sarana transportasi udara menjadi kian mendesak bagi Dinas Penerbangan (Luchtvaart Afdeling-LA KNIL) sejak mulai dibentuknya pada 1921. Demi memperluas jangkauan perlindungan udara Hindia dari ancaman gangguan stabilitas yang bisa muncul kapan saja dari luar serta demi memperlancar mobilitas pasukan KNIL yang terpencar diberbagai wilayah, maka pembangunan bandar udara menjadi sebuah keniscayaan. Kota - kota dengan status garnisun utama, terutama di pulau Jawa, kemudian dipilih menjadi lokasi awal pembangunan bandar udara untuk kepentingan militer tersebut. Magelang, sebagai salah satu garnisun besar di pedalaman selatan Jawa kemudian menjadi salah satu kota yang dipilih.


Penyebutan landasan pesawat terbang di Magelang mulai muncul dalam pemberitaan - pemberitaan surat kabar setidaknya sejak tahun 1925. Landasan pesawat ini berlokasi di sebelah selatan Kota Praja Magelang tepatnya di sisi barat bukit Tidar dengan orientasi arah landasan utara - selatan, sejajar dengan jalan raya utama Magelang - Purworejo. Dengan lebar 150 m dan panjang landasan 500 m, lokasi ini sebelumnya adalah sebuah tanah datar milik angkatan darat (Leger) yang sering digunakan sebagai lokasi untuk pacuan kuda dan acara upacara besar dengan jumlah masa yang banyak. Tidak jauh disebalah utara tanah lapang ini, terdapat sebuah lokasi latihan menembak (scheitbannen) dengan arah sasaran tembak ke timur atau punggung gunung. Pada dekade 1930an sebuah lapangan bola sepak dibangun bersisian dengan Jalan Tidar (Tidarweg). 


Berdasarkan data yang berhasil saya temukan, penggunaan pertama kali vliegveld (lapangan terbang) Tidar untuk pendaratan pesawat terjadi pada tanggal 9 Januari 1925 oleh pilot van der Hoop dengan peswat Fokker dalam agenda "de tournee der Holland - Indie Vliegers" (Tur Pilot Hindia Belanda). Pesawat tanpa penumpang tersebut terbang dari Yogyakarta menuju Surabaya dan mendarat sebentar di lapangan terbang Tidar dengan lancar. Setelah itu, pada bulan Maret ditahun yang sama, sebuah pertunjukan memukau disaksikan oleh masyarakat Kota Praja untuk pertama kalinya dimana terdapat belasan pesawat Fokker tipe F VII mendarat di vliegveld Tidar.*


Setelah pendaratan - pendaratan awal yang dilaksanakan pada tahun 1925, Dinas Penerbangan kemudian mulai serius mempersiapkan lapangan terbang di dekat garnisun - garnisun utama di Jawa. Berdasar surat kabar Bataviaasch nieuwsblad tertanggal 28 Juli 1926, Dinas Penerbangan memilih Kota Praja Magelang sebagai lokasi pembangunan bandar udara garnisun satu - satunya di Jawa Tengah pada kuartal pertama (Februari) tahun tersebut. Bersamaan dengan keputusan tersebut beberapa bandar udara militer lain seperti Tjililitan untuk wilayah Meestee Cornelis (Jatinegara) & Batavia, Andir untuk area Bandung & Tjimahi di Jawa Barat, serta Malang untuk Jawa Timur juga mendapatkan mandat yang sama. Khusus di Magelang, sebuah area pendaratan lain juga disiapkan di sekitar Grabag. 


Pengecekan kelaikan pendaratan di Bandar Udara Tidar mulai dilaksanakan di bulan Juli dengan pesawat Havilland dan pada akhir tahun tersebut, 3 pesawat tempur jenis Fokker (Fokker Jager) berhasil didaratkan dengan aman di Bandar Udara Tidar, Magelang. 


Sejarah baru bagi Vliegveld / Noodlendingaterrein Tidar terjadi pada tahun 1930 ketika Maskapai Penerbangan Sipil Hindia Belanda (KNILM) mengirimkan surat kepada walikota Magelang, P.K.W Lakeman, pada 1 Juni 1930 tentang rencana penerbangan tamasya mengelilingi wilayah udara Magelang dan sekitarnya bagi masyarakat sipil. Rencana tersebut disambut dengan baik oleh walikota dan masyarakat Magelang. Penerbangan perdana pesawat berpenumpang sipil via Bandara Tidar benar - benar terlaksana pada hari Senin 21 Juli dan Selasa 22 Juli dengan rute penerbangan mengelilingi Magelang dan sekitarnya, Magelang - Borobudur, Magelang - Merapi / Merbabu, Magelang - Laut Selatan, dan Magelang - Semarang. Tak kurang 70 orang mencoba naik pesawat terbang dan merasakan lepas landas dan mendarat di Bandar Udara Tidar Magelang kala itu. Kesuksesan tersebut membuat KNILM berencana untuk membuka kembali jadwal penerbangan serupa di Magelang. Sebuah awal yang meyakinkan tentang masa depan bandara di kota Magelang.


Hal lain yang menarik di Bandar Udara Tidar, Magelang lainnya terjadi pada Desember 1930, ketika bandara ini dijadikan lokasi lepas landas pesawat Fokker yang dinaiki Gubernur Jendral Andries Cornelis Dirk de Graeff dalam rangkaian agendanya selama libur natal untuk melihat kondisi kawasan lereng barat merapi pasca erupsi akbar yang menelan ribuan korban jiwa.


Kiprah Bandar Udara Tidar terus berlanjut hingga dekade 1930an. Pada 1937, pesawat pembom buatan Amerika, Glenn Martin juga sempat mendarat di sini. 


Memasuki era kemerdekaan, Bandara Tidar Magelang tidak memiliki nasib sebaik dan seberuntung bandara - bandara lain seperti Tjililitan, Andir dan Malang yang terus berkembang. Tumbuhnya bandara Maguwo di Yogyakarta kemungkinan telah menyebabkan mandegnya perkembangan transportasi udara dan bandara di Magelang karena seban prospek perkembangan yang lebih baik dan lokasi yang jauh lebih menguntungkan.


- Chandra Gusta Wisnuwardana -






No comments:

Post a Comment