21 March 2024

PENDEKAR WANITA TIONGKOK DARI DINASTI SONG DI ACEH TIDAK tahu persis apakah Putrou Neng selincah pendekar wanita bibi Lung atau pendekar wanita berjulukan angsa putih di serial kungfu 80an. Tapi bagi seantero penduduk Aceh - terutama di kampung Blang Pulo, Aceh Utara. Pendekar wanita dengan sebutan Panglima Putrou Neng ini cukup terkenal. Di samping mempunyai cerita yang bukan main dan lain dari yang lain. Nama aslinya: Nian Niko Kian Khi. Pendekar wanita asal Tiongkok ini bersama 2.000 orang pasukannya berlayar menuju selatan. Berlabuhlah dia kemudian di pesisir timur Aceh. Berhasil menaklukkan beberapa daerah di tepi pantai, Kian Khi akhirnya menguasai kerajaan Lamuri di Aceh Besar dari tahun 1050 -1069 masehi. Daerah kekuasaannya semakin besar, Kian Khi akhirnya menetap di Blang Pulo dan membuat basis pertahanannya di Blang Lancang. Tempat terakhir ini kini terkenal sebagai proyek LNG. Itu Janda Muda Dikabarkan pula ketika Putrou Neng menginginkan daerah kekuasaan yang lebih luas lagi lalu menyerbu kerajaan Peureulak di Aceh Timur, kali ini ia terpaksa harus menundukkan kepalanya pada Panglima Syeh Abdullah Kan'an. Kemudian Syeh yang baik hati itu mengajak damai si pendekar wanita tersebut. Dari panglima Peureulak inilah kemudian Kian Khi diberi gelar Panglima Putrou Neng. Dia kemudian menetap di Blang Pulo. Hidup tenang dan lebih jinak. Karena dia rupawan, tidaklah heran jika begitu banyak putera Aceh tergila-gila padanya. Sadar bahwa dia cantik, Putrou Neng mengajukan beberapa syarat berat. Bahwa siapa-siapa yang ingin memperisterinya, harus membawa mas kawin seguci besar. Syarat ini rupanya bukan jadi halangan bagi pemuda Aceh saat itu, terutama kaum bangsawannya. Kabarnya banyak yang berlomba untuk mempersuntingnya. Dari sekian banyak yang antri, yang beruntung adalah seorang pemuda tampan. Meurah Johan namanya, putera Raja Adi Gaunali dari kerajaan Lingga, Aceh Tengah. Tanggal dan pesta besar pun ditetapkan harinya. Alkisah, Meurah Johan yang disangka bernasib untung, tertimpa nasib buntung. Ketika dia akan mengecap manisnya malam pengantin, kesialan telah melandanya. Keesokan hari. orang banyak gempar. Meurah Johan kedapatan kaku tubuhnya sudah, di atas pelaminan pengantin. Kematiannya cukup misterius dan mereka yang memandikan tubuh Meurah Johan mendapatkan bahwa kemaluan Meurah Johan jadi kebiru-biruan. Mungkin karena saat itu belum ada cara bedah mayat, Meurah Johan dikuburkan secara besar-besaran, sama seperti sehari dia dikukuhkan jadi suami Pitrou Neng. Bisik-bisik tentang kematian Meurah Johan segera lenyap, ketika mata orang banyak dialihkan ke si janda muda, Putrou Neng. Begitu ada lamaran yang berkenan di hatinya, tentu dengan syarat yang harus dipenuhi, menikahlah Putrou Neng. Kasus seperti Meurah Johan segera terulang lagi: pengantin laki meninggal di tempat tidur pengantin dan itunya tetap berwarna kebiru-biruan. Anehnya, toh banyak pemuda yang tidak kapok. Mungkin Putrou Neng cantik sekali, atau dia punya aji-aji untuk menaklukkan hati lelaki atau mungkin pula Aceh - waktu itu -- kekurangan orang cantik. Pokoknya, dikabarkan bahwa jumlah pemuda (kebanyakan anak Raja) sudah mencapai 99 orang. Singkit cerita, majulah pemuda yang ke-100 . Dia adalah seorang syeh asal Gujarat, India. Syeh Hudam, demikianlah namanya, berhasil mempersunting Putrou Neng. Artinya syeh bisa hidup terus dan tidak mengalami kematian seperti 99 suami semalam sang pendekar wanita. Apa gerangan rahasia manjur dari Syeh Hudam? upanya dia telah menyelidiki kasus demi kasus pemuda yang menikahi Putrou Neng. Dengan kepala dingin (dan nafsu tetap di dada), Syeh Hudam pasang kupihg sambil tanam mata-mata untuk menyelidiki cerita rakyat yang tinggal di sekitar puri sang janda yang berbisik bahwa Putrou Neng di rambut alat vitalnya memelihara kalajengking. Pantaslah! Karuan saja, 99 orang pemuda yang kena sengat alat vitalnya jadi meninggal. Dan Syeh Hudam yang berkepala dingin dan bisa mengatur siasat mempunyai akal. Ibu jarinya dia beri minyak anti bisa. Pendek cerita, sang kalajengking yang melekat di jempol Syeh Hudam mendapatkan ajalnya. Syeh dari Gujarat ini selamat dan hidup terus. Malam-malam yang aman dan nyaman ada di tangan Syeh Hudam. Kabarnya, kalajengking ini adalah binatang piaraan Putrou Neng, agar sewaktu-waktu dia kalah, kalau hendak diperkosa, lawannya akan meninggal di arena ranjang kenikmatan. Biarpun si lawan menang di medan peperangan. Taktik lain untuk mengalahkan musuh-musuh Kian Khi. Anehnya, begitu kalajengkingnya meninggal, Putrou Neng jadi wanita yang sakit-sakitan. Usia yang sudah tua? Entahlah. Pendek kata, isteri Syeh Hudam akhirnya meninggal tanpa mendapatkan turunan. Kuburannya kini masih ada. Di Blang Lancang, di desa Blang Pulo, di tepi jalan masuk proyek LNG kini. Orang daerah itu menatakan bahwa kuburan lain yang turut meramaikan nisan puteri Cina ialah suaminya yang berjumlah 99 orang. Kuburan Syeh Hudam sendiri hingga kini masih ada. Dia tidak dikuburkan di dekat Putrou Neng. Tapi di sebuah bukit di Blang Pulo.

 PENDEKAR WANITA TIONGKOK  DARI DINASTI SONG DI ACEH


TIDAK tahu persis apakah Putrou Neng selincah pendekar wanita  bibi Lung atau pendekar wanita  berjulukan angsa putih di serial kungfu 80an.

Tapi bagi seantero penduduk Aceh - terutama di kampung Blang Pulo, Aceh Utara. Pendekar wanita dengan sebutan Panglima Putrou Neng ini cukup terkenal. 


Di samping mempunyai cerita yang bukan main dan lain dari yang lain. Nama aslinya: Nian Niko Kian Khi. Pendekar wanita asal Tiongkok ini bersama 2.000 orang pasukannya berlayar menuju selatan. 


Berlabuhlah dia kemudian di pesisir timur Aceh. Berhasil menaklukkan beberapa daerah di tepi pantai, Kian Khi akhirnya menguasai kerajaan Lamuri di Aceh Besar dari tahun 1050 -1069 masehi. 


Daerah kekuasaannya semakin besar, Kian Khi akhirnya menetap di Blang Pulo dan membuat basis pertahanannya di Blang Lancang. 


Tempat terakhir ini kini terkenal sebagai proyek LNG. Itu Janda Muda Dikabarkan pula ketika Putrou Neng menginginkan daerah kekuasaan yang lebih luas lagi lalu menyerbu kerajaan Peureulak di Aceh Timur, kali ini ia terpaksa harus menundukkan kepalanya pada Panglima Syeh Abdullah Kan'an. Kemudian Syeh yang baik hati itu mengajak damai si pendekar wanita tersebut. Dari panglima Peureulak inilah kemudian Kian Khi diberi gelar Panglima Putrou Neng. Dia kemudian menetap di Blang Pulo. Hidup tenang dan lebih jinak. Karena dia rupawan, tidaklah heran jika begitu banyak putera Aceh tergila-gila padanya. 


Sadar bahwa dia cantik, Putrou Neng mengajukan beberapa syarat berat. Bahwa siapa-siapa yang ingin memperisterinya, harus membawa mas kawin seguci besar. Syarat ini rupanya bukan jadi halangan bagi pemuda Aceh saat itu, terutama kaum bangsawannya. Kabarnya banyak yang berlomba untuk mempersuntingnya. Dari sekian banyak yang antri, yang beruntung adalah seorang pemuda tampan. Meurah Johan namanya, putera Raja Adi Gaunali dari kerajaan Lingga, Aceh Tengah. Tanggal dan pesta besar pun ditetapkan harinya. 


Alkisah, Meurah Johan yang disangka bernasib untung, tertimpa nasib buntung. Ketika dia akan mengecap manisnya malam pengantin, kesialan telah melandanya. Keesokan hari. orang banyak gempar. Meurah Johan kedapatan kaku tubuhnya sudah, di atas pelaminan pengantin. Kematiannya cukup misterius dan mereka yang memandikan tubuh Meurah Johan mendapatkan bahwa kemaluan Meurah Johan jadi kebiru-biruan. 


Mungkin karena saat itu belum ada cara bedah mayat, Meurah Johan dikuburkan secara besar-besaran, sama seperti sehari dia dikukuhkan jadi suami Pitrou Neng. Bisik-bisik tentang kematian Meurah Johan segera lenyap, ketika mata orang banyak dialihkan ke si janda muda, Putrou Neng. Begitu ada lamaran yang berkenan di hatinya, tentu dengan syarat yang harus dipenuhi, menikahlah Putrou Neng. Kasus seperti Meurah Johan segera terulang lagi: pengantin laki meninggal di tempat tidur pengantin dan itunya tetap berwarna kebiru-biruan. Anehnya, toh banyak pemuda yang tidak kapok. 


Mungkin Putrou Neng cantik sekali, atau dia punya aji-aji untuk menaklukkan hati lelaki atau mungkin pula Aceh - waktu itu -- kekurangan orang cantik. Pokoknya, dikabarkan bahwa jumlah pemuda (kebanyakan anak Raja) sudah mencapai 99 orang. Singkit cerita, majulah pemuda yang ke-100 . Dia adalah seorang syeh asal Gujarat, India. Syeh Hudam, demikianlah namanya, berhasil mempersunting Putrou Neng. Artinya syeh bisa hidup terus dan tidak mengalami kematian seperti 99 suami semalam sang pendekar wanita. 


Apa gerangan rahasia manjur dari Syeh Hudam? upanya dia telah menyelidiki kasus demi kasus pemuda yang menikahi Putrou Neng. Dengan kepala dingin (dan nafsu tetap di dada), Syeh Hudam pasang kupihg sambil tanam mata-mata untuk menyelidiki cerita rakyat yang tinggal di sekitar puri sang janda yang berbisik bahwa Putrou Neng di rambut alat vitalnya memelihara kalajengking. Pantaslah! Karuan saja, 99 orang pemuda yang kena sengat alat vitalnya jadi meninggal. Dan Syeh Hudam yang berkepala dingin dan bisa mengatur siasat mempunyai akal.


Ibu jarinya dia beri minyak anti bisa. Pendek cerita, sang kalajengking yang melekat di jempol Syeh Hudam mendapatkan ajalnya. Syeh dari Gujarat ini selamat dan hidup terus. Malam-malam yang aman dan nyaman ada di tangan Syeh Hudam. Kabarnya, kalajengking ini adalah binatang piaraan Putrou Neng, agar sewaktu-waktu dia kalah, kalau hendak diperkosa, lawannya akan meninggal di arena ranjang kenikmatan. Biarpun si lawan menang di medan peperangan. 


Taktik lain untuk mengalahkan musuh-musuh Kian Khi. Anehnya, begitu kalajengkingnya meninggal, Putrou Neng jadi wanita yang sakit-sakitan. Usia yang sudah tua? Entahlah. Pendek kata, isteri Syeh Hudam akhirnya meninggal tanpa mendapatkan turunan. Kuburannya kini masih ada. 




Di Blang Lancang, di desa Blang Pulo, di tepi jalan masuk proyek LNG kini. Orang daerah itu menatakan bahwa kuburan lain yang turut meramaikan nisan puteri Cina ialah suaminya yang berjumlah 99 orang. Kuburan Syeh Hudam sendiri hingga kini masih ada. Dia tidak dikuburkan di dekat Putrou Neng. Tapi di sebuah bukit di Blang Pulo.

No comments:

Post a Comment