17 September 2020

tentang sejarah magelang - KARESIDENAN MAGELANG

 

"KARESIDENAN MAGELANG"

Saya belum tahu persisnya gedung ini dibuat, tetapi pada tahun 1830 gedung ini adalah tempat perundingan Pangeran Diponegoro dengan Jendral de Kock dan kemudian dilakukan penangkapan Pangeran Diponegoro dan dibawa ke Batavia.

Di salah satu kamar ada Museum tentang Pangeran Diponegoro yang menyimpan baju2 yang dulu dipakai dan juga kursi waktu perundingan. Menarik adalah melihat goresan kuku Pangeran Diponegoro pada sandaran tangan kursi yang diduduki.

Bila kalian memperhatikan koleksi Lukisan Raden Saleh tentang penangkapan Pangeran Diponegoro, kalian perhatikan gedungnya adalah gedung ini.

Gambar mungkin berisi: langit, pohon, awan, tanaman dan luar ruangan

tentang sejarah magelang - Peninggalan gerbang kerkoff di Kota Magelang yg masih terlihat Megah Dan Kokoh

 

Peninggalan gerbang kerkoff di Kota Magelang yg masih terlihat Megah Dan Kokoh

Gambar mungkin berisi: orang berdiri, langit, awan dan luar ruangan

tentang sejarah magelang - MENARA AIR ALUN-ALUN MAGELANG

 

MENARA AIR ALUN-ALUN MAGELANG
Menara air yang terkenal sebagai Land Mark-nya Kota Magelang ini dibangun oleh seorang arsitek kebangsaan Belanda yang bernama Herman Thomas Karsten. Menara yang menampung 1,750 juta liter air ini mulai dibuat pada tahun 1916 dan secara resmi beroperasi melayani masyarakat pada tanggal 2 Mei 1920. Menara ini memiliki tinggi 21,2 meter dan dibangun dengan 32 pilar. Bangunan ini mulai dioperasikan dan bisa mencukupi kebutuhan air masyarakat Kota Magelang pada tahun 1920 yang berasal dari sumber air Kalegen dan Wulung di Kabupaten Magelang.
Saat ini sudah tidak berfungsi sebagai penampung air tapi sebagai gudang.

Gambar mungkin berisi: langit, pohon dan luar ruangan

tentang sejarah magelang - Bangunan berada di RST Dr. Soedjono Kota Magelang

 

oleh : Kome Dian

Bangunan berada di RST Dr. Soedjono Kota Magelang. Sangat terasa nuansa Belanda, antar Bangunan lainnya disambung dengan lorong teras utk pejalan kaki.

Gambar mungkin berisi: tanaman, rumah, pohon, langit, luar ruangan dan alam

tentang sejarah magelang - Gerbang Kerkof di kota Magelang.

 oleh :Laurentius Lei


Gerbang Kerkof dikota Magelang. Kini makam yang tersisa diarea tersebut adalah komplek makam Van Der Steur. Didalam komplek nya dapat ditemukan beberapa makam Belanda yang memang sampai saat ini dirawat dengan cukup baik. Siapa Van Der Steur ? Monggo digoogling aja 😄

Gambar mungkin berisi: awan, langit dan luar ruangan
Gambar mungkin berisi: 1 orang, dalam ruangan
Gambar mungkin berisi: langit, rumah dan luar ruangan
Gambar mungkin berisi: orang duduk dan luar ruangan
Gambar mungkin berisi: luar ruangan, teks yang menyatakan '+ MIJN KIND LAAT DOOR DE HAND EENS ENCELS CELEIDEN LEER AAN DE HAND HAND EENS ENCELS BIDDEND STRIJDEN VLUCHT MET SCHULD TOT JEZUS KRUIS DAN KOMT GIJ VEILIC THUIS PAPA VAN DER STEUR GELANC'

tentang sejarah magelang - Gereja Beth El Magelang

 

Gereja Beth El Magelang

Salah satu bangunan " heritage" di Magelang yang dibangun pada tahun 1817 bersamaan dengan penetapan kota Magelang sebagai ibu kota Karisidenan Kedu.

Gambar mungkin berisi: luar ruangan

tentang sejarah magelang - Situs peninggalan jmn kolonial jmn Belanda

 

Situs peninggalan jmn kolonial jmn Belanda dan smpai sekarang masih berfungsi untuk irigasi dll..dan tentunya melintasi kota magelang..syng pejangga bwh tdk begitu terawat..he.hee.(.lokasi di payaman kab mgl.dr jln mgl- semarang hnya 1 km sebelah barat,,

Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih, orang berdiri, kacamata gelap, luar ruangan dan alam
Gambar mungkin berisi: tanaman, jembatan dan luar ruangan
Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih, sepatu, anak dan luar ruangan

tentang sejarah magelang - Rumah Peristirahatan Terakhir Jenderal Soedirman di Magelang.

 

Rumah Peristirahatan Terakhir Jenderal Soedirman di Magelang.

Pasca kembali dari perang gerilya, kondisi kesehatan Jenderal Soedirman semakin memburuk. Beliau sering memeriksakan penyakit paru-parunya di Rumah Sakit Panti Rapih, dan juga dirawat di sana.
Sampai akhirnya pada bulan Desember 1949, Beliau dibawa ke Magelang, dan ditempatkan di rumah ini untuk menyembuhkan penyakit paru-parunya, mengingat kondisi udara di Magelang pada waktu itu sangat bersih dan cocok untuk perawatan dan penyembuhan penyakit paru-paru.
Beliau wafat tanggal 29 Januari 1950. Jenazah Beliau dibawa ke Yogyakarta untuk kemudian dimakamkan di Pemakaman Semaki, yang sekarang menjadi TMP Kusumanegara.
Rumah Jenderal Soedirman yg kini menjadi Museum Sudirman ini, kondisi bangunan masih sangat baik, hanya saja ventilasi sudah berubah bentuk, dengan isi dalamnya berupa meja kursi yg masih asli, lemari asli, tempat tidur beliau berupa ranjang besi dengan kasur dan sprei asli, dan meja tempat mensucikan jenazah beliau yg juga asli.

Perjuanganmu begitu berat demi kemerdekaan Indonesia ini,Jenderal.
Tapi kami semua yakin, Engkau sekarang sudah tenang, nyaman dan bahagia di sisi Allah, Tuhan yg Maha Esa, Aamiin.

Salam jasmerah!!!

Tentang Sejarah Magelang - Boog Kotta Leiding

 

Boog Kotta Leiding
Sejak zaman pemerintahan Belanda, Kota Magelang telah diproyeksikan menjadi kawasan permukiman yang nyaman. Sebagai pendukung, dibangunlah sarana penunjang berupa saluran air kota (Boog Kotta Leiding). Saluran tersebut berhulu dari Kali Manggis, Kampung Pucangsari, Kelurahan Kedungsari, Kecamatan Magelang Utara, dan berhilir di Kampung Jagoan Kelurahan Jurangombo, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang.
Selain dibangun untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, saluran tersebut juga digunakan untuk membersihkan limbah rumah tangga yang diperoleh dari pemukiman warga. Saluran yang memanfaatkan energi gravitasi ini, oleh pemerintah kolonial dipasang pipa air dengan panjang sekitar 6,5 kilometer dari kali manggis dan berakhir di Kampung Jagoan.
Saluran itu memanjang dan membelah kota atau sering disebut dengan Fly River atau Aqua Duct. Untuk saluran yang memotong jalan raya, pemerintah Belanda membangun sebuah bangunan menyerupai benteng (dikenal masyarakat dengan sebutan Plengkung).
Sedikitnya, terdapat tiga plengkung antara lain Plengkung di Jalan Piere Tendean (tahun 1883), Jalan Daha/Tengkon (tahun 1893) dan di Jalan Ade Irma Suryani (tahun 1920). Masing-masing plengkung, rata-rata berukuran tingi dan lebar tujuh meter. Plengkung tersebut masuk sebagai benda cagar budaya yang keberadaannya perlu dilestarikan.
"Plengkung yang pertama di bangun adalah di Jalan Piere Tendean, dan terakhir di Jalan Ade Irma yang dikenal dengan sebutan plengkung baru. Berbeda dengan bangunan serupa seperti di Yogyakarta yang berfungsi sebagai benteng. Plengkung yang ada di Kota Magelang berguna untuk tempat saluran air dan membuka akses jalan," kata Ketua Komunitas Kota Toea Magelang, Bagus Priyana.
Untuk plengkung di Jalan Piere Tendean, katanya, dibangun dengan fungsi membuka akses jalan seiring dibangunnya komplek militer di Taman Badaan (Nievws Officer Kampement) dan tangsi militer (Militair Kompement) di Rindam IV Diponegoro.
Namun pada era perang kemerdekaan, Plengkung ini juga dimanfaatkan oleh para pejuang sebagai benteng perjuangan. Mereka kerap naik ke atas plengkung dan berkonfrontasi senjata dengan pemerintah kolonial Belanda.
“Jadi saat perang para pejuang naik ke plengkung, kemudian dari dalam air itu mereka bertahan dan melakukan perlawanan,” ungkap Bagus.
Sedang Plengkung yang berada di Jalan Daha, yang pada saat dibangun terdiri dari satu pintu utama dan dua pintu pendukung di samping kanan dan kirinya. Pada masa Jepang masuk ke Indonesia, dua pintu pendukung tersebut ditutup dengan tanah. Baru pada sekitar tahun 1999 penutup tersebut dihilangkan sehingga kembali seperti aslinya.
Gambar mungkin berisi: 1 orang, sepeda, langit, jembatan dan luar ruangan
Gambar mungkin berisi: pohon, tanaman, jembatan dan luar ruangan
Gambar mungkin berisi: tanaman, pohon, langit, jembatan, awan, luar ruangan dan alam

03 September 2020

Tentang Sejarah magelang - HOTEL KOPENG KINI : Bagian Eksterior Gedung Utama

 

HOTEL KOPENG KINI : Bagian Eksterior Gedung Utama

Setelah lebih dari satu minggu berkutat dengan Hotel Kopeng beserta sisik meliknya, sekarang mari kita lihat kondisi eks-Hotel Kopeng yang digadang - gadang pernah dijuluki sebagai Hotel Pegunungan Hypermodern pada masa kolonial.

Pada tanggal 15 Agustus yang lalu, saya mencoba menelusuri jejak - jejak kejayaan eks-Hotel Kopeng. Bangunan luar gedung utama Hotel Kopeng masih mempertahankan bentuk hasil renovasi ditahun 1950an. Fasade depan lantai satu nampaknya masih mempertahankan wujud asli hasil renovasi lobby tahun 1938 karya arsitek dan bouwbureau H. Pluyter dari Magelang. Ciri khas berupa batu alam yang diekspos memang tren dan banyak dipakai oleh Pluyter pada saat itu. Contoh lain karya Pluyter yang menerapkan konsep serupa juga dapat ditemui pada RK Militair Tehuis (Hotel Wijaya, Poncol, Magelang) dan Hotel Montagne (Eks Polwil Kedu, Poncol, Magelang.

Selain itu yang menarik juga adalah cerobong perapian yang masih ada dan bertahan dari dulu hingga sekarang. Jendela kaca yang lebar dan rendah khas rancangan Pluyter juga masih bisa ditemukan pada fasade bangunan lantai satu.

Untuk bentuk bangunan di lantai dua kebanyakan sudah berubah dari hasil tahun 1938. Sebagai dampak aksi bumi hangus pada tahun 1947-1949, bentuk atap asli yang mengambil konsep rumah Eropa pegunungan sudah berganti dengan atap pelana limasan.

Tentang Sejarah Magelang - HOTEL KOPENG KINI : Kondisi Wisma atau Paviliun eks Hotel Kopeng

 

HOTEL KOPENG KINI : Kondisi Wisma atau Paviliun eks Hotel Kopeng

Sebagaimana diketahui, Hotel Kopeng dulu juga dilengkapi dengan Paviliun - Paviliun yang mengapit di kanan dan kirinya. Paviliun yang ada diatas atau sebelah kanan gedung utama diberi nama Merbabu dan yang dibawah atau sebelah kiri diberi nama Telomoyo. Penamaan paviliun - paviliun tersebut bisa jadi diambil dari view pemandangan yang bisa pengunjung dapatkan dari lokasi dimana mereka menginap. Paviliun Merbabu berada dilokasi yang agak tinggi dengan view pemandangan Gunung Merbabu yang megah sedangkan Paviliun Telomoyo dengan view pemandangan Gunung Telomoyo dan hamparan kampung serta perkebunan sayur. Tidak mengherankan jika Hotel Kopeng dulu berada dilokasi yang sangat strategis untuk berlibur para tuan dan nyonya.

Sisa - sisa kejayaan kedua paviliun di Hotel Kopeng masih bisa didapatkan jika ditilik dari segi bangunan luar. Perubahan fisik bangunan paling kentara bisa dilihat dari atap asli sudah berubah dan berganti dengan yang baru. Jika dibandingkan dengan foto lama, atap bangunan paviliun ini senada dengan atap bangunan gedung utama hotel yang mengambil konsep atap perumahan Eropa pegunungan yang cenderung runcing. Mungkin karena sempat dibakar pejuang selama perang kemerdekaan, maka bentuk renovasi atap kemudian berubah. Atap paviliun di Eks-Hotel Kopeng ini sekarang sudah berganti model dengan gaya “Jengki” khas era 50an yang cenderung asimetris dengan bahan seng.

Meskipun demikian, untungnya dinding dan pondasi paviliun ini masih sama seperti aslinya dulu. Paviliun ini dibagi menjadi beberapa kamar yang masing - masing kamarnya dilengkapi dengan ruang tamu dan kamar mandi dengan mesin pemanas air. Bagian depan paviliun masih dihiasi dengan konstruksi tembok batu bata dengan aksen batu alam ekspos yang memberi kesan kokoh pada bangunan. Garis - garis simetris ada tiang penyangga dinding depan yang menjorok kedepan selain berfungsi sebagai pemisah antar kamar,juga memberi kesan modern pada paviliun ini. Panil - panil jendela dan pintu tiap kamar terbuat dari kaca transparan dan kain tirai digunakan sebagai penutupnya. Mungkin dimaksudkan agar view para tamu yang menginap tidak terhalang.


Tentang Sejarah Magelang - HOTEL KOPENG KINI : Kondisi Wisma atau Paviliun eks Hotel Kopeng

 

HOTEL KOPENG KINI : Kondisi Wisma atau Paviliun eks Hotel Kopeng

Sebagaimana diketahui, Hotel Kopeng dulu juga dilengkapi dengan Paviliun - Paviliun yang mengapit di kanan dan kirinya. Paviliun yang ada diatas atau sebelah kanan gedung utama diberi nama Merbabu dan yang dibawah atau sebelah kiri diberi nama Telomoyo. Penamaan paviliun - paviliun tersebut bisa jadi diambil dari view pemandangan yang bisa pengunjung dapatkan dari lokasi dimana mereka menginap. Paviliun Merbabu berada dilokasi yang agak tinggi dengan view pemandangan Gunung Merbabu yang megah sedangkan Paviliun Telomoyo dengan view pemandangan Gunung Telomoyo dan hamparan kampung serta perkebunan sayur. Tidak mengherankan jika Hotel Kopeng dulu berada dilokasi yang sangat strategis untuk berlibur para tuan dan nyonya.

Sisa - sisa kejayaan kedua paviliun di Hotel Kopeng masih bisa didapatkan jika ditilik dari segi bangunan luar. Perubahan fisik bangunan paling kentara bisa dilihat dari atap asli sudah berubah dan berganti dengan yang baru. Jika dibandingkan dengan foto lama, atap bangunan paviliun ini senada dengan atap bangunan gedung utama hotel yang mengambil konsep atap perumahan Eropa pegunungan yang cenderung runcing. Mungkin karena sempat dibakar pejuang selama perang kemerdekaan, maka bentuk renovasi atap kemudian berubah. Atap paviliun di Eks-Hotel Kopeng ini sekarang sudah berganti model dengan gaya “Jengki” khas era 50an yang cenderung asimetris dengan bahan seng.

Meskipun demikian, untungnya dinding dan pondasi paviliun ini masih sama seperti aslinya dulu. Paviliun ini dibagi menjadi beberapa kamar yang masing - masing kamarnya dilengkapi dengan ruang tamu dan kamar mandi dengan mesin pemanas air. Bagian depan paviliun masih dihiasi dengan konstruksi tembok batu bata dengan aksen batu alam ekspos yang memberi kesan kokoh pada bangunan. Garis - garis simetris ada tiang penyangga dinding depan yang menjorok kedepan selain berfungsi sebagai pemisah antar kamar,juga memberi kesan modern pada paviliun ini. Panil - panil jendela dan pintu tiap kamar terbuat dari kaca transparan dan kain tirai digunakan sebagai penutupnya. Mungkin dimaksudkan agar view para tamu yang menginap tidak terhalang.