26 February 2024

Suasana Muktamar Keempat Nahdlatul Ulama di Semarang, 1929: Bagian Ketiga Tiba saatnya giliran Hadlrotussyeikh Hasyim Asy’ari membacakan khutbah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama (NU) di pembukaan Muktamar Semarang 1929. Beliau naik ke panggung setelah Kiai Raden Asnawi dan Muhammad bin H. Abdullah (Qari). Kiai Raden Asnawi Kudus mengajak peserta membaca surat al-Fatihah, sementara Muhammad bin H Abdullah dari Semarang membacakan ayat suci al-Qur’an (ayat al-ladziina yadzkuruunallaaha qiyaaman/Ali Imron: 191). Suaranya menyayat dan membuat muktamirin jatuh dalam suasan khusyu’ yang syahdu. Kiai Muhammad (sumber lain menyebutnya Kiai Ahmad bin Abdullah), sang pelantun ayat-ayat suci adalah salah satu putra Kiai Abdullah bin Salim hasil pernikahannya dengan Hj. Channah. Kiai Abdullah sendiri turut memberikan sambutan atas nama NU Semarang yang menjadi tuan rumah kegiatan. Usai Kiai Hasyim Asy’ari membaca Qanun Asasi, Kiai Wahab Chasbullah gantian mengambil tempat. Mbah Wahab menerjemahkan kedalam Bahasa Jawa, Qanun Asasi yang baru saja dihaturkan oleh Kiai Hasyim. Kala memberi sambutan atas nama panitia lokal, Kiai Abdullah belum menyampaikan berapa banyak sedekah atau sumbangan yang masuk. Hal ini dikarenakan sumbangan yang datang baik dari peserta muktamar maupun para donatur lainnya masih tetap mengalir. Dana yang terkumpul dan terpakai akan dilaporkan kepada publik pada majlis ke enam (al-majelis as-sadis). Setelah Kiai Abdullah memberikan sambutan, Kiai Hasyim kembali berdiri. Di kesempatan keduanya itu Kiai Hasyim menyampaikan permohonan maaf kepada muktamirin. Beliau khawatir tidak bisa menjalankan perannya secara maksimal di kongres itu karena sedang sakit. Tidak hanya itu, suara beliau juga tidak bisa keluar dengan optimal. Beliau merasakan sakit sudah sejak sebelum sampai di Semarang dan nyaris absen di Muktamar Semarang. Kala masih di Jombang, badannya sudah terasa kurang sehat begitu juga dengan matanya. Namun, karena Kiai Hasyim mengingat akan pentingnya muktamar ini serta dihadapkan pada keperluan agama serta masalah umum lainnya, yang jika tidak dibahas atau diluruskan akan berpotensi menciptakan kekhawatiran bagi khalayak. Atas alasan itu, meski dalam keadaan sakit, Kiai Hasyim tetap berangkat menuju Semarang. Beliau mengorbankan tenaga serta kondisi tubuh yang semestinya beristirahat, meninggalkan pondok serta santrinya, lalu menempuh jarak yang tidaklah dekat. Apa yang dilakukan oleh Kiai Hasyim di Muktamar 1929 adalah teladan yang amat luhur. Keterangan Foto 1. Masjid Agung Semarang atau Masjid Kauman serta alun-alun yang digunakan untuk penutupan Muktamar Keempat. (Dokumen KITLV) 2. Aloon-aloon Semarang di depan Masjid Kauman (Dokumen TKH)

 Suasana Muktamar Keempat Nahdlatul Ulama di Semarang, 1929: Bagian Ketiga


Tiba saatnya giliran Hadlrotussyeikh Hasyim Asy’ari membacakan khutbah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama (NU) di pembukaan Muktamar Semarang 1929. Beliau naik ke panggung setelah Kiai Raden Asnawi dan Muhammad bin H. Abdullah (Qari). 


Kiai Raden Asnawi Kudus mengajak peserta membaca surat al-Fatihah, sementara Muhammad bin H Abdullah dari Semarang membacakan ayat suci al-Qur’an (ayat al-ladziina yadzkuruunallaaha qiyaaman/Ali Imron: 191). Suaranya menyayat dan membuat muktamirin jatuh dalam suasan khusyu’ yang syahdu.


Kiai Muhammad (sumber lain menyebutnya Kiai Ahmad bin Abdullah), sang pelantun ayat-ayat suci adalah salah satu putra Kiai Abdullah bin Salim hasil pernikahannya dengan Hj. Channah. Kiai Abdullah sendiri turut memberikan sambutan atas nama NU Semarang yang menjadi tuan rumah kegiatan. 


Usai Kiai Hasyim Asy’ari membaca Qanun Asasi, Kiai Wahab Chasbullah gantian mengambil tempat. Mbah Wahab menerjemahkan kedalam Bahasa Jawa, Qanun Asasi yang baru saja dihaturkan oleh Kiai Hasyim. 


Kala memberi sambutan atas nama panitia lokal, Kiai Abdullah belum menyampaikan berapa banyak sedekah atau sumbangan yang masuk. Hal ini dikarenakan sumbangan yang datang baik dari peserta muktamar maupun para donatur lainnya masih tetap mengalir. Dana yang terkumpul dan terpakai akan dilaporkan kepada publik pada majlis ke enam (al-majelis as-sadis).


Setelah Kiai Abdullah memberikan sambutan, Kiai Hasyim kembali berdiri. Di kesempatan keduanya itu Kiai Hasyim menyampaikan permohonan maaf kepada muktamirin. Beliau khawatir tidak bisa menjalankan perannya secara maksimal di kongres itu karena sedang sakit. Tidak hanya itu, suara beliau juga tidak bisa keluar dengan optimal. 


Beliau merasakan sakit sudah sejak sebelum sampai di Semarang dan nyaris absen di Muktamar Semarang. Kala masih di Jombang, badannya sudah terasa kurang sehat begitu juga dengan matanya. Namun, karena Kiai Hasyim mengingat akan pentingnya muktamar ini serta dihadapkan pada keperluan agama serta masalah umum lainnya, yang jika tidak dibahas atau diluruskan akan berpotensi menciptakan kekhawatiran bagi khalayak. 


Atas alasan itu, meski dalam keadaan sakit, Kiai Hasyim tetap berangkat menuju Semarang. Beliau mengorbankan tenaga serta kondisi tubuh yang semestinya beristirahat, meninggalkan pondok serta santrinya, lalu menempuh jarak yang tidaklah dekat. 


Apa yang dilakukan oleh Kiai Hasyim di Muktamar 1929 adalah teladan yang amat luhur. 



Keterangan Foto


1. Masjid Agung Semarang atau Masjid Kauman serta alun-alun yang digunakan untuk penutupan Muktamar Keempat. (Dokumen KITLV)


2. Aloon-aloon Semarang di depan Masjid Kauman (Dokumen TKH)

No comments:

Post a Comment