15 February 2024

Dini hari tanggal 21 Januari 1985 antara pukul 1:30 - 3:30 WIB, sembilan bom meledak dan memporak-porandakan sembilan stupa dan merusak empat patung Budha di Candi Borobudur. Tim penjinak bom yang datang juga menemukan dua bom berupa batangan dinamit berbahan TNT yang belum meledak. Dilihat dari jumlah dan perakitannya, aparat meyakini bahwa pelaku bom Borobudur dilakukan lebih dari satu orang. Satu bulan sebelumnya, atau pada malam Natal 1984, dua bom juga meledak di Sasana Budaya Katolik dan Seminari Alkitab Asia Tenggara di Malang. Selama satu bulan pelaku peledakan itu tak juga terungkap. Polisi gagal menemukan petunjuk barang sedikit pun. Kelompok itu seakan sukses menghapus semua jejak. Hingga, akhirnya, pada 16 Maret 1985 aparat menemukan titik terang. Sebuah bom rakitan dalam paralon meledak di dalam bus Pemudi Express yang sedang beristirahat di Banyuwangi. Bus ini berasal dari Kota Malang dan tujuannya ke Bali. Dalam ledakan ini mewaskan 7 orang, yang tiga diantaranya di kemudian hari diketahui adalah para pelaku¹ yang berniat melakukan pengeboman ke Kuta, Bali. Bom tersebut meledak secara tidak sengaja karena terpapar panas mesin yang berlebihan. Dalam peristiwa ini masyarakat juga menangkap seseorang yang asing wajahnya dan gerak-geriknya juga mencurigakan. Ternyata benar, dia adalah salah satu pelaku bom yang sedang mencari tumpangan dan hendak kabur. Pelaku ini selamat karena saat bom meledak dia sedang turun beristirahat. Dia bernama Abdulkadir Ali Al-Habsyi, diketahui adalah adik dari Husein Ali Al-Habsyi, pemimpin salah satu majelis taklim di Malang yang dikenal masyarakat sebagai Habib yang tuna netra. Setelah kejadian ini diketahui Husein juga menghilang atau melarikan diri. Abdulkadir diinterogasi dan terbukalah misteri bom Malam Natal 1984 dan bom Borobudur, yang ternyata pelakunya adalah kelompok mereka juga. Dari Abdulkadir, diketahui pelaku pemboman Borobudur adalah Mohammad Jawad alias Ibrahim Jawad alias Kresna dan Achmad Muladawila. Pelaku pemboman Malam Natal 1984 adalah juga mereka berdua dan ditambah Abdulkadir sendiri. Abdulkadir mengatakan bahwa mastermind pemboman adalah Mohammad Jawad, seorang lulusan dari Iran. Mereka melakukan pembicaraan dan perencanaan di tempat Husein dan rumah Abdulkadir. Mendapatkan bahan dinamit dari teman Husein di Lampung yang bernama Abdul Qodir Hasan Baraja.² Aparat segera melakukan penangkapan, namun sayang Jawad dan Husein melarikan diri. Husein ditangkap lima tahun kemudian di persembunyiannya di Garut, Jawa Barat. Sementara Jawad hingga kini tak kunjung terungkap keberadaannya. Ada rumor dia kabur ke Iran. Abdulkadir dan Achmad diganjar 20 tahun penjara dan bebas setelah menjalani separuh hukuman. Baraja divonis 13 tahun, Husein yang dituduh sebagai otak dipidana seumur hidup dan bebas setelah menjalani 10 tahun penjara setelah mendapat remisi dari Presiden Habibie pada 1999. Dia masih menyangkal keterlibatan dirinya dalam rangkaian serangan itu. Mereka beralasan bahwa tindakan ini karena dilandasi aksi balas dendam peristiwa Tanjung Priok dan kebijakan Orde Baru. Namun ada pengamat mengatakan bahwa ini juga ada kaitan dengan kebangkitan Syi'ah di Iran³. Menurut Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H., mereka membentuk kelompok bernama Ikhwanul Muslimin. Gerakan Ikhwanul Muslimin ini memanfaatkan peristiwa tragedi berdarah Tanjung Priok tanggal 12 September 1984, isu Kristenisasi dan asas tunggal Pancasila. Gerakan ini dikatakan tidak ada hubungannya dengan organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir, hanya nama saja yang sama, semoga. Catatan: 1) Pelaku yang tewas di dalam bus Pemudi Express bernama Abdul Hakim, Supriyono, dan Gozali Hasan. 2) Abdul Qodir Hasan Baraja adalah pendiri Khilafatul Muslimin dan residivis kasus teror di Warman pada tahun 1979. 3) Membangun Politik Hukum Sistem Ketahanan Nasional Terhadap Ancaman Ekspansi Ideologi Transnasional Syi'ah Iran (Disertasi program doktor ilmu hukum UNS Surakarta oleh Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H.).

 Dini hari tanggal 21 Januari 1985 antara pukul 1:30 - 3:30 WIB, sembilan bom meledak dan memporak-porandakan sembilan stupa dan merusak empat patung Budha di Candi Borobudur.



Tim penjinak bom yang datang juga menemukan dua bom berupa batangan dinamit berbahan TNT yang belum meledak. Dilihat dari jumlah dan perakitannya, aparat meyakini bahwa pelaku bom Borobudur dilakukan lebih dari satu orang.


Satu bulan sebelumnya, atau pada malam Natal 1984, dua bom juga meledak di Sasana Budaya Katolik dan Seminari Alkitab Asia Tenggara di Malang.


Selama satu bulan pelaku peledakan itu tak juga terungkap. Polisi gagal menemukan petunjuk barang sedikit pun. Kelompok itu seakan sukses menghapus semua jejak. Hingga, akhirnya, pada 16 Maret 1985 aparat menemukan titik terang.


Sebuah bom rakitan dalam paralon meledak di dalam bus Pemudi Express yang sedang beristirahat di Banyuwangi. Bus ini berasal dari Kota Malang dan tujuannya ke Bali. Dalam ledakan ini mewaskan 7 orang, yang tiga diantaranya di kemudian hari diketahui adalah para pelaku¹ yang berniat melakukan pengeboman ke Kuta, Bali.


Bom tersebut meledak secara tidak sengaja karena terpapar panas mesin yang berlebihan. Dalam peristiwa ini masyarakat juga menangkap seseorang yang asing wajahnya dan gerak-geriknya juga mencurigakan. Ternyata benar, dia adalah salah satu pelaku bom yang sedang mencari tumpangan dan hendak kabur. Pelaku ini selamat karena saat bom meledak dia sedang turun beristirahat.


Dia bernama Abdulkadir Ali Al-Habsyi, diketahui adalah adik dari Husein Ali Al-Habsyi, pemimpin salah satu majelis taklim di Malang yang dikenal masyarakat sebagai Habib yang tuna netra. Setelah kejadian ini diketahui Husein juga menghilang atau melarikan diri.


Abdulkadir diinterogasi dan terbukalah misteri bom Malam Natal 1984 dan bom Borobudur, yang ternyata pelakunya adalah kelompok mereka juga. Dari Abdulkadir, diketahui pelaku pemboman Borobudur adalah Mohammad Jawad alias Ibrahim Jawad alias Kresna dan Achmad Muladawila.


Pelaku pemboman Malam Natal 1984 adalah juga mereka berdua dan ditambah Abdulkadir sendiri. Abdulkadir mengatakan bahwa mastermind pemboman adalah Mohammad Jawad, seorang lulusan dari Iran. Mereka melakukan pembicaraan dan perencanaan di tempat Husein dan rumah Abdulkadir. Mendapatkan bahan dinamit dari teman Husein di Lampung yang bernama Abdul Qodir Hasan Baraja.²


Aparat segera melakukan penangkapan, namun sayang Jawad dan Husein melarikan diri. Husein ditangkap lima tahun kemudian di persembunyiannya di Garut, Jawa Barat. Sementara Jawad hingga kini tak kunjung terungkap keberadaannya. Ada rumor dia kabur ke Iran.


Abdulkadir dan Achmad diganjar 20 tahun penjara dan bebas setelah menjalani separuh hukuman. Baraja divonis 13 tahun, Husein yang dituduh sebagai otak dipidana seumur hidup dan bebas setelah menjalani 10 tahun penjara setelah mendapat remisi dari Presiden Habibie pada 1999. Dia masih menyangkal keterlibatan dirinya dalam rangkaian serangan itu.


Mereka beralasan bahwa tindakan ini karena dilandasi aksi balas dendam peristiwa Tanjung Priok dan kebijakan Orde Baru. Namun ada pengamat mengatakan bahwa ini juga ada kaitan dengan kebangkitan Syi'ah di Iran³.


Menurut Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H., mereka membentuk kelompok bernama Ikhwanul Muslimin. Gerakan Ikhwanul Muslimin ini memanfaatkan peristiwa tragedi berdarah Tanjung Priok tanggal 12 September 1984, isu Kristenisasi dan asas tunggal Pancasila. Gerakan ini dikatakan tidak ada hubungannya dengan organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir, hanya nama saja yang sama, semoga.


Catatan:

1) Pelaku yang tewas di dalam bus Pemudi Express bernama Abdul Hakim, Supriyono, dan Gozali Hasan.


2) Abdul Qodir Hasan Baraja adalah pendiri Khilafatul Muslimin dan residivis kasus teror di Warman pada tahun 1979.


3) Membangun Politik Hukum Sistem Ketahanan Nasional Terhadap Ancaman Ekspansi Ideologi Transnasional Syi'ah Iran (Disertasi program doktor ilmu hukum UNS Surakarta oleh Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H.).

No comments:

Post a Comment