12 April 2024

A.W.V HINNE SANG PENAKLUK SI PITUNG Adolf Wilhelm Verbond Hinne atau Tuan Schout Hinne adalah seorang Polisi di Batavia yang terkenal karena keterlibatan dan keberhasilannya menangkap Si Pitung di Tanah Abang, Batavia pada bulan Oktober 1893. Schout Hinne memimpin penyergapan dan menembak buronan Kompeni tapi sekaligus pahlawan Betawi tersebut saat baku tembak di kuburan. Selain Pitung, Schout Hinne juga banyak terlibat dalam penyelidikan dan penyelesaian kasus kasus besar di Batavia. Karena berbagai hal tersebut Hinne mendapat julukan “Sherlock Holmes Hindia Belanda” Lahir di Borneo (Kalimantan) pada tahun 1852 dengan nama Scipio, Ayahnya adalah seorang infanteri berdarah Perancis yang diakuinya hanya sebatas ayah angkat saja dan ibunya seorang wanita pribumi. Sewaktu kecil Hinne pernah diculik gerombolan bajak laut Aceh dan tinggal bersama mereka selama 6 (Enam) tahun lamanya, di mana peristiwa ini ikut membentuk karakter dirinya tumbuh menjadi seorang anak yang pemberani karena pernah dididik di lingkungan dan kehidupan keras. Ketika beranjak dewasa Hinne memulai karirnya di pemerintahan, tepatnya di karesidenan Padang, Sumatera Barat. Setelah itu pindah tugas sebagai kepala kantor Pos di Ternate, kemudian mengajukan diri menjadi polisi hutan di Jawa dan berhasil menumpas bajak laut Medomo di Halmahera. Pengalaman Hinne sebagai polisi hutan berhasil membawanya menjadi seorang polisi unit khusus di Batavia yang bertanggungjawab membersihkan daerah Ommelanden (pinggiran), dimulai sebagai Onderschout (Deputi) di distrik Tanah Abang pada 1887. Hinne dikenal sosok polisi pemberani, berdarah dingin dan ahli strategi serta lihai mengatasi orang-orang yang dijuluki “trouble maker”, khususnya di daerah Ommelanden, yang dianggap pemerintah kolonial sebagai zona merah. Salah satu prestasi fenomenal Schout Hinne adalah keterlibatannya dalam penangkapan Si Pitung pada tahun 1893, Si Pitung adalah seorang jagoan Betawi yang saat itu dianggap sebagai pahlawan bagi rakyat Betawi karena keberpihakan dan keberaniannya dalam melawan kesewenang-wenangan kompeni dan Tuan Tanah yang menindas rakyat kecil. Tapi bagi kompeni Si Pitung adalah buronan perampok yang meresahkan keamanan Batavia setelah dia melakukan aksi perampokan terhadap Haji Sapiudin, seorang tuan tanah asal Bugis, Sulawesi Selatan. Konon Si Pitung selama ini sulit ditangkap dan punya ilmu kebal, akhirnya berhasil dilumpuhkan dan ditembak mati dengan peluru emas, karena pengkhianatan salah seorang temannya yang memberitahukan kelemahan Si Pitung, tapi cerita tentang kesaktian Si Pitung ini masih perlu dikonfirmasi kebenarannya, karena banyak versi cerita yang beredar. Setelah penangkapan Si Pitung, Hinne mendapatkan bintang penghargaan dari Ratu Belanda bergelar, Broeder van den Nederlandsche Leeuw. Peristiwa ini sebagaimana mengutip Hindia Olanda (1893) berikut: “Toean Hinne soedah dapet koernia-an bintang “Broeder van den Nederlandsche Leeuw dari sebab banjak kerdjaan besar jang ija telah perboewat”.Dan atas prestasinya ini pula Hinne mendapat promosi sebagai Schout dengan wilayah tugas di seluruh Karesidenan Batavia. Selain penangkapan Si Pitung, kasus besar lain adalah keberhasilan Hinne dalam mengungkap kasus pembunuhan Fatima, dimana melalui penyelidikan Hinne, akhirnya Kepolisian Batavia berhasil menetapkan 5 (lima) orang tersangka yang ternyata salah satunya melibatkan Kontrolir Kepolisian W.H.L Johan. Akibatnya terjadi perseteruan hebat antara Hinne dan Johan di Kepolisian, tetapi di mata public, nama Hinne semakin harum, masyarakat menganggap Hinne adalah satu-satunya polisi yang jujur tulis Margreet Van Till dalam bukunya “Batavia Kala Malam : Polisi, Bandit dan Senjata Api”. Pada 1913 Keberhasilan Schout Hinne dalam mengalahkan para jago yang tersohor di Batavia menginspirasi sebuah surat kabar di Batavia “Bataviaasch Handelsblad” untuk membuat cerita bersambung berjudul “De Indische Sherlock Holmes” dengan menjadikan Hinne sebagai modelnya. Dalam cerita tersebut dituliskan bagaimana Hinne menyamar sebagai Kusir Sado dalam operasi penangkapan Gantang, seorang penjahat yang terkenal licin karena meski pernah ditangkap tapi masih berhasil kabur dari penjara. Dibalik semua kegemilangan prestasinya di Kepolisian, karir Schout Hinne ternyata kurang begitu berkembang, posisi puncak tertinggi yang pernah dijabat hanya mentok sebagai Asisten Kepala Komisaris Kepolisian, Hinne tidak pernah mencapai pangkat tertinggi sebagai seorang Kepala Komisaris. Menurut Margreet Van Till banyak kemungkinan penyebabnya, diantaranya factor usia, factor latar belakang seorang kelahiran Hindia dan kurangnya pengetahuan teknis. Dan sebuah kejadian tragis yang mengakibatkan kematian bawahannya ketika secara tidak sengaja menarik pelatuk saat tengah membersihkan senjata Hinne, berdampak sangat besar dan membuatnya terpuruk secara psikis. Hinne kemudian mengajukan pensiun setelah menerima bintang jasa kedua. Schout Hinne akhirnya meninggal pada tahun 1915, setelah kematiannya sepak terjang Hinne selama menjadi Polisi di Batavia di siarkan oleh Radio Nederlands Indische Radio Omroep Maatschapij (NIROM) pada tahun 1932. Itulah sekilas kisah Schout Hinne. Terima kasih sudah membacanya. Sumber : Margaret Van Till Batavia Kala Malam (Polisi, Bandit dan Senjata Api), Sindonews, Facebook Betawi antar generasi. dll Ka A.W.V HINNE SANG PENAKLUK SI PITUNG Adolf Wilhelm Verbond Hinne atau Tuan Schout Hinne adalah seorang Polisi di Batavia yang terkenal karena keterlibatan dan keberhasilannya menangkap Si Pitung di Tanah Abang, Batavia pada bulan Oktober 1893. Schout Hinne memimpin penyergapan dan menembak buronan Kompeni tapi sekaligus pahlawan Betawi tersebut saat baku tembak di kuburan. Selain Pitung, Schout Hinne juga banyak terlibat dalam penyelidikan dan penyelesaian kasus kasus besar di Batavia. Karena berbagai hal tersebut Hinne mendapat julukan “Sherlock Holmes Hindia Belanda” Lahir di Borneo (Kalimantan) pada tahun 1852 dengan nama Scipio, Ayahnya adalah seorang infanteri berdarah Perancis yang diakuinya hanya sebatas ayah angkat saja dan ibunya seorang wanita pribumi. Sewaktu kecil Hinne pernah diculik gerombolan bajak laut Aceh dan tinggal bersama mereka selama 6 (Enam) tahun lamanya, di mana peristiwa ini ikut membentuk karakter dirinya tumbuh menjadi seorang anak yang pemberani karena pernah dididik di lingkungan dan kehidupan keras. Ketika beranjak dewasa Hinne memulai karirnya di pemerintahan, tepatnya di karesidenan Padang, Sumatera Barat. Setelah itu pindah tugas sebagai kepala kantor Pos di Ternate, kemudian mengajukan diri menjadi polisi hutan di Jawa dan berhasil menumpas bajak laut Medomo di Halmahera. Pengalaman Hinne sebagai polisi hutan berhasil membawanya menjadi seorang polisi unit khusus di Batavia yang bertanggungjawab membersihkan daerah Ommelanden (pinggiran), dimulai sebagai Onderschout (Deputi) di distrik Tanah Abang pada 1887. Hinne dikenal sosok polisi pemberani, berdarah dingin dan ahli strategi serta lihai mengatasi orang-orang yang dijuluki “trouble maker”, khususnya di daerah Ommelanden, yang dianggap pemerintah kolonial sebagai zona merah. Salah satu prestasi fenomenal Schout Hinne adalah keterlibatannya dalam penangkapan Si Pitung pada tahun 1893, Si Pitung adalah seorang jagoan Betawi yang saat itu dianggap sebagai pahlawan bagi rakyat Betawi karena keberpihakan dan keberaniannya dalam melawan kesewenang-wenangan kompeni dan Tuan Tanah yang menindas rakyat kecil. Tapi bagi kompeni Si Pitung adalah buronan perampok yang meresahkan keamanan Batavia setelah dia melakukan aksi perampokan terhadap Haji Sapiudin, seorang tuan tanah asal Bugis, Sulawesi Selatan. Konon Si Pitung selama ini sulit ditangkap dan punya ilmu kebal, akhirnya berhasil dilumpuhkan dan ditembak mati dengan peluru emas, karena pengkhianatan salah seorang temannya yang memberitahukan kelemahan Si Pitung, tapi cerita tentang kesaktian Si Pitung ini masih perlu dikonfirmasi kebenarannya, karena banyak versi cerita yang beredar. Setelah penangkapan Si Pitung, Hinne mendapatkan bintang penghargaan dari Ratu Belanda bergelar, Broeder van den Nederlandsche Leeuw. Peristiwa ini sebagaimana mengutip Hindia Olanda (1893) berikut: “Toean Hinne soedah dapet koernia-an bintang “Broeder van den Nederlandsche Leeuw dari sebab banjak kerdjaan besar jang ija telah perboewat”.Dan atas prestasinya ini pula Hinne mendapat promosi sebagai Schout dengan wilayah tugas di seluruh Karesidenan Batavia. Selain penangkapan Si Pitung, kasus besar lain adalah keberhasilan Hinne dalam mengungkap kasus pembunuhan Fatima, dimana melalui penyelidikan Hinne, akhirnya Kepolisian Batavia berhasil menetapkan 5 (lima) orang tersangka yang ternyata salah satunya melibatkan Kontrolir Kepolisian W.H.L Johan. Akibatnya terjadi perseteruan hebat antara Hinne dan Johan di Kepolisian, tetapi di mata public, nama Hinne semakin harum, masyarakat menganggap Hinne adalah satu-satunya polisi yang jujur tulis Margreet Van Till dalam bukunya “Batavia Kala Malam : Polisi, Bandit dan Senjata Api”. Pada 1913 Keberhasilan Schout Hinne dalam mengalahkan para jago yang tersohor di Batavia menginspirasi sebuah surat kabar di Batavia “Bataviaasch Handelsblad” untuk membuat cerita bersambung berjudul “De Indische Sherlock Holmes” dengan menjadikan Hinne sebagai modelnya. Dalam cerita tersebut dituliskan bagaimana Hinne menyamar sebagai Kusir Sado dalam operasi penangkapan Gantang, seorang penjahat yang terkenal licin karena meski pernah ditangkap tapi masih berhasil kabur dari penjara. Dibalik semua kegemilangan prestasinya di Kepolisian, karir Schout Hinne ternyata kurang begitu berkembang, posisi puncak tertinggi yang pernah dijabat hanya mentok sebagai Asisten Kepala Komisaris Kepolisian, Hinne tidak pernah mencapai pangkat tertinggi sebagai seorang Kepala Komisaris. Menurut Margreet Van Till banyak kemungkinan penyebabnya, diantaranya factor usia, factor latar belakang seorang kelahiran Hindia dan kurangnya pengetahuan teknis. Dan sebuah kejadian tragis yang mengakibatkan kematian bawahannya ketika secara tidak sengaja menarik pelatuk saat tengah membersihkan senjata Hinne, berdampak sangat besar dan membuatnya terpuruk secara psikis. Hinne kemudian mengajukan pensiun setelah menerima bintang jasa kedua. Schout Hinne akhirnya meninggal pada tahun 1915, setelah kematiannya sepak terjang Hinne selama menjadi Polisi di Batavia di siarkan oleh Radio Nederlands Indische Radio Omroep Maatschapij (NIROM) pada tahun 1932. Itulah sekilas kisah Schout Hinne. Terima kasih sudah membacanya. Sumber : Margaret Van Till Batavia Kala Malam (Polisi, Bandit dan Senjata Api), Sindonews, Facebook Betawi antar generasi. dll

 A.W.V HINNE SANG PENAKLUK SI PITUNG

Adolf Wilhelm Verbond Hinne atau Tuan Schout Hinne adalah seorang Polisi di Batavia yang terkenal karena keterlibatan dan keberhasilannya menangkap Si Pitung di Tanah Abang, Batavia pada bulan Oktober 1893. Schout Hinne memimpin penyergapan dan menembak buronan Kompeni tapi sekaligus pahlawan Betawi tersebut saat baku tembak di kuburan. Selain Pitung, Schout Hinne juga banyak terlibat dalam penyelidikan dan penyelesaian kasus kasus besar di Batavia. Karena berbagai hal tersebut Hinne mendapat julukan “Sherlock Holmes Hindia Belanda”   



Lahir di Borneo (Kalimantan) pada tahun 1852 dengan nama Scipio, Ayahnya adalah seorang infanteri berdarah Perancis yang diakuinya hanya sebatas ayah angkat saja dan ibunya seorang wanita pribumi. 

Sewaktu kecil Hinne pernah diculik gerombolan bajak laut Aceh dan tinggal bersama mereka selama 6 (Enam) tahun lamanya, di mana peristiwa ini ikut membentuk karakter dirinya tumbuh menjadi seorang anak yang pemberani karena pernah dididik di lingkungan dan kehidupan keras. 

Ketika beranjak dewasa Hinne memulai karirnya di pemerintahan, tepatnya di karesidenan Padang, Sumatera Barat. Setelah itu pindah tugas sebagai kepala kantor Pos di Ternate, kemudian mengajukan diri menjadi polisi hutan di Jawa dan berhasil menumpas bajak laut Medomo di Halmahera.

Pengalaman Hinne sebagai polisi hutan berhasil membawanya menjadi seorang polisi unit khusus di Batavia yang bertanggungjawab membersihkan daerah Ommelanden (pinggiran), dimulai sebagai Onderschout (Deputi) di distrik Tanah Abang pada 1887. Hinne dikenal sosok polisi pemberani, berdarah dingin dan ahli strategi serta lihai mengatasi orang-orang yang dijuluki “trouble maker”, khususnya di daerah Ommelanden, yang dianggap pemerintah kolonial sebagai zona merah.

Salah satu prestasi fenomenal Schout Hinne adalah keterlibatannya dalam penangkapan Si Pitung pada tahun 1893, Si Pitung adalah seorang jagoan Betawi yang saat itu dianggap sebagai pahlawan bagi rakyat Betawi karena keberpihakan dan keberaniannya dalam melawan kesewenang-wenangan kompeni dan Tuan Tanah yang menindas rakyat kecil. Tapi bagi kompeni Si Pitung adalah buronan perampok yang meresahkan keamanan Batavia setelah dia melakukan aksi perampokan terhadap Haji Sapiudin, seorang tuan tanah asal Bugis, Sulawesi Selatan. Konon Si Pitung selama ini sulit ditangkap dan punya ilmu kebal, akhirnya berhasil dilumpuhkan dan ditembak mati dengan peluru emas, karena pengkhianatan salah seorang temannya yang memberitahukan kelemahan Si Pitung, tapi cerita tentang kesaktian Si Pitung ini masih perlu dikonfirmasi kebenarannya, karena banyak versi cerita yang beredar. Setelah penangkapan Si Pitung, Hinne mendapatkan bintang penghargaan dari Ratu Belanda bergelar, Broeder van den Nederlandsche Leeuw. Peristiwa ini sebagaimana mengutip Hindia Olanda (1893) berikut: “Toean Hinne soedah dapet koernia-an bintang “Broeder van den Nederlandsche Leeuw dari sebab banjak kerdjaan besar jang ija telah perboewat”.Dan atas prestasinya ini pula Hinne mendapat promosi sebagai Schout dengan wilayah tugas di seluruh Karesidenan Batavia.

Selain penangkapan Si Pitung, kasus besar lain adalah keberhasilan Hinne dalam mengungkap kasus pembunuhan Fatima, dimana melalui penyelidikan Hinne, akhirnya Kepolisian Batavia berhasil menetapkan 5 (lima) orang tersangka yang ternyata salah satunya melibatkan Kontrolir Kepolisian W.H.L Johan. Akibatnya terjadi perseteruan hebat antara Hinne dan Johan di Kepolisian, tetapi di mata public, nama Hinne semakin harum, masyarakat menganggap Hinne adalah satu-satunya polisi yang jujur tulis Margreet Van Till dalam bukunya “Batavia Kala Malam : Polisi, Bandit dan Senjata Api”.

Pada 1913 Keberhasilan Schout Hinne dalam mengalahkan para jago yang tersohor di Batavia menginspirasi sebuah surat kabar di Batavia “Bataviaasch Handelsblad” untuk membuat cerita bersambung berjudul “De Indische Sherlock Holmes” dengan menjadikan Hinne sebagai modelnya. Dalam cerita tersebut dituliskan bagaimana Hinne menyamar sebagai Kusir Sado dalam operasi penangkapan Gantang, seorang penjahat yang terkenal licin karena meski pernah ditangkap tapi masih berhasil kabur dari penjara.

Dibalik semua kegemilangan prestasinya di Kepolisian, karir Schout Hinne ternyata kurang begitu berkembang, posisi puncak tertinggi yang pernah dijabat hanya mentok sebagai Asisten Kepala Komisaris Kepolisian, Hinne tidak pernah mencapai pangkat tertinggi sebagai seorang Kepala Komisaris. Menurut Margreet Van Till banyak kemungkinan penyebabnya, diantaranya factor usia, factor latar belakang seorang kelahiran Hindia dan kurangnya pengetahuan teknis. Dan sebuah kejadian tragis yang mengakibatkan kematian bawahannya ketika secara tidak sengaja menarik pelatuk saat tengah membersihkan senjata Hinne, berdampak sangat besar dan membuatnya terpuruk secara psikis. Hinne kemudian mengajukan pensiun setelah menerima bintang jasa kedua.

Schout Hinne akhirnya meninggal pada tahun 1915, setelah kematiannya sepak terjang Hinne selama menjadi Polisi di Batavia di siarkan oleh Radio Nederlands Indische Radio Omroep Maatschapij (NIROM) pada tahun 1932.

Itulah sekilas kisah Schout Hinne. Terima kasih sudah membacanya.

Sumber : 

Margaret Van Till Batavia Kala Malam (Polisi, Bandit dan Senjata Api), Sindonews, Facebook Betawi antar generasi. dll

 


 


Ka

A.W.V HINNE SANG PENAKLUK SI PITUNG

Adolf Wilhelm Verbond Hinne atau Tuan Schout Hinne adalah seorang Polisi di Batavia yang terkenal karena keterlibatan dan keberhasilannya menangkap Si Pitung di Tanah Abang, Batavia pada bulan Oktober 1893. Schout Hinne memimpin penyergapan dan menembak buronan Kompeni tapi sekaligus pahlawan Betawi tersebut saat baku tembak di kuburan. Selain Pitung, Schout Hinne juga banyak terlibat dalam penyelidikan dan penyelesaian kasus kasus besar di Batavia. Karena berbagai hal tersebut Hinne mendapat julukan “Sherlock Holmes Hindia Belanda”   

Lahir di Borneo (Kalimantan) pada tahun 1852 dengan nama Scipio, Ayahnya adalah seorang infanteri berdarah Perancis yang diakuinya hanya sebatas ayah angkat saja dan ibunya seorang wanita pribumi. 

Sewaktu kecil Hinne pernah diculik gerombolan bajak laut Aceh dan tinggal bersama mereka selama 6 (Enam) tahun lamanya, di mana peristiwa ini ikut membentuk karakter dirinya tumbuh menjadi seorang anak yang pemberani karena pernah dididik di lingkungan dan kehidupan keras. 

Ketika beranjak dewasa Hinne memulai karirnya di pemerintahan, tepatnya di karesidenan Padang, Sumatera Barat. Setelah itu pindah tugas sebagai kepala kantor Pos di Ternate, kemudian mengajukan diri menjadi polisi hutan di Jawa dan berhasil menumpas bajak laut Medomo di Halmahera.

Pengalaman Hinne sebagai polisi hutan berhasil membawanya menjadi seorang polisi unit khusus di Batavia yang bertanggungjawab membersihkan daerah Ommelanden (pinggiran), dimulai sebagai Onderschout (Deputi) di distrik Tanah Abang pada 1887. Hinne dikenal sosok polisi pemberani, berdarah dingin dan ahli strategi serta lihai mengatasi orang-orang yang dijuluki “trouble maker”, khususnya di daerah Ommelanden, yang dianggap pemerintah kolonial sebagai zona merah.

Salah satu prestasi fenomenal Schout Hinne adalah keterlibatannya dalam penangkapan Si Pitung pada tahun 1893, Si Pitung adalah seorang jagoan Betawi yang saat itu dianggap sebagai pahlawan bagi rakyat Betawi karena keberpihakan dan keberaniannya dalam melawan kesewenang-wenangan kompeni dan Tuan Tanah yang menindas rakyat kecil. Tapi bagi kompeni Si Pitung adalah buronan perampok yang meresahkan keamanan Batavia setelah dia melakukan aksi perampokan terhadap Haji Sapiudin, seorang tuan tanah asal Bugis, Sulawesi Selatan. Konon Si Pitung selama ini sulit ditangkap dan punya ilmu kebal, akhirnya berhasil dilumpuhkan dan ditembak mati dengan peluru emas, karena pengkhianatan salah seorang temannya yang memberitahukan kelemahan Si Pitung, tapi cerita tentang kesaktian Si Pitung ini masih perlu dikonfirmasi kebenarannya, karena banyak versi cerita yang beredar. Setelah penangkapan Si Pitung, Hinne mendapatkan bintang penghargaan dari Ratu Belanda bergelar, Broeder van den Nederlandsche Leeuw. Peristiwa ini sebagaimana mengutip Hindia Olanda (1893) berikut: “Toean Hinne soedah dapet koernia-an bintang “Broeder van den Nederlandsche Leeuw dari sebab banjak kerdjaan besar jang ija telah perboewat”.Dan atas prestasinya ini pula Hinne mendapat promosi sebagai Schout dengan wilayah tugas di seluruh Karesidenan Batavia.

Selain penangkapan Si Pitung, kasus besar lain adalah keberhasilan Hinne dalam mengungkap kasus pembunuhan Fatima, dimana melalui penyelidikan Hinne, akhirnya Kepolisian Batavia berhasil menetapkan 5 (lima) orang tersangka yang ternyata salah satunya melibatkan Kontrolir Kepolisian W.H.L Johan. Akibatnya terjadi perseteruan hebat antara Hinne dan Johan di Kepolisian, tetapi di mata public, nama Hinne semakin harum, masyarakat menganggap Hinne adalah satu-satunya polisi yang jujur tulis Margreet Van Till dalam bukunya “Batavia Kala Malam : Polisi, Bandit dan Senjata Api”.

Pada 1913 Keberhasilan Schout Hinne dalam mengalahkan para jago yang tersohor di Batavia menginspirasi sebuah surat kabar di Batavia “Bataviaasch Handelsblad” untuk membuat cerita bersambung berjudul “De Indische Sherlock Holmes” dengan menjadikan Hinne sebagai modelnya. Dalam cerita tersebut dituliskan bagaimana Hinne menyamar sebagai Kusir Sado dalam operasi penangkapan Gantang, seorang penjahat yang terkenal licin karena meski pernah ditangkap tapi masih berhasil kabur dari penjara.

Dibalik semua kegemilangan prestasinya di Kepolisian, karir Schout Hinne ternyata kurang begitu berkembang, posisi puncak tertinggi yang pernah dijabat hanya mentok sebagai Asisten Kepala Komisaris Kepolisian, Hinne tidak pernah mencapai pangkat tertinggi sebagai seorang Kepala Komisaris. Menurut Margreet Van Till banyak kemungkinan penyebabnya, diantaranya factor usia, factor latar belakang seorang kelahiran Hindia dan kurangnya pengetahuan teknis. Dan sebuah kejadian tragis yang mengakibatkan kematian bawahannya ketika secara tidak sengaja menarik pelatuk saat tengah membersihkan senjata Hinne, berdampak sangat besar dan membuatnya terpuruk secara psikis. Hinne kemudian mengajukan pensiun setelah menerima bintang jasa kedua.

Schout Hinne akhirnya meninggal pada tahun 1915, setelah kematiannya sepak terjang Hinne selama menjadi Polisi di Batavia di siarkan oleh Radio Nederlands Indische Radio Omroep Maatschapij (NIROM) pada tahun 1932.

Itulah sekilas kisah Schout Hinne. Terima kasih sudah membacanya.

Sumber : 

Margaret Van Till Batavia Kala Malam (Polisi, Bandit dan Senjata Api), Sindonews, Facebook Betawi antar generasi. dll

No comments:

Post a Comment