29 April 2024

SARIP TAMBAK OSO URBAND LEGEND SIDOARJO Jika masyarakat Betawi mempunyai kisah legenda pejuang Betawi Si Pitung, Ronda, Ji’ih dan masyarakat Bangil mengenal tokoh Sakera sebagai pahlawan mereka, maka masyarakat Sidoarjo, Jawa Timur pun mempunyai sosok pejuang yang melegenda karena keberaniannya yaitu Sarip Tambak Oso. Secara garis besar cerita Sarip Tambak Oso tidak jauh berbeda, yakni perjuangan sang pendekar kampung melawan penindasan Kompeni Belanda dan antek-anteknya, yang dibumbui konflik antara masyarakat dan penguasa pada saat itu, yang pada akhirnya mati diterjang peluru serdadu Belanda, dan meskipun sering dipentaskan dalam seni tradisional ludruk di Jawa Timur (terutama di daerah Surabaya dan Sidoarjo), sayangnya minim sekali literature ataupun sumber sejarah mengenai “Robin Hood” Sidoarjo ini. Karena kebanyakan cerita Sarip ini lebih banyak dituturkan secara lisan dari mulut ke mulut. Penulis mencoba untuk merangkum dari berbagai sumber, baik cerita lisan atau sumber media baik masa kini maupun era Belanda dulu. Dan berikut kisah Sarip Tambak Oso yang diambil dari berbagai sumber. ASAL USUL Sarip diperkirakan hidup di akhir abad ke-19. Dan Tambak Oso merupakan nama sebuah desa di Kecamatan Waru, Sidoarjo. Desa tersebut diyakini merupakan asal Sarip, tapi menurut Budayawan Sidoarjo, Henri Nurcahyo menyatakan bahwa Sarip kemungkinan bukan asli dari Tambak Oso (ada yang mengatakan dari Madura) tapi memang beliau tinggal di desa tersebut, sehingga beliau dikenal sebagai Sarip Tambak Oso. Sarip diketahui merupakan anak yatim dari kecil. Ayahnya meninggal saat Sarip masih di dalam kandungan. Ayah Sarip, diyakini merupakan salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Saat meninggal, ayah Sarip mewariskan hamparan sawah yang luas. Namun karena luasnya itu, sawah itu kemudian dititipkan untuk dikelola oleh paman Sarip bernama Ridwan. Namun rupanya, Sarip dan ibunya tak pernah mendapatkan hasil sawah yang dikelola pamannya itu. Ini karena pamannya terlalu rakus untuk membagikan kepada Sarip dan ibunya. Sarip kemudian tumbuh sebagai anak dari kecil hingga remaja di bawah pengasuhan ibunya. Sarip menghabiskan masa kecilnya di sekitar kali Sedati. Sarip adalah pemuda jagoan dari desa Tambak Oso yang berhati keras, mudah marah, namun sangat menyayangi kaum miskin, terutama kepada ibunya yang seorang janda. Di tengah kemiskinan dan kebodohan, Sarip bertindak sebagai maling budiman bak “Robin Hood” yang mencuri di rumah-rumah orang Belanda, saudagar kikir, dan para lintah darat, untuk dibagi-bagikan kepada warga miskin. Dan akhirnya Sarip selalu menjadi Target Operasi Pemerintah Kompeni Belanda, karena perbuatannya yang dianggap membuat keonaran dan memprovokasi masyarakat untuk menentang kebijakan Belanda. LATAR BELAKANG PERLAWANAN DAN KISAH KESAKTIAN SARIP TAMBAK OSO Salah satu kisah yang melegenda dan sering dipentaskan dalam ludruk adalah mengenai kesaktian Sarip, yang konon bisa bangkit lagi dari kematian. Diketahui Dusun Tambak Oso dibagi menjadi 2 (dua) wilayah yang dibatasi oleh sebuah sungai, wilayah tersebut biasa disebut Wetan kali dan Kulon Kali. Masing-masing wilayah mempunyai Jagoan (orang yang disegani karena kesaktiannya). Wilayah Kulon kali di kuasai oleh seorang jagoan bernama Paidi, dan Wetan kali dikuasai oleh Sarip. Paidi adalah seorang pendekar yang berprofesi sebagai Kusir Dokar yang mempunyai senjata andalan berupa Jagang yang terkenal dengan sebutan Jagang Baceman. Pada suatu hari diceritakan, Saropah (adik misan Sarip) hendak pulang dari menagih pada orang-orang yang terpaut hutang dengan orang tuanya, di tengah jalan Saropah bertemu dengan Sarip dan pada saat itu Sarip bermaksud meminjam uang pada Saropah, karena belum mendapat izin dari orang tuanya, Saropah tidak mengabulkan permintaan Sarip. Sarip yang punya perangai kasar, tidak sabar dan memaksa Saropah untuk menyerahkan arloji yang sedang dipakainya, dan disaat terjadi perseteruan tersebut muncullah Paidi yang hendak menjemput Saropah. Oleh Orang tua Saropah Paidi memang telah dipercaya untuk menjaga Saropah agar aman dari ancaman orang2 yang tidak senang. Setelah terjadi perang mulut antara Sarip dan Paidi, terjadilah duel antara dua pendekar tersebut. Sebilah pisau ternyata tidak lebih mempan dibanding Jagang Baceman yang notabene lebih panjang, akhirnya Sarip tewas dalam perkelahian tersebut dan mayatnya dibuang di sungai Sedati. Dibagian hilir sungai Sedati, Ibunda Sarip tengah mencuci pakaian, entah kenapa pikirannya gundah gulana memikirkan anaknya itu. Dia berhenti mencuci karena ada warna merah darah yang mengalir di sungai itu, dia berjalan mencari sumber darah tersebut, alangkah terkejutnya dia ketika didapatinya sumber warna merah tersebut adalah mayat anaknya. Spontanitas dia menjerit seraya berteriak "Sariiip durung wayahe Nak....." (Terjemah: Sarip, belum waktunya, Nak). Anehnya Sarip bangkit dari kematiannya dan segera berlari menemui ibunya, kemudian menanyakan kepada ibunya tentang hal apa yang terjadi pada dirinya dan kenapa dia tidur di sungai. Konon kesaktian Sarip berawal dari kegemaran ayahnya yang suka bertapa, ketika Sarip masih dalam kandungan, ayahnya bertapa di sebuah Goa di daerah Sumber Manjing, Malang selama beberapa waktu, dan ayahnya kembali pada saat anaknya itu telah lahir dengan membawa sebongkah kecil tanah merah "Lemah Abang". Selanjutnya tanah tersebut dibelah dan diberikan pada Sarip dan Ibunya untuk dimakan. Dikatakan oleh ayah Sarip, dengan seijin Allah, bahwa Sarip akan dapat bangkit dari kematian apabila ibunya masih hidup, meskipun ia terbunuh 1.000 kali sehari. Mendengar Sarip Tambak Oso masih hidup, Paidi kemudian merasa malu karena mengaku sudah mengalahkannya. Mereka kemudian bertarung lagi. Tapi kali ini, Paidi yang dikalahkan dan akhirnya Paidi tewas di tangan Sarip. Suatu hari, sarip mendapati Ibunya sedang dihajar oleh Asisten Wedana Gedangan, karena ibunya dituduh tak membayar pajak sawah peninggalan ayahnya. Melihat hal tersebut Sarip marah dan tidak terima, tanpa pikir panjang Sarip langsung menghabisi nyawa Asisten Wedana Gedangan tersebut, dengan sebilah pisau yang menjadi senjata andalannya. Di mata Sarip Asisten Wedana, lurah dan carik Desa Tambak Oso dianggap Sarip anteknya Belanda. Dimana, era itu masyarakat mengalami hidup serba sulit, untuk makan saja susah, apalagi dimintai pajak. Dari sini kemudian Sarip melawan. Keberanian Sarip yang berpihak dan membela rakyat kecil membuat pemerintah Kompeni Belanda gerah. Selain dianggap pembuat onar dan menghasut rakyat untuk melawan Belanda, keberadaan Sarip menjadi pengganggu bagi kelancaran pemerintahan Belanda waktu itu. AKHIR KISAH SARIP TAMBAK OSO Atas terjadinya pembunuhan tersebut, akhirnya Sarip mulai diburu pemerintah Kompeni Belanda, Lurah Tambak Oso tidak mau membela Sarip, karena pembunuhan yang dilakukan Sarip itu termasuk tindakan pidana berat. Tapi Sarip termasuk licin,sehingga butuh waktu hingga 7 tahun bagi kompeni untuk mencari Sarip Tambak Oso. Perburuan Sarip diawali sejak tahun 1905 dan berakhir pada 1912. Dari dokumen-dokumen koran-koran Belanda yang terbit di tahun 1905 sampai 1912, beliau digambarkan sebagai sosok kriminal. Sepak terjang Sarip Tambak Oso yang kerap mencuri dan merampok rumah milik orang Belanda dan saudagar penindas rakyat menjadikan dirinya buronan bertahun-tahun pemerintah kolonial. Berbagai cara dan sayembara diselenggarakan dengan tujuan menangkap hidup atau mati Sarip terus diadakan. Sarip sendiri bukan tak bisa ditangkap atau terkalahkan dalam setiap perburuannya. Kesaktiannya yang mampu hidup kembali setelah dibunuh membuat lawan-lawannya maupun pemerintah kolonial Belanda membuat terheran-heran. Sampai suatu saat rahasia kesaktian Sarip dibocorkan oleh pamannya sendiri yang bernama Ridwan yang merupakan satu seperguruan dengan ayahnya. Kisah kematian Sarip sendiri ada beragam versi. Di antaranya Sarip mati karena ditembak oleh peluru dari emas. Usai tertembak, Sarip kemudian dikubur hidup-hidup di dalam sumur. Namun versi lain mengatakan, Belanda sebenarnya sudah mengetahui kelemahan Sarip yang terletak pada sosok ibunya. Maka, suatu saat, Sarip dan ibunya itu dijebak di rumah kakaknya yang bernama Mu'alim yang sudah bersekongkol dengan Belanda. Di rumah kakaknya itu, Sarip dan ibunya kemudian disergap oleh Belanda dan menembak mati ibunya. Dan Sarip kemudian ikut pula ditembak dengan peluru yang konon sudah dilumuri dengan minyak babi. Ada juga versi yang mengatakan bahwa Sarip tidak akan mati meski dibunuh berkali-kali kecuali tubuhnya dimutilasi dan dipisah-pisah. Sampai sekarang kisah kematian Sarip masih simpang siur kebenarannya. Namun, jika dilihat dari makamnya, Sarip Tambak Oso memang di makamkan di tiga tempat. Masing-masing makam itu konon merupakan bagian-bagian tubuh Sarip yang dipisah-pisah agar tidak hidup kembali. Bagian tubuh Sarip dikubur secara terpisah di Tambak Oso, Waru, di Buduran dan di Lemah Putro Kota Sidoarjo. FAKTA-FAKTA SARIP TAMBAK OSO 1. M Wildan Budayawan Sidoarjo dan Ketua Tim Penelusuran Sejarah Sarip memberikan pernyataan mengenai kesaktian Sarip yang konon mampu hidup lagi meski telah tewas merupakan mitos. Sebab berdasarkan dokumen-dokumen Belanda, Sarip ditembak saat penyergapan pada tahun 1912. Dari sumber Koran Belanda Sarip ditembak dari jarak 25 meter karena dianggap melakukan perlawanan menggunakan sebilah celurit. Dan Sarip tidak bangun lagi seperti diceritakan dalam ludruk. 2. Ada keturunan Sarip yang masih hidup saat ini, namanya Pak Kosim (62). Ia menyebut dirinya merupakan cucu Sarip. Pengakuan Kosim ini diperoleh dari ayahnya yang bernama Sholeh. Dari ayahnya, ia juga mendapat pusaka sebuah celurit yang diyakini milik kakeknya. Konon, celurit inilah yang dipakai terakhir kali oleh Sarip saat disergap Kompeni Belanda. Senjata tajam itu kini masih disimpan oleh Pak Kosim. Diketahui Pak Kosim saat ini tinggal di Tambak Sumur yang tak jauh dari Desa Tambak Oso. Selain celurit diyakini masih ada pusaka lain milik Sarip yaitu sebilah tombak, tapi kini tidak diketahui keberadaannya, kemudian besi kuning yang konon dikubur di Sawah Gundul, dikatakan sawah gundul karena hingga kini tidak bisa ditanami, sawah gundul ini letaknya antara Desa Tambak Oso dengan Desa Tambak Sumur, dari cerita yang berkembang, di titik sawah gundul itulah konon ada Jimat (senjata) Sarip berupa besi kuning yang dikubur. Mengenai informasi tentang keturunan Sarip, masih diteliti oleh Pemkab Sidoarjo. Sebab saat tewas ditembak kompeni Belanda, Sarip berusia sekitar 35 tahun dan tidak diketahui apakah sudah berkeluarga atau belum. 3. Pemkab Sidoarjo telah menemukan Makam Sarip Tambak Oso di TPU Lemah Putro. M Wildan, Ketua Tim Penelusuran Sarip Tambak Oso menuturkan penemuan makam tersebut setelah pihaknya mendapatkan arsip dari koran Belanda. 4. Makam Sarip Tambak Oso dikenal Angker. Sarip Tambak Oso dimakamkan di TPU Kwadengan, Lemah Putro. Sarip dimakamkan di sana usai dieksekusi kompeni Belanda pada tahun 1912. Purwandi (63) warga setempat memberikan kesaksian mengenai makam Tambak Oso. Ia menyebut saat kecil, sering dilarang bermain di area makam tersebut. Purwandi kemudian mengisahkan kejadian aneh yang pernah dialami warga setempat. Kejadian itu yakni ada seorang warga setempat yang menemukan kendi yang berada di sekitar area makam. Kendi itu kemudian dibawa pulang dan disimpan di rumah. Namun tak lama, warga tersebut kesurupan lalu sakit stroke. Mengetahui itu, kendi itu langsung dibuang. "Sejak saat itu, warga sini sudah tidak mau membahas Sarip. Makanya itu orangtua dulu nggak pernah mengizinkan anak-anaknya bermain di sekitar makam," tukas Purwandi. Itulah sekilas cerita sejarah tentang Sarip Tambak Oso pahlawan rakyat dari Sidoarjo, semoga bermanfaat. Sumber : Wikipedia, detik.com, kominfo Kab Sidoarjo

 SARIP TAMBAK OSO

URBAND LEGEND SIDOARJO


Jika masyarakat Betawi mempunyai kisah legenda pejuang Betawi Si Pitung, Ronda, Ji’ih dan masyarakat Bangil mengenal tokoh Sakera sebagai pahlawan mereka, maka masyarakat Sidoarjo, Jawa Timur pun mempunyai sosok pejuang yang melegenda karena keberaniannya yaitu Sarip Tambak Oso. Secara garis besar cerita Sarip Tambak Oso tidak jauh berbeda, yakni perjuangan sang pendekar kampung melawan penindasan Kompeni Belanda dan antek-anteknya, yang dibumbui konflik antara masyarakat dan penguasa pada saat itu, yang pada akhirnya mati diterjang peluru serdadu Belanda, dan meskipun sering dipentaskan dalam seni tradisional ludruk di Jawa Timur (terutama di daerah Surabaya dan Sidoarjo), sayangnya minim sekali literature ataupun sumber sejarah mengenai “Robin Hood” Sidoarjo ini. Karena kebanyakan cerita Sarip ini lebih banyak dituturkan secara lisan dari mulut ke mulut.  Penulis mencoba untuk merangkum dari berbagai sumber, baik cerita lisan atau sumber media baik masa kini maupun era Belanda dulu. Dan berikut kisah Sarip Tambak Oso yang diambil dari berbagai sumber.



ASAL USUL

Sarip diperkirakan hidup di akhir abad ke-19. Dan Tambak Oso merupakan nama sebuah desa di Kecamatan Waru, Sidoarjo. Desa tersebut diyakini merupakan asal Sarip, tapi  menurut Budayawan Sidoarjo, Henri Nurcahyo menyatakan bahwa Sarip kemungkinan bukan asli dari Tambak Oso (ada yang mengatakan dari Madura) tapi memang beliau tinggal di desa tersebut, sehingga beliau dikenal sebagai Sarip Tambak Oso. 


Sarip diketahui merupakan anak yatim dari kecil. Ayahnya meninggal saat Sarip masih di dalam kandungan. Ayah Sarip, diyakini merupakan salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Saat meninggal, ayah Sarip mewariskan hamparan sawah yang luas. Namun karena luasnya itu, sawah itu kemudian dititipkan untuk dikelola oleh paman Sarip bernama Ridwan. Namun rupanya, Sarip dan ibunya tak pernah mendapatkan hasil sawah yang dikelola pamannya itu. Ini karena pamannya terlalu rakus untuk membagikan kepada Sarip dan ibunya. Sarip kemudian tumbuh sebagai anak dari kecil hingga remaja di bawah pengasuhan ibunya. Sarip menghabiskan masa kecilnya di sekitar kali Sedati. Sarip adalah pemuda jagoan dari desa Tambak Oso yang berhati keras, mudah marah, namun sangat menyayangi kaum miskin, terutama kepada ibunya yang seorang janda. Di tengah kemiskinan dan kebodohan, Sarip bertindak sebagai maling budiman bak “Robin Hood” yang mencuri di rumah-rumah orang Belanda, saudagar kikir, dan para lintah darat, untuk dibagi-bagikan kepada warga miskin. Dan akhirnya Sarip selalu menjadi Target Operasi Pemerintah Kompeni Belanda, karena perbuatannya yang dianggap membuat keonaran dan memprovokasi masyarakat untuk menentang kebijakan Belanda.


LATAR BELAKANG PERLAWANAN DAN KISAH KESAKTIAN SARIP TAMBAK OSO

Salah satu kisah yang melegenda dan sering dipentaskan dalam ludruk adalah mengenai kesaktian Sarip, yang konon bisa bangkit lagi dari kematian. Diketahui Dusun Tambak Oso dibagi menjadi 2 (dua) wilayah yang dibatasi oleh sebuah sungai, wilayah tersebut biasa disebut Wetan kali dan Kulon Kali. Masing-masing wilayah mempunyai Jagoan (orang yang disegani karena kesaktiannya). Wilayah Kulon kali di kuasai oleh seorang jagoan bernama Paidi, dan Wetan kali dikuasai oleh Sarip.


Paidi adalah seorang pendekar yang berprofesi sebagai Kusir Dokar yang mempunyai senjata andalan berupa Jagang yang terkenal dengan sebutan Jagang Baceman. 


Pada suatu hari diceritakan, Saropah (adik misan Sarip) hendak pulang dari menagih pada orang-orang yang terpaut hutang dengan orang tuanya, di tengah jalan Saropah bertemu dengan Sarip dan pada saat itu Sarip bermaksud meminjam uang pada Saropah, karena belum mendapat izin dari orang tuanya, Saropah tidak mengabulkan permintaan Sarip. Sarip yang punya perangai kasar, tidak sabar dan memaksa Saropah untuk menyerahkan arloji yang sedang dipakainya, dan disaat terjadi perseteruan tersebut muncullah Paidi yang hendak menjemput Saropah. Oleh Orang tua Saropah Paidi memang telah dipercaya untuk menjaga Saropah agar aman dari ancaman orang2 yang tidak senang. Setelah terjadi perang mulut antara Sarip dan Paidi, terjadilah duel antara dua pendekar tersebut. Sebilah pisau  ternyata tidak lebih mempan dibanding Jagang Baceman yang notabene lebih panjang, akhirnya Sarip tewas dalam perkelahian tersebut dan mayatnya dibuang di sungai Sedati.


Dibagian hilir sungai Sedati, Ibunda Sarip tengah mencuci pakaian, entah kenapa pikirannya gundah gulana memikirkan anaknya itu. Dia berhenti mencuci karena ada warna merah darah yang mengalir di sungai itu, dia berjalan mencari sumber darah tersebut, alangkah terkejutnya dia ketika didapatinya sumber warna merah tersebut adalah mayat anaknya. Spontanitas dia menjerit seraya berteriak "Sariiip durung wayahe Nak....." (Terjemah: Sarip, belum waktunya, Nak). Anehnya Sarip bangkit dari kematiannya dan segera berlari menemui ibunya, kemudian menanyakan kepada ibunya tentang hal apa yang terjadi pada dirinya dan kenapa dia tidur di sungai.


Konon kesaktian Sarip berawal dari kegemaran ayahnya yang suka bertapa, ketika Sarip masih dalam kandungan, ayahnya bertapa di sebuah Goa di daerah Sumber Manjing, Malang selama beberapa waktu, dan ayahnya kembali pada saat anaknya itu telah lahir dengan membawa sebongkah kecil tanah merah "Lemah Abang". Selanjutnya tanah tersebut dibelah dan diberikan pada Sarip dan Ibunya untuk dimakan. Dikatakan oleh ayah Sarip, dengan seijin Allah, bahwa Sarip akan dapat bangkit dari kematian apabila ibunya masih hidup, meskipun ia terbunuh 1.000 kali sehari.


Mendengar Sarip Tambak Oso masih hidup, Paidi kemudian merasa malu karena mengaku sudah mengalahkannya. Mereka kemudian bertarung lagi. Tapi kali ini, Paidi yang dikalahkan dan akhirnya Paidi tewas di tangan Sarip.


Suatu hari, sarip mendapati Ibunya sedang dihajar oleh Asisten Wedana Gedangan, karena ibunya dituduh tak membayar pajak sawah peninggalan ayahnya. Melihat hal tersebut Sarip marah dan tidak terima, tanpa pikir panjang Sarip langsung menghabisi nyawa Asisten Wedana Gedangan tersebut, dengan sebilah pisau yang menjadi senjata andalannya. Di mata Sarip Asisten Wedana, lurah dan carik Desa Tambak Oso dianggap Sarip anteknya Belanda. Dimana, era itu masyarakat mengalami hidup serba sulit, untuk makan saja susah, apalagi dimintai pajak. Dari sini kemudian Sarip melawan. Keberanian Sarip yang berpihak dan membela rakyat kecil membuat pemerintah Kompeni Belanda gerah. Selain dianggap pembuat onar dan menghasut rakyat untuk melawan Belanda, keberadaan Sarip menjadi pengganggu bagi kelancaran pemerintahan Belanda waktu itu.

 

AKHIR KISAH SARIP TAMBAK OSO

Atas terjadinya pembunuhan tersebut, akhirnya Sarip mulai diburu pemerintah Kompeni Belanda, Lurah Tambak Oso tidak mau membela Sarip, karena pembunuhan yang dilakukan Sarip itu termasuk tindakan pidana berat. Tapi Sarip termasuk licin,sehingga butuh waktu hingga 7 tahun bagi kompeni untuk mencari Sarip Tambak Oso. Perburuan Sarip diawali sejak tahun 1905 dan berakhir pada 1912. Dari dokumen-dokumen koran-koran Belanda yang terbit di tahun 1905 sampai 1912, beliau digambarkan sebagai sosok kriminal. Sepak terjang Sarip Tambak Oso yang kerap mencuri dan merampok rumah milik orang Belanda dan saudagar penindas rakyat menjadikan dirinya buronan bertahun-tahun pemerintah kolonial. Berbagai cara dan sayembara diselenggarakan dengan tujuan menangkap hidup atau mati Sarip terus diadakan.

Sarip sendiri bukan tak bisa ditangkap atau terkalahkan dalam setiap perburuannya. Kesaktiannya yang mampu hidup kembali setelah dibunuh membuat lawan-lawannya maupun pemerintah kolonial Belanda membuat terheran-heran. Sampai suatu saat rahasia kesaktian Sarip dibocorkan oleh pamannya sendiri yang bernama Ridwan yang merupakan satu seperguruan dengan ayahnya.


Kisah kematian Sarip sendiri ada beragam versi. Di antaranya Sarip mati karena ditembak oleh peluru dari emas. Usai tertembak, Sarip kemudian dikubur hidup-hidup di dalam sumur.


Namun versi lain mengatakan, Belanda sebenarnya sudah mengetahui kelemahan Sarip yang terletak pada sosok ibunya. Maka, suatu saat, Sarip dan ibunya itu dijebak di rumah kakaknya yang bernama Mu'alim yang sudah bersekongkol dengan Belanda.


Di rumah kakaknya itu, Sarip dan ibunya kemudian disergap oleh Belanda dan menembak mati ibunya. Dan Sarip kemudian ikut pula ditembak dengan peluru yang konon sudah dilumuri dengan minyak babi.


Ada juga versi yang mengatakan bahwa Sarip tidak akan mati meski dibunuh berkali-kali kecuali tubuhnya dimutilasi dan dipisah-pisah. Sampai sekarang kisah kematian Sarip masih simpang siur kebenarannya. Namun, jika dilihat dari makamnya, Sarip Tambak Oso memang di makamkan di tiga tempat. Masing-masing makam itu konon merupakan bagian-bagian tubuh Sarip yang dipisah-pisah agar tidak hidup kembali. Bagian tubuh Sarip dikubur secara terpisah di Tambak Oso, Waru, di Buduran dan di Lemah Putro Kota Sidoarjo.


FAKTA-FAKTA SARIP TAMBAK OSO


1. M Wildan Budayawan Sidoarjo dan Ketua Tim Penelusuran Sejarah Sarip memberikan pernyataan mengenai kesaktian Sarip yang konon mampu hidup lagi meski telah tewas merupakan mitos. Sebab berdasarkan dokumen-dokumen Belanda, Sarip ditembak saat penyergapan pada tahun 1912. Dari sumber Koran Belanda Sarip ditembak dari jarak 25 meter karena dianggap melakukan perlawanan menggunakan sebilah celurit. Dan Sarip tidak bangun lagi seperti diceritakan dalam ludruk.


2. Ada keturunan Sarip yang masih hidup saat ini, namanya Pak Kosim (62). Ia menyebut dirinya merupakan cucu Sarip. Pengakuan Kosim ini diperoleh dari ayahnya yang bernama Sholeh. Dari ayahnya, ia juga mendapat pusaka sebuah celurit yang diyakini milik kakeknya. Konon, celurit inilah yang dipakai terakhir kali oleh Sarip saat disergap Kompeni Belanda. Senjata tajam itu kini masih disimpan oleh Pak Kosim. Diketahui Pak Kosim saat ini tinggal di Tambak Sumur yang tak jauh dari Desa Tambak Oso. Selain celurit diyakini masih ada pusaka lain milik Sarip yaitu sebilah tombak, tapi kini tidak diketahui keberadaannya, kemudian besi kuning yang konon dikubur di Sawah Gundul, dikatakan sawah gundul karena hingga kini tidak bisa ditanami, sawah gundul ini letaknya antara Desa Tambak Oso dengan Desa Tambak Sumur, dari cerita yang berkembang, di titik sawah gundul itulah konon ada Jimat (senjata) Sarip berupa besi kuning yang dikubur. Mengenai informasi tentang keturunan Sarip, masih diteliti oleh Pemkab Sidoarjo. Sebab saat tewas ditembak kompeni Belanda, Sarip berusia sekitar 35 tahun dan tidak diketahui apakah sudah berkeluarga atau belum.


3. Pemkab Sidoarjo telah menemukan Makam Sarip Tambak Oso di TPU Lemah Putro. M Wildan, Ketua Tim Penelusuran Sarip Tambak Oso menuturkan penemuan makam tersebut setelah pihaknya mendapatkan arsip dari koran Belanda.


4. Makam Sarip Tambak Oso dikenal Angker. Sarip Tambak Oso dimakamkan di TPU Kwadengan, Lemah Putro. Sarip dimakamkan di sana usai dieksekusi kompeni Belanda pada tahun 1912. Purwandi (63) warga setempat memberikan kesaksian mengenai makam Tambak Oso. Ia menyebut saat kecil, sering dilarang bermain di area makam tersebut. Purwandi kemudian mengisahkan kejadian aneh yang pernah dialami warga setempat. Kejadian itu yakni ada seorang warga setempat yang menemukan kendi yang berada di sekitar area makam. Kendi itu kemudian dibawa pulang dan disimpan di rumah. Namun tak lama, warga tersebut kesurupan lalu sakit stroke. Mengetahui itu, kendi itu langsung dibuang. "Sejak saat itu, warga sini sudah tidak mau membahas Sarip. Makanya itu orangtua dulu nggak pernah mengizinkan anak-anaknya bermain di sekitar makam," tukas Purwandi.


Itulah sekilas cerita sejarah tentang Sarip Tambak Oso pahlawan rakyat dari Sidoarjo, semoga bermanfaat.


Sumber : Wikipedia, detik.com, kominfo Kab Sidoarjo

No comments:

Post a Comment