20 April 2024

K.G.P.A.A MANGKUNAGARA IV Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A) Mangkunegoro IV terlahir dengan nama Raden Mas Sudiro, lahir pada tanggal 1 Sapar tahun Jimakir 1736 windu Sancaya atau Masehi tanggal 3 Maret 1811, Minggu Legi jam 11 malam di Dalem Hadiwijayan. Beliau putra Kanjeng Pangeran Harya Hadiwijaya I yang nomor 7 (atau nomor 3 yang laki-laki). Dari garis keturunan ayah beliau cucu Bandara Raden Mas Tumenggung Harya Kusumadiningrat, cicit (buyut) dari Kanjeng Pangeran Harya (KPH) Hadiwijaya yang gugur di Kali Abu daerah Salaman Kedu (gugur tatkala melawan Kompeni/VOC). Ibu beliau adalah GRAy Sakeli puteri KGPAA Mangkunegoro II, jadi beliau ini cucu Mangkunegoro II dan beliau diangkat sebagai anak sendiri oleh Mangkunegoro III yang juga saudara sepupunya yang kemudian dinikahkan dengan putrinya yang bernama BRAy Dunuk sehingga beliau menjadi menantu Mangkunegoro III. Sinuwun Pakubuwana III memiliki putri menikah dengan KPH Kusumadiningrat putra dari KPH Hadiwijaya seda Kaliabu, menurunkan KPH Hadiwijaya I. KPH Hadiwijaya I menikah dengan GRAy Sakeli putri KGPAA Mangkunagara II menurunkan KGPAA Mangkunagara IV Beliau mendapatkan pendidikan dari kakeknya Mangkunegara II, setelah berumur 10 tahun oleh kakeknya ia diserahkan kepada Sarengat alias Pangeran Rio, saudara sepupunya yang kelak menjadi Mangkunegoro III, Pangeran Rio diserahi tugas untuk mendidik Sudiro tentang membaca, menulis, berbagai cabang kesenian dan kebudayaan serta ilmu pengetahuan lainnya lima tahun ia belajar dengan tekun di bawah bimbingan Pangeran Rio. Pada usia muda sekitar 15 tahun ia telah masuk dinas militer, dan menjadi taruna infantri legiun Mangkunegoro, tiga tahun kemudian ia diangkat menjadi Kapten, lalu ia nikah dengan puteri KPH Surya Mataram dengan sebutan baru RMH Gondokusumo. Karena kecakapan dan memiliki bobot kepemimpinan yang tinggi ia memperoleh kepercayaan dan terpilih menjadi pembantu dekat Mangkunegoro III dengan mengangkat pepatih Dalem (patih raja dalam urusan dalam) selanjutnya menjadi ajudan dalam dan terakhir menjadi komandan infantri legiun Mangkunegoro dengan pangkat Mayor. Agar lebih menjadi akrab lagi dengan Mangkunegoro III, maka ia dinikahkan pula dengan puterinya yang sulung bernama BRAj Dunuk. Karena kepribadiannya yang kuat, cita-citanya yang tinggi, wawasannya yang jauh, kewibawaan yaitu dalam kemiliteran, ketrampilannya dalam pemerintahannya, kedalaman perasaannya dalam agama dan seni budaya, ia diangkat menjadi pengganti Mangkunegara III setelah beliau wafat, ia diangkat dengan sebutan Prabu Prangwadana letnan kolonel infantri legiun Mangkunegaran pada tanggal 14 Rabiul Awal tahun Jimawal 1781 atau tanggal 24 Maret 1853. Adapun gelar Mangkunegoro IV diraihnya pada hari Rabu Kliwon 27 Sura tahun Jimakir 1786, berdasarkan Surat Keputusan tanggal 16 Agustus 1857 dalam usia 47 tahun. Mangkunegoro IV telah mencapai kematangan dalam berbagai bidang sejak sebelum menjadi raja Mangkunegaran, oleh sebab setelah ia menduduki jabatan tersebut, ia segera mengambil inisiatif dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, seni budaya dan lain-lain, sehingga ia memiliki otonomi penuh mengenai urusan ke dalam seperti halnya Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Dan ia berhak mengatur pemerintahan sendiri, mengatur rakyatnya menjamin ketenteraman dan kesejahteraan mereka sebagai penguasa penuh di daerahnya. Bahkan ia merasa sebagainya raja ketiga di samping Sunan Surakarta dan Sultan Yogyakarta sehingga pada masa pemerintahannya daerahnya bertambah luas hingga daerah Sukawati (Sragen) yg dulu dikuasai Kraton Yogyakarta. Dalam masa pemerintahan Mangkunegoro IV diterangkan bahwa beliau mengalami kemajuan dalam segala bidang sehingga Mangkunegoro IV merupakan negarawan yang cukup terpandang. Dibidang Perekonomian, Beliau Mendirikan Pabrik Gula Colomadu dan Tasikmadu, Perkebunan Kopi di Salatiga, Perkebunan Teh di Kemuning. Kebesaran Mangkunegoro IV terutama sebagai seorang sastrawan dan kebudayaan Jawa, dapat dilihat dalam karya-karya sastra yang dihasilkannya yakin antara lain, Tripama, Manukarsa, Nayakawara, Yogatama, Paramnita, Pralambang lara kenya, Langen swara dan lain-lain. Dari hasil-hasil karya sastra di atas, Mangkunegoro IV dipandang sebagai salah seorang sastrawan dalam masa kebangkitan kembali kesusastraan Jawa baru dalam masa Surakarta. KGPAA Mangkunegara IV memerintah selama 28th , meninggal dalam usia 72 th pada Jumat Pahing tanggal 2 September 1881 dimakamkan di Astana Girilayu Karanganyar ( KRT Sajid Jayaningrat )

 K.G.P.A.A MANGKUNAGARA IV


Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A) Mangkunegoro IV terlahir dengan nama Raden Mas Sudiro, lahir pada tanggal 1 Sapar tahun Jimakir 1736 windu Sancaya atau Masehi tanggal 3 Maret 1811, Minggu Legi jam 11 malam di Dalem Hadiwijayan. 


Beliau putra Kanjeng Pangeran Harya Hadiwijaya I yang nomor 7 (atau nomor 3 yang laki-laki). Dari garis keturunan ayah beliau cucu Bandara Raden Mas Tumenggung Harya Kusumadiningrat, cicit (buyut) dari Kanjeng Pangeran Harya (KPH) Hadiwijaya yang gugur di Kali Abu daerah Salaman Kedu (gugur tatkala melawan Kompeni/VOC). Ibu beliau adalah GRAy Sakeli puteri KGPAA Mangkunegoro II, jadi beliau ini cucu Mangkunegoro II dan beliau diangkat sebagai anak sendiri oleh Mangkunegoro III yang juga saudara sepupunya yang kemudian dinikahkan dengan putrinya yang bernama BRAy Dunuk sehingga beliau menjadi menantu Mangkunegoro III. 


Sinuwun Pakubuwana III memiliki putri menikah dengan KPH Kusumadiningrat putra dari KPH Hadiwijaya seda Kaliabu,  menurunkan KPH Hadiwijaya I. KPH Hadiwijaya I menikah dengan GRAy Sakeli putri KGPAA Mangkunagara II menurunkan KGPAA Mangkunagara IV


Beliau  mendapatkan pendidikan dari kakeknya Mangkunegara II, setelah berumur 10 tahun oleh kakeknya ia diserahkan kepada Sarengat alias Pangeran Rio, saudara sepupunya yang kelak menjadi Mangkunegoro III, Pangeran Rio diserahi tugas untuk mendidik Sudiro tentang membaca, menulis, berbagai cabang kesenian dan kebudayaan serta ilmu pengetahuan lainnya lima tahun ia belajar dengan tekun di bawah bimbingan Pangeran Rio.

Pada usia muda sekitar 15 tahun ia telah masuk dinas militer, dan menjadi taruna infantri legiun Mangkunegoro, tiga tahun kemudian ia diangkat menjadi Kapten, lalu ia nikah dengan puteri KPH Surya  Mataram dengan sebutan baru RMH Gondokusumo. Karena kecakapan dan memiliki bobot kepemimpinan yang tinggi ia memperoleh kepercayaan dan terpilih menjadi pembantu dekat Mangkunegoro III dengan mengangkat pepatih Dalem (patih raja dalam urusan dalam) selanjutnya menjadi ajudan dalam dan terakhir menjadi komandan infantri legiun Mangkunegoro dengan pangkat Mayor. Agar lebih menjadi akrab lagi dengan Mangkunegoro III, maka ia dinikahkan pula dengan puterinya yang sulung bernama BRAj Dunuk. 

Karena kepribadiannya yang kuat, cita-citanya yang tinggi, wawasannya yang jauh, kewibawaan yaitu dalam kemiliteran, ketrampilannya dalam pemerintahannya, kedalaman perasaannya dalam agama dan seni budaya, ia diangkat menjadi pengganti Mangkunegara III setelah beliau wafat, ia diangkat dengan sebutan Prabu Prangwadana letnan kolonel infantri legiun Mangkunegaran pada tanggal 14 Rabiul Awal tahun Jimawal 1781 atau tanggal 24 Maret 1853. Adapun gelar Mangkunegoro IV diraihnya pada hari Rabu Kliwon 27 Sura tahun Jimakir 1786, berdasarkan Surat Keputusan tanggal 16 Agustus 1857 dalam usia 47 tahun. 


Mangkunegoro IV telah mencapai kematangan dalam berbagai bidang sejak sebelum menjadi raja Mangkunegaran, oleh sebab setelah ia menduduki jabatan tersebut, ia segera mengambil inisiatif dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, seni budaya dan lain-lain, sehingga ia memiliki otonomi penuh mengenai urusan ke dalam seperti halnya Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Dan ia berhak mengatur pemerintahan sendiri, mengatur rakyatnya menjamin ketenteraman dan kesejahteraan mereka sebagai penguasa penuh di daerahnya. Bahkan ia merasa sebagainya raja ketiga di samping Sunan Surakarta dan Sultan Yogyakarta sehingga pada masa pemerintahannya daerahnya bertambah luas hingga daerah Sukawati (Sragen) yg dulu dikuasai Kraton Yogyakarta.

Dalam masa pemerintahan Mangkunegoro IV diterangkan bahwa beliau mengalami kemajuan dalam segala bidang sehingga Mangkunegoro IV merupakan negarawan yang cukup terpandang.


Dibidang Perekonomian, Beliau Mendirikan Pabrik Gula Colomadu dan Tasikmadu, Perkebunan Kopi di Salatiga, Perkebunan Teh di Kemuning. Kebesaran Mangkunegoro IV terutama sebagai seorang sastrawan dan kebudayaan Jawa, dapat dilihat dalam karya-karya sastra yang dihasilkannya yakin antara lain, Tripama, Manukarsa, Nayakawara, Yogatama, Paramnita, Pralambang lara kenya, Langen swara dan lain-lain. Dari hasil-hasil karya sastra di atas, Mangkunegoro IV dipandang sebagai salah seorang sastrawan dalam masa kebangkitan   kembali kesusastraan Jawa baru dalam masa Surakarta.

KGPAA Mangkunegara IV memerintah selama 28th , meninggal dalam usia 72 th pada Jumat Pahing tanggal 2 September 1881 dimakamkan di Astana Girilayu Karanganyar



( KRT Sajid Jayaningrat )

No comments:

Post a Comment