21 April 2024

Yamaha dikenal sebagai produsen alat musik terbesar di dunia, produsen sepeda motor terbesar nomor dua di dunia dan pabrikan tersukses kedua sepanjang masa di ajang balap MotoGP. Namun siapa sangka jika perusahaan raksasa Jepang ini didirikan oleh orang yang memiliki nol pengetahuan akan alat musik dan mesin motor? Namanya adalah Torakusu Yamaha. Siluet wajahnya juga kami tampilkan sekilas dalam penampilan Yuval Salomon saat membawakan lagu Bohemian Rhapsody dengan grand piano Yamaha di posting kami sebelumnya. Torakusu Yamaha adalah pendiri Nippon Gakki Co., Ltd, perusahaan yang kemudian menjadi cikal bakal Yamaha. Torakusu dilahirkan pada 20 April 1851. Ia merupakan anak ketiga dari sebuah keluarga samurai rendah di dalam klan Kishu Tokugawa. Tidak heran, Torakusu kemudian tumbuh sebagai ahli seni beladiri kendo. Ayahnya juga merupakan seorang astronom sehingga masa kecil Torakusu juga dikelilingi oleh buku dan alat-alat pengamatan astronomi. Dari sinilah kemudian, mesin dan teknologi menarik minat Torakusu. Ketika era Restorasi Meiji dimulai, pada tahun 1871 ia pergi ke Nagasaki dan mulai belajar mengenai pembuatan jam tangan. Bakatnya di bidang mekanika membuatnya cepat menjadi ahli dalam bidang ini. Ia kemudian juga tertarik untuk belajar mengenai peralatan medis. Untuk mengejar keinginannya mempelajari seluk-beluk peralatan medis, Torakusu kemudian pergi ke Osaka. Di sana, ia tinggal di belakang sebuah toko peralatan medis. Pada tahun 1884, ia berpindah ke Hamamatsu, bekerja sebagai teknisi yang memperbaiki alat-alat medis. Untuk mencukupi pengeluaran eksperimennya, ia harus bekerja sambilan sebagai teknisi jam tangan sekaligus penarik becak untuk seorang direktur sebuah rumah sakit. Suatu hari, kepala sekolah dari SD Jinjo mengeluh kepada Torakusu bahwa organ yang dimiliki sekolah tersebut tidak berbunyi. Pada saat itu, harga sebuah organ sangatlah mahal. Satu unit organ dapat digunakan untuk membeli 900 kg hingga 1 ton beras. Ketika didesak oleh sang kepala sekolah untuk memperbaiki organ itu, tidak butuh waktu lama bagi Torakusu untuk menemukan apa yang salah dari instrumen itu dan kemudian memperbaikinya. Di sela-sela memperbaiki organ ini, muncul ide dari Torakusu untuk membuat sendiri alat musik itu. Ia pun diam-diam membuat cetak biru dari alat musik itu. "Saya percaya mampu membuat reed organ seperti ini hanya dengan uang 3 yen," katanya membual kepada Sang Kepala Sekolah. Namun bualan seorang samurai tidaklah sekedar omong kosong seperti kaum rebahan, dengan semangat bushido, Torakusu segera membuat protitipe organ pertamanya. Ia merasa jika orang Jepang harus mampu memproduksi sendiri alat ini. Sehingga Jepang tidak perlu terus menerus mengimpor alat musik mahal tersebut, tidak seperti saudara mudanya di seberang lautan yang lebih memilih kecanduan impor daripada berkreasi dan mandiri. Setelah proses trial error yang tidak mudah selama dua bulan, ia berhasil menyelesaikan organ eksperimen yang pertama. Dia membawa organ ini sejauh lebih dari 200 km kepada Shuji Izawa, kepala Ongaku Torishirabejo (Institut Musik, saat ini menjadi departemen musik dari Tokyo University of Arts). "Ini tidak layak untuk dimainkan karena penyetelannya tidak akurat," jelas Shuji Izawa yang menilai organ ini tidak layak meskipun dibuat sangat halus dan bagus. Shuji menganjurkan Torakusu untuk mempelajari musik. Setelah sebulan belajar musik, Torakusu kemudian mencoba peruntungannya yang kedua. Organ percobaan yang kedua pun jadi. Dan Shuji Izawa mengatakan bahwa organ tersebut cukup baik untuk menggantikan organ impor. Dari sinilah legenda Yamaha dimulai. Dia langsung menerima pesanan tujuh organ, termasuk untuk gubernur Prefektur Shizuoka. Pada tahun 1888 memulai bisnisnya dengan nama Yamaha Fukin Seizojo (Yamaha Organ Factory) di sebuah bekas bangunan kuil di Hamamatsu, kota yang saat ini menjadi markas besar dari keseluruhan lini industri Yamaha. Pada periode ini, Torakusu juga mengajarkan pembuatan instrumen organ kepada seorang anak magang bernama Koichi Kawai, yang saat itu masih berusia 11 tahun. Torakusu sangat menyukai Kawai karena memiliki bakat alamiah dalam musik dan teknik. Perusahaan rintisan tersebut berkembang pesat, dan kemudian Torakusu mendirikan Nippon Gakki Co., Ltd pada 1897 untuk mengakomodir usahanya. Perusahaan inilah yang kelak menjadi cikal bakal dua raksasa Yamaha. Nippon Gakki kemudian mulai memperlebar sayap ke produksi piano pada 1900. Pada bulan Maret 1902, Torakusu menerima Medali Kehormatan. Torakusu juga menjabat sebagai direktur Kereta Api Hamamatsu. Pada tahun 1904, produksi piano dan organ Torakusu mendapatkan penghargaan pada ajang Louisiana Purchase Expo di Saint Louis, Missouri, Amerika Serikat. Produksi alat musik Nippon Gakki pun kemudian berkembang dan mendunia, melingkupi harmonika serta fonograf. Di masa tuanya, Torakusu terpilih menjadi anggota Dewan Kota Hamamatsu dan diangkat sebagai Wakil Ketua dewan pada tahun 1911. Torakusu Yamaha meninggal pada 8 Agustus 1916 di usia 65 tahun. Perusahaan kemudian diteruskan oleh wakilnya, Chiyomaru Amano. Memasuki era perang, Militer Jepang kemudian tertarik dan akhirnya menyeret Yamaha untuk membuat baling-baling pesawat tempur. Hal ini membuat murid andalan Torakusu yang bernama Koichi Kawai meninggalkan Yamaha dan mendirikan pabrik piano sendiri pada tahun 1927. Yamaha kemudian dipimpin oleh Kaichi Kawakami. Meskipun sempat terpuruk pasca kekalahan Jepang, di bawah pimpinan baru Genichi Kawakami pada tahun 1950, Yamaha bangun dan kembali merajai industri musik. Tidak berhenti di musik, pada tahun 1954 Yamaha mulai memproduksi sepeda motor di bekas pabrik baling-baling pesawat tempurnya di Iwata. Yamaha terus berkembang, di dunia musik, nama Yamaha sangat mentereng. Produknya merentang dari grand piano, gitar, timpani, dan produk ikoniknya electone. Yamaha digunakan oleh Freddie Mercury, Chick Corea, Daryl Hall, Vanessa Carlton, Norm Freeman dan ribuan musisi lainnya. Selain itu, nama Yamaha juga banyak dijumpai di jalanan, melekat pada bodi-bodi sepeda motor yang mengutamakan keindahan desain, kehandalan mesin dan harga terjangkau. Di dunia balap, semenjak mengikuti balapan pada tahun 1961 dan merajai balap kubikasi menengah, Yamaha juga menjuarai kelas para raja di GP500 mulai tahun 1975 dengan juara dunia Giacomo Agostini, Kenny Roberts Sr., Eddie Lawson, Wayne Rainey, dan kemudian di era MotoGP bersama Valentino Rossi, Jorge Lorenzo dan Fabio Quartararo. Di berbagai kelas grandprix motor, Yamaha memenangkan 48 gelar, hanya kalah dari kompatriotnya dari Hamamatsu yang terjun balapan terlebih dahulu, Soichiro Honda.

 Yamaha dikenal sebagai produsen alat musik terbesar di dunia, produsen sepeda motor terbesar nomor dua di dunia dan pabrikan tersukses kedua sepanjang masa di ajang balap MotoGP.



Namun siapa sangka jika perusahaan raksasa Jepang ini didirikan oleh orang yang memiliki nol pengetahuan akan alat musik dan mesin motor? Namanya adalah Torakusu Yamaha. Siluet wajahnya juga kami tampilkan sekilas dalam penampilan Yuval Salomon saat membawakan lagu Bohemian Rhapsody dengan grand piano Yamaha di posting kami sebelumnya.


Torakusu Yamaha adalah pendiri Nippon Gakki Co., Ltd, perusahaan yang kemudian menjadi cikal bakal Yamaha. Torakusu dilahirkan pada 20 April 1851. Ia merupakan anak ketiga dari sebuah keluarga samurai rendah di dalam klan Kishu Tokugawa.


Tidak heran, Torakusu kemudian tumbuh sebagai ahli seni beladiri kendo. Ayahnya juga merupakan seorang astronom sehingga masa kecil Torakusu juga dikelilingi oleh buku dan alat-alat pengamatan astronomi. Dari sinilah kemudian, mesin dan teknologi menarik minat Torakusu. 


Ketika era Restorasi Meiji dimulai, pada tahun 1871 ia pergi ke Nagasaki dan mulai belajar mengenai pembuatan jam tangan. Bakatnya di bidang mekanika membuatnya cepat menjadi ahli dalam bidang ini. Ia kemudian juga tertarik untuk belajar mengenai peralatan medis. 


Untuk mengejar keinginannya mempelajari seluk-beluk peralatan medis, Torakusu kemudian pergi ke Osaka. Di sana, ia tinggal di belakang sebuah toko peralatan medis. Pada tahun 1884, ia berpindah ke Hamamatsu, bekerja sebagai teknisi yang memperbaiki alat-alat medis. Untuk mencukupi pengeluaran eksperimennya, ia harus bekerja sambilan sebagai teknisi jam tangan sekaligus penarik becak untuk seorang direktur sebuah rumah sakit. 


Suatu hari, kepala sekolah dari SD Jinjo mengeluh kepada Torakusu bahwa organ yang dimiliki sekolah tersebut tidak berbunyi. Pada saat itu, harga sebuah organ sangatlah mahal. Satu unit organ dapat digunakan untuk membeli 900 kg hingga 1 ton beras. 


Ketika didesak oleh sang kepala sekolah untuk memperbaiki organ itu, tidak butuh waktu lama bagi Torakusu untuk menemukan apa yang salah dari instrumen itu dan kemudian memperbaikinya. Di sela-sela memperbaiki organ ini, muncul ide dari Torakusu untuk membuat sendiri alat musik itu. Ia pun diam-diam membuat cetak biru dari alat musik itu.


"Saya percaya mampu membuat reed organ seperti ini hanya dengan uang 3 yen," katanya membual kepada Sang Kepala Sekolah.


Namun bualan seorang samurai tidaklah sekedar omong kosong seperti kaum rebahan, dengan semangat bushido, Torakusu segera membuat protitipe organ pertamanya. Ia merasa jika orang Jepang harus mampu memproduksi sendiri alat ini. Sehingga Jepang tidak perlu terus menerus mengimpor alat musik mahal tersebut, tidak seperti saudara mudanya di seberang lautan yang lebih memilih kecanduan impor daripada berkreasi dan mandiri.


Setelah proses trial error yang tidak mudah selama dua bulan, ia berhasil menyelesaikan organ eksperimen yang pertama. Dia membawa organ ini sejauh lebih dari 200 km kepada Shuji Izawa, kepala Ongaku Torishirabejo (Institut Musik, saat ini menjadi departemen musik dari Tokyo University of Arts).


"Ini tidak layak untuk dimainkan karena penyetelannya tidak akurat," jelas Shuji Izawa yang menilai organ ini tidak layak meskipun dibuat sangat halus dan bagus. Shuji menganjurkan Torakusu untuk mempelajari musik.


Setelah sebulan belajar musik, Torakusu kemudian mencoba peruntungannya yang kedua. Organ percobaan yang kedua pun jadi. Dan Shuji Izawa mengatakan bahwa organ tersebut cukup baik untuk menggantikan organ impor.


Dari sinilah legenda Yamaha dimulai. Dia langsung menerima pesanan tujuh organ, termasuk untuk gubernur Prefektur Shizuoka. Pada tahun 1888 memulai bisnisnya dengan nama Yamaha Fukin Seizojo (Yamaha Organ Factory) di sebuah bekas bangunan kuil di Hamamatsu, kota yang saat ini menjadi markas besar dari keseluruhan lini industri Yamaha.


Pada periode ini, Torakusu juga mengajarkan pembuatan instrumen organ kepada seorang anak magang bernama Koichi Kawai, yang saat itu masih berusia 11 tahun. Torakusu sangat menyukai Kawai karena memiliki bakat alamiah dalam musik dan teknik.


Perusahaan rintisan tersebut berkembang pesat, dan kemudian Torakusu mendirikan Nippon Gakki Co., Ltd pada 1897 untuk mengakomodir usahanya. Perusahaan inilah yang kelak menjadi cikal bakal dua raksasa Yamaha. 


Nippon Gakki kemudian mulai memperlebar sayap ke produksi piano pada 1900. Pada bulan Maret 1902, Torakusu menerima Medali Kehormatan. Torakusu juga menjabat sebagai direktur Kereta Api Hamamatsu. Pada tahun 1904, produksi piano dan organ Torakusu mendapatkan penghargaan pada ajang Louisiana Purchase Expo di Saint Louis, Missouri, Amerika Serikat. Produksi alat musik Nippon Gakki pun kemudian berkembang dan mendunia, melingkupi harmonika serta fonograf.


Di masa tuanya, Torakusu terpilih menjadi anggota Dewan Kota Hamamatsu dan diangkat sebagai Wakil Ketua dewan pada tahun 1911.


Torakusu Yamaha meninggal pada 8 Agustus 1916 di usia 65 tahun. Perusahaan kemudian diteruskan oleh wakilnya, Chiyomaru Amano. Memasuki era perang, Militer Jepang kemudian tertarik dan akhirnya menyeret Yamaha untuk membuat baling-baling pesawat tempur. Hal ini membuat murid andalan Torakusu yang bernama Koichi Kawai meninggalkan Yamaha dan mendirikan pabrik piano sendiri pada tahun 1927. Yamaha kemudian dipimpin oleh Kaichi Kawakami.


Meskipun sempat terpuruk pasca kekalahan Jepang, di bawah pimpinan baru Genichi Kawakami pada tahun 1950, Yamaha bangun dan kembali merajai industri musik. Tidak berhenti di musik, pada tahun 1954 Yamaha mulai memproduksi sepeda motor di bekas pabrik baling-baling pesawat tempurnya di Iwata.


Yamaha terus berkembang, di dunia musik, nama Yamaha sangat mentereng. Produknya merentang dari grand piano, gitar, timpani, dan produk ikoniknya electone. Yamaha digunakan oleh Freddie Mercury, Chick Corea, Daryl Hall, Vanessa Carlton, Norm Freeman dan ribuan musisi lainnya.


Selain itu, nama Yamaha juga banyak dijumpai di jalanan, melekat pada bodi-bodi sepeda motor yang mengutamakan keindahan desain, kehandalan mesin dan harga terjangkau. Di dunia balap, semenjak mengikuti balapan pada tahun 1961 dan merajai balap kubikasi menengah, Yamaha juga menjuarai kelas para raja di GP500 mulai tahun 1975 dengan juara dunia Giacomo Agostini, Kenny Roberts Sr., Eddie Lawson, Wayne Rainey, dan kemudian di era MotoGP bersama Valentino Rossi, Jorge Lorenzo dan Fabio Quartararo. Di berbagai kelas grandprix motor, Yamaha memenangkan 48 gelar, hanya kalah dari kompatriotnya dari Hamamatsu yang terjun balapan terlebih dahulu, Soichiro Honda.

No comments:

Post a Comment