24 January 2024

Sejarah Mataram - RADEN MAS SANDIYO ( KYAI NUR IMAN MLANGI ) RM Sandiyo atau BPH Hangabehi ing Kartasura terlahir pada tahun 1708. Beliau adalah putra kedua dari Susuhunan Prabu Amangkurat IV setelah KPH Mangkunagoro Kartasura yang lahir pada tahun 1703. RM Sandiyo adalah putra dari garwa RAy Susilowati putri dari Adipati Wironegoro ( Untung Suropati ) bupati Pasuruan. Masa kecil RM Sandiyo tidak didalam tembok istana melainkan di Pondok Pesantren Gedangan, tempat ayahandanya dulu menimba ilmu agama sebelum menjadi Raja Amangkurat IV. Seperti dikisahkan ketika remaja ayahandanya pernah menimba ilmu di Ponpes Gedangan asuhan Kyai Abdullah Muhsin dengan berganti nama Muh Ihsan. Pada suatu hari Adipati Wironegoro berkunjung ke ponpes Gedangan, dan kebetulan terpesona dengan seorang santri wan yang seorang bangsawan kraton Mataram dan wajahnya tidak asing oleh Adipati Wironegoro dialah Pangeran Surya Putra putra dari Susuhunan Pakubuwana I. Kemudian Adipati Wironegoro tertarik untuk menikahkan P.Suryaputra dengan putrinya yaitu R Ay Retno Susilowati.Dan akhirnya pernikahan dilaksanakan di Kadipaten Ponorogo, kemudian setelah itu sang istri diboyong ke Ponpes Gedangan. Tidak beberapa lama ketika istrinya hamil Pangeran Suryaputra di jemput untuk pulang ke Kraton Kartasura karena Susuhunan Pakubuwana I sakit keras. Sebelum berangkat ke Kraton Kartasura , Pangeran Suryaputra berpesan jika anaknya lahir laki kelak dinamakan RM Sandiyo, jika perempuan terserah Kyai Abdulah Muhsin untuk memberi nama. Beliau juga berpesan supaya Kyai abdullah Muhsin mengasuhnya dan mendidiknya hingga mumpuni karena kelak anak tersebut akan dijemputnya pulang ke Kraton Kartasura. Ketika bayi tersebut lahir laki laki, Kyahi Abdullah Muhsin juga memberikan nama pada bayi tersebut Muhammad Nur Iman. Seiring berjalannya waktu RM Sandiyo atau Muh Nur Iman telah tumbuh dewasa dan menjadi pemuda yang mumpuni dalam ilmu agama dan lainnya. Hingga pada suatu hari datang utusan dari Kraton Kartasura untuk menjemputnya, tetapi RM Sandiyo berkeinginan berangkat sendiri ke Kraton Kartasura. Hingga akhirnya RM Sandiyo didampingi dua sahabatnya dipondok pesantren Gedangan Ponorogo berangkat ke Kraton Kartasura. Perjalanan dari Ponorogo ke Kartasura memakan waktu yang lama, sesuai pesan Kyai A Muhsin supaya dalam perjalannya tidak lupa berdakwah dan menyebarkan agama islam. Oleh sebab itu akhirnya di sepanjang perjalanan yang disinggahi, RM Sandiyo mendirikan Pondok Pesantren , anatara lain di Ponorogo dan Pacitan. Sesampai di Kraton Kartasura , RM Sandiyo langsung menghadap ayahandanya yang telah menjadi Raja Amangkurat IV. Beliau sembah sungkem kepada Ayahandanya, begitu pula ayahandanya kemudian memeluknya dan memperkenalkan kepada saudara saudaranya. Kemudian RM Sandiyo dianugrahi gelar BPH Hangabehi ing Kartasura dan oleh Susuhunan diberikan rumah tinggal di Sukowati Kartasura. Ketika ayahandanya wafat, dan Kraton kartasura mengalami huru hara, RM Sandiyo lebih memilih keluar dari Kraton meninggalkan hiruk pikuk perebutan kekuasaan dan berjalan kearah barat sambil berdakwah dan menanamkan rasa patriotisme melawan penjajah kepada masyarakat yang dikunjungi dan sampailah di Kulon Progo. Di daerah tersebut Beliau diterima dengan senang hati oleh Demang Hadiwongso dan Ki Demang berkenan untuk menikahkan putrinya yang bernama Mursalah dengan RM Sandiyo. Ketika sang mertua wafat, RM Sandiyo dan keluarga berpindah tempat tinggal ke timur Kali Progo tepatnya di desa Krisan.Didesa inilah RM Sandiyo bertemu dengan RM Sujono adiknya yang sekarang telah menjadi Raja Yogyakarta dan bergelar Sri Sultan Hamengkubuwana I . Sri Sultan meminta RM Sandiyo dan keluarga untuk berdomisili di kraton Yogyakarta dan mengembangkan ajaran Islam di sana.. Bertepatan pada saat ulang tahun tahta atau Jumenengan Sri Sultan HB I padatahun 1756, Beliau memberikan tanah perdikan kepada RM Sandiyo, Dan tanah perdikan tersebut oleh RM Sandiyo dijadikan desa , kemudian pada tahun 1758 RM Sandiyo mendirikan Masjid Mlangi dan serta Pondok Pesantren sebagai pusat pengembangan agama Islam dan tempat untuk mengajar atau “ Mulangi “ para putra Sultan juga kerabat dan rakyat sekitarnya. Desa tersebut kemudian disebut Desa Mlangi berdasar dari kata Mulangi atau mendidik. Kyahi Nur Iman adalah seorang guru yang ahli dibidangnya dan sangat mumpuni dalam mempelajari ilmu agama dan cara mengajarkan ilmu Agama kepada para santrinya mudah dimengerti . Maka tidak heran jika banyak calon santri Pondok Pesantren Mlangi yang datang dari luar Yogyakarta bahkan ada yang berasal dari luar negeri. Dan para santri lulusan dari sana sebagian besar menularkan ilmunya dengan mendirikan pondok pesantren di daerah asal mereka. Kumpulan ajaran karya Kyahi Nur Iman Mlangi antara lain : 1. KitabTaqwim ( Ringkasan ilmu Nahwu ) 2. Kitab Ilmu Sorof Tradisi peninggalan Kyahi Nur Iman Mlangi yang masih dilestarikan : 1. Ziarah dengan membaca tahlil, Yasin dan Al Quran serta Surat Al Ikhlas dan lain lain 2. Membaca Sholawat Tunjina ( untuk memohon keselamatan di dalam setiap hajatan ) 3. Membaca Sholawat Nariyah 4. Membaca kalimat thoyyibah 5. Manakib abdul qodiran 6. Berjanjen 7. Sholawatan. Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana II, RM Sandiyo mengusulkan untuk membangun Masjid di empat penjuru arah guna melengkapi Masjid yang telah berdiri di kampung Kauman di dekat Kraton. Dan Masjid tersebut dinamakan Masjid Pathok Nagari : 1. Di sebelah barat terletak di Dusun Mlangi 2. Di sebelah timur terletak di Desa Babadan 3. Di sebelah Utara terletak di Desa Plosokuning 4. Di sebelah Selatan terletak di Desa Dongkelan. Ada satu hal yang menarik dari BPH Hangabehi Sandiyo, Beliau adalah seorang Bangsawan ,putra seorang Raja tetapi Beliau tidak berambisi untuk berebut menjadi raja ataupun mencari posisi sosial dengan memanfaatkan darah birunya, beliau lebih memilih hidup sebagai Ulama , hidup sederhana dan merakyat serta menimba ilmu agama dan membagi ilmunya agamanya untuk masyarakat sekitar. Pada tanggal 15 Suro RM Sandiyo atau KPH Hangabehi ing Kartasura atau yang lebih dikenal dengan nama Kyahi Nur Iman Mlangi wafat dan dimakamkan di belakang Masjid Jami Mlangi. Untuk mengenang dan menghormati jasa Kyai Nur Iman Mlangi, setiap malem tanggal 15 Suro / Muharam diadakan Khaul . Makam Kyai Nur Iman terletak di Dusun Mlangi, Trihanggo Gamping Kabupaten Sleman Yogyakarta. RM Sandiyo atau KPH Hangabehi ing Kartasura atau Kyahi Nur Iman Mlangi mempunyai istri dan menurunkan putra sbb : A. Dari Garwa Gegulu berputra : 1. RM Mursada 2. RM Nawawi 3. RM Syafangatun 4. RM Taptoyani ( Kyai Kedu, Beliau adalah Guru Spiritual P. Diponegoro ) 5. RAy Cholifah 6. RAy Muhammad 7. RAy Nur Faqih 8. RAy Muso 9. RM Chasan Bisri 10. RAy Mursilah Abdul Karim B. Dari Garwa Surati berputra : 1. RAy Muhammad Sholeh 2. RM Salim 3. RAy Jaelani C. Dari Garwa Kitung berputra : 1. RAy Abu Tohir 2. RAy Mas Tumenggung D. Dari Garwa Bijanganten berputra 1. RAy Nur Jamin E. Dari Garwa Putri Champa berputra : 1. RM Mansyur Muchyidinirofingi

 RADEN MAS SANDIYO

( KYAI NUR IMAN MLANGI )



RM Sandiyo atau BPH Hangabehi ing  Kartasura terlahir pada tahun 1708. Beliau adalah putra kedua dari Susuhunan Prabu Amangkurat IV setelah KPH Mangkunagoro Kartasura yang lahir pada tahun 1703. RM Sandiyo adalah putra dari garwa RAy Susilowati putri dari Adipati Wironegoro ( Untung Suropati ) bupati Pasuruan. 

Masa kecil RM Sandiyo tidak didalam tembok istana melainkan di Pondok Pesantren Gedangan, tempat ayahandanya dulu menimba ilmu agama sebelum menjadi Raja Amangkurat IV. Seperti dikisahkan ketika remaja ayahandanya pernah menimba ilmu di Ponpes Gedangan asuhan Kyai Abdullah Muhsin dengan berganti nama Muh Ihsan. Pada suatu hari Adipati Wironegoro berkunjung ke ponpes Gedangan, dan kebetulan terpesona dengan seorang santri wan yang  seorang bangsawan kraton Mataram dan wajahnya tidak asing oleh Adipati Wironegoro dialah Pangeran Surya Putra putra dari Susuhunan Pakubuwana I. 


Kemudian Adipati Wironegoro tertarik untuk menikahkan P.Suryaputra dengan putrinya yaitu R Ay Retno Susilowati.Dan akhirnya pernikahan dilaksanakan di Kadipaten Ponorogo, kemudian setelah itu sang istri diboyong ke Ponpes Gedangan. Tidak beberapa lama ketika istrinya hamil Pangeran Suryaputra di jemput untuk pulang ke Kraton Kartasura karena Susuhunan Pakubuwana I sakit keras. Sebelum berangkat ke Kraton Kartasura , Pangeran Suryaputra berpesan jika anaknya lahir laki kelak dinamakan RM Sandiyo, jika perempuan terserah Kyai Abdulah Muhsin untuk memberi nama. Beliau juga berpesan supaya Kyai abdullah Muhsin mengasuhnya dan mendidiknya hingga mumpuni karena kelak  anak tersebut akan dijemputnya pulang ke Kraton Kartasura. Ketika bayi tersebut lahir laki laki, Kyahi Abdullah Muhsin juga memberikan nama pada bayi tersebut Muhammad Nur Iman.


Seiring berjalannya waktu RM Sandiyo atau Muh Nur Iman telah tumbuh dewasa dan menjadi pemuda yang mumpuni dalam ilmu agama dan lainnya. Hingga pada suatu hari datang utusan dari Kraton Kartasura untuk menjemputnya, tetapi RM Sandiyo berkeinginan berangkat sendiri ke Kraton Kartasura. Hingga akhirnya RM Sandiyo didampingi dua sahabatnya dipondok pesantren Gedangan Ponorogo berangkat ke Kraton Kartasura. Perjalanan dari Ponorogo ke Kartasura memakan waktu yang lama, sesuai pesan Kyai A Muhsin supaya dalam perjalannya tidak lupa berdakwah dan menyebarkan agama islam. Oleh sebab itu akhirnya di sepanjang perjalanan yang disinggahi, RM Sandiyo mendirikan Pondok Pesantren , anatara lain di Ponorogo dan Pacitan.


Sesampai di Kraton Kartasura , RM Sandiyo langsung menghadap ayahandanya yang telah menjadi Raja Amangkurat IV. Beliau sembah sungkem kepada Ayahandanya, begitu pula ayahandanya kemudian memeluknya dan memperkenalkan kepada saudara saudaranya. Kemudian  RM Sandiyo  dianugrahi gelar BPH Hangabehi ing Kartasura dan oleh Susuhunan diberikan rumah tinggal di Sukowati Kartasura.


Ketika ayahandanya wafat, dan Kraton kartasura mengalami huru hara, RM Sandiyo lebih memilih keluar dari Kraton meninggalkan hiruk pikuk perebutan kekuasaan  dan berjalan kearah barat sambil berdakwah dan menanamkan rasa patriotisme melawan penjajah kepada masyarakat yang dikunjungi  dan sampailah di Kulon Progo. Di daerah  tersebut Beliau diterima dengan senang hati oleh Demang Hadiwongso dan Ki Demang berkenan untuk menikahkan putrinya yang bernama Mursalah dengan RM Sandiyo.


Ketika  sang mertua wafat, RM Sandiyo dan keluarga berpindah tempat tinggal ke timur Kali Progo tepatnya di desa Krisan.Didesa inilah RM Sandiyo bertemu dengan RM Sujono adiknya yang sekarang telah menjadi Raja Yogyakarta dan bergelar  Sri Sultan Hamengkubuwana I . Sri Sultan meminta RM Sandiyo dan keluarga untuk berdomisili di kraton Yogyakarta dan mengembangkan ajaran Islam di sana..


Bertepatan  pada saat ulang tahun tahta atau Jumenengan Sri Sultan HB I padatahun 1756, Beliau  memberikan tanah perdikan kepada RM Sandiyo, Dan tanah perdikan tersebut oleh RM Sandiyo  dijadikan desa , kemudian pada tahun 1758 RM Sandiyo mendirikan Masjid Mlangi dan serta Pondok Pesantren sebagai pusat pengembangan agama Islam dan tempat untuk mengajar atau “ Mulangi “  para putra Sultan juga kerabat dan rakyat sekitarnya. Desa tersebut kemudian disebut Desa Mlangi berdasar dari kata Mulangi atau mendidik.


Kyahi Nur Iman adalah seorang guru yang ahli dibidangnya dan sangat mumpuni  dalam mempelajari  ilmu agama dan cara mengajarkan ilmu Agama kepada para santrinya mudah dimengerti . Maka tidak heran jika banyak calon santri Pondok Pesantren Mlangi yang datang dari luar Yogyakarta bahkan ada yang berasal dari luar negeri. Dan para santri lulusan dari sana sebagian besar menularkan ilmunya dengan mendirikan pondok pesantren di daerah asal mereka.  

Kumpulan ajaran  karya Kyahi Nur Iman Mlangi antara lain :

1. KitabTaqwim ( Ringkasan ilmu Nahwu )

2. Kitab Ilmu Sorof


Tradisi peninggalan Kyahi Nur Iman Mlangi yang masih dilestarikan :

1. Ziarah dengan membaca tahlil, Yasin dan Al Quran serta Surat Al Ikhlas dan lain lain

2. Membaca Sholawat Tunjina ( untuk memohon keselamatan di dalam setiap hajatan )

3. Membaca Sholawat Nariyah

4. Membaca kalimat thoyyibah

5. Manakib abdul qodiran

6. Berjanjen

7. Sholawatan.

 


Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana II, RM Sandiyo mengusulkan untuk membangun Masjid di empat penjuru arah guna melengkapi   Masjid yang telah berdiri di kampung Kauman di dekat Kraton. Dan Masjid tersebut dinamakan Masjid Pathok Nagari :

1. Di sebelah barat terletak di Dusun Mlangi

2. Di sebelah timur terletak di Desa Babadan

3. Di sebelah Utara terletak di Desa Plosokuning

4. Di sebelah Selatan terletak di Desa Dongkelan.


Ada satu hal yang menarik dari BPH Hangabehi Sandiyo, Beliau adalah seorang Bangsawan ,putra seorang Raja tetapi Beliau tidak berambisi  untuk  berebut menjadi raja  ataupun  mencari posisi sosial dengan memanfaatkan  darah birunya, beliau lebih memilih hidup sebagai Ulama , hidup sederhana dan merakyat serta menimba ilmu agama dan membagi ilmunya agamanya  untuk masyarakat sekitar.

 

Pada tanggal 15 Suro RM Sandiyo atau KPH Hangabehi ing Kartasura atau yang lebih dikenal dengan nama Kyahi Nur Iman Mlangi wafat dan dimakamkan di belakang Masjid Jami Mlangi. Untuk mengenang dan menghormati jasa Kyai Nur Iman Mlangi, setiap malem tanggal 15 Suro / Muharam diadakan Khaul . Makam Kyai Nur Iman terletak di Dusun Mlangi, Trihanggo Gamping Kabupaten Sleman Yogyakarta.


RM Sandiyo atau KPH Hangabehi ing Kartasura atau Kyahi Nur Iman Mlangi mempunyai istri dan menurunkan putra sbb :


A. Dari Garwa Gegulu berputra :

1. RM Mursada

2. RM Nawawi

3. RM Syafangatun

4. RM Taptoyani  ( Kyai Kedu, Beliau adalah Guru Spiritual P. Diponegoro )

5. RAy Cholifah

6. RAy Muhammad

7. RAy Nur Faqih

8. RAy Muso

9. RM Chasan Bisri

10. RAy Mursilah Abdul Karim


B. Dari Garwa Surati berputra :

1. RAy Muhammad Sholeh

2. RM Salim

3. RAy Jaelani


C. Dari Garwa Kitung berputra :

1. RAy Abu Tohir

2. RAy Mas Tumenggung


D. Dari Garwa Bijanganten berputra

1. RAy Nur Jamin


E. Dari Garwa Putri Champa berputra :

1. RM Mansyur Muchyidinirofingi



No comments:

Post a Comment