31 January 2024

Ketika Aspasia Jadi 'Guru' Retorika Socrates di Sejarah Yunani Kuno ________________________________________________ Aspasia bekerja sebagai hetaira, wanita kelas atas yang menjadi pendamping pria berkuasa dalam sejarah Yunani kuno. Namun di sisi lain, sosok Aspasia menurut para filsuf adalah ahli retorika, bahkan dia mengajari Socrates. Aspasia lahir dari keluarga berpangkat tinggi di kota Miletus kemudian pindah ke Athena, untuk menghindari kerusuhan politik. Dalam sejarah Yunani kuno, saat di Athena, Aspasia diklasifikasikan sebagai penduduk asing, dan tidak memiliki hak sebagai warga negara. Saat berada Athena, dikatakan Aspasia bekerja sebagai hetaira atau pelacur. Peran hetaira tidak hanya menyediakan seks, tetapi juga pendampingan intelektual, percakapan, dan dukungan emosional. Hal ini berarti bahwa banyak hetaira termasuk wanita paling berpendidikan tinggi di Athena, dan beberapa di antaranya memperoleh kekayaan dan kekuasaan politik yang besar. Skandal Hubungan Aspasia dan Pericles Hubungan Pericles dengan Aspasia dari Miletus, wanita dengan kecerdasan dan karisma yang tinggi memainkan peran penting dalam hidupnya. Aspasia, sering digambarkan sebagai rekan dan orang kepercayaannya, adalah seorang penduduk asing di Athena. Sosoknya dikenal karena hubungannya dengan orang-orang terkemuka di Athena. Hubungan mereka tidak lazim pada saat itu, mengingat asal usulnya yang bukan orang Athena. Bersama-sama, mereka memiliki seorang putra bernama Pericles the Younger. Aspasia sendiri merupakan sosok yang unik dan berpengaruh dalam masyarakat Athena. Dia sering dianggap memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pericles, terutama dalam pandangan dan kebijakannya mengenai perempuan dan budaya. Rumahnya merupakan pusat diskusi intelektual, menarik para filsuf dan negarawan, termasuk Socrates di sejarah Yunani kuno. Meski menghadapi kritik dan pengawasan sosial, hubungan mereka bertahan hingga kematian Pericles. Sepanjang hidupnya, Pericles dikenal karena sikapnya yang berhati-hati di depan umum dan menghindari kesombongan pribadi. Dia mempertahankan gaya hidup yang pendiam dan sederhana, sadar akan citra publiknya dan pengawasan yang datang dari posisinya. Pribadi yang disiplin, memiliki kesopanan terlepas dari statusnya yang kuat, adalah sifat-sifat yang membuatnya dihormati di antara orang-orang sezamannya. Aspasia menjalin hubungan jangka panjang dengan Pericles. Karena Aspasia adalah orang luar, maka perkawinan mereka tidak dapat diakui secara hukum, sehingga perkawinan tersebut tidak sah. Namun demikian, hubungan jangka panjang Aspasia dengan Pericles mungkin telah memberinya perlindungan dan akses ke masyarakat kelas atas Athena. Dia bertemu dengan filsuf Socrates, yang menurut catatan Plato, menganggapnya sebagai gurunya. Satu hal yang jelas dari catatan kontemporer adalah bahwa Aspasia adalah sosok yang kontroversial, begitu pula hubungannya dengan Pericles. Baik dia maupun Pericles sering menjadi sasaran kritik dan serangan. Penulis drama Aristophanes bahkan menyalahkannya, tanpa sedikit bukti atas pecahnya perang Peloponnesia. Pada 429 SM, wabah penyakit melanda Athena. Pericles menyaksikan banyak anggota keluarganya meninggal, dan kemudian dia pun menyerah. Sepeninggal Pericles, Aspasia terus tinggal di Athena. Namun nampaknya setelah kematian pasangannya, dia semakin menjauh dari pusat kekuasaan. Pengetahuan kita tentang kehidupannya di kemudian hari sama tidak pasti dan kaburnya dengan pengetahuan yang kita miliki tentang kehidupan awalnya. Kemungkinan besar dia meninggal sekitar tahun 401 SM, beberapa tahun sebelum kematian Socrates. Aspasia, Ahli Retorika di Sejarah Yunani kuno Aspasia terkenal terutama sebagai ahli retorika. Menurut Aristoteles, retorika adalah seni untuk mendengar melalui penggunaan logika, etika dan emosi. Menurut tradisi, Aspasia adalah seorang pembicara yang sangat persuasif sehingga dia mengajari Pericles, jenderal militer yang hebat. Kemudian Socrates sang filsuf besar, cara berbicara secara persuasif hingga memenangkan hati orang lain. Dalam dialog Plato yang disebut Menexenus, Socrates berkata, 'Saya kebetulan tidak punya guru pidato yang kejam' — dan guru itu adalah Aspasia. Socrates adalah seorang filsuf moral. Dia tidak tertarik pada matematika atau sains tetapi peduli dengan kualitas jiwanya dan kualitas orang lain. Filsafat Socrates mengkaji bagaimana kita seharusnya hidup. Hal ini membawanya pada diskusi tentang berbagai kebajikan, seperti kebijaksanaan, keadilan, keberanian dan kesalehan. Beliau mengajarkan bahwa manusia hendaknya tidak terlalu memedulikan tubuh dan harta benda mereka. Namun lebih memperhatikan jiwa mereka, dengan mengatakan, “kekayaan tidak mendatangkan kebaikan, tetapi kebaikan mendatangkan kekayaan.” Karena itu, dia yakin dia melayani kota Athena dan warganya dengan menyoroti pemikiran mereka yang salah. Di Yunani Kuno, gagasan retorika selalu dicurigai. Apalagi ahli retorika perempuan. Argumen yang menentang retorika adalah bahwa jika kita cukup terampil, kita dapat meyakinkan orang tentang apa pun—baik itu benar atau tidak—sehingga retorika merupakan alat yang ambivalen. Anggapan paling buruk, retorika merupakan ancaman nyata terhadap perdebatan yang masuk akal. Namun argumen tandingannya, yang juga dibuat oleh Aristoteles adalah retorika merupakan keterampilan penting, yang melengkapi pencarian kita akan kebenaran. Jika Anda mengetahui sesuatu itu benar, tetapi tidak mampu meyakinkan orang lain, maka pengetahuan ini sulit digunakan. Dalam pandangan kedua ini, retorika penting dalam penalaran dan perdebatan publik. Kebenaran tidak ada gunanya jika kita tidak dapat meyakinkan siapa pun tentang kebenaran tersebut. Jika Aspasia memang guru retorika Socrates, jelas bahwa dia berhasil. Dialog Plato memberikan banyak bukti tentang gaya debat dan argumentasi Socrates yang sangat persuasif. Namun kisah Aspasia di sejarah Yunani kuno juga mengingatkan kita akan peran perempuan yang seringkali tersembunyi dalam tradisi filosofis dunia. Kesulitan besar yang kita hadapi dalam meluruskan kisahnya adalah konsekuensi dari suara perempuan yang sering terdistorsi dan dikucilkan dari tradisi.

 Ketika Aspasia Jadi 'Guru' Retorika Socrates di Sejarah Yunani Kuno

________________________________________________



Aspasia bekerja sebagai hetaira, wanita kelas atas yang menjadi pendamping pria berkuasa dalam sejarah Yunani kuno.


Namun di sisi lain, sosok Aspasia menurut para filsuf adalah ahli retorika, bahkan dia mengajari Socrates.


Aspasia lahir dari keluarga berpangkat tinggi di kota Miletus kemudian pindah ke Athena, untuk menghindari kerusuhan politik.


Dalam sejarah Yunani kuno, saat di Athena, Aspasia diklasifikasikan sebagai penduduk asing, dan tidak memiliki hak sebagai warga negara.


Saat berada Athena, dikatakan Aspasia bekerja sebagai hetaira atau pelacur. Peran hetaira tidak hanya menyediakan seks, tetapi juga pendampingan intelektual, percakapan, dan dukungan emosional.


Hal ini berarti bahwa banyak hetaira termasuk wanita paling berpendidikan tinggi di Athena, dan beberapa di antaranya memperoleh kekayaan dan kekuasaan politik yang besar.


Skandal Hubungan Aspasia dan Pericles


Hubungan Pericles dengan Aspasia dari Miletus, wanita dengan kecerdasan dan karisma yang tinggi memainkan peran penting dalam hidupnya. 


Aspasia, sering digambarkan sebagai rekan dan orang kepercayaannya, adalah seorang penduduk asing di Athena. Sosoknya dikenal karena hubungannya dengan orang-orang terkemuka di Athena.


Hubungan mereka tidak lazim pada saat itu, mengingat asal usulnya yang bukan orang Athena. Bersama-sama, mereka memiliki seorang putra bernama Pericles the Younger.


Aspasia sendiri merupakan sosok yang unik dan berpengaruh dalam masyarakat Athena.


Dia sering dianggap memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pericles, terutama dalam pandangan dan kebijakannya mengenai perempuan dan budaya.


Rumahnya merupakan pusat diskusi intelektual, menarik para filsuf dan negarawan, termasuk Socrates di sejarah Yunani kuno.


Meski menghadapi kritik dan pengawasan sosial, hubungan mereka bertahan hingga kematian Pericles. 


Sepanjang hidupnya, Pericles dikenal karena sikapnya yang berhati-hati di depan umum dan menghindari kesombongan pribadi.


Dia mempertahankan gaya hidup yang pendiam dan sederhana, sadar akan citra publiknya dan pengawasan yang datang dari posisinya.


Pribadi yang disiplin, memiliki kesopanan terlepas dari statusnya yang kuat, adalah sifat-sifat yang membuatnya dihormati di antara orang-orang sezamannya.


Aspasia menjalin hubungan jangka panjang dengan Pericles. Karena Aspasia adalah orang luar, maka perkawinan mereka tidak dapat diakui secara hukum, sehingga perkawinan tersebut tidak sah.


Namun demikian, hubungan jangka panjang Aspasia dengan Pericles mungkin telah memberinya perlindungan dan akses ke masyarakat kelas atas Athena.


Dia bertemu dengan filsuf Socrates, yang menurut catatan Plato, menganggapnya sebagai gurunya. 


Satu hal yang jelas dari catatan kontemporer adalah bahwa Aspasia adalah sosok yang kontroversial, begitu pula hubungannya dengan Pericles. Baik dia maupun Pericles sering menjadi sasaran kritik dan serangan.


Penulis drama Aristophanes bahkan menyalahkannya, tanpa sedikit bukti atas pecahnya perang Peloponnesia.


Pada 429 SM, wabah penyakit melanda Athena. Pericles menyaksikan banyak anggota keluarganya meninggal, dan kemudian dia pun menyerah. 


Sepeninggal Pericles, Aspasia terus tinggal di Athena. Namun nampaknya setelah kematian pasangannya, dia semakin menjauh dari pusat kekuasaan. 


Pengetahuan kita tentang kehidupannya di kemudian hari sama tidak pasti dan kaburnya dengan pengetahuan yang kita miliki tentang kehidupan awalnya.


Kemungkinan besar dia meninggal sekitar tahun 401 SM, beberapa tahun sebelum kematian Socrates.


Aspasia, Ahli Retorika di Sejarah Yunani kuno


Aspasia terkenal terutama sebagai ahli retorika. Menurut Aristoteles, retorika adalah seni untuk mendengar melalui penggunaan logika, etika dan emosi.


Menurut tradisi, Aspasia adalah seorang pembicara yang sangat persuasif sehingga dia mengajari Pericles, jenderal militer yang hebat.


Kemudian Socrates sang filsuf besar, cara berbicara secara persuasif hingga memenangkan hati orang lain.


Dalam dialog Plato yang disebut Menexenus, Socrates berkata, 'Saya kebetulan tidak punya guru pidato yang kejam' — dan guru itu adalah Aspasia.


Socrates adalah seorang filsuf moral. Dia tidak tertarik pada matematika atau sains tetapi peduli dengan kualitas jiwanya dan kualitas orang lain.


Filsafat Socrates mengkaji bagaimana kita seharusnya hidup. Hal ini membawanya pada diskusi tentang berbagai kebajikan, seperti kebijaksanaan, keadilan, keberanian dan  kesalehan.


Beliau mengajarkan bahwa manusia hendaknya tidak terlalu memedulikan tubuh dan harta benda mereka.


Namun lebih memperhatikan jiwa mereka, dengan mengatakan, “kekayaan tidak mendatangkan kebaikan, tetapi kebaikan mendatangkan kekayaan.”


Karena itu, dia yakin dia melayani kota Athena dan warganya dengan menyoroti pemikiran mereka yang salah.


Di Yunani Kuno, gagasan retorika selalu dicurigai. Apalagi ahli retorika perempuan. Argumen yang menentang retorika adalah bahwa jika kita cukup terampil, kita dapat meyakinkan orang tentang apa pun—baik itu benar atau tidak—sehingga retorika merupakan alat yang ambivalen. Anggapan paling buruk, retorika merupakan ancaman nyata terhadap perdebatan yang masuk akal.


Namun argumen tandingannya, yang juga dibuat oleh Aristoteles adalah retorika merupakan keterampilan penting, yang melengkapi pencarian kita akan kebenaran.


Jika Anda mengetahui sesuatu itu benar, tetapi tidak mampu meyakinkan orang lain, maka pengetahuan ini sulit digunakan.


Dalam pandangan kedua ini, retorika penting dalam penalaran dan perdebatan publik. Kebenaran tidak ada gunanya jika kita tidak dapat meyakinkan siapa pun tentang kebenaran tersebut.


Jika Aspasia memang guru retorika Socrates, jelas bahwa dia berhasil. Dialog Plato memberikan banyak bukti tentang gaya debat dan argumentasi Socrates yang sangat persuasif.


Namun kisah Aspasia di sejarah Yunani kuno juga mengingatkan kita akan peran perempuan yang seringkali tersembunyi dalam tradisi filosofis dunia.


Kesulitan besar yang kita hadapi dalam meluruskan kisahnya adalah konsekuensi dari suara perempuan yang sering terdistorsi dan dikucilkan dari tradisi.

No comments:

Post a Comment