23 March 2019

Tentang Sejarah Magelang - Sejarah Pegadaian di Magelang

MAGELANG TEMPO DOELOE:
'NGGADEAN': SANG PENOLONG DALAM KONDISI DARURAT (1955-1980)
Buat simbok-simbok, pakde, paklik, mbahkung, mbahti, dll, tentu bukan hal yang asing dengan yang namanya 'nggadean'. Jika dalam kondisi darurat keuangan, tempat inilah yang bisa dituju untuk 'ngrewangi' meringankan beban keuangan keluarga.
Pegadaian atau 'nggadean' adalah tempat favorit dalam mencari 'sebrakan' alias duit pinjaman atau utangan dengan bunga ringan, khususnya pegadaian milik pemerintah. Dengan membawa barang jaminan, ditaksir, dihitung, dan pada akhirnya duit bisa cair. Barang yang digadaikan bisa berwujud alat dapur berbahan tembaga (kenceng, dandang), barang berbahan emas dan perak, jarit batik, sepeda, radio, televisi, cemoro rambut, dll.
Pada jaman Belanda, di dalam kota Magelang terdapat 2 pegadaian milik pemerintah (gouverment pandhuis), yakni gouverment pandhuis Noord dan Zuid. Gouverment pandhuis Noord atau pegadaian pemerintah bagian utara terletak persis di utara sekolah MULO Bottonweg (kini utara SMPN 1 Jl. Pahlawan) dan pada tahun 1941 di kepalai oleh R. Hendarsin Tjokrosoedirdjo.
 Sedangkan Gouverment pandhuis Zuid atau pegadaian pemerintah bagian selatan terletak di barat stanplaats (kini sekitar barat shoping Jl. Tidar) dan pada tahun di kepalai oleh G. Girouth.
Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, ketika ibukota ada di Jogjakarta sekitar tahun 1946-1947, kantor Jawatan Pegadaian berpindah ke Karanganyar Kebumen karena situasi perang yang makin memanas. Pada Agresi Militer Belanda II, Jawatan Pegadaian berpindah ke Magelang.
Pada masa revolusi fisik 1945-1949, kantor pegadaian di Magelang dibumihanguskan, termasuk kantor Gouverment pandhuis Noord alias pegadaian pemerintah bagian utara di Bottonweg. Hingga awal tahun 2000-an, masyarakat setempat khususnya di Kampung Botton dan Dukuh, masih menyebut tempat itu sebagai 'nggadean' meski tinggal berwujud tanah kosong saja.
Akibat dari rusaknya kantor pegadaian, pelayanan ke masyarakat menjadi terganggu. Agar proses tetap berusaha melayani dan meringankan beban masyarakat, pada tahun 1955 pegadaian mengoperasikan kantor yang baru di bekas bangunan abattoir (rumah pemotongan hewan) yang ada di selatan Pasar Rejowinangun.
Bangunan pegadaian pemerintah yang baru seperti di bawah ini sangat megah, menghadap ke selatan, persis di pinggir Kali Manggis. Pemilihan lokasi ini tentu berkaitan dengan tempat yang strategis berdekatan dengan Pasar Rejowinangun, stasiun, stanplaats dan perkampungan.
Bangunan pegadaian dilengkapi sarana yang memadai, baik untuk layanan masyarakat maupun untuk penyimpanan barang gadai.
Pada dindingnya terdapat banyak jendela kaca yang membuat sinar dan sirkulasi udara menjadi baik.
Di dinding atas sisi depan terdapat tulisan 'BONDO RUMEKSO'. Dalam kamus Jawa, 'bondo' artinya harta, sedangkan 'rumekso' artinya menjaga, jadi artinya pegadaian itu sebagai penjaga harta masyarakat dan sebagai pembantu masyarakat ketika dalam masa kesulitan melalui pemberdayaan harta benda yakni dengan cara menggadaikannya di pegadaian.
Yang menarik jika di pegadaian adalah adanya sekelompok perempuan baya yang selalu menawarkan jasanya untuk membantu menggadaikan. Simbok-simbok bersanggul, berkebaya dan berjarit batik ini bisa membantu bagi para penggadai yang ingin dengan cepat benda gadainya segera menjadi uang tanpa harus berbelit-belit. Apalagi jika si penggadai tidak suka menunggu lama-lama, pastinya peran para simbok-simbok ini menjadi penting.
Jika sudah cair, simbok-simbok ini mendapatkan tips dari penggadainya. Si penggadai pun bisa menggunakan uang pinjaman tersebut, misalnya membeli barang kebutuhan sehari-hari di Pasar Rejowinangun.
Batas waktu pengembalian peminjaman tergantung dari ketentuan yang disepakati oleh kedua belah pihak, bisa 3, 4, 6 bulan dst.
Dadi 'Nggadean' kuwi mrantasi masalah tanpa masalah.
=====
Foto bawah: Pegadaian Pemerintah cabang Magelang, lokasi di selatan Pasar Rejowinangun tahun 1955.
Koleksi: pribadi

Sumber : Bagus Priyana

No comments:

Post a Comment