12 March 2019

Tentang Sejarah Magelang - KIPRAH PELUKIS MAGELANG DARI MASA HINDIA BELANDA, JEPANG, REVOLUSI FISIK HINGGA ORDE BARU

MAGELANG TEMPO DOELOE:
KIPRAH PELUKIS MAGELANG DARI MASA HINDIA BELANDA, JEPANG, REVOLUSI FISIK HINGGA ORDE BARU 
Oleh Bagus Priyana

Pengantar
Magelang tak hanya menyimpan keindahan alam semata, tidak juga karena dikelilingi oleh gunung-gunung dan hutan, tak hanya oleh adanya aliran sungai membelah daratan, tak hanya juga penuh dengan perkampungan dan pedesaan semata.
Tak juga keelokan candinya yang bertebaran di seluruh penjuru wilayah. Atau persawahan yang subur tiada berhenti ditanam.
Tetapi pesona itu juga terabadikan oleh goresan kuas di atas kanvas oleh para pelukis yang lahir, tinggal dan beraktivitas di kota ini.
Bagaimanakah kiprah para pelukis itu?
Apakah peran mereka sehingga pantas untuk ditulis dalam catatan sejarah pelukis di Magelang?
Simak perjalanan para pelukis di Magelang di 4 masa ini, yaitu masa Hindia Belanda, masa penjajahan Jepang, masa revolusi fisik, dan masa orde baru.
MASA HINDIA BELANDA (1853-1942)
Sebuah lytografi bergambar Gunung Sumbing dan Perbukitan Giyanti ini begitu sangat menarik. Perpaduan antara Gunung Sumbing, Perbukitan Giyanti, persawahan di Bandongan, sungai Progo, desa dan arca-arca yang berserakan di sebuah latar. Lukisan ini dibuat di halaman gedung Residen Kedu pada tahun 1853 yang merupakan karya Junghuhn, seorang ahli botani.
Nama lengkapnya Franz Wilhelm Junghuhn lahir pada tanggal 26 Oktober 1809 di Mansfeld Jerman, dikenal sebagai seorang geologis, botanis, dan ada juga yang menyebutnya sebagai seorang naturalis. Suatu hari, C. H. Persoon, seorang ahli ilmu jamur, menyarankannya bekerja pada pemerintah kolonial Belanda. Pada bulan Juni 1835 Junghuhn berlayar ke Jawa dan mendapat pekerjaan sebagai petugas medis. Ini merupakan awal dari tiga belas tahun hidupnya di daerah tropis.
Meski Junghuhn bukan orang Magelang, tetapi karyanya ini merupakan sebuah karya yang sangat mencitrakan keindahan pesona Magelang.
Pelukis lainnya adalah Ries Mulder dan De Jong, keduanya merupakan keturunan Belanda. Selain itu ada Ernest Dezentje, Adolf, Imandt, Leon Dekker, Dake, Walter Spies, Bonet dan Lee Majeur dengan obyek lukisan berupa candi, desa, pemandangan dan gunung.
Pelukis kenamaan Kinsen Mori Kichigoro lahir di Jepang pada 17 November 1888 dan datang ke Surabaya pada 1914. Lalu Mori pindah ke Kediri, Wonosobo dan menetap di Magelang.
Mori Kichigoro, atau yang lebih dikenal dengan nama Mori Kinsen, adalah seorang pelukis berkebangsaan Jepang. Keinginannya untuk belajar seni di Perancis kandas seiring pecahnya Perang Dunia I, dan nasib pun membawanya ke Surabaya, Indonesia pada tahun 1914. Meskipun demikian, ia tetap melukis dan kemudian dikenal sebagai seorang pelukis pemandangan dengan gaya Barbizon Perancis, alias dipengaruhi gaya Eropa. Semasa muda, ia sempat bertemu dengan Presiden Sukarno, yang saat itu masih duduk di sekolah dasar. Ia menikah dengan gadis Jawa dan tinggal di Wonosobo, Jawa Tengah. Pada tahun 1949 ia dipulangkan ke Jepang, namun diperbolehkan untuk kembali menetap di Indonesia pada tahun 1956 sampai akhir hayatnya pada tahun 1959 di Magelang pada usia 71 tahun. Karyanya banyak tersebar di Indonesia, Eropa dan Jepang.
(bersambung)



Sumber :
https://www.facebook.com/bagus.priyana?__tn__=%2CdC-R-R&eid=ARD6003zl_D6rIjVvrcdUxUVC5B22pHdXMWrFG000tBchk8m7u3SWH1GMrqR3IGZqu488f5TPWbq-YOd&hc_ref=ARQOZ1QqsMYNOEWSGfcKfJi3iGAfuIqUQXgzUUsSeIXgZtGtFseVNs57v4dJFzZ9FsE&fref=nf

No comments:

Post a Comment