24 March 2019

Tentang Sejaran Magelang - Sejarah Pemadam Kebakaran Magelang - KISAH SI BLANGMIR & BRANDWEER

oleh ; Bagus Priyana
MAGELANG TEMPO DOELOE:
KISAH SI BLANGMIR & BRANDWEER
PENGANTAR
Pada 1 Maret 2019 lalu, Damkar atau Pemadam Kebakaran berulangtahun ke 100. Sebuah usia yang sangat panjang untuk sebuah organisasi pemerintahan, melebihi umur republik ini.
Pemilihan 1 Maret sebagai Hari Damkar tentunya memiliki riwayat tersendiri. Mengutip dari buku peringatan 25 tahun berdirinya Kotapraja atau Gemeente Batavia yang terbit pada tahun 1930 disebutkan, musibah yang menimbulkan kerugian besar di Kramat-Kwitang mendorong pemerintah memberi perhatian lebih besar terhadap masalah pemadaman kebakaran.
Hal ini mendorong pemerintah atau Gemeente op de Brandweer, pada tanggal 25 Januari 1915 mengeluarkan aturan Reglement op de Brandweer (Peraturan tentang Pemadam Kebakaran). Namun tidak lama kemudian, 4 oktober 1917, pemerintah mengeluarkan aturan baru yakni melalui ketentuan Staadsblad 1917, No. 602.
Tahun itu juga Wali Kota Batavia mengangkat pensiunan perwira tentara Hindia Belanda Letnan Kolonel RBM de Wijs, menjadi Komandan Barisan Pemadam Kebarakaran.
De Wijs diminta menyusun rencana reorganisasi kesatuan itu.
Setahun kemudian, tepat pada 1 Maret 1919, Kotapraja Batavia secara resmi mendirikan Barisan Pemadam Kebakaran atau Brandweer, yang merupakan cikal bakal dari Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta sekarang. Dengan dukungan peralatan yang semakin modern dan sumber daya manusia yang kian profesional, kinerja Brandweer pun semakin baik. Kepiawaian menjinakkan si jago merah yang sering ditunjukkan membuat Brandweer menjadi pelindung sejati warga Betawi dalam bencana kebakaran.
Oleh karena itu, pada 1 Maret 1929, dalam rangka peringatan 10 tahun kelahiran Brandweer Batavia, sekelompok tokoh Betawi menyerahkan tanda penghargaan kepada pasukan pemadam kebakaran itu. Pemberian tanda penghargaan berbentuk prasasti itu dilakukan sebagai wujud rasa terima kasih segenap masyarakat Betawi atas darma bakti para anggota barisan pemadam kebakaran.
”Dalam masa yang soeda-soeda bahaja api djarang tertjega habis langgar dan roema. Tidak memilih tinggi dan renda sepoeloh tahoen sampai sekarang semendjak Brandweer datang menentang bahaja api moedah terlarang mendjadikan kita berhati girang....”
BRANDWEER DI MAGELANG
Blangmir merupakan pengucapan orang Magelang bagi kata 'brandweer'. Kesulitan dalam menyebut Bahasa Belanda itu memang menjadi kendala, meskipun makna dan artinya tetap sama, yakni pemadam kebakaran.
Belum diketahui mulai sejak kapan blangmir ini ada di Magelang, tetapi diperkirakan ketika makin banyak orang Eropa tinggal di kota ini. Terlebih ketika orang Eropa menuntut hak otonomi lebih tinggi ketika terbentuknya Gemeente Magelang pada 1 April 1906.
Terlebih ketika pernah di sekitar tahun 1920 hingga 1930-an pernah terjadi bencana hebat meluluhlantakkan kawasan pertokoan di Pecinan. Hal ini disebabkan oleh percikan api dari kereta uap yang melintas di Pecinan dan mengenai pertokoan Pecinan.
Sebagaimana diketahui bahwa perlintasan kereta api di Magelang berdampingan antara rel dan jalan raya. Dan kawasan Pecinan itu berada persis di tepi rel kereta api dan jalan raya tersebut.
Apalagi pada saat itu, pertokoan di kawasan Pecinan masih memakai bahan kayu dan bambu, sehingga mudah terbakar.
Dampak dari peristiwa kebakaran ini, seluruh pertokoan di kawasan Pecinan oleh pemerintah Magelang saat itu dimundurkan menjauh ke belakang beberapa meter dan diwajibkan membangun dengan bahan permanen yang tidak mudah terbakar.
Tidak hanya mengurusi soal kebakaran saja, blangmir juga mengurusi pembersihan kota. Pada tahun 1930, blangmir Magelang mengadakan pembersihan jalanan di kota Magelang sesudah peristiwa hujan abu dari Gunung Merapi yang melanda kota ini. Seperti sebuah foto yang tampak di bawah ini yang menunjukkan aktivitas blangmir di Tidarweg, tepatnya di sebelah barat perempatan Pasar Rejowinangun. Terlihat beberapa petugas berupaya menyemprotkan air ke jalan raya agar bersih dari abu Gunung Merapi. Jika tidak dibersihkan, abu ini akan beterbangan dan terhirup pernapasan yang bisa memberikan dampak buruk buat kesehatan masyarakat.
Di sisi kanan jalan adalah kantor gouverment pandhuis zuid atau pegadaian pemerintah bagian selatan. Tampak di kejauhan merupakan perempatan Pasar Rejowinangun dan terlihat lalu lalang masyarakat dalam beraktivitas.
Lalu di manakah letak kantor blangmir?
Di jaman Belanda, letak kantor blangmir belum diketahui dengan jelas. Dari buku telepon tahun 1939 dan 1941, disebutkan bahwa 'brandspuitmeester' atau kepala pemadam kebakaran adalah A. L. M. Lucardi dengan Algemeene Brandmeester berumah di Bajemanweg no. 29 (kini Jl. Tentara Pelajar Bayeman).
Dari sebuah arsip buku telepon tahun 1951, kantor blangmir berada di 'Djalan Botton'. Saat itu dinas ini disebut dengan Barisan Pemadam Api. Kemungkinan kantor ini di sebelah utara SD Magelang yang kini menjadi kantor UPT Pemadam Kebakaran.
Mengutip dari laporan sidang khusus DPRD Kota Kecil Magelang tahun 1956 bahwa Penjagaan Kebakaran memiliki 1 buah motor brandspuit yang dipasang pada truk. Saat itu, blangmir memiliki personel atau petugas sebanyak 23 orang. Tercatat pada rentang waktu 5 tahun yakni pada tahun 1950-1955 telah terjadi kebakaran sebanyak 13 kali kebakaran besar dan 8 kali kebakaran kecil.
Brandspuit artinya pompa air, ada 2 jenis brandspuit yakni yang sifatnya dinamis yang dipasang pada truk dan yang sifatnya statis berupa pompa air yang terpasang di suatu tempat. Fungsi brandspuit adalah semacam hidran air untuk mencegah kebakaran.
Pada tahun 1924-1945, tercatat ada 3 brandspuit yang tersedia, yakni di:
1. Timur perempatan jalan Poncol (kini di tikungan belakang CPM)
2. Kedjuron (sebelah barat perempatan Masjid Kauman dan Aloon-aloon)
3. Perempatan Pasar Rejowinangun
Selamat ulang tahun ke 100 Pemadam Kebakaran.
========
Sumber:
tamtamfire113.blogspot.com
- buku telepon Magelang tahun 1939 & 1941
- laporan khusus DPRD Kota Kecil Magelang 1956
Keterangan foto:
“De brandweer maakt de straten van Magelang schoon nadat de stad was bedolven onder een asregen door een uitbarsting van de vulkaan Merapi, Midden-Java” 1930 (Koleksi Tropenmuseum of the Royal Tropical Institute (KIT)

No comments:

Post a Comment