27 March 2019

Tentang Sejarah Magelang - MENGECAP LEZATNYA KECAP (LOKAL)

MAGELANG TEMPO DOELOE:
MENGECAP LEZATNYA KECAP (LOKAL)
"Pembikinan ketjap tjap kokkie selaloe dioeroes dengen bersih dan pake materiaal jang soeda terpili baik, maka selamanja mengandoeng haroem, sedep dan goerih rasanja"
Begitulah kalimat promosi dari sebuah iklan pabrik kecap "Tjap Kokkie" bikinan dari Tjan Goen Kiem di Muntilan terasa makin menarik ketika merek kecap lain mempromosikan diri sebagai 'kecap nomer 1', justru sebaliknya kecap "Tjap Kokkie" justru menahbiskan diri sebagai 'kecap nomer 2'. Meskipun produk yang diolah terbuat dari bahan pilihan yang hasilnya dijamin harum, sedap dan gurih rasanya.
Pabrik yang eksis di tahun 1930-an ini, juga memberikan harga yang lebih murah jika ada yang mau menjual lagi. Seperti yang tercantum di iklannya 'boeat djoewal lagi dapet oentoeng bagoes'.
Segala hal punya cerita menarik yang nggak semua orang tahu, tak terkecuali kisah tentang kecap. Ya, si hitam kental yang menjadi pelengkap di meja makan ini punya sisi menarik yang bisa membuat kita lebih menghargai kecap.
Begitu menarik untuk membahas dunia kecap yang mampu memperkaya khazanah perkulineran di Indonesia khususnya di Magelang. Tanpa kecap, sate ayam yang kita makan tak akan senikmat biasanya. Tanpa kecap, semur daging pun rasanya kurang nendang. Sekali lagi, tanpa kecap, kuah bakso di mangkuk kita rasanya ada yang kurang, termasuk soto dan kupat tahu tentunya.
Kecap ditengarai berasal dari daratan China, kemunculannya pertama kali diperkirakan lebih dari 3.000 tahun lalu. Tokoh kuliner Indonesia, Bondan Winarno, dalam catatannya yang berjudul 'Kecap Manis: Pusaka Kuliner Nusantara' menjelaskan tidak ada catatan pasti tentang kemunculan kecap manis di Jawa. Catatan tentang kedelai dan kecap juga termuat dalam buku tulisan Sir Thomas Stamford Raffles berjudul The History of Java.
Diduga pula kecap masuk ke Nusantara dibawa oleh pendatang dari Tiongkok. Pelaut dan pedagang asal Tiongkok mengenalkan kecap yang berasal dari negerinya dan kedelai yang merupakan bahan baku pembuatan kecap.
Kecap tidak hanya disukai oleh orang Tionghoa ataupun pribumi, orang Eropa yang tinggal di Magelang pun juga menikmati betul menu makanan yang dibumbui dengan kecap.
Di era tahun 1930-an, tercatat 4.189 orang Eropa tinggal di Magelang. Di kota ini, masyarakat Eropa banyak yang berprofesi sebagai tentara. Maklum saja, sebuah tangsi militer besar berdiri di kota ini. Deretan pemukiman militer yang megah dapat dengan mudah ditemui di kawasan tangsi ini.
Para koki yang bekerja di barak militer ataupun di rumah perwira militer Belanda adakalanya menyajikan menu yang disukai oleh tuan mereka. Salah satunya adalah nasi goreng.
Berikut ini adalah resep masakan untuk membuat nasi goreng, dikutip dari sebuah buku masak militer.
NASI GORENG
600 gram beras (berat kering)
400 gram daging babi atau sapi
100 gram bawang merah
100 gram Lombok
100 gram koetjai [lokio]
40 gram daun bawang
40 gram kecap manis atau asin
garam dan merica secukupnya,
jika mungkin tambahkan 200 gram udang.
Rebus daging sampai hampir matang. Ulek cabai dan bawang sampai halus dan goreng ringan (dengan api kecil). Potong daging berbentuk kubus dan masukkan ke dalam gorengan bawang dan cabai itu.
Opsional: udang (dikupas dan direbus). Sayuran dikukus dengan nasi putih dan campurkan daging yang sudah digoreng lalu diaduk dalam Wadjan besar dalam api kecil. Selama menggoreng tambahkan kecap dan garam. Menghidangkan nasi goreng dengan tambahan telur dadar yang dipotong-potong atau omelet sangat direkomendasikan.
Di sekitar era tahun 1960-1980-an, perkembangan kecap di Magelang makin menarik. Pabrik-pabrik kecap bermunculan yang mayoritas dimiliki oleh orang Tionghoa. Diantaranya:
- kecap 'Singa' milik Nyonya Liem Djoen Djioe yang beralamat di Djalan Kjai Pandjang no. 9
- kecap 'Rante' di Botton II
- kecap 'Kalkun' di Djuritan Kidul
- kecap 'Kidang Djantra' milik Thio Tjin Hok di Djalan Kedjuron 11A.
- kecap 'Udang' di Poncol
- kecap 'Raja Udang'
- kecap 'Bawang'
- dll.
Selain dijual dalam kemasan botol, kecap juga dijual dalam bentuk non kemasan. Di sebuah pabrik kecap di daerah Sablongan, kecap dijual dalam bentuk curah, artinya pembeli yang membeli kecap dalam bentuk literan, mirip membeli minyak goreng non kemasan di pasar.
Konon, cita rasa di pabrik kecap rumahan ini tidak kalah lezatnya dengan kecap kemasan botol.
Konon pula, Kecap cap Rante merupakan kecap terlezat di jamannya. Pada akhir tahun 1990-an, harga kecap ini sudah hampir Rp 10.000,- per botol. Bandingkan dengan harga kecap lainnya yang barangkali harganya cuma setengahnya. Tapi sayangnya, kecap cap Rante mengakhiri kelezatannya di awal tahun 2000-an.
Justru sebaliknya, kecap Kalkun dan Kidang Djantra masih eksis mengecapi masyarakat hingga kini. Kecap Kidang Djantra berubah nama menjadi 'Kidang Jantra' karena penyesuaian ejaan. Sedangkan lokasi pabriknya tidak lagi di 'Djalan Kedjuron no. 11' tetapi berpindah di Jalan Tidar.
Eksistensi kecap lokal diuji ketika serbuan kecap nasional. Tak sedikit yang jatuh, dan tak sedikit pula yang mampu bertahan hingga kini. Perkulineran di Magelang yang cenderung manis seperti kupat tahu dan senerek, setidaknya mampu menjadi benteng pertahanan terbaik untuk industri perkecapan di kota ini.
Kecap bukan hanya sekadar industri rumah tangga semata, tetapi kecap sanggup memperkaya khazanah perkulineran di Magelang. Mengecap lezatnya kecap (lokal) di sajian kuliner akan mampu menjaga kebertahanan dan keberlangsungan hidup industri kecap lokal di kota tercinta ini.
Komentar
  • Yek Lan Kecap Rante paling enak. Tapi sekarang sdh tamat.
    1
    • Nuke Aziz Aku dulu pertama kali dikenalkan kecap cap Rante oleh buliknya miisoa...enak...
      1
  • Yek Lan Nuke Aziz iya mbak Nuke konon pengusahanya bujangan, setelah meninggal gak ada yg nerusin usahanya.
    1
  • Nuke Aziz Aku sampe skrg pakai kecap B***o cik Yek Lan
  • Yek Lan Nuke Aziz aku stlh gak ada rante trs ganti Bango ato ABC
    1
  • Tulis komentar..

    No comments:

    Post a Comment