12 March 2019

Tentang Sejarah Magelang - KISAH SI KASET PITA, KENANGAN TAK TERLUPAKAN

MAGELANG TEMPO DOELOE:
KISAH SI KASET PITA, KENANGAN TAK TERLUPAKAN
Oleh Bagus Priyana
TOKO KASET
Begitu juga yang terjadi di Magelang. Demam kaset pita pun melanda para pecinta musik di kota kecil ini. Di tahun 1980-2000, tak sedikit bermunculan toko-toko kaset, khususnya di wilayah pusat kota seperti di Pecinan. Misalnya Gandem Marem, Yaik, Nasional, Podorejo, Sakura, dll. Bagi peminat kaset seperti Koes plus, Bimbo, Hetty Koes Endang, Beatles, Rolling Stones, Queen, dll bisa konsumen dapatkan di toko-toko kaset tersebut.
Toko Kaset Gandem Marem menjadi toko kaset papan atas di saat itu. Bagaimana tidak jika toko ini sangat memanjakan para penikmatnya dengan fasilitas yang terbilang mewah di saat itu. Toko yang terletak di Jl. Pemuda 45 dan Jl. Tidar 10 ini terbilang komplit dalam menyajikan kaset-kaset, baik kaset lokal, nasional maupun internasional. Plus fasilitas AC (Air Conditioner) yang mendinginkan ruangan, makin membuat nyaman pengunjung. Ini dapat dilihat dari slogan yang benar-benar memanjakan konsumen yaitu SELF SERVICE SISTEM yang artinya konsumen bisa memilih, mengambil dan mencoba sendiri kaset-kaset yang dipilih. Tentu saja ini sebuah strategi bisnis yang mampu memikat konsumennya.
Di Toko Kaset Podorejo di Pecinan juga hampir mirip dengan Gandem Marem. Di toko ini, beratus kaset dalam dan luar negeri dipajang pada display kaset. Sehingga pengunjung bisa memilih kaset yang diminati. Makin nyaman juga dengan suasana toko yang enjoy buat konsumen kaset.
Kaset juga membuka lahan bisnis barang-barang pendukung atau turunan seperti walkman, radio tape dan alat-alat yang dipakai label dalam memproduksi sebuah album, kaset dengan beragam model atau cairan pembersih kaset merupakan sedikit banyaknya produk turunan kaset.
Para pengusaha yang jeli kerap memanfaatkan bentuk kaset sebagai model produknya, semisal gantungan kunci atau tas bermodel kaset.
Di era keemasannya, kaset memberikan pemasukan besar kepada negara. Tercatat pada akhir 1980-an, industri musik menyumbang hampir 100 milyar rupiah kepada kas negara. Pemasukan itu diperoleh melalui stiker Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp 575,- setiap kaset yang dipasarkan.
Adanya toko kaset ini, menjadikan muda mudi sebagai salah satu tempat yang dikunjungi. Tak hanya membeli tetapi juga sebagai tempat ngobrol dan nongkrong. Kondisi ini dimanfaatkan para pelaku bisnis untuk memasarkan dagangannya seperti tiket konser, kaos ataupun produk perawatan kaset.
(Bersambung)

nggapan lainnya



Sumber :
https://www.facebook.com/bagus.priyana?__tn__=%2CdC-R-R&eid=ARD6003zl_D6rIjVvrcdUxUVC5B22pHdXMWrFG000tBchk8m7u3SWH1GMrqR3IGZqu488f5TPWbq-YOd&hc_ref=ARQOZ1QqsMYNOEWSGfcKfJi3iGAfuIqUQXgzUUsSeIXgZtGtFseVNs57v4dJFzZ9FsE&fref=nf

No comments:

Post a Comment