01 April 2013

Tentang Sejarah Magelang - Djelajah Kota Toea

oleh Bagus Priyana


Djelajah Kota Toea

Anggota Komunitas Kota Toea Dalam Djelajah Kota Toea
MAGELANG – Magelang mempunyai dewan kota yang dipimpin oleh seorang asisten residen, dan pada tahun 1929 baru menjadi Kota Praja dan memiliki wali kota sendiri. Bekas bangunan yang digunakan sebagai pusat pemerintahan kala itu masih berdiri kokoh dan menyimpan nilai sejarah yang tinggi.
Sekelumit mengenai sejarah pemerintahan yang ada di Magelang. Jejak sejarah itulah yang ingin kembali digali dalam acara Djelajah Kota Toea Magelang pada Minggu, (30/1) kemarin. Sembari jalan-jalan, 45 orang peserta dari berbagai kalangan mencoba kembali mengingat awal mula terbentuknya Magelang.
“Kita memang sengaja napak tilas sejarah pemerintahan Magelang pada 1810 – 1945,” kata panitia acara Bagus Priyana, disela-sela memimpin rombongan melihat bangunan tua.Dipandu oleh Wahyu Utami, Mahasiswa S3 Jurusan Tehnik Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada (UGM), rombongan mengawali napak tilas tersebut Masjid Agung Kota Magelang, ada tiga bangunan yang merupakan awal pemerintahan yang dibangun diwilayah tersebut, yaitu Masjid Agung Kauman, Pendopo Bupati, dan Alun-alun Magelang. Bangunan tersebut dibangun pada tahun 1890 pada masa Bupati Magelang pertama, RA Danoeningrat I atas perintah Inggris. Namun pada 1948, terjadi agresi militer kedua, pendopo dibumi hanguskan, dan dibangun Balai Latihan Keuangan (BLK).
“Situlah pusat pemerintah Magelang diawali,” ujarnya.
Setelah berkeliling di tiga tempat tersebut, rombongan diajak mengunjungi Kwekschool. Setelah pendopo tersebut dibumihanguskan, terang wahyu, pemerintahan Magelang berpindah ke sebuah bangunan yang dahulunya difungsikan sebagai sekolah yaitu, kwekschool (sekarang kantor disdukcapil Kabupaten Magelang). Selapas Magelang menjadi Gemeente (setingkat kota) pada tahun pada 1906, baru pada 1923 atas inisiatif Meneer CA Schilter dibangun balai kota (Sekarang PDAM).
“Namun sayang, bangunan tersebut (balai kota) telah direhab, sehingga bangunan aslinya tidak begitu nampak,” terangnya.
Walaupun ditempuh dengan berjalan kaki, namun tidak mengendurkan semangat peserta napak tilas untuk terus menelusuri dan melihat bangunan yang ada. Mereka melanjutkan berjalan dengan mengunjungi karesidenan yang dulunya adalah rumah pejabat yang mulai dibangun mulai 1815 – 1819. Disana peserta juga diajak mengunjungi museum Diponegoro. Napak tilas diakhiri dengan mengunjungi Masjid Agung Payaman dan makan Bupati Magelang pertama, Danoeningrat I.
Bahri salah seorang peserta napak tilas, yang juga mahasiswa S3 Arsitektur UGM mengatakan, ini merupakan acara yang patut diberikan apresiasi. Dengan napak tilas ini, peserta napak tilas ini berusah menelusuri kembali sejarah pemerintahan di Magelang. Bangunan yang dikunjungi mempunyai aksen khas, dengan fentilasi besar dan pintu besar yang merupakan ornamen khas dari bangunan Belanda. Namun sayang, menurutnya ada beberapa bangunan yang telah telah mengalami perubahan bentuk. Perubahan bentuk karena direhab total seperti PDAM dan penambahan yang malah merusak bangunan arsitektur bangunan lama.
“Seperti penambahan atap teras di perusda percetakan Kabupaten Magelang, kalau dosen saya lihat bangunan tersebut, pasti dia akan marah-marah,” ujarnya yang datang dengan 10 orang teman kuliah di S3 UGM.
Santi Widiastuti, Guru sejarah SMPN 6 Kota Magelang yang menjadi peserta mengatakan, dengan napak tilas ini dia menjadi lebih tahu mengenai sejarah lokal. Menurutnya dalam kurikulum sejarah, tidak dipelajari budaya lokal, padahal lanjutnya ini adalah hal yang penting dan perlu diketahui siswa.
“Jangan salahkan mereka jika nanti mereka ikut merusak bangunan tua, karena itu adalah sebuah bentuk ketidak tahuan mereka,” jelasnya.


Sumber :
https://kotatoeamagelang.wordpress.com/2011/03/06/djelajah-kota-toea/#more-28

No comments:

Post a Comment