01 April 2013

Tentang Sejarah Magelang - Jejak Spoor

Jejak Spoor

Gerbong Tua di Bekas Stasiun Kereta Api Kebonpolo
Gerbang kereta api tua, warna hijau yang telah pudar, teronggok diantara bangunan yang terawat. Besi dan kayu lapuk lengkap dengan roda masih terlihat kokoh berdiri. Setidaknya keberadaan gerbang kereta itu menjadi petanda, dahulu tempat itu adalah stasiun kereta api Kebonpolo, Kota Magelang. Sebuah situs sejarah zaman penjajahan hingga revolusi merebut kemerdekaan.
Kini tempat itu menjadi subterminal angkutan kota. Di situ memang masih banyak penumpang, tapi tak lagi menunggu kereta dari Yogyakarta atau Bedono Semarang. Mereka menunggu kedatangan angkutan kota, yang tiap detik dan menit berlalu-lalang di bekas stasiun tersebut.
Ya, begitulah sepintas kondisi stasiun Kebunpolo sekarang ini. Tak ada yang merawat dan apalagi merenovasinya. Lembaga atau instansi yang membawahi keberadaan situs itu, tak jelas.  Pemkot selama ini meminjam aset PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk dimanfaatkan menjadi terminal. Pada tahun 2002 pernah digulirkan wacana Pemkot meminta aset itu kepada PT KAI, untuk penataan tata ruang kota yang lebih bagus lagi. Pada tahun itu, sudah pernah ada pegawai PT KAI yang menghitung asetnya di Magelang. Namun hingga kini belum ada persetujuan atau tanda-tanda pengambil alihan aset.  PT KAI sendiri, sepertinya sudah tak lagi mempedulikan asetnya di Stasiun Kebonpolo, karena sudah dimanfaatkan oleh Pemkot. Kantor stasiun yang bersebelahan dengan Jl A Yani sudah menjadi pertokoan.
Karena tak ada pengawasan dari Pemkot dan PT KAI, keberadaan stasiun itu boleh dibilang semrawut. Seringkali gerbang itu untuk tidur gelandangan atau orang gila, lebih parah lagi dimanfaatkan untuk menjemur pakaian.  Jika dipandang memang tak sedap, tapi itulah sebuah fenomena yang terjadi. Kumuh dan tak terawat di sudut kota seperti itu, menjadikan ruang publik di kota ini tak lagi nyaman dipandang mata.
Sejarah Spoor
Aset PT KAI sebenarnya tak hanya Stasiun Kebunpolo, aset lainnya antara lain tanah di sepanjang Jl Sudirman hingga Jl Pemuda serta di kampung yang dulu dilewati rel kereta api.  Juga tanah bekas stasiun di tengah kota, yang sudah lama beralih fungsi menjadi kios-kios. Misalnya saja, di petokoan Jl Sudirman Pasar Rejowinangun yang terbakar, itu adalah bagian dari asetnya. Dahulu di situ dahulu stasiun kecil yang digunakan untuk para pedagang dan penumpang naik kereta.
Dalam masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia peran kereta api sangatlah besar, termasuk di Magelang. Sejarah mencatat peran kereta api dalam distribusi logistik untuk keperluan perjuangan dari Ciporoyom (Bandung) ke pedalaman Jateng. Mobilisasi prajurit pejuang di wilayah Yogjakarta-Magelang-Ambarawa.
Jalur kereta api menjadi bagian dari ruang sejarah masa revolusi. Proyek pembaggunan pertamakalinya, yang diberi nama ‘’Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij’’ (NV. NISM) dipimpin oleh Ir J.P de Bordes. Diawali dengan membangun rel dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km). Jalur itu dibuka pertamakalinya Agustus 1867.
Menelusuri jejak-jejak rel kereta api yang dibangun pada masa penjajahan Belanda menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Setelah mengamati kondisi kesemrawutan dan kerusakan bekas stasiun Kebonpolo Kota Magelang, saya mencoba berjalan menuju ke arah selatan  menyusuri bekas-bekar jalur besi tua itu.
Saya menuju ke arah Selatan, yakni Jembatan Krasak, perbatasan Jeteng-DIY. Dari jembatan itu barulah menyusur ke utara menuju Kota Magelang. Di jembatan ini dahulu terdapat jembatan penghubung rel. Jembatan ini pernah terkena banjir lahar yang menghanyutkan satu bentang.
Gara-gara jembatan ini patah, maka kereta api dari Yogayakarta hanya sampai Tempel tidak bisa lanjut ke Magelang pada waktu zaman dahulu. Jembatan itu cukup panjang tampak berada di antara kebun salak.  Setelah dari jembatan Krasak rel membentang menuju Stasiun Tegalsari. Sekarang sudah menjadi hunian penduduk. Dari situ rel membelah Kali Pabelan, ada dua jembatan. Jembatan di Kali Pabelan dan jembatan kali anakannya.
Jembatan Kali Pabelan berupa jembatan deck truss, artinya jalan rel lewat di atas struktur. Sekarang ini jembatan ini digunakan warga untuk sarana penyeberangan dengan memasang bantalan secara rapat sehingga lebih mudah dilalui baik pejalan kaki, sepeda, maupun sepeda motor.
Jika berjalan terus ke utara, bisa sampai Stasiun Blabak. Stasiun ini juga sudah berubah fungsi jadi warung dan tempat jualan pulsa. Namun, posisi stasiun ini sangat jelas terlihat. Tepat disamping Jl Magelang-Yogyakarta.
Dulunya stasiun ini digunakan untuk mengangkut (bongkar muat) ke Pabrik Kertas di Blabak. Kompleks emplasemen sekarang menjadi pasar, tempat jualan makanan dan tempat mangkal angkutan pedesaan.  Kalau dari arah Semarang, kita bisa langsung mengenalinya karena memang tempatnya agak menjorok. Dari tempat itu jika terus ditelusuri ke utara, masih ada jalur relnya. Jika dari arah Yogyakarta berarti kiri jalan, antara Blabak dan Blondo, samar-samar terlihat rel.
Perjalanan berlanjut ke Stasiun Mertoyudan. Stasiun ini digunakan PDAM. Tidak jauh dari situ, dapat dilihat sinyal masuk yang sekarang menjadi tambatan spanduk.
Di dekat situ dahulu juga ada Stasiun khusus untuk taruna Akademi Militer (Akmil) menuju Yogyakarta. ‘’Saya masih ingat dahulu di sini banyak penumpang kereta dan taruna Akmil yang hendak pergi ke Yogyakarta,’’kata Sugiantoro (50) warga Mertoyudan, Kabupaten Magelang.
Dikatakannya, dahulu rel kereta api itu menuju ke arah utara sampai Pasar Rejowinangun dan Stasiun Kebon Polo. Di stasiun itu ada seperti peron, untuk para penumpang dan pedagang menaikkan barang.
Sekarang ini kondisinya sudah berubah, tanah milik PT KAI itu menjadi pertokoan. Rel yang membujur hingga pasar Kebonpolo itu kini sudah menjadi jalur lambat, dari mulai Jl Pemuda hingga Jl A Yani.
‘’Ketika hendak pergi ke Yogyakarta sekitar tahun 1980-an awal saya naik kereta dari Stasiun ini. Kereta uap yang penuh sesak penumpang para pedagang dan pelancong,’’kata Dias warga, Kramat, Magelang Utara.
Dia menceritakan, jika mengenang pada masa itu terasa indah. Kereta api membelah keramaian kota dan para penumpangnya berjubel. Masa itu menjadi kenangan tak terlupakan (Sholahudin Al-Ahmed)


Sumber :
 https://kotatoeamagelang.wordpress.com/2011/03/06/jejak-spoor/#more-40

No comments:

Post a Comment