31 December 2023

SINUHUN MANGKUBUMI Nama timurnya adalah Gusti Raden Mas Mustaya, Nama setelah dewasa Kanjeng Gusti Pangeran Harya Mangkubumi. Ia adalah putra lelaki ke 4 dari satu-satunya Garwa Padmi Sultan Hamengku Buwana IV yaitu Gusti Kanjeng Ratu Kencana/Ratu Hageng/Raden Ajeng Sepuh. Satu ibu juga dengan Sultan ke V yang ia gantikan. Bertahta menggantikan abangnya – Sultan ke V – yang wafat dan tidak mempunyai putra mahkota. Dalam berita Koloniaal Verslag over het jaar 1855, Pangeran Mangkubumi mendapat dukungan dari kalangan bangsawan tinggi di Yogyakarta dan telah memdapat persetujuan pemerintah kolonial. Saat bertahta ia berusia 34 tahun. Pada masa pemerintahannya, kondisi Jawa mulai stabil setelah perang Jawa berakhir 20 tahun sebelumnya. Di Yogyakarta ditandai dengan makin banyaknya pengusaha eropa untuk menyewa tanah kesultanan untuk perkebunan. Tetapi akibat kegagalan panen dan gempa bumi 1867 yang berdampak pada paceklik, arsip ANRI, Algemeen Verslag van Residentie Yogyakarta over het jaar 1868, bundel Yogya nomor 298 menyatakan adanya peningkatan kejahatan dan ini menjadi keluhan para penyewa eropa tadi. Puncaknya terjadi pada tahun 1868 ketika Pieter Dom, sepupu George Weinschenk pengusaha perkebunan terkenal di kalangan para penyewa tanah di Yogyakarta, dibunuh oleh segerombolan perampok. Rekonsiliasi Mataram Islam dilakukan Sultan ke VI ini dimana ia menikahi putri Susuhunan Pakubuwana VIII dan menjadi Garwa Padmi bergelar GKR Kencana/GKR Amangkubuwana pada 1848. Konon karena GKR Kencana tidak mempunyai putra, maka selirnya diangkat sebagai garwa padmi bergelar GKR Sultan/Ratu Agung/Raden Ayu Sepuh (1872). Agar tidak timbul kekisruhan tahta, ia memberikan pilihan kepada putra sulungnya Gusti Hangabehi (putra dari GKR Sultan) dan telah disetujui pemerintah Belanda melalui Residen Djokjakarta A.J.D.H.P. Bosch, pada tanggal 17 April 1872. Sinuhun Mangkubumi bertahta selama 22 tahun, dan wafat pada 1877 (usia 56 tahun) dimakamkan di Imogiri, tepatnya di Hastana Besiyaran, satu cungkup dengan ayahnya : Sultan ke IV (seda besiyar) dan abangnya Sultan ke V. Foto KITLV 1860/1880

 SINUHUN MANGKUBUMI


Nama timurnya adalah Gusti Raden Mas Mustaya, Nama setelah dewasa Kanjeng Gusti Pangeran Harya Mangkubumi. Ia adalah putra lelaki ke 4 dari satu-satunya Garwa Padmi Sultan Hamengku Buwana IV yaitu Gusti Kanjeng Ratu Kencana/Ratu Hageng/Raden Ajeng Sepuh. Satu ibu juga dengan Sultan ke V yang ia gantikan. Bertahta menggantikan abangnya – Sultan ke V – yang wafat dan tidak mempunyai putra mahkota. Dalam berita Koloniaal Verslag over het jaar 1855, Pangeran Mangkubumi mendapat dukungan dari kalangan bangsawan tinggi di Yogyakarta dan telah memdapat persetujuan pemerintah kolonial. Saat bertahta ia berusia 34 tahun. 


Pada masa pemerintahannya, kondisi Jawa mulai stabil setelah perang Jawa berakhir 20 tahun sebelumnya.  Di Yogyakarta ditandai dengan makin banyaknya pengusaha eropa untuk menyewa tanah kesultanan untuk perkebunan. Tetapi akibat kegagalan panen dan gempa bumi 1867 yang berdampak pada paceklik, arsip ANRI, Algemeen Verslag van Residentie Yogyakarta over het jaar 1868, bundel Yogya nomor 298 menyatakan adanya peningkatan kejahatan dan ini menjadi keluhan para penyewa eropa tadi.  Puncaknya terjadi  pada tahun 1868 ketika Pieter Dom, sepupu George Weinschenk pengusaha perkebunan terkenal di kalangan para penyewa tanah di Yogyakarta, dibunuh oleh segerombolan perampok. 


Rekonsiliasi Mataram Islam dilakukan Sultan ke VI ini dimana ia menikahi putri Susuhunan Pakubuwana VIII dan menjadi Garwa Padmi bergelar  GKR Kencana/GKR Amangkubuwana pada 1848. Konon karena GKR Kencana tidak mempunyai putra, maka selirnya diangkat sebagai garwa padmi bergelar GKR Sultan/Ratu Agung/Raden Ayu Sepuh (1872). Agar tidak timbul kekisruhan tahta, ia memberikan pilihan kepada putra sulungnya Gusti Hangabehi (putra dari GKR Sultan) dan telah disetujui pemerintah Belanda melalui Residen Djokjakarta A.J.D.H.P. Bosch, pada tanggal 17 April 1872.


Sinuhun Mangkubumi bertahta selama 22 tahun, dan wafat pada 1877 (usia 56 tahun) dimakamkan di Imogiri, tepatnya di Hastana Besiyaran, satu cungkup dengan ayahnya : Sultan ke IV (seda besiyar) dan abangnya Sultan ke V.





Foto KITLV 1860/1880

No comments:

Post a Comment