14 September 2022

Rakai Watukura Dyah Balitung - Raja Kerajaan Mararam Kuno

 "MENCOBA MENGENAL LEBIH DEKAT TENTANG

  RAKAI WATUKURA DYAH BALITUNG RAJA 

   KERAJAAN MATARAM KUNA YANG 

   TERKENAL DENGAN INSKRIP-

    SI PANJANGNYA ITU".


Rakai  Watukura  Dyah  Balitung  berdasar  inskripsi (Prasasti.  Mantyasih   atau  Kedu).  yang  dikeluar- kannya  pada  tahun 907 (sembilan ratus tujuh) M merupakan  raja  yang  ke 9 (sembilan). Dalam ins-

kripsi  tersebut  gelarnya adalah Sri  Maharaja  Wa-

tukura Dyah Balitung, lengkapnya adalah Sri Maha- raja Rakai  Watukura Sri Dharmodaya Mahasambu, namun  menurut  Prasasti  Wanua Tengah III tahun 908  (sembilan  ratus  delapan) M,   ia   menempati urutan ke 13 (tiga belas).


Rupa-rupanya  perbedaannya setelah raja keempat

didahului  oleh  Dyah Gula sebagai raja kelima yang

memerintah  cuma setengah tahun lebih beberapa

hari  saja  (Agustus  827-Januari   827).  Kemudian pada  urutan  ke 9 (sembilan)  sesudah. Rake Kayu-

wangi, diisi  oleh  Dyah  Tagwas, ini juga  cuma me-

merintah  selama  tujuh  bulan  lebih  beberapa hari

(Februari 885-september  885). Lalu  pada  urutan

berikutnya (ke 10) muncul  nama  Rake Panumwa-

ngan  Dyah  Dewendra, inipun  hanya  memerintah

selama kurang dari dua tahun, tepatnya satu tahun

lebih   empat   bulan  kurang  dua  hari  (September 885-Januari  885?. Yang   berikutnya  adalah  Rake

Gurunwangi  Dyah  Bhadra  sebagai  raja kesebelas

(11)  malah  cuma  bertahan   memerintah   kurang

dari  setahun, tepatnya setahun.  kurang.  tiga  hari.


Rupa-rupanya dalam pernyataan inskripsi itu Rakai

Watukura   Dyah  Balitung  tidak memasukkan para

raja  yang  singkat/pendek  masa   memerintahnya.

Alhasil Dyah Balitung dari urutan ke tiga belas, naik

ke urutan sepuluh. Masa  memerintahnya  pun  ter-

dapat  perbedaan,   pada  Prasasti  Wanua  Tengah (Me i 898  hingga  Oktober  908) M, versi  lain.  me- ngatakan  sejak  898  hingga  915M. Ada  lagi yang menyatakan   dari  898  sampai  910 M,  versi  yang terakhir  menyatakan  dari 899  hingga 911 M. Bagi saya  lebih  meyakini  apa yang diungkapkan dalam Prasasti  Wanua Tengah  sebab  itu  sumber primer dalam mengkaji sejarah.


Pada  masa  pemerintahannya  ada seorang tekno-

krat intelektual  yang bernama Daksotama, dia ada-

lah konseptor pemerintahan yang handal dan tang-

guh,  sehingga  pemikirannya  sangat   mempenga-

ruhi gagasan  rajanya. Dinasti Tang (618-906)  dari

Cina bekerja sama dengan Balitung membuat pro-

yek terjemahan kitab"Ta-Teo-Kan-Hung". Memang

Balitung  sangat menggemari  seni sastra, bahasa,

seni lainnya serta budaya.


Unsur profesionitas, kapasitas, dan integritas sang-

at  dibutuhkan Balitung  dalam mengelola pemerin-

tahan.  Kelak  Daksotama   yang  notabene  adalah ipar  Balitung  yang  menggantikan  Balitung  men-

jadi  raja  (Djoko Dwiyanto, 1975).  Raja   Dyah   Ba- litung   bergelar   Sri  Iswarakesawotsatungga,  ter- kenal   sangat   ekspansionis   tak.  heran.   wilayah. kekuasaannya  tidak  cuma  meliputi Jawa  Tengah  saja melainkan hingga sampai Jawa Timur bahkan Bali.


Pada  masa  pemerintahan Dyah Balitung ini  pusat

pemerintahan (ibukota).  dipindahkan dari  Mamra- tipura  (Medang i Mamrati)  ke  Poh  Pitu  (Medang I Poh Pitu) yang  bernama  Yamapura. Ini  disebab- kan   Mamratipura  telah  mengalami   kehancuran  sewaktu  terjadi  peperangan   antara  Rakai  Kayu- wangi  dengan  Rakai  Gurunwangi. Dimasa peme- rintahannya,  timbul  jabatan  baru  yakni   Rakryan  Kamuruhan  yang  setingkat  dengan   jabatan  per- dana  menteri. Juga  muncul  jabatan  Rakryan Ma- patih yang dijabat oleh Mpu Daksa (Prrasasti Watu- kura, 27 Juli 902) M.


Selain  itu ia  memerintahkan  kepada  Rakai  Welar

Mpu  Sudarsana  untuk  membangun kompleks pe-

nyeberangan bernama Paparuhan di tepian Benga-

wan    Sala    (Prasasti  Telang  11  Januari  904) M.

Ia   pun.  membebaskan  pajak  desa-desa disekitar

Paparahuan.  serta   melarang   para  penduduknya

untuk   memungut   upah   dari  para  penyeberang.

Pembebasan   pajak   juga   dilakukan  di desa Poh yang   mendapatkan   tugas   untuk   mengelola ba-

ngunan.  suci   Sang  Hyang  Caitya dan Silunglung 

(Prasasti Poh, 17 Juli 905) M.


Ia    juga    memberikan   anugerah    pada   Rakryan Hujung Dyah  Mangarak dan Rakryan Matuha Dyah Majawuntan   dari desa Kubu-Kubu, karena berjasa memimpin.  penaklukkan   daerah Bantan atau Bali

(Prasasti  Kubu-Kubu, 17  Oktober  905) M. Ia  juga

memberi   anugerah   kepada.  Rakryan   Sanjiwana

(neneknya) dari desa Rukam yang  sudah. merawat

bangunan suci di Limwung. Masih  ada lagi anuge-

rah  yang   diberikan.  kepada.  lima  path bawahan yang telah menjaga keamanan saat pernikahannya

(Prasasti Mantyasih, 11April 907) M.


Ia  merupakan raja yang berdarah campuran antara

Dinasti.  Syailendra  dan  Dinasti  Sanjaya. Makanya

ia perlu mengeluarkan inskripsi untuk menguatkan status.  kedudukannya.   Ia   naik.  takhta   sesudah membereskan  kekacauan yang terjadi di Mataram Kuna. Ia  sukses  mengalahkan  Rakai  Gurunwangi yang   menjadi  pesaing   sekaligus   musuh.  Rakai Watuhumalang  (mertuanya). Kemudian   ia.  meni- kahi  putri   Rakai.  Watuhumalang, yang juga cucu Rakai Pikatan.


Pada  masa  pemerintahan.  Rakai  Watukura Dyah

Balitung  Kerajaan  Mataram  Kuna  mengalami za-

man   keemasan. Hal   ini  ditandai  dengan adanya

perhelatan pentas seni besar-besaran, dengan me-

nampilkan  pagelaran  wayang. Lakonnya Bima Ku-

mara  dan Ramayana. Para dalang  yang sudah me- mainkan wayang  diberi  upah setimpal.  dan  layak  sebagai wujud penghargaan atas profesionaitas- nya.


Sayangnya.  pengangkatan   Rakai  Watukura Dyah

Balitung   sebagai   raja  memunculkan  rasa iri dan

ketidakpuasan   dihati  Mpu Daksa, putra raja sebe-

lumnya  yang  tentunya   merasa  lebih  berhak atas

takhta.  Kerajaan   Mataram   Kuna. Ternyata   Mpu

Daksa  yang  menjabat  sebagai Rakai Hino ketahu-

an telah mengeluarkan prasasti tanggal 21 Desem-

ber- 910 M tentang pembagian daerah Taji Gunung

bersama Rakai Gurunwangi (musuh ayahnya) yang

dikalahkan oleh Rakai Watukura Dyah Balitung


Rakai  Gurunwangi  ini  mengangkat dirinya  sendiri sebagai  Maharaja   Kerajaan  Mataram .Kuna sesu-

dah   terbunuhnya  Rakai Kayuwangi  dan itu terjadi

pada.  masa  awal pemerintahan Rakai Watuhuma-

lang. Menurut Prasasti Plaosan, Rakai Gurunwangi

adalah putra Rakai Pikatan dari isteri selir.


Demikian postingan ini saya akhiri, semoga bergu-

na bagi kita semua dan apabila ada kekhilafan ser-

Tae kesalahan mohon dimaklumi dan dimaafkan.


Salam rahayu bagi semuanya.


Selesai.


- DR.Purwadi, M.Hum, " The History of Javanese

  Kings", Penerbit Ragam Media, Cetakan I, 2010.

- H.A.Kholiq Arif dan Otto Sukatno CR,".Mata Air

  Peradaban",Penerbit LKiS, Yogyakarta, Cetakan I,

  Agusy 2010.

- Sri Wintala Achmad dan Krisna Bayu Adji," Ensi-

   klopedia Raja-Raja Nusantara", Penerbit Araska,

   Cetakan I, Juni 2014.

- Sigit Wibowo, "Sejarah Perjalanan Orang Jawa

  (230 SM-1292 M), Penerbit Yayasan Jawa Ka-

  nung, Cetakan I, Jakarta,.Maret 2016

No comments:

Post a Comment