28 October 2023

Sejarah Suku Samin

 Sejarah Suku Samin 


Di pedalaman Kabupaten Blora, ada  suku yang masih memegang adat dan tradisi. Namanya Suku Samin. Masyarakatnya memiliki ajaran untuk menjunjung tinggi kejujuran serta tidak bersikap sombong

Suku Samin memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Warga suku ini hidup berpencar di banyak desa yang tersebar di sekitar Kabupaten Blora dan kabupaten lain di sekitarnya. Seperti Kabupaten Grobogan, Bojonegoro, Rembang, Pati dan Kudus. Dalam satu desa, biasanya terdiri dari lima hingga enam kepala keluarga.

Suku Samin merupakan salah satu dari sekian banyak suku bangsa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Suku Samin tetap mempertahankan nilai adat tradisinya dan ajaran pendahulunya.


Sejarah

Suku Samin berawal dari seorang penduduk desa bernama Ki Samin Surosentiko yang lahir di Desa Poso, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, pada 1859. Bagi masyarakat sekitar tempat tinggalnya, Ki Samin dikenal sebagai sosok mulia.

Bahkan ada yang menyebutnya sebagai intelektual desa. Ki Samin juga pemimpin yang dihormati masyarakat setempat. Namun, tidak bagi pemerintah Belanda saat itu. Samin dianggap sebagai penjahat yang sering masuk keluar penjara karena tak patuh aturan penjajah.


Ajaran Samin

Perlawanan tanpa senjata

Makna ajaran ini bahwa Suku Samin mengutamakan perlawanan tanpa senjata dan kekerasan. Akar dari ajaran ini berawal dengan tindakan mereka untuk tidak membayar pajak serta tak mau menaati peraturan dari pemerintah kolonial Belanda sampai ke penjajahan Jepang.  Mereka tak segan menentang penguasa yang sewenang-wenang. Pada zaman penjajahan, masyarakat Suku Samin menolak saat Belanda hendak mendirikan kebun jati. Tidak sampai di situ, hal ini berlanjut ketika Belanda sudah pergi dari Indonesia.

Masyarakat Samin menolak saat mereka hendak dikuasai protani milik pemerintah. Sikap ini seringkali dianggap menjengkelkan, bahkan terkadang masih dirasakan sampai saat ini.


Sohaling ilat

Ajaran lain yang berkembang di antara masyarakat Suku Samin adalah Sohaling Ilat yang berarti gerak lidah. Makna ajaran ini adalah agar tidak berbicara sembarangan, menjaga lidah atau lisan agar tidak mengucapkan kata-kata bohong yang berpotensi menyakiti hati dan perasaan orang lain. Hal ini berlaku antara satu warga dengan lainnya. Jika tidak ingin disakiti, jangan menyakiti orang lain. Ajaran serupa juga berlaku di setiap aspek kehidupan penduduk setempat.


Tidak Menyakiti Orang Lain

Masyarakat suku ini memegang prinsip 'Ono niro mergo ningsung, ono ningsung mergo niro' yang artinya (Saya ada karena kamu, kamu ada karena saya). Prinsip ini membuat orang Samin tidak mau menyakiti orang lain. Meski demikian, mereka tidak akan tinggal diam jika hak-haknya diambil


 

Selalu Berjalan Kaki

Masyarakat Suku Samin terbiasa pergi ke berbagai tempat dengan berjalan kaki.

Al kisah mengungkap, pengalaman  (seorang) penduduk suku (Samin), saat bepergian menuju Rembang. Di tengah jalan, ada bus yang berhenti di dekatnya lalu sang kondektur mengajaknya naik. Orang Samin itu pun naik, namun, dia heran mengapa dimintai (duit) ongkos oleh kondektur. Karena tidak punya uang, dia diminta turun oleh kondektur. Seorang penumpang pun menawari untuk membayarkan ongkos bus, namun (orang) Samin tersebut menolak dengan mengatakan, lebih baik jalan kaki.


Masyarakat Suku Samin juga menjadikan diri mereka dengan nama ‘Sedulur Sikep’, yang artinya orang-orang yang memiliki sikap, serta punya rasa kemanusiaan yang tinggi. Di tengah kemajuan zaman saat ini, apalagi di Pulau Jawa, Suku Samin tetap mempertahankan adat dan tradisi. Di sisi lain, suku ini tetap berbaur dengan masyarakat umum.

Mohon maaf bila mana ada kesalahan tulisan, bahasa,serta informasi yang kurang berkenan..


 


  


#jjd

#sukusamin

#kabupatenblora_mustika

#palingujung

 © @inews.id

No comments:

Post a Comment