30 October 2023

ALAS MENTAOK

 ALAS MENTAOK


Dibalik rimbunnya belukar Alas Mentaok, dahulunya disana berdiri sebuah Kerajaan Hindu / Budha . Tepatnya sekitar abad VIII hingga akhir abad X. Di Alas Mentaok dahulu pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama Mataram, dari berbagai prasasti dan candi candi yang ditemukan dituliskan disana masa masa kejayaan Wangsa Sanjaya & Wangsa Syailendra penguasa Kraton Mataram Kuno.

Tetapi kejayaan mulai meredup, ketika terjadi perang saudara ditambah dengan meletusnya Gunung Merapi yang menghancurkan istana, rumah penduduk, membuat para penguasa Mataram Kuno memindahkan Ibukota Nagari ke pulau Jawa bagian Timur. Dan Mataram menjadi kota mati dan sepi.dan semak belukar pohon pohon tumbuh liar menutupi kisah Mataram kuno.


Sekitar awal abad ke XIII, sebuah perahu besar menepi dan menghentikan perahunya dekat dengan Alas Mentaok. Dari perahu besar turun seseorang yang tampaknya bukan orang biasa , dan memiliki ilmu mumpuni. Beliau turun dari perahu dengan diikuti oleh para pengikutnya, beliau adalah Syech Jumadil Qubro seorang kyahi yang datang dari negeri seberang.

Di Alas Mentaok Syech Jumadil Qubro dan pengikutnya mulai membuka hutan dan mendirikan bangunan tempat tinggal juga langgar. Lambat laun lokasi mulai ramai banyak yang berdatangan kesana untuk melakukan jual beli kebutuhan sehari hari. Syech Jumadil Qubro juga mulai mengadakan syiar agama Islam. Beliau mendirikan Padepokan banyak penduduk yang belajar ilmu agama di Padepokan beliau.

Mengingat lokasi tersebut bekas wilayah Kraton Mataram Kuno, akhirnya Syech Jumadil Qubro dijuluki sebagai Ki Ageng Mataram I.

Setelah beberapa tahun kemudian, Syech Jumadil Qubro melanjutkan syiar nya ke lain daerah.


Sunan Kalijaga atau Syech Malaya juga pernah tinggal di Alas Mentaok. Bahkan beliau sebagai  Priyayi yang wasis dan waskitho sempat menanam tiga pohon beringin di tepi sendang atau mata air. Ketika menanam pohon beringin beliau berkata " Kelak daerah ini pada masanya akan menjadi daerah rejo / makmur " 

Kelak di lokasi tersebut berdiri kerajaan Mataram Islam.


Pada masa akhir Kerajaan Demak, seorang Pangeran dari kerajaan Demak berkelana hingga ke Alas Mentaok, Beliau mendapat tugas dari Para Wali untuk syiar Islam.

Pangeran tersebut tidak mau terlibat dalam perebutan kekuasaan Kraton Demak. Beliau lebih suka mendalami spiritual dan ilmu agama.

Pangeran itu adalah Raden Djoyoprono. Beliau adalah putra dari Sunan Prawata raja Kraton Demak Bintoro saat itu.

Silsilah Raden Djoyoprono :

Sunan Trenggana menurunkan Sunan Prawata.

Sunan Prawata menikah dengan Ratu Mas Panenggak putri Panembahan Agung Surabaya ( putra Batara Katong Adipati Ponorogo ) menurunkan :

1. Raden Djoyoprono

2. Raden Wilasmoro ( kelak Panembahan Wilasmoro ing Kediri )


Raden Djoyoprono atau Pangeran Djoyoprono bertempat tinggal di Alas Mentaok dan di kenal dengan nama Ki Ageng Mataram II. 


Pada masa pemerintahan Kraton Pajang, Ki Ageng Pemanahan mendapat hadiah tanah Alas Mentaok karena jasanya berhasil menundukkan Arya Penangsang.

Ki Ageng Pemanahan dan keluarga besarnya meninggalkan Dukuh Manahan menuju Alas Mentaok. 

Sesampai di Alas Mentaok Ki Ageng Pemanahan bertemu dengan Ki Ageng Djoyoprono yang telah lama tinggal di Alas Mentaok. 


Ki Ageng Pemanahan berkata bahwa beliau tinggal disana karena perintah Sultan Hadiwijaya Raja Kraton Pajang 

Ki Ageng Djoyoprono berkata bahwa beliau terlebih dahulu tinggal di Alas Mentaok jauh sebelum Kraton Pajang berdiri.


Akhirnya Ki Ageng Djoyoprono mau pindah dari Alas Mentaok tapi dengan syarat Ki Ageng Pemanahan menggendongnya dan bergeser sepuluh langkah dari tempat tersebut. Ki Ageng Pemanahan menyetujui dan kemudian menggendong Ki Ageng Djoyoprono, tetapi baru dua langkah Ki Ageng Pemanahan sudah tidak sanggup menggendongnya karena diam diam Ki Ageng Djoyoprono dengan kesaktiaan menambah berat tubuhnya.

Akhirnya Ki Ageng Djoyoprono kemudian mengijinkan Ki Ageng Pemanahan dan keluarganya untuk tinggal disana, Ki Ageng Djoyoprono kemudian tinggal disekitar tempat tersebut daerah tersebut dinamakan Dukuh Djoyopranan, beliau juga mendirikan Padepokan dan langgar yang dinamakan Langgar Djoyopranan. Bahkan akhirnya Ki Ageng Djoyoprono diangkat sebagai Guru oleh Ki Ageng Pemanahan dan mendapat gelar Panembahan Djoyoprono.

Sebagai penghormatan, ketika Panembahan Djoyoprono wafat, beliau dimakamkan di Dalem Pendopo Tajug disamping kanan makam Nyai Ageng Henis di Astana Kotagede.

 

Selanjutnya akhirnya Ki Ageng Pemanahan mendirikan tanah perdikan di Alas Mentaok. Beliau mendirikan bangunan di sekitar pohon beringin yang ditanam Sunan Kalijaga.sesuai petunjuk Sunan Kalijaga. Dan membangun Sendang disamping pohon beringin tersebut dan dinamakan Sendang Seliran. Beliau juga membangun Masjid di sekitar tempat tinggal beliau. Lama kelamaan wilayah tersebut menjadi ramai banyak pendatang yg melakukan transaksi jual beli juga tinggal disana. Wilayah tersebut akhirnya dinamakan Kutha Gedhe atau Kota Besar dan dikenal dengan nama Kotagede ing Mataram.

Ki Ageng Pemanahan dikenal dengan nama Ki Ageng Mataram III.












No comments:

Post a Comment