09 August 2019

Tentang Sejarah Magelang - PERJUANGAN RAKYAT ERA 1945-1949 MUNTILAN #1

Oleh : Bagus Priyana
MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERJUANGAN RAKYAT ERA 1945-1949
MUNTILAN #1
Setelah tentera Belanda mengadakan serangan dan menduduki Yogyakarta tgl. 19 Desember 1948, daerah Kawedanan Muntilan dan Salam, perbatasan antara Kabupaten Magelang - Sleman, rakyat telah menyiapkan bambu runcing dan senjata yang ada. Di Muntilan di bawah pimpinan Wedono H. Boediman (pernah menjadi Residen Pnw-mungkin artinya Penewu), dengan dibantu alat-alat Negara lainnya termasuk Pelda Oe Wagiman (pernah di AKABRI UDARAT MAGELANG berpangkat Letkol) memimpin rakyat di daerah kerjanya masing-masing.
Ketika itu petugas di pegadaian Blabak dan Muntilan sebagian meninggalkan pekerjaan karena panik setelah melayani tebusan harta benda milik rakyat. Sisa barang yang tidak ditebus, disatukan dan dipercayakan KODM kepada Sersan Mayor Hani. KODM berkewajiban menyelamatkan barang milik Negara yang bisa diselamatkan. Demikian pula milik rakyat dan berhak mengembalikan kepada yang berhak sesuai dengan peraturan yang ada. Kondisi saat itu dalam keadaan darurat dan panik. Bahkan Pegawai-pegawai pegadaian dengan Kepala atau pimpinannya menyelamatkan diri karena ketakutan.
Setelah keadaan mengizinkan akhirnya sisa harta benda milik rakyat yang digadaikan itu dikembalikan ke KODM tanpa pengurangan 1 gram pun untuk pembeayaan
KODM-50 karena memang tidak diperlukan.
Sersan Mayor Hani adalah seorang yang berhasil menyelamatkan sisa-sisa benda rakyat dan karena peraturan menjadi milik Pemerintah Militer sampai akhir clash kedua.
Barang yang jumlahnya kurang lebih 2 koper itu dapat diselamatkan dari serangan tentara Belanda. Para garongpun (penjahat) mengintainya tetapi berkat tanggung jawab Sersan Mayoor Hani sebutir barang-barang yang berhargapun tidak ada yang kececeran.
PENTINGNYA PENYEBERANGAN DESA KLANGON BAGI GERILYAWAN MELAWAN MUSUH.
Pada waktu clash kedua 1949 kadang-kadang musuh (tentera Belanda) mengadakan patroli serentak menggeledahi rumah penduduk bila kedapatan orang yang dicurigai akan ditangkap, kalau ketahuan anggota TNI akan ditembak ditempat itu juga. TNI bersama-sama rakyat bergerilya secara "kucing-kucingan". Menghadang musuh dengan menggunakan senjata yang ada. Hasilnya merugikan tentara Belanda. Sering terjadi bila para pejuang habis mengadakan perlawanan, rumah penduduk dimana tempat bekas kejadian itu akan dibakar.
Sebagaimana telah diuraikan bahwa didaerah KODM - 50 sangat tidak menguntungkan untuk tempat pangkalan gerilya, karena tidak adanya jalan yang bisa untuk memberikan perlindungan. Karena di wilayah ini hanya ada sebuah jalan untuk menghilang, yaitu melalui tempat penyeberangan dengan getek (dibuat dari bambu) melewati Kali Progo, khususnya di musim hujan.
PASUKAN SETO MUNCUL DENGAN SENJATA
2 PUCUK LEPETIR
Di Muntilan dibentuk sebuah pasukan yang diberi nama SETO. Pasukan ini muncul bersamaan dengan terbentuknya KODM - 50. Kedua pasukan ini merupakan dua kekuatan komponen perjuangan, indentik dengan pecahnya revolusi 1945. Semua adalah sukarelawan yang dapat membagi tugasnya masing dengan kata sepakat pentingnya dibawah satu Komando ODM dengan catatan yang sudah jelas mengusir musuh yang menduduki kota Muntilan. Pasukan SETO itu semula adalah sekelompok anggauta ODM yang hanya memiliki 2 pucuk lepetir sebagai pelindung dan pengaman staf.
Pada waktu clash kedua 1949, daerah Muntilan
merupakan lalu-lintas ramai antara Magelang - Yogyakarta. Pasukan yang kehilangan induk pasukannya atau panik karena keadaan, dengan sukarela menggabungkan diri, atau menyerahkan senjatanya. Ketika itu dapat terkumpul 15 pucuk senjata aneka ragam dengan kekuatan sebanyak 22 orang. Mereka menyebut 1 RU Besar dengan Komandannya almarhum Sugijono dengan inti TNI-nya almarhum Kopral Sugilan, Kambali dan Purnawirawan Gatot Sukaryo. Nama SETO dipilih oleh Komandannya sendiri yang mengharapkan kekuatan perjuangan pengabdian KUDO SETO yang setia dan ampuh bagi penguasaannya.
Kurang lebih 1 bulan setelah Belanda menduduki Muntilan, Belanda melakukan serangan besar-besaran ke selatan melalui udara dan darat. Sasaran utama adalah menghancurkan KODM-50. Tersiar kabar di desa Tanjung 18 orang meninggal dan di Desa Macanan 10 buah rumah penduduk dibakar.
Kliwon.
Pemerintahan Militer di Muntilan sedang dalam pembentukan. Penyatuan 2 daerah Kecamatan sebelah Selatan jalan raya menjadi satu daerah KODM, baru saja selesai dibicarakan. Singkatnya KODM-50 baru selesai konsultasi. Sementara itu pasukan Siliwangi yang menggunakan penyeberangan di Desa Sokorini memakan waktu selama 3 hari. Kejadian ini telah menarik perhatian tentara Belanda.
Pemuda disekitar Muntilan yang bermarkas di desa Ngoman kelurahan Sriwedari giat menyusun pertahanan rakyat (sekarang WANRA) dengan mengeluarkan poster dan surat selebaran. Maksudnya selain memberikan informasi keadaan kepada rakyat juga membina perlawanan terhadap Belanda.
Pasukan SETO meskipun belum sempurna organisasi gerakannya tetapi sudah nampak
merupakan barisan yang tangguh dan selalu berada didaerah kosong tepi kota Muntilan. Malam hari pasukan ini menyusup ke kota
mencari sesuatu atau ingin menampakkan diri (karena belum ada rencana operasi yang pasti).
Pasar Japuan di Desa Tanjung sebagai pusat jual beli rakyat di sebelah selatan Muntilan. Tiap hari sangat ramai dan merupakan sumber penghasilan keuangan bagi KODM. Sepanjang desa yang berada ditepi sungai Progo terutama di daerah kelurahan Sokorini menjadi tempat pengungsi dan tempat markas KODM - 50 beserta staf kedua Kecamatan.
Di akui bahwa pada waktu itu pasukan Republik masih hijau di penyelenggaraan suatu operasi tapi sudah mampu memperhitungkan kemungkinan bila terjadi serangan musuh yang datang dan arah Kota Muntilan. Karena secara bodoh Kali Progo merupakan rintangan alam yang menguntungkan musuh. Hanya waktu itu diperhitungkan tak mungkin Belanda akan adakan serangan besar-besaran seperti operasi di daerah Sawangan, Dukun dan Talun. Diluar dugaan pada hari Minggu Kliwon jam 05.30 sebuah pesawat capung sudah mengitari Desa Sokorini mengintai sepanjang Kali Progo. Peristiwa ini sebenarnya sudah biasa mengadakan pengintaian hampir setiap hari didaerah selatan.
Suatu kebetulan, hal ini diketahui setelah terjadi serangan bahwa pasukan SETO vang biasanya standby di sekitar Ngawen waktu subuh menyeberangi Kali Blongkeng menuju daerah Ngluwar. Tepat pada jam 06.30 dengan menghilangnya pesawat capung datang 4 buah cocor merah (Mustang) dari arah Borobudur langsung mengintai 2 kali mulailah terdengar serangan menembaki pasar Tanjung ke Selatan. Seolah musuh menggiring angsa (bebek) menepi ke Kali Progo. Penembakan dari udara telah terjadi selama 1 jam. Pesawat capung berganti mengadakan pengintaian sungai Progo dengan melepaskan sinar.
Dugaan semula memang benar rakyat sekitar Pasar Tanjung tergiring ke arah selatan. Kebetulan pada waktu itu musim hujan air sungai Progo cukup besar (deras). Banyak
pemuda menyelamatkan diri menyeberangi sungai Progo dengan segala daya upayanya.
Serangan udara berhenti, pasukan darat musuh yang melebar sepanjang kurang lebih 2 Km. sudah memasuki desa Sokorini.
Komandan KODM - 50 dengan stafnya tetap tenang tidak meninggalkan tempat. Mereka dengan penuh perhitungan dan sadar kalau mendahului menyelamatkan diri ke seberang Kali Progo berarti menimbulkan kepanikan kepada rakyat yang sudah kehabisan pegangan kecuali menurut petunjuk Komandannya KODM. Pihak musuh makin mendekati Kali
Progo tembakan terdengar dengan suara secara terpencar di sana-sini, musuh membabi buta, pembakaran dilakukan kepada rumah/tempat yang dipergunakan berteduh TNI.
Markas KODM - 50 tidak terbakar, musuh mengadakan pembersihan total sampai ditepi sungai Progo. Suatu pertolongan Tuhan Yang Maha Esa yang dilimpahkan kepada Komandan KODM - 50. Pasukan musuh dengan senjata lengkap dengan kekuatan lengkap, tinggal
300 m sampai tepi Kali Progo. Batas tepi anyara Kampung Macanan sampai Kali Progo jarak 300 m merupakan medan terbuka dengan padinya yang sedang menguning.
Komandan KODM - 50 bersembunyi di sela-sela tanaman padi bersama rakyat yang tidak sedikit banyaknya/jumlah dengan cepat menjelajahi ke tepi Kali Progo mereka khawatir mendapat serangan dari seberang tepi sungai Progo yang letaknya lebih tinggi. Dalam keadaan yang sangat gawat ini, tiba-tiba terdengar teriakan minta tolong akibat hanyut karena menyeberang sungai Progo. Jeritan ini adalah ibu Wignyosumarto yang sudah dikenal karena suaminya hanyut waktu menyeberang.
Kejadian ini didengar dan diketahui oleh kelompok komando KODM - 50 bahkan ibu minta supaya ditolong oleh Komandannya. Tetapi ketika penolong tiba ditepi, pasukan
sudah dekat sekali antara jarak 100 m. Tetapi berkat perlindungan tanaman padi musuh tidak mengetahui kalau Komandan KODM - 50 berada ditepi sungai. Dengan selamat Komandan dapat ke tepi seberang Kali Progo terus ke bukit. Baru saja tiba ditempat seberang untuk menolong pak Wignyosumarto. Belanda sudah ditempat seberang, tetapi untung tidak mengetahui Komandan KODM - 50, sehingga Komandan KODM - 50 selamat atas perlindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Foto di bawah ini adalah tugu peringatan gugurnya Soegiarno - Jasmudi dkk di Tanjung Muntilan.
Sumber :https://www.facebook.com/bagus.priyana/posts/2699679796710374

No comments:

Post a Comment