05 August 2019

Sejarah Magelang - KISAH PERJUANGAN ERA 1945-1949 PERTEMPURAN TIGA HARI MENGHADAPI INGGRIS/NICA

MAGELANG TEMPO DOELOE:
KISAH PERJUANGAN ERA 1945-1949
PERTEMPURAN TIGA HARI MENGHADAPI INGGRIS/NICA #3
Di Jawa Barat bahkan terjadi, ketika Kolonel A.H. Nasution selaku komandan divisi TKR hendak meresmikan terbentuknya resimen TKR di Garut, satu resimen tentara hanya memiliki satu pucuk senjata api saja, itu pun hanya sepucuk pistol yang disandang oleh sang komandan, sedang selebihnya hanya bersenjata tajam. Semuanya itu bisa terjadi karena ketika BKR dan TKR dibentuk tak diperoleh modal senjata dan perlengkapan, semuanya harus dicari sendiri oleh para anggotanya. Di Jawa Tengah BKR yang terkenal lengkap persenjataannya, bahkan
bisa "mengekspor” kelebihan persenjataannya pada pasukan lain adalah BKR pimpinan Pak Dirman yang di kemudian hari menjadi Panglima Besar TKR.
Adalah keliru kalau dalam pertempuran seperti di Magelang ini kita membayangkan adanya gerakan-gerakan taktis pasukan yang teratur. Sebab ketika itu pasukan Pemuda bertempur hampir-hampir tanpa mengenal taktik dan kesatuan komando. Yang penting mereka lakukan adalah mengepung dan menembak tentara Inggris. Sebagian besar di antara mereka tak memiliki bekal atau pengalaman pendidikan kemiliteran, bahkan banyak di antara mereka baru pertama kali memegang senjata dan menembak. Dari pasukan pemuda,
lanya pemuda eks Peta, eks Heiho dan kepolisian sajalah yang telah memiliki bekal pendidikan kemiliteran di jaman Jepang, tetapi itu pun tanpa pengalaman bertempur. Mereka baru pertama kali itulah mengalami bertempur yang sungguh-sungguh.
Gambaran di atas nampak kontras jika dibandingkan dengan keadaan pasukan Inggris. Brigade Bethell memiliki tentara profesional yang telah berpengalaman tem-
di medan perang Burma menghadapi Jepang. Para perwiranya terdidik dalam sebuah tradisi militer yang telah ratusan tahun usianya. Brigjen Bethell sendiri adalah seorang artileris yang cakap dan berhasil di front Burma. Brigade Bethell antara lain terdiri atas batalyon Infanteri Kumaon dan Resimen Anti Tank India ke-II yang ditempatkan di Semarang dan Batalyon Infanteri Gurkha yang digunakan untuk menduduki Ambarawa dan Magelang. Batalyon Gurkha tersebut dipimpin oleh Letnan Kolonel H.G. Edwardes dan 500 orang anggotanya ditempatkan di Magelang. Ketika
pecah pertempuran, Inggris kemudian mendatangkan bantuan dari Semarang dan Ambarawa sebesar dua peleton infanteri Kumaon, satu peleton infanteri Gurkha dan sejumlah kecil pasukan anti tank. Dan akhirnya sebagai tentara profesional persenjataan tentara Inggris tentu jauh lebih lengkap
dan lebih moderen jika dibandingkan dengan pasukan Pemuda.
Kelebihan pasukan Pemuda adalah dalam segi moril tempur. Motivasi perang pemuda kuat sekali ketika itu. Sebab perang bagi mereka adalah perang untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan bangsa dan tanah air, suatu panggilan terhormat dan luhur. Pengabdian dan pengorbanan mereka ketika itu benar-benar murni tanpa pamrih. Yang
namanya pemuda, ketika itu merasa rendah diri apabila selama pertempuran tidak ikut keluar rumah dan berjuang. Meskipun hanya bersenjatakan bambu runcing atau senjata
tajam lainnya, mereka pun ikut pula beramai-ramai mengepung Inggris di Magelang. Begitu juga para gadis dan ibu-ibu banyak pula yang aktif membantu. Palang Merah dan dapur umum, yang tersebar di sekitar kota Magelang. Ketika itu, orang bertempur tak lagi perlu pusing-pusing memikirkan masalah perbekalan. Sebab di mana saja dan kapan saja, dapur umum akan melayani mereka secara cuma-cuma.
Sebaliknya moril pasukan Inggris, telah menurun. Karena Perang Dunia II telah selesai dan mereka telah rindu kepada keluarga dan kampung halaman mereka.
(Bersambung)

No comments:

Post a Comment