Showing posts with label bie sing hoo. Show all posts
Showing posts with label bie sing hoo. Show all posts

06 July 2020

Tentang Sejarah Magelang - MAGELANG TEMPO DOELOE: ROMANSA HOTEL TELOMOYO

MAGELANG TEMPO DOELOE:
ROMANSA HOTEL TELOMOYO
Barangkali nama hotel ini tak sepopuler dengan nama hotel lainnya di kota ini. Misalnya dengan hotel-hotel di era Belanda seperti Loze, Montagne, Thay Thong, Sindoro, Centrum, & Khoe A Bwan. Atau dengan hotel-hotel di era pasca kemerdekaan (1950-an) seperti Bandung, Tionghoa, Merapi, Surabaya, dan Jakarta. Ataupun di era yang lebih muda yakni di tahun 1960-an seperti Hotel Senopati, Pringgading, City dan Wijaya.
Namanyapun sulit untuk dilacak di buku telepon Magelang dari tahun 1939 hingga 1972. Entah mengapa, sarana penting untuk menginap ini tak pernah tercatat dalam deretan nomor-nomor pelanggan telepon.
Meski demikian, hotel ini perlu ditulis dalam catatan sejarah hotel-hotel yang pernah eksis di kota ini. Terletak di Bottonweg 64 yang merupakan basis pemukiman orang Eropa, menjadikan hotel ini 'menyendiri' dibandingkan dengan hotel lainnya. Hotel Telomoyo didirikan dan dimiliki oleh keluarga Djojodihardjo yang rumahnya persis di selatan hotel ini. Belum diketahui mulai kapan hotel ini didirikan.
Datang ke Magelang pada tahun 1918 dari Rembang, Djojodihardjo merintis usaha perdagangannya yakni garam dan ikan asin. Meski hanya berdagang garam dan ikan asin, Djojodihardjo menjadi pedagang sukses. Setelah mendapatkan ijin dari pihak pemerintah kota, Djojodihardjo membeli tanah luas di Botton. Setelah memiliki tanah tersebut, sebagian dibeli lagi oleh pemerintah untuk pendirian MULO School yang kini menjadi SMPN 1 Kota Magelang.
Lalu sebidang tanah antara sekolah dan rumah Djojodihardjo didirikanlah sebuah hotel yang diberi nama 'Telomoyo'. Belum diketahui alasan pemberian nama ini. Tetapi di kota ini, nama gunung biasa dipakai sebagai nama hotel, misalnya Sindoro (kini rumah dokter Setyati Pranantyo di Poncol) dan Merapi (kini eks Hotel Mulia di selatan Supermarket Gardena). Sedangkan Telomoyo adalah nama sebuah gunung di timur laut Grabag, sebuah kecamatan kecil di kaki Gunung Andong.
Hotel Telomoyo dikelola secara kekeluargaan oleh keluarga Djojodihardjo (kakek Edi Sumardi alias Edi Londo). Dari foto di bawah ini dapat dilihat bagaimana bentuk rupa hotel tersebut, mirip rumah biasa yang difungsikan sebagai hotel. Jendela krepyak tinggi besar ada di sidi kanan rumah dengan dominan jendela kaca pada ruang lobinya. Deretan kamar untuk penginap ada di bagian dalam. Pada dinding depan di atas jendela kaca terpampang sebuah tulisan "TELOMOJO". Dan pada halaman depan pojok kiri, terdapat sebuah plang kayu bertuliskan "HOTEL TELOMOJO".
Hotel Telomoyo difoto dari seberang hotel yakni dari SMPN 4 ketika ada kunjungan tamu di sekolah tersebut. Tampak di latar belakang sebelah kiri adalah SMPN 1.
Pada awal tahun 1980-an, hotel ini mengakhiri masa beroperasinya dan berpindahtangan. Lalu fisik bangunan hotel dibongkar dan di atasnya dibangun Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pahlawan di Jl. Pahlawan 64 Botton.

Tentang Sejarah Magelang - Balok.

Balok.
Dulu singkong goreng ini di Magelang namanya BALOK ,apakah sekarang namanya masih tetep BALOK.Nggak tahu kok disebut BALOK mungkin bentuknya seperti balok.Rasanya gurih gurih gitu .
Cuman waktu tinggal di Padang dulu saya dikakatain pantesan orang Jawa kuat kuat lha wong makannya BALOK .
Sekedar intermezo,he he he.

Tentang Sejarah Magelang - Timbul Suhardi (lahir di Magelang, Jawa Tengah, 28 Desember 1942 – meninggal di Jakarta, 26 Maret 2009 pada umur 66 tahun adalah pelawak senior yang tergabung dengan grup lawak Srimulat.

Timbul Suhardi (lahir di Magelang, Jawa Tengah, 28 Desember 1942 – meninggal di Jakarta, 26 Maret 2009 pada umur 66 tahun adalah pelawak senior yang tergabung dengan grup lawak Srimulat. Selain melawak di Srimulat, ia juga melawak di kesenian tradisional ketoprak dan ia juga berperan dalam beberapa judul sinetron. Pelawak yang akrab disapa Timbul ini juga pernah berperan dalam film layar lebar nasional.
Timbul terlahir dari keluarga seniman tradisional. Orangtuanya (Djumadi dan Suhardi), dulu, pimpinan ketoprak wayang orang “Margo Utomo”, ketoprak keliling daerah. Setelah dewasa, Timbul meneruskan jejak kedua orang tuannya. Ia bergabung ke beberapa grup ketoprak untuk menimba ilmu. Tilmbul pun menguasai ketrampilan bermain wayang orang dan penyutradaraan ketoprak. Timbul bergabung dengan Srimulat pada tahun 1979 dan menjadi sutradara Srimulat pada tahun 1983. Namun dia memutuskan untuk keluar pada tahun 1986 karena honor yang tidak mencukupi. Pada pertengahan 1998, bersama mantan anggota grup pelawak Srimulat, Timbul mendirikan Yayasan Paguyuban Kesenian Samiaji, beranggotakan 80 orang, yang salah satu produknya Ketoprak Humor.
Timbul menikah dengan Sukarti dan dikaruniai enam orang anak, Kadar Sumarsono, Teguh Sunardi, Bingah, Ovi, Widi Haryati, dan Oki Nugroho Mulat.
Pada 26 Maret 2009, Timbul menghembuskan napas terakhir akibat komplikasi penyakit stroke, vertigo dan diabetes yang dideritanya. Timbul menutup usia pada usia 66 tahun. Jenasahnya dimakamkan di TPU Penggilingan, Rawamangun, Jakarta Timur pada Jumat, 27 Maret 2009.
Filmografi :
- Makin Lama Makin Asyik (1987)
- Bendi Keramat (1988)
Bukan Hil Yang Mustahal 😂😂
Ada yang tahu Magelang daerah mana??
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Timbul_Suhardi

Tentang Sejarah Magelang - KENANGAN MANIS BERSAMA "TELIK"

Oleh : Djulianta

KENANGAN MANIS BERSAMA "TELIK"
Untuk wilayah Magelang anyaman bambu perangkap ikan belut ini bernama "telik".
Pada th 60 an ketika saya masih SD pas libur kwartalan maka beramai ramailah bersama teman sepermainan untuk membuat telik. Beruntunglah ayah saya mempunyai kebun bambu sehingga mudah mendapatkan bahan. Setelah selesai dibuat telik tsb diberi umpan dan bagian belakangnya disumbat. Kemudian pada sore hari kami pergi ke sawah untuk memasangnya dg cara dibenamkan setengahnya. Karena jumlahnya banyak maka harus diberi tanda supaya tidak lupa. Pada pagi sebelum matahari terbit kami sudah ke sawah lagi untuk memanen hasil tangkapannya yg berupa ikan belut.
Tetapi kadang ada juga nasib sial, ketika kami memasang telik tsb ternyata sudah ada anak anak desa tetangga yg mengintainya, telik tsb dicurinya, sehingga pada pagi harinya kami pulang dg tangan hampa, belut gak dapat telikpun hilang.

Tentang Sejarah Magelang - CANDI BOROBUDUR KISARAN TAHUN 1900

Oleh : Siluman Tidar

CANDI BOROBUDUR KISARAN TAHUN 1900

Tentang Sejarah Magelang - Tukangan Wetan

Oleh : Morphy Wanto

Jaman dulu kalo agustusan dikampungku mesti ada pentas seni pemuda nya sangat kompak,,,ak hanya bisa nonton wong masih kecil hahaha,,,

Tentang Sejarah Magelang - IKP - INDISCHE KATHOLIEKE PARTIJ : Sedikit Kisah Partai Katholik Hindia di Magelang

IKP - INDISCHE KATHOLIEKE PARTIJ : Sedikit Kisah Partai Katholik Hindia di Magelang
Babak baru dunia perpolitikan di Hindia dimulai pasca diresmikannya Dewan Rakyat Hindia (Volksraad) pada 18 Mei 1918 oleh Gubernur Jendral J.P. Graaf van Limburg Stirum. Suara - suara untuk mulai memperbaiki nasib bangsa jajahan pun mulai terbuka sedikit demi sedikit. Baik partai politik maupun organisasi mulai giat mengkonsolidasikan diri agar bisa menempatkan wakilnya di dalam volksraad. Setelah golongan bumiputra membentuk Komite Nasional untuk memilih wakil - wakilnya di dalam dewan rakyat, giliran orang - orang Belanda dan Indo - Belanda yang membentuk partai politik dan organisasinya untuk bisa memperjuangkan agendanya. Salah satu partai politik yang berdiri pasca berdirinya volksraad adalah Indische Katholieke Partij (Partai Katholik Hindia) yang biasa disingkat IKP.
IKP berdiri pada November 1918 dimana para anggotanya terdiri dari orang - orang Belanda kulit putih yang beragama Katholik Roma. Partai ini didirikan untuk memperjuangkan agenda umat Katholik kulit putih di Hindia di antara partai - partai lain bercorak agama seperti Christelijke Etische Partij (Partai Kristen Etis) - CEP. Selain harus berjuang untuk menyuarakan suara umat Katholik kulit putih, IKP juga harus bersaing dengan partai - partai Katholik lain seperti Katholieke Volkspartij (KVP) dan partai Katholik pribumi, PPKI (Perkoempoelan Partai Katholik Indonesia). Selain persaingan dalam intern ideologi agama, IKP juga harus bersaing dengan organisasi pribumi bercorak agama lain seperti Sarekat Islam di dalam Volksraad.
Berita mengenai IKP Magelang yang berhasil penulis temukan muncul dalam surat kabar De Indische courant yang terbit pada 17 April 1930. Disebutkan bahwa IKP cabang Magelang mengadakan rapat intern di KSB (Katholieke Sociale Bond). Gedung KSB sendiri berada di dalam kompleks pastoran Roomsch Katholieke Kerk (Gereja Santo Ingnatius) dan sekarang sudah berubah menjadi Gedung Pertemuan Mandala. Dalam rapatnya pada bulan April 1930 tersebut, IKP membahas mengenai nominasi tokoh - tokoh dari partai yang bisa duduk dalam Volksraad. Salah satu tokoh yang dinominasikan IKP untuk duduk di Dewan Hindia adalah Nessel van Lissa (Walikota Magelang 1933 - 1942) yang saat itu masih menjabat sebagai Walikota Palembang.
Selain berkiprah dalam taraf lokal dan regional seperti dalam Dewan Kota (Gemeenteraad) dan Dewan Provinsi (Provincialeraad), para wakil - wakil IKP Magelang juga banyak berkiprah dalam taraf nasional. Salah satu prestasi IKP yang cukup membuat bangga Magelang adalah terpilihnya Walikota Magelang yang kala itu sudah dijabat oleh Ir. R.C.A.F.J Nessel van Lissa menjadi anggota Volksraad pada bulan September 1934. Terpilihnya Nessel van Lissa sebagai anggota Volksraad sebenarnya tidak terlepas dari drama kosongnya salah satu jatah kursi IKP di Volksraad pasca pengunduran diri Tuan Burger. Setelah penundaan pertemuan sebanyak 4x oleh Asisten-Presiden Dr. W. Brokx di Volksraad, akhirnya pemungutan suara pun bisa dilangsungkan di Kantor Pemilihan Volksraad. Dengan memperoleh suara terbanyak sebesar 387, Ir. Nessel van Lissa bisa terpilih ke urutan no.1 sebagai anggota Volksraad dari fraksi IKP.
Salah satu prestasi lain dari IKP cabang Magelang ditaraf nasional adalah kemampuannya dalam menyelenggarakan Kongres Nasional IKP pada tahun 1939 di Katholieke Sociale Bond (KSB) Roomsch Katholieke Kerk Magelang yang juga bertepatan dengan perayaan Hari Pantekosta. Ruang pertemuan dihiasai dengan warna - warna indah khas Belanda serta warana - warna dan simbol kepausan. Dalam Kongres di bulan Mei tersebut, hadir Bapak Ketua Umum IKP, A.A. Kerstens serta 17 wakil departemen IKP se-Hindia Belanda yang mewakili 117 suara. Dalam kongres tersebut, turut hadir wakil ketua manajemen pusat IEV (Indo-Europesche Verbond - Perkumpulan Orang Indo-Eropa), Tuan Van Ardenne; perwakilan dari Vaderlandsche Club (VC), divisi lokal I.E.V. ; anggota dewan sekaligus ketua P.P.I (Perhimpunan Pelajar Indonesia), Partai Katolik Pribumi; Perwakilan dari . Asosiasi Guru Den Suikerbond Katholik serta Perkumpulan Tiong Hoa Magelang, Chung Hwa Hui. Dari jajaran eksekutif dan legislatif kota, hadir walikota Magelang yang diwakili oleh anggota dewan kotapraja. Serta tidak ketinggalan pendeta utama Magelang, pastor Sondaal, dan pendeta dari tangsi militer.
Kongres tersebut dibuka pada pukul sepuluh malam dengan sambutan oleh ketua departemen Magelang, Tuan Tangerer yang kemudian disusul oleh panitia acara pesta, delegasi, perwakilan dari organisasi lain, pendeta dan peserta lainnya. Sanjungan terhadap kinerja IKP yang mampu menguasai dewan kotapraja pada tingkat lokal juga disampaikan dalam sambutan tersebut. Dalam kongres IKP tersebut juga disebutkan bahwa acara kongres di tahun 1940 akan dilangsungkan di Surabaya. Acara kongres tersebut kemudian diakhiri dengan makan malam di Hotel Montagne.
- Chandra Gusta Wisnuwardana -

Tentang Sejarah Magelang - WABAH PES MAGELANG : Dari Pagebluk Satu ke Pagebluk Lainnya (Bagian I)

WABAH PES MAGELANG : Dari Pagebluk Satu ke Pagebluk Lainnya (Bagian I)
Jawa pasca diberlakukannya Etische Politiek (Politik Etis) pada awal abad ke-20 telah berubah menjadi pulau yang kian terhubung dengan dunia internasional. Dermaga - dermaga di pesisir Utara Jawa tidak hanya menjadi pintu gerbang arus keluar - masuk barang dan orang saja, akan tetapi juga wabah penyakit yang belum pernah ada sebelumnya. Dipicu dengan gagal panen padi di Jawa pada 1910 membuat pemerintah kolonial mambuka keran impor beras besar - besaran per Agustus tahun itu.
Beras - beras tersebut diimpor dari beberapa produsen besar milik koloni Inggris seperti India, Burma serta negeri tirai bambu Tiongkok. Namun, ada hal yang terlewat diperhitungkan oleh pemerintah kolonial, yaitu ikut terangkutnya tikus - tikus pembawa wabah sampar (pes) ke dalam kapal - kapal pengangkut. Gudang - gudang beras adalah lokasi paling mematikan karena dari sana lah kutu - kutu pembawa pes hinggap pada tubuh tikus dan terus berkembang biak. Jawa Timur adalah daerah pertama di Jawa yang menanggung parahnya epidemi pes pada 1910 hingga 1911 dengan puncaknya pada tahun 1914. Lebih dari 15.000 orang tewas di Malang dan sekitarnya. Wabah Pes kemudian menjalar dan mengamuk di banyak daerah di Jawa Tengah, tak terkecuali Gemeente Magelang.
Kabar tentang merebaknya wabah pes paling awal di Magelang yang berhasil penulis temukan terdapat dalam surat kabar De Sumatra Post yang terbit pada 1 April 1911 dimana penderita mengalami gejala seperi benjolan - benjolan ditubuhnya yang diduga akibat penyakit pes. Dalam isi berita tersebut dikatakan bahwa gejala seperti itu tidak berbahaya. Tidak ada kejelasan tentang apa yang terjadi selanjutnya terhadap penyakit yang diduga pes tersebut pada 1911 di Magelang. Namun yang jelas wabah pes dari Jawa Timur sudah meluas dan mulai dilaporkan muncul di Gemeente Magelang pada 1918, berbarengan dengan mulai merebaknya wabah Spaansche Greip (Influenza Spanyol). Magelang pada 1918 sedang berada diambang ancaman dua pagebluk besar yang kengeriaanya belum pernah dilihat sebelumnya.
Sebelum merebaknya dua wabah ini, wilayah Karesidenan Kedu sudah acap dihantam oleh wabah - wabah endemik seperti cacar, kolera, penyakit kuning dan lain sebagainya. Berdasarkan laporan surat kabar Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch - Indie terbitan bulan Februari 1920, korban meninggal akibat berbagai macam penyakit tersebut di Karesidenan Kedu sudah mencapai total 20.000 orang. Dr. L. Otten selaku dokter karesidenan menyatakan jumlah tersebut bisa saja lebih besar mengingat kawasan Kedu Utara dikenal memiliki medan yang cukup sulit untuk dijangkau mantri - mantri kesehatan. Hal tersebut diperparah lagi dengan terbatasnya SDM tenaga kesehatan, masyarakat yang tidak kooperatif, pegawai pangreh praja yang tidak bisa dijadikan panutan, iklim pegunungan yang cocok untuk berkembang biaknya penyakit, banyaknya rumah yang buruk dan tidak layak serta belum ditemukannya vaksin membuat korban berbagai macam pagebluk bisa lebih besar dari itu.
Bersambung...
- Chandra Gusta Wisnuwardana -

03 July 2020

Pemasangan Plang Akademi TNI di Kantor Pemerintah Kota Magelang

Akui Pakai Tanah TNI, Pemkot Magelang Sediakan Tanah Pengganti

Editor: KRjogja/Gus
MAGELANG, KRJOGJA.com – Walikota Magelang, Sigit Widyonindito didampingi Wakil Walikota, Windarti Agustina dan Sekda Kota Magelang, Joko Budiyono, membenarkan jika selama ini Pemkot Magelang memang menggunakan tanah milik Akademi TNI. Namun demikian, hal ini atas persetujuan pimpinan era sebelumnya, yaitu saat Walikota Magelang tahun 1985 lalu dijabat Bapak Bagus Panuntun, didasarkan ijin dari Menteri Pertahanan RI era itu, Susilo Sudarman dan Mendagri, Supardjo Rustam.
“Jadi kami memakai aset ini, hanya melanjutkan saja. Tidak mungkin kami (pemkot) meminjam pakai tanah orang atau apa pun dengan sembarangan tanpa dasar,” katanya, menanggapi pemasangan papan pemberitahuan oleh Akademi TNI, Jumat (3/7/2020).
Terkait masalah ini, diakui muncul saat awal pemerintahannya sekitar tahun 2013-2014. Namun setelah beberapa kali pertemuan, sebenarnya sudah ada titik temu. Salah satunya, pihaknya telah menyediakan tanah pengganti seluas 13 hektar dibelakang dan sebelah Pemkot Magelang.
“Kami sebenarnya sudah menyiapkan lahan penggantinya. Jadi nanti sama-sama saling menghibahkan. Bahkan bisa nyambung dengan Akmil. Namun kami kaget ada pemasangan papan itu tadi pagi. Terus terang kami menyayangkan. Sesama institusi pemerintah, harusnya bisa lebih rasional. Apalagi ini mendekati pilkada, semua harus bisa menjaga kondusifitas daerah,” ungkapnya.
Kalau diminta secepatnya pindah, kata Sigit, tentu tidak bisa. “Toh mau pindah kemana. Tidak bisa secepat itu. Kantor lama kami saat ini juga sudah dipakai PDAM. Di sisi lain, jumlah ASN dan perkantoran yang kami miliki saat ini, sangat banyak. Tentu membutuhkan lahan yang luas. Yang jelas, selain tanah pengganti, saat ini sebenarnya sudah kami sediakan anggaran. Namun karena banyak, kami minta bantuan propinsi dan pusat. Sejauh ini, kemampuan kami hanya Rp 5 Miliar dan Pemprop Rp 4 M, sisanya kami harapkan dari pemerintah pusat,” pungkasnya. (Bag)

Sumber :
https://www.krjogja.com/berita-lokal/jateng/kedu/akui-pakai-tanah-tni-pemkot-magelang-sediakan-tanah-pengganti/2/

Akademi TNI Pasang Patok Aset di Kompleks Pemkot Magelang,

Tribun Jogja/ Rendika Ferri K
Anggota dari Akademi TNI memasang patok aset di kompleks Pemkot Magelang, Jumat (3/7/2020). 
Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K
TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Akademi TNI melakukan pematokan aset di Kantor Wali Kota dan DPRD Kota Magelang, Jumat (3/7/2020).
Pematokan ini untuk menindaklanjuti instruksi dari pimpinan Akademi TNI terkait lahan dan bangunan tempat komplek Pemkot dan DPRD Kota Magelang berdiri yang merupakan aset Dephankam cq Mako Akademi TNI dan ingin diambil kembali.
"Hari ini, kita melaksanakan pemasangan (patok) ini bermaksud bahwa kepemilikan itu adalah hak kami, yang memiliki sertifikat, sesuai dengan SHP, baik nomornya, luasnya yang seluas kurang lebih 40.000 meter persegi," kata Komandan Resimen Candradimuka, Akademi TNI, Kolonel Pas. Tri Bowo, Jumat (3/7) di Mako Akademi TNI ketika hendak melakukan pemasangan patok di Pemkot Magelang.
Tri Bowo mengatakan, selama ini Pemkot Magelang menggunakan aset Mako Akabri yang saat ini menjadi Akademi TNI.
Penggunaan itu sejak tahun 1985. Aset yang dimaksud adalah kawasan perkantoran yang saat ini ditempati Pemkot Magelang di tepi Jalan Jendral Sarwo Edhi Wibowo Nomor 2, Kota Magelang, seluas 40.000 meter persegi.
Sementara itu, Resimen Candradimuka di bawah Akademi TNI masih menumpang di Akademi Militer Magelang. Pihaknya pun berharap dapat kembali menempati perkantoran tersebut.
"Apa yang disampaikan pimpinan kami, selama ini Pemkot Magelang perkantorannya menggunakan aset Akabri. Sejak tahun 1985. Sementara kami yang ada di sini, Resimen Candradimuka Akademi TNI, fasilitas yang kami gunakan numpang di fasilitas Akmil. Sementara kantor kami yang digunakan Pemkot Magelang, kita akan berharap bisa menempati perkantoran itu," tutur Tri Bowo.
Tri Bowo mengatakan, status dari aset sendiri diklaim oleh Akademi TNI adalah aset milik Akademi TNI sendiri beserta sertifikatnya.
Pemkot Magelang dalam hal ini hanya bersifat pinjam pakai sejak tahun 1985 dan Wali Kota Magelang saat itu, Bagus Panuntun.
Lokasi digunakan sementara oleh Pemkot Magelang.
Ia melanjutkan, sebenarnya, ada dua opsi terkait masalah tersebut. Pertama, saat dijembatani Menteri Keuangan dan Bappenas, Pemkot Magelang diminta menyiapkan anggaran untuk islah antara Akademi TNI dan Pemkot Magelang, tetapi anggaran itu tidak bisa disiapkan.
Kedua, Pemkot Magelang dapat menempati kantor yang lama di PDAM Kota Magelang.

"Sebenarnya ada dua opsi. Pertama, terkait dijembatani Menteri Keuangan dengan Bappenas, tidak bisa menyiapkan anggaran untuk islah antara Akademi TNI dan Pemkot. Opsi kedua yang kira-kira memungkinkan, kantor Pemkot yang lama, yang ada di PDAM itu, mereka pindah ke sana," tuturnya.
Pemasangan patok ini sendiri, dikatakan oleh Tri Bowo, menyampaikan bahwa aset tersebut adalah aset Akademi TNI yang digunakan Pemkot Magelang.
Harapannya, secepatnya mengambil langkah untuk segera pindah.
Rencananya, jika aset dapat dikembalikan, lokasi tersebut akan digunakan sebagai perkantoran dari Akademi TNI.
"Kita berharap secepatnya diserahkan kami. Kalau dari pimpinan segera. Kalau pemkot minta waktu, kami akan memberikan waktu. Yang penting ada komunikasi dan niat baik dari Pemkot, menyiapkan dulu perkantoran, baru kita akan bergeser," kata Bowo.
Pemasangan patok sendiri dilaksanakan Jumat (3/7/2020) pagi tadi.
Anggota dari Akademi TNI datang dengan menggunakan truk, melaksanakan apel dan memasang sebanyak lima plang yang bertuliskan
"Tanah dan Bangunan ini Milik Dephankam Cq. Mako Akabri/Mako Akademi TNI Berdasarkan SHP Nomor 9 Tahun 1981 IKN nomor 2020335014, Luas Tanah 40.000 meter persegi." (*)

Sumber :
https://jogja.tribunnews.com/2020/07/03/akademi-tni-pasang-patok-aset-di-kompleks-pemkot-magelang?page=2
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Akademi TNI Pasang Patok Aset di Kompleks Pemkot Magelang, https://jogja.tribunnews.com/2020/07/03/akademi-tni-pasang-patok-aset-di-kompleks-pemkot-magelang?page=2.
Penulis: Rendika Ferri K
Editor: Muhammad Fatoni
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Akademi TNI Pasang Patok Aset di Kompleks Pemkot Magelang, https://jogja.tribunnews.com/2020/07/03/akademi-tni-pasang-patok-aset-di-kompleks-pemkot-magelang?page=2.
Penulis: Rendika Ferri K
Editor: Muhammad Fatoni



Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Akademi TNI Pasang Patok Aset di Kompleks Pemkot Magelang, https://jogja.tribunnews.com/2020/07/03/akademi-tni-pasang-patok-aset-di-kompleks-pemkot-magelang.
Penulis: Rendika Ferri K
Editor: Muhammad Fatoni

Penjelasan Pemkot Magelang Terkait Pemasangan Plang Akademi TNI di Kantor Walikota Magelang

Penjelasan Pemkot Terkait Pemasangan Plang Akademi TNI di Kantor Walikota Magelang

MAGELANG – Pemerintah Kota Magelang menyayangkan pemasangan plang di area kantor Walikota Magelang yang dilakukan oleh Akademi TNI, Jumat (3/7/2020). Plang itu bertuliskan Tanah dan Bangunan Ini Milik Dephankam Cq. Mako Akabri/Mako Akademi TNI, Berdasarkan SHP No.9 Tahun 1981, IKN No.2020335014, Luas Tanah 40.000 M2.

Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito menuturkan, pihaknya selama ini sudah melakukan berbagai upaya dialog dengan Akademi TNI yang difasilitasi oleh Kementarian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait persoalan aset tersebut sejak 4 tahun terakhir.
Walikota Magelang Saat Jumpa Pers dengan Wartawan.
“Kami sayangkan ada pemasangan plang itu. Sejauh ini kami berkomunikasi dengan baik dengan Akademi TNI, bahkan kemarin (Kamis, 2 Juli 2020) kami juga rapat membahas persoalan ini, difasilitasi Kemendagri, tapi memang hasilnya masih ditunda, ” jelas Sigit, dalam keterangan pers kepada wartawan di Pendopo Pengabdian komplek rumah dinas Walikota Magelang, Jumat (3/7/2020).
Sigit menjelaskan, bangunan di komplek kantor Walikota Magelang yang saat ini ditempati, sebelumnya memang eks Mako Akabri yang berdiri di atas tanah seluas 40.000 meter persegi sesuai Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 9 / Kelurahan Tidar (sekarang masuk Kelurahan Magersari), Kecamatan Magelang Selatan, atas nama Departemen Pertahanan Keamanan Cq Mako Akabri.
Bangunan dan tanah tersebut masuk sebagai aset dalam Neraca Daerah dan Daftar Barang Milik Daerah Pemerintah Kota Magelang, dengan dasar perolehan berupa Piagam Serah Terima Bangunan No. BA-D/047/I/1985/ Setyek tanggal 14 Januari 1985 yang ditindaklanjuti dengan Berita Acara Pemeriksaan Bangunan dan Penyerahan Secara Detail Bangunan Ex Rencana Mako AKABRI di Magelang Nomor: BA-MGL/01/I/1985 tertanggal 24 Januari 1985
Keterangan tersebut sebagaimana dilaporkan dalam Surat Gubernur Kepala Daerah TK I Jawa tengah saat itu, Bapak Ismail, kepada Mendagri Nomor: 011/03427 tanggal 4 Pebruari 1985, yang isinya disampaikan laporan lengkap pelaksanaan serah terima tanah dan bangunan eks Mako Akabri Magelang pada tanggal 14 Januari 1985 jam 10.00 WIB di Gedung Eks Mako Akabri dari Panglima ABRI kepada Gubernur KDH Tk I Jawa Tengah, yang dalam hal ini mewakili Mendagri.
Sigit melanjutkan, sesuai prasasti yang melekat di Gedung Eks Mako Akabri tersebut tertulis bahwa 1 April 1985 Mako Akabri di Jalan Jenderal Sarwo Edi Wibowo No. 2 Magelang (dulu Jalan Panca Arga), digunakan untuk Kantor Pemerintah Daerah Kotamadya Dati II Magelang.
Adapun peresmian “Gedung Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Magelang” dilaksanakan pada masa pemerintahan Wali Kota Magelang Bagus Panuntun, pada 15 Mei 1985, oleh Menteri Dalam Negeri yang saat itu dijabat oleh Soepardjo Rustam.
“Kami melihat dokumen aset yang ada di Pemkot Magelang, bahwa pada tahun 1985 Menteri Pertahanan waktu itu, menyerahkan kepada Mendagri Suparjo Rustam. Kemudian, dari Mendagri menyerahkan ke Gubernur Jawa Tengah, supaya ditempati sebagai kantor Walikota Magelang,” papar Sigit.
Menurutnya, pihak Pemkot Magelang tidak mungkin serta merta menggunakan aset Mako Akabri yang saat ini menjadi Akademi TNI tersebut, tanpa ada dasar dokumen dan sejarahnya.
Lebih lanjut, upaya penyelesaian juga sudah dilaksanakan oleh Pemkot Magelang, salah satunya melalui surat Walikota Magelang tanggal 26 September 2016 kepada Mendagri perihal permohonan penyelesaian status tanah TNI yang digunakan untuk kantor Pemkot Magelang.
Pada intinya, Pemkot mengajukan permohonan kepada Pemerintah Pusat melalui Mendagri untuk berkenan memfasilitas usulan pengadaan tanah untuk pembangunan Resimen Chandradimuka Dan Relokasi Mako Akademi TNI.
Dalam perjalanannya, lanjut Sigit, sudah dilakukan beberapa kali rapat koordinasi baik yang dilaksanakan di Kemendagri maupun di Pemkot Magelang, juga telah disepakati aset pengganti lahan untuk Akademi TNI seluas kurang lebih 13,21 hektar, yang lokasinya bersebelahan dengan lokasi Pemkot Magelang dan juga berada di kawasan Lembah Tidar.
Saat Jump Pers Berlangsung
“Sebenarnya pada rapat-rapat terdahulu sudah ada titik temu, sudah akan saling menghibahkan, lokasinya tidak jauh dari kantor kita, dan ini tiba-tiba ada insiden mathok (pasang plang), lha ini yang kita sayangkan,” tutur Sigit.
Sigit menuturkan rapat terakhir di Kemendagri, Kamis, 2 Juli 2020, memang belum ada kata sepakat terkait dengan penyelesaian permasalahan ini. Namun terdapat dua saran alternatif sementara, yaitu Akademi TNI dan Pemkot Magelang menyelesaikan dan menyepakati penggantian lahan dengan aset yang senilai, atau Pemkot Magelang disarankan kembali menggunakan aset/ gedung yang lama jika kondisi keuangan tidak memungkinan.
“Ini kan menyangkut permasalahan aset yang besar, dan langkah-langkah itu sudah kita konkritkan dalam 2 tahun terakhir. Bersama DPRD Kota Magelang kita mengalokasikan pendanaan untuk itu, walaupun memang kita sesuaikan dengan kemampuan,” ujarnya.
Kendati demikian, Sigit meminta agar persoalan ini tidak menimbulkan keseresahan baik bagi jajarannya maupun masyarakat. Kepada jajarannya, ia meminta agar tetap bekerja sebagaimana mestinya dan melayani masyarakat dengan baik. Begitu juga dengan masyarakat supaya tetap beraktifitas seperti biasa.
“Persoalan ini semestinya disikapi dengan kepala dingin. Fokus kita adalah memberikan pelayanan bagi masyarakat, apalagi saat ini kita sedang menghadapi pandemi Covid-19 dan menjelang Pilkada Kota Magelang. Kondusifitas harus tetap terjaga, kita akan terus mencari penyelesaian terbaik,” tegasnya. (pro/kotamgl)

Sumber :
 http://humas.magelangkota.go.id/penjelasan-pemkot-terkait-pemasangan-plang-akademi-tni-di-kantor-walikota-magelang/?fbclid=IwAR19i5wpUvoLaf9y-7-L1eFIDGoPmNgBWYIbxjEJFKZR_r4aHPRjByt1RwA