05 August 2019

Tentang Sejarah Magelang - KISAH PERJUANGAN ERA 1945-1949 PERTEMPURAN TIGA HARI MENGHADAPI INGGRIS/NICA

MAGELANG TEMPO DOELOE:
KISAH PERJUANGAN ERA 1945-1949
PERTEMPURAN TIGA HARI MENGHADAPI
INGGRIS/NICA #1
Masa setelah selesai dilucutinya senjata Jepang pada tanggal 13 Oktober 1945, merupakan masa yang membahagiakan rakyat Magelang. Rakyat merasa seakan-akan beban
penjajahan Jepang yang menghimpit jiwanya, menekan kebebasannya untuk berbicara dan bergerak dan menekan syarat-syarat hidupnya, tiba-tiba telah hilang. Tetapi masa bahagia
itu tiba-tiba lenyap, sejak kedatangan Inggris/NICA ke kota mereka pada tanggal 18 Oktober 1945. Sebab tak lama kemudian pecah pertempuran di kota Tidar ini yang merenggut + 100 orang tewas, 87 di antaranya adalah penduduk.
1. Latar belakang pertempuran
Pada tanggal 18 Oktober 1945 mendaratlah di Semarang satu brigade pasukan Sekutu, yaitu pasukan Inggris, di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethell. Ketika pasukan itu mendarat, di Semarang sedang berkobar pertempuran antara pemuda Indonesia dengan pasukan Jepang yang di kemudian hari dikenal sebagai Pertempuran lima Hari Semarang. Pendaratan pasukan Sekutu itu telah mempercepat proses berakhirnya pertempuran tersebut.
Sesuai dengan politik Pemerintah Pusat RI, Gubernur Jawa Tengah Mr. KRT. Wongsonegoro menyambut kedatangan pasukan Sekutu dengan kesediaan bekerja sama, antara lain membantu mereka mendapatkan bahan makanan dan fasilitas perumahan. Dan sebaliknya pimpinan pasukan
Inggris bersedia pula menghormati kedaulatan Negara RI. Kedatangan pasukan Inggris di Indonesia mengemban tugas Sekutu, antara lain:
1. Menerima penyerahan tentara Jepang.
2. Membebaskan tawanan perang dan tahanan Sekutu
3. Melucuti tentara Jepang dan memulangkannya ke tanah air mereka.
4. Memelihara perdamaian dan kemudian menyerahkan kepada pemerintahan sipil.
Ketika Perang Dunia II masih berkobar, Pemerintah Pelarian Hindia Belanda di Australia telah merancang pembentukan Netherland Indies Civil Administration (NICA)
sebagai bagian dari pasukan Sekutu yang ditugaskan di Indonesia. Dan NICA direncanakan akan menjelma menjadi pemerintahan Hindia Belanda.
Pasal 4 dari tugas Sekutu tersebut maknanya adalah bahwa Sekutu akhirnya akan menyerahkan pemerintahan sipil kepada pemerintah Hindia Belanda apabila tugasnya telah selesai. Rencana kerja sama Inggris dan Belanda, dalam pengembalian pemerintahan Hindia Belanda, telah diatur dalam persetujuan Civil Affair Agreement tanggal 24 Agustus 1945.
Tetapi rencana tersebut pada saat pelaksanaannya terbentur pada kenyataan yang tidak terbayangkan sebelumnya.
Sebab setelah Jepang menyerah, ternyata di Indonesia, Sukarno-Hatta telah memproklamasikan kemerdekaan dan
membentuk Pemerintahan Republik Indonesia serta sebelum Sekutu tiba telah berhasil mengambil alih aparatur pemerintahan sipil. Di sinilah, pasukan Inggris selaku pasukan Se-
kutu dihadapkan pada problema sulit.
Sementara itu sebelum pasukan Sekutu mendarat, pemerintahan RI telah mengeluarkan pernyataan bersedia bekerja
sama dengan pasukan pendudukan Sekutu di Indonesia, asal saja tidak ada pasukan Belanda atau alat kekuasaan Belanda yang ikut serta dalam pasukan Sekutu. Sikap politik pemerin-
tah RI itu adalah dalam rangka perjuangan diplomasi untuk mendapatkan simpati dan pengakuan Sekutu terhadap kemerdekaan Indonesia. Dan dengan cara demikian pula diharapkan akan bisa pula diperoleh pengakuan dunia internasional.
Letnan Jenderal Christison, Panglima pasukan pendudukan Sekutu di Indonesia, menyadari bahwa ia tidak memiliki pasukan yang cukup, memutuskan untuk menerima tawaran kerja sama pemerintah RI. Sebelum mendarat di In-
donesia, melalui radio Singapura, ia menyatakan bahwa pemerintah RI tidak akan diakhiri dan diharapkan pemerintah RI melanjutkan pemerintahan sipil di daerah-daerah yang tidak diduduki oleh pasukan Inggris. Juga dinyatakan, bahwa pasukan Inggris tidak akan mencampuri persoalan internal Indonesia dan akan membawa pihak Indonesia dan Belanda ke meja perundingan untuk menciptakan kerja sama yang baik. Pernyataan Christison tersebut berarti suatu
pengakuan de facto terhadap pemerintahan RI.
Pernyataan Christison yang baik itu dalam pelaksanaannya ternyata tidak sesuai dengan harapan dan persyaratan yang diajukan oleh pemerintah RI. Dalam pendaratan pasukan Sekutu di Jakarta pada awal bulan Oktober 1945, ternyata membonceng pula aparat NICA, dan bahkan inti Markas Besar Tentara Belanda kemudian terang-terangan membuka
kantornya di Jakarta. Akibatnya kepercayaan rakyat Indonesia pada Inggris menjadi pudar dan bahkan mencurigai Inggris sebagai usaha membantu mengembalikan kolonialisme
Belanda di Indonesia. Pemudalah terutama yang paling curiga dan cenderung menempuh jalan kekerasan untuk menentang pendudukan pasukan Inggris. Karena itu insiden antara
pemuda dan pasukan Inggris akhirnya tak bisa pula dihindari, seperti yang terjadi di Surabaya, Semarang, Magelang,
Bandung dll.
(Bersambung)



No comments:

Post a Comment