10 August 2022

Perjuangan La Sameggu Daeng Kallebu Melawan Belanda

 ๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐—ท๐˜‚๐—ฎ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป ๐—Ÿ๐—ฎ ๐—ฆ๐—ฎ๐—บ๐—ฒ๐—ด๐—ด๐˜‚ ๐——๐—ฎ๐—ฒ๐—ป๐—ด ๐—ž๐—ฎ๐—น๐—ฒ๐—ฏ๐—ฏ๐˜‚ ๐— ๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐˜„๐—ฎ๐—ป ๐—•๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—ป๐—ฑ๐—ฎ.


La Sameggu Daeng Kalebbu adalah seorang bangsawan Bugis yang berasal dari Barru. Orang tuanya adalah La Patau Arung Tanete dan We Tungke Besse Loka. Melihat dari sejarah orang tuanya, La Patau Arung Tanete adalah juga seorang pejuang yang tidak begitu menyukai Belanda.

La Patau memimpin peperangan melawan Mayoor General Dalton. sedangkan La Sameggu melawan penguasa Belanda Baron T. Collot d’Escury di Segeri pada tahun 1855. Motif perlawanan La Sameggu adalah dikarenakan adanya desakan serta aturan Belanda yang membatasi ruang lingkup Raja dan para bangsawan Bugis.


Selain itu Belanda juga mengenakan sistem pajak yang sangat memberatkan rakyat. Ditambah lagi kerja paksa/rodi yang disebut kasuwiang kepada rakyat. Pintu rumah dikenakan pajak pacumpleng, pekarangan/halaman rumah dikenakan pajak pengawangawang, binatang ternak dikenakan pajak wilah wlit, pindah rumah memastikan membayar pajak pajungket.


Tidak terkecuali, bangsawanpun harus mengikuti kerja paksa/rodi yang dianggap La Sameggu sangat merendahkan harkat dan martabat bangsawan. Bagi seorang Bugis adalah menjadi suatu penghinaan besar apabila rasa malu dan harga diri (Siri dan Pesse) sudah dilanggar.


Belum lagi sistem monopoli perdagangan yang dimana baik membeli maupun menjual semua diatur oleh penguasa Belanda. Hal-hal tersebut diatas dirasakan La Sameggu Daeng Kalebbu hanya membuat rakyatnya sengsara.


Pada bulan Mei 1855 penguasa Belanda di Segeri mendapatkan laporan bahwa sering terlihat pasukan pasukan bersenjata yang berada di luar batas kota Segeri. Hal ini sangat mencurigakan Belanda maka di utuslah seorang mata-mata. Ternyata pasukan yang berada di batas luar Segeri adalah pasukan pasukan dan pengikut La Sameggu Daeng Kalebbu yang menduduki daerah Bulu Bukkulu, sebelah timur kota Segeri.


Melihat dan mendengar adanya desas desus bahwa La Sameggu akan memberontak melawan Belanda maka diutuslah La Pakanna Karaeng Segeri untuk bisa menangkap La Sameggu. Ternyata ada konflik batin di dalam diri La Pakanna, karena dia merasa bahwa La Sameggu adalah masih saudaranya maka La Pakanna pun dihimpit antara tugas dan nuraninya.


Sebenarnya La Pakanna juga merestui perjuangan La Semggu secara diam diam tetapi dia tidak berdaya oleh penguasa Belanda. Karena tidak bisa menentukan pilihan maka La Pakanna menembak dirinya sendiri dan tewas, ia kemudian diberi gelar anumerta, La Pakanna Karaeng Temba’engi Alena Matinroe ri Bocco boccoe.


Tewasnya La Pakkana menjadikan La Sameggu murka terhadap Belanda. La Sameggu sangat mengerti bahwa tewasnya La Pakanna di akibatkan oleh desakan Belanda.


Pada tanggal 28 Mei 1855 Baron T. Collot d’Escury bersama A.L. Plott membawa sekitar 30 tentara Belanda menuju Botto. Mereka mendapatkan laporan dari mata-mata bahwa disitu banyak terdapat rakyat yang telah bergabung dengan pasukan pasukan La Sameggu dengan Daeng Siruwa. Kedatangan Belanda di Botto disambut dengan sikap permusukan oleh pasukan La Sameggu dan Daeng Siruwa.


Karaeng Segeri yang baru yaitu Lapaddare Daeng Manangkasi bersama dengan Matowa Kalukua turut membantu Belanda dengan mengirimkan 500 pasukan untuk menumpas La Sameggu bersama pasukannya, tetapi serangan mereka tidak berhasil dan pasukan Belanda bersama Lapaddare terpaksa harus mundur.


Banyak jatuh korban di kedua belah pihak, menurut A. Hafied Adaus diterangkan bahwa terlihat mayat mayat bergelimpangan baik dari pihak Belanda maupung pihak Daeng Kalebbu. Pertempuran tersebut tidak memuaskan La Sameggu yang ingin menuntut balas atas kematian La Pakanna. Untuk itu La Sameggu mengirim pesan pada tanggal 29 Mei 1855 kepada Baron T. Collot d’Escury untuk bersiap siap menunggu kedatangan La Sameggu beserta pasukannya besok pagi di Segeri.


Baron tidak mempercayai dan ragu akan keberanian La Sameggu untuk menyerangnya. Kendati demikian Baron memiliki rasa was-was karena pengalamannya bertempur beberapa hari lalu di Botto. Untuk itu Baron juga menyuruh agar pasukannya bersiaga akan kedatangan pasukan La Sameggu.


Menepati janjinya, La Sameggu menyerang markas Belanda di Segeri pada tanggal 30 Mei 1855. Baron dan La Sameggu bertempur satu lawan satu. Walaupun Belanda di Bantu oleh pasukan Karaeng Segeri tetap saja kalah. Bahkan La Sameggu berhasil mengalahkan Belanda dan memenggal kepala Baron T. Collot d’Escury untuk di bawa ke markasnya di Bulu Bukkulu.


Kemengan La Sameggu terdengar sampai ke telinga pimpinan Belanda di Sulawesi yaitu Mayoor F. Baudoin dan Gubernur Belanda di Sulawesi J. Grudelbach. Belanda sangat berang dan mengutus pasukan pasukan yang jumlahnya sangat besar dibantu juga oleh pasukan pasukan dari regent Pangkajene, Bungoro, Labakkang, Mandalle, Kalukua serta peralatan tempur dan mortar dari kapal perang Ambon yang sudah ditempatkan di Botto.


Mereka diutus ke daerah Segeri untuk menumpas La Sameggu. Waktu penyerangan telah ditetapkan oleh Kapten A.I. Camphui yaitu pada tanggal 13 Juni 1855. Dalam menghadapi pasukan besar besaran Belanda, La Sameggu tidak bertahan di Bulu Bukkulu melainkan Tanah Becue di daerah Lappa Kadieng dan Bulu Bonto.


Pertempuran berlangsung dengan hebat, pasukan pasukan berkuda La Sameggu menerjang pasukan pasukan Belanda dan mengakibatkan pasukan Belanda mulai mundur. Tetapi Letnan satu F. J. Terborg Granck beserta tiga orang bumiputera rupanya pantang menyerah juga dan menyemangati pertempuran sehingga menimbulkan kembali semangat pasukan pasukan Belanda.


La Sameggu berhasil memukul mundur pasukan Belanda. Pada saat itu rupanya La Sameggu yang mempimpin pasukan berkuda kelelahan dan jatuh pingsan sehingga pengikutnya menyangka bahwa La Sameggu telah gugur. Pada saat jatuh pingsan tersebut pengikutnya mencoba untuk menyelamatkan jasad La Sameggu dengan menyeretnya dengan tali dan ditarik dengan kuda.


Ketika itulah La Sameggu benar benar tewas dan akhirnya pasukan La Sameggu menarik mundur dari pertempuran karena dianggap pemimpinnya telas tewas. Sampai hari ini tidak ada satupun yang mengetahui keberadaan kubur dari La Sameggu Daeng Kalebbu. Pengikut setianya sangat menjaga kerahasiaan makam La Sameggu.


Oleh rakyat Segeri dan Tanete perjuangan La Sameggu cukup banyak dikenal dan mereka bahkan menganggap La Sameggu Daeng Kalebbu adalah seorang yang sakti. Untuk itu ada beberapa kalangan beranggapan tabu untuk membicarakan tentang diri La Sameggu Daeng Kalebbu.


Senjata yang digunakan oleh La Sameggu dianggap keramat oleh penduduk setempat. Beberapa senjata tersebut masih ada yang tersimpan di daerah Tanete dan keturunan keturunannya. Senjata yang popular digunakan La Sameggu adalah Passiapae.


Pada tanggal 21 Juli 1993 Presiden Republik Indonesia, H.M. Soeharto memberikan gelar kepahlawanan Nasional dan mendapatkan Piagam Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada La Sameggu Daeng Kalebbu dan diakui sebagai tokoh pejuang Sulawesi Selatan.


Rujukan:

          Abdul Muttalib. 1973. La Sameggu Daeng Kalebbu Dalam Perjuangan Melawan Imperialisme Belanda Pada Abad ke-XIX. (Skripsi). IKIP Negara Ujung Pandang.




No comments:

Post a Comment