05 April 2019

Tentang Sejarah nagelang - Aku Diponegoro

Oleh : Bagus Priyana

CATATAN PENTING DARI ACARA GEMES (GERAKAN MELEK SEJARAH) BERTAJUK "AKU DIPONEGORO" 28-31 MARET 2019 (2)
BAGAIMANA PENDAPAT PETER CAREY?
Jika berbicara tentang sejarah Pangeran Diponegoro, tak afdol rasanya jika tidak menyinggung sosok satu ini, Peter Carey. Pak Peter, demikian saya memanggilnya, lebih dari 40 tahun meneliti Diponegoro dan latar belakang Perang Diponegoro. 
Sejarawan Inggris yang lahir di Rangoon Myanmar pada 30 April 1948 ini, telah banyak menulis tentang Diponegoro dan sejarah Perang Diponegoro, diantaranya 'Babad Diponegoro: Sejarah Asal Usul Perang Jawa, 1825-1830', 'Takdir', Kuasa Ramalan, Inggris di Jawa, Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa, Sebuah Kisah di Jawa, dll.
Jumat (29/3) sekitar jam 10.00 wib, saya mendampingi pak Peter di komplek gedung eks Residen Kedu untuk acara Gemes yang digagas oleh Direktorat Sejarah. Dalam perjalanan dari Museum BPK ke beranda belakang gedung eks Residen Kedu, pak Peter bertanya kepada saya tentang bangunan 'Residentiehuis' alias gedung eks Residen Kedu.
Pertanyaannya cuma satu, yakni apakah bangunan ini (gedung eks Residen Kedu) sudah ada perubahan?
Pertanyaan sederhana yang buat saya harus membuka catatan arsip di memori otak saya. 
Meski sebenarnya saya tahu, pak Peter mungkin saja sudah tahu tentang bangunan tersebut, mungkin dia mencoba mengumpulkan data dari saya.
Saya menjelaskan, bahwa antara lukisan penangkapan Diponegoro karya Nicolaas Pieneman dan Raden Saleh berbeda dengan kondisi bangunan sekarang. Perbedaan itu terdapat pada pendopo depan. 
Jika pada kedua lukisan tersebut kolom bangunan di latar belakang berbentuk bulat tinggi (kolom Romawi), sedangkan yang sekarang memakai kolom besi bergaya empire style. Saya menambahkan jika pada tahun 1900 pernah terjadi gempa hebat yang meluluhkan kolom lama dan pada akhirnya diganti dengan kolom besi sekarang ini.
Perbincangan berlanjut di ruang belakang gedung eks Residen Kedu. Dengan ditemani oleh Roni Sodewo, saya makin terpacu untuk mengorek informasi dari Peter Carey dan meng-croscek-nya dengan data dari mas Roni.
Mereka berdua duduk di kursi panjang, yang diduga dulu pernah diduduki oleh Pangeran Diponegoro dan Jenderal De Kock saat perundingan pada 28 Maret 1830.
Saya duduk di depan mereka, memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tidak saya siapkan sebelumnya dan saya berusaha menyimak sebaik mungkin serta menyimpannya dalam memori saya.
Pertanyaan lebih fokus pada peristiwa di gedung ini, termasuk diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan Meteseh. Meteseh atau Matesih (sebutan dalam tulisan di buku karya Peter Carey) atau Mantyasih (sebutan di jaman Hindu).
Pertanyaan pertama adalah dimanakah ruangan perundingan itu?
Pak Peter Carey menjawab jika ruangan untuk Museum Diponegoro saat ini bukanlah ruangan saat perundingan dan penangkapan Diponegoro pada 28 Maret 1830. Menurutnya, ruangan perundingan itu ada di bagian dalam, tetapi dia belum mengetahui letak pasti dari ruangan itu.
Dalam buku berjudul 'Takdir' halaman 363, Peter Carey menuliskan sbb:
"Pada hari kedatangannya di kediaman residen, Diponegoro di sambut oleh Valck dan dibawa ke ruang studi De Kock. Ketiga putranya, penasihat agama, dua punakawan, bersama komandan pengawal, Mertonegoro, ikut menemani. Mereka yang lain duduk di kursi panjang persis di luar ruangan, dimana Diponegoro masih dapat melihat mereka.
Di pihak Belanda, Letnan-Kolonel Roest, perwira staf senior De Kock, Mayor Ajudan De Stuers, dan penerjemah militer untuk bahasa Jawa, Kapten J. J. Roeps, duduk bersama dengan para pengiring Pangeran di ruang studi. Beberapa perwira Belanda yang lain yang ikut hadir, termasuk Komandan Artileri Letnan Kolonel Aart de Kock van Leeuwen dan Komandan Kavaleri Major Johan Jacob Perie, tetap tinggal di luar, di beranda bagian dalam, untuk mengawasi para pengikut Diponegoro sambil terlibat dalam "percakapan yang akrab" dengan mereka (De Kock, 'Verslag', 1830; Louw dan De Klerck 1894-1909, V:590-1)."
Dari tulisan tersebut, khususnya pada kalimat
"Beberapa perwira Belanda....., tetap tinggal di luar, di beranda bagian dalam, untuk mengawasi para pengikut Diponegoro....".
Jika dicermati lebih lanjut di gedung tersebut, memang di bagian belakang pendopo terdapat 4 ruangan dengan sebuah taman di tengahnya dan beranda di sekelilingnya. Dua ruangan di sisi utara dan dua ruangan di sisi selatan.
Sebagaimana diketahui bahwa lokasi Museum Diponegoro sekarang ini (ruangan depan) tidak ada beranda dalamnya.
Artinya bahwa perundingan itu dilakukan di ruangan bagian dalam yang memiliki beranda, bukan di bagian depan seperti lokasi museum sekarang ini.
Jika membandingkan data dari mas Roni Sodewo bahwa berdasarkan buku Babad Diponegoro, peristiwa perundingan dan penangkapan Diponegoro berada di ruang 'paseratan' atau ruang menulis (ruang kerja) dari De Kock. Sedangkan versi Peter Carey, peristiwa itu terjadi di ruang studi De Kock.
Untuk mencari lokasi persis ruangan perundingan dan penangkapan sebagaimana yang dimaksud itu maka harus mencari denah ruangan gedung 'Residentiehuis' di tahun 1830.
(Bersambung)
Komentar

No comments:

Post a Comment