Showing posts with label diponegoro. Show all posts
Showing posts with label diponegoro. Show all posts

12 March 2019

Tentang Sejarah Magelang - Ngisor Ngasem

oleh
Oleh :  
Denmaz Didotte
NGISOR NGASEM
Di Magelang tidak ada kampung atau desa bernama Ngasem. Tetapi kalau ada yang orang yang menyebut Ngisor Ngasem, orang Magelang pada waktu itu biasanya tahu dimana tempat itu. Ngasem itu terletak di jalan Sablongan (Sekarang Jalan Sriwijaya). Kalau dari arah Apotik Sumbing ke timur, kita akan bertemu jembatan kali Manggis yang memotong jalan Sablongan. Jembatan kali Manggis di situ mempunyai dinding jembatan yang berbeda di kedua sisinya, sehingga jembatan itu dikenal sebagai Bok Selen. Sekitar 20 meter dari bok selen, di sisi kiri jalan dulu ada pohon asem besar. Di bawah pohon asem besar itu pangkalan becak dan disitu juga ada warung kecil tapi terkenal karena jualan IWAK ASU, yang sering juga disebut RW (Rica-rica Waung).
Di Magelang, kala itu ada dua tempat terkenal yang jualan Iwak Asu. Di Ngenthak Kwayuhan ada warung yang memang khusus jualan RW. Di warung ini, daging anjing dimasak oleh orang yang memang ahli masakan Manado. Warung ini sangat terkenal karena di sekitar Ngenthak Kwayuhan memang banyak tentara dan masyarakat sipil bersuku Manado dan Ambon yang kebanyakan beragama kristen.
Berdeda dengan warung di Kwayuhan, RW Ngisor Ngasem dimasak dan dijual oleh embok-embok orang jawa, yang pakaian kesehariannya hanya jarik dan kutang jaman dulu yang agak besar, banyak tali di bagian belakangnya itu. Entah dimasak jenis apa, yang jelas RW di sini dijual dalam bungkusan kecil daun pisang seperti bungkusan pelas. Saya pernah beberapa kali beli RW disitu dan menurut saya rasanya tidak enak, agak kecut dan baunyapun cenderung prengus. Tetapi kenapa tempat ini terkenal.....
Semua orang tahu kalau Mangan Iwak Asu itu haram dan dilarang dalam agama Islam. Tetapi bagi anak anak dan remaja di tahun 1970an, tanpa memandang apa agamanya, mangan iwak asu itu bukan soal halal atau haram, bukan soal agama, tetapi soal Nyali. Siapapun yang berani mangan iwak asu dianggap sebagai anak kendel. Makanya, anak yang paling sering makan iwak asu di Ngisor Ngasem biasanya anak yang bombongan. Alasan lain yang sering terdengar kenapa makan iwak asu adalah nggo tombo penyakit gatel, seperti koreng sing ora mari mari, kadas, kudis, eksim dsb. Banyak orang Magelang yang sekarang sudah umur di atas 45 tahun apalagi yang sekarang menyandang gelar Haji, selalu ngakak kalau diingatkan dulu dia pernah nglemprak nang Ngisor Ngasem sambil nyonggo bungkusan kecil itu.
Meski kala itu di Magelang hanya ada dua tempat yang menjual Iwak Asu, tapi sering kali dapat memicu persoalan besar. Persoalannya bukan karena makan Iwak Asu, tetapi marak orang Ngolo Asu (nyolong anjingnya orang dengan cara dijerat lehernya terus ditarik). Sama maraknya dengan orang Mbedhog Pitik (Nyolong ayamnya orang). Tidak jarang orang berantem gara-gara anjingnya dibedhog orang. Kalau melihat maraknya orang ngolo asu pada waktu itu, rasanya tidak mungkin di Magelang hanya ada dua warung yang menjual iwak asu. Kemungkinan ada juga keluarga keluarga yang masak iwak asu di rumahnya.
Sekarang saya tanya, panjenengan pernah enggak nglemprak nang Ngisor Ngasem sambil nyonggo bungkusan kecil itu...?



Sumber :
https://www.facebook.com/groups/kotatoeamagelang/permalink/2370082763023171/

10 September 2016

LEGENDA MAGELANG : PUAH

LEGENDA MAGELANG : PUAH

Dalam rentang waktu tahun 1960 hingga tahun 1980 an, setiap warga magelang pasti mengenal sosok seorang wanita yang dianggap orang gila dan selalu hilir mudik di wilayah Kota Magelang, utamanya di seputaran Pasar Gedhe Rejowinangun, dengan membawa batu di tangannya, namanya Puah.

Berdasarkan penuturan saksi hidup yang pernah berjumpa dengan Puah, Puah adalah seorang wanita yang memiliki postur tubuh yang tinggi, berperawakan besar, berambut panjang dan berkulit hitam. Pada awalnya, dalam kesehariannya Puah dalam berpakaian menggunakan rok dan berambut panjang, kemudian rambutnya digundul dan suka memakai hem. Namun ada informasi yang mengatakan bahwa pakaian sehari-hari cuma memakai kemben, seperti yang digunakan pengantin putri model basahan. Perilaku Puah setiap pagi rajin mandi di Kali Manggis, tepatnya di Pabrik Es dekat Pasar Gedhe Rejowinangun.

Saksi hidup juga menuturkan bahwa Puah berasal dari Keluarga Berada dan suka minta uang pada orang yang dianggap mampu/kaya. Sebagai seorang yang dianggap tidak genap nalar pikirnya (orang gila/orang tidak waras/orang tidak genep), ketika menjalankan aktifitasnya meminta uang kepada para pengguna jalan di seputaran Pasar Gedhe Rejowinangun, Puah selalu membawa batu di genggaman tangannya. Hal ini membuat takut kepada orang yang sedang berpapasan dengannya, lebih-lebih mereka yang membawa kendaraan berupa mobil akan segera memberi uang agar Puah segera menyingkir dan berlalu dari sekitar mobilnya. Mereka takut mobilnya akan digores batu oleh Puah apabila tidak memberi sesuatu, baik itu uang ataupun makanan.

Diinformasikan bahwa Puah bertempat tinggal di Kampung Karang Kidul, namun dalam kesehariannya, Puah biasa mangkal di emperan Bioskop Ampera Jalan Tidar (sekarang menjadi Bank CIMB Niaga). Meskipun dianggap orang gila, Puah memiliki perilaku yang istimewa. Meskipun Puah dianggap “wong sing ora genep” tapi sering menolong orang gila lain yang sedang kelaparan, dengan cara memberikan makanan yang diminta oleh Puah dari Pedagang di seputaran Pasar Gedhe Rejowinangun. Bila Puah menemukan orang gila yang jorok dan dekil, Puah akan memandikan orang gila tersebut di Kali Manggis (Pabrik Es) dekat Pasar Rejowinangun. Dalam memandikan anak-anak gelandangan di Kali Manggis, menggunakan sabun cuci batangan yang terkenal waktu itu yaitu sabun cuci batangan “Cap Angsa”. Waktu memandikan, Puah tidak peduli anak-anak yang dimandikan menangis karena matanya pedas terkena busa sabun batangan, yang penting anak-anak itu bersih.

Ada saksi hidup yang menceritakan bahwa pada tahun 1966 saat berada di Ngarakan (Jalan Daha sekarang) ketemu sama Puah yang lagi meminta jeruk di Toko Mas Tandu. Saksi ini sedang bersama neneknya lewat di depan Toko Mas Tandu, tanpa sepengetahuan mereka, Puah mendekati Saksi dan Puah memberikan jeruk keprok yang baru saja diberi oleh pemilik Toko Mas Tandu. Saksi menyatakan bahwa perilaku Puah dilandasi oleh pemikiran bahwa Puah mengira dia adalah anaknya.

Nama Puah menjadi bahan ejekan untuk menakut-nakuti anak kecil apabila anak tersebut tidak menurut ajakan orang tua. Waktu masih sekolah SD tahun 1980 an, nama Puah masih sering disebut untuk menakut-nakuti dan mengejek teman main (nggo poyokan). Dan satu hal yang menarik, permainan Hompimpah pada tahun 1970-an, nama Puah disebut-sebut dalam permainan tersebut :
“Hompimpah Wolak-Walik Tahu Mentah,
Kodok Ijo Mlebu Tampah,
Bocah Gundul Anake Puah”

Nama lain yang terkenal karena sering disebut-sebut orang Magelang dan sejaman dengan Puah, antara lain :
-Sampo (Njuritan),
-Mbok Kotik (nama Mbok Kotik sering disebut-sebut untuk menakut-nakuti anak kecil yang kemproh (kotor tubuhnya))
-Buthok (selalu membawa tempat makan dari kaleng dan segala macam barang dilekatkan pada tubuhnya),
-Mbok Min dan Itus (Ngentak),
-Sakdiyah (seorang wanita keturunan arab pada tahun 1980  hingga awal 1990 an sering mondar-mandir di jalan raya depan Masjid Jami’ Kauman Kota Magelang setiap ada pengajian paingan dan selalu memakai jarit dan kebaya yang berkilauan),
-Mbok Ali Munying (Pasar Kebonpolo) (Mbok Ali Munying meskipun dianggap orang gila tetap merasa risih pada lalat, ia selalu membawa gepyok untuk mengusir lalat yang hinggap di tubuhnya)
-Mbah Ndaik (RSJ Kramat)
-Mbok Selim dan Mbah Sioe (Mbok Selim tinggalnya di belakang GKJ Bayeman. Mbok Selim sangat tersinggung dan marah jika dipanggil Mbok Selim, mintanya dipanggil “Ndara Kartini.
-Mbah Sioe (Mbah Sioe senang mengumpulkan sambah ke kamar rumahnya. Rumahnya di sebelah Boog (Bengung) Kemirikerep.
-Kemi (Giriloyo)
-Miyem dan Mbah Bero (Karangkidul)



Sumber Narasi/Foto : Grup Facebook Kota Toea Magelang/Denmaz Didotte


01 June 2013

Lima TPA Sampah Regional Dibangun di Jateng

MAGELANG, suaramerdeka.com - Kementerian PU bekerja sama dengan Dinas PU Cipta Karya Jateng akan membangun lima tempat pembuangan akhir (TPA) sampah regional. Lokasinya berada di wilayah kabupaten yang berdekatan dengan kota. Pertimbangannya karena di kota lahannya terbatas. Kepala Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Dinas PU Cipta Karya Jateng, Ir Suharsono Adibroto MSi menerangkan, lima kota yang pengelolaan sampahnya ditangani TPA regional adalah Kota Semarang, Kota Pekalongan, Kota Tegal, Kota Magelang dan Kota Solo. Untuk kepentingan itu perlu ada nota kesepahaman (MoU) antara kota dan kabupaten, penyiapan lahan, detail engineering design dan amdal. "Saya berharap bisa sinkron dengan kabupaten, sehingga MoU bisa ditandatangani pada triwulan ketiga tahun ini," ujarnya ketika melakukan sosialisasi tentang TPA regional kepada sejumlah SKPD Pemkot Magelang, Kamis (30/5). Kasubdit Persampahan Direktorat PPLP Kementerian PU Ir Rudi Arifin MSi menuturkan, sampah menjadi persoalan besar di daerah perkotaan karena wilayahnya sempit. Kondisinya berbeda dengan wilayah kabupaten yang sangat luas. Maka perlu saling pengertian antara kota dan kabupaten. Wali Kota Ir H Sigit Widyonindito MT mengungkapkan, volume sampah di Kota Magelang setiap harinya 360 m3, sedang lahan untuk pembuangan sampah terbatas. Bahkan usia pakai TPA Banyuurip tinggal 2 tahun. Maka harus ada perubahan pola pembuangan sampah dari semula kumpul, angkut dan buang menjadi dipilah, diolah dan dimanfaatkan. "Ke depan diharapkan terjadi pengurangan pembuangan sampah ke TPA," harapnya. Sigit menerangkan, air sampah dari TPA Banyuurip sudah bisa diubah menjadi tenaga listrik untuk penerangan di lokasi tersebut. Bahkan di lokasi TPA sekarang sudah ditanami Lombok berikut sayur-sayuran. "Saya akan mengajak anak-anak sekolah ke sana supaya belajar mengolah sampah," tuturnya. Terkait TPA regional, Sigit berharap MoU dan perjanjian kerja sama Pemkot dan Pemkab Magelang yang difasilitasi Kementerian PU dan pemrov Jateng sudah bisa ditandatangani pada tahun ini. Juga mengenai pengelolaannya karena menyangkut dua daerah. "Saya ingin proyek ini sukses dan lebih baik dibanding daerah lain. Mengenai perimbangannya saya ikut saja tetapi proporsional. Karena Kota Magelang hanya terdiri tiga kecamatan, sedang Kabupaten Magelang terdiri 21 kecamatan," pintanya. ( Doddy Ardjono / CN31 / SMNetwork ) Sumber : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/05/30/158977/Lima-TPA-Sampah-Regional-Dibangun-di-Jateng

08 April 2013

JALAN SANTAI MEMPERINGATI HARI JADI KE 1107 KOTA MAGELANG

Dalam Rangka Memperingati Hari Jadi Ke 1.107 Kota Magelang Tahun 2013, Pemerintah Kota Magelang Mengadakan Kegiatan Jalan Santai Pada Hari Minggu, 7 April 2013, Jam : 06.00 WIB s/d Selesai. Rute Jalan Santai : Aloon Aloon Selatan - Aloon Aloon Barat - Aloon Aloon Utara - Aloon Aloon Timur - Jalan Pemuda - Jalan Tidar - Jalan Gatot Subroto - Jalan Sunan Gunung Jati - Jalan Cempaka - Jalan Diponegoro - Jalan Sutoyo - Aloon Aloon Barat. silakan klik link dibawah ini : http://www.youtube.com/watch?v=qXlgMUsqUbA&feature=youtu.be