14 August 2024

SEJARAH & KRONOLOGI PENEMUAN CANDI BOROBUDUR Candi Borobudur, salah satu mahakarya arsitektur kuno, dibangun pada masa Dinasti Syailendra sekitar abad ke-8 hingga abad ke-9 Masehi di bawah pemerintahan Raja Samaratungga. Candi ini terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Indonesia, dan dikenal sebagai candi Buddha terbesar di dunia. Borobudur dibangun sebagai tempat ibadah dan ziarah umat Buddha, dengan desain yang melambangkan alam semesta dalam ajaran Buddha Mahayana. Struktur candi Borobudur terdiri dari sepuluh tingkat, yang menggambarkan perjalanan manusia dari dunia fana menuju nirwana, yang diwakili oleh stupa terbesar di puncak candi. Selama berabad-abad, Borobudur mengalami masa kejayaan dan kemunduran, sebelum akhirnya terlupakan dan tersembunyi oleh hutan lebat serta tertimbun abu vulkanik. KRONOLOGI PENEMUAN KEMBALI CANDI BOROBUDUR 1. Terlupakan dan Terlupakan (Abad ke-10 hingga Abad ke-19) 1.1 Setelah sekitar dua abad digunakan sebagai tempat ibadah, Candi Borobudur perlahan mulai ditinggalkan. Diperkirakan, gempa bumi besar dan letusan Gunung Merapi menyebabkan daerah sekitar Borobudur ditinggalkan oleh penduduknya, sehingga candi tersebut mulai terkubur dan terlupakan. Pada abad ke-10, pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno pun pindah ke Jawa Timur, menjauh dari Borobudur. Hutan dan vegetasi yang tumbuh subur di wilayah ini semakin menutupi candi hingga akhirnya nyaris hilang dari ingatan sejarah. 2. Legenda Ksatria dalam Sangkar 2.1 Selama periode terlupakannya Borobudur, ratusan tahun kemudian, ketika orang mulai membuka hutan untuk ladang dan pemukiman, penduduk menemukan bukit batu yang penuh dengan batu berukir. Bukit batu tersebut disebut Redi Borobudur atau Bukit Borobudur. Salah satu legenda yang terkenal adalah tentang "ksatria dalam sangkar." Konon, di tengah bukit itu terdapat sangkar batu yang mengurung seorang ksatria. Kabar arca ksatria terkurung dalam sangkar itu segera menyebar dan sampai di kalangan bangsawan istana Kerajaan Mataram di Yogyakarta. Tahun 1758, seorang pangeran dari Kerajaan Mataram Yogyakarta mengunjungi Redi Borobudur ini karena ingin melihat arca ksatria yang terkurung dalam sangkar tersebut. Namun, sepulang dari sana, sang pangeran tersebut meninggal dunia. Kabar meninggalnya sang pengeran semakin membuat Bukit Borobudur angker dan keramat. 3. MASA PENJAJAHAN INGGRIS (1811-1816) 3.1 Candi Borobudur ditemukan kembali pada masa penjajahan Inggris di Jawa. Penemuan ini diawali oleh laporan seorang inspektur Belanda bernama Cornelius, yang mendengar adanya tumpukan batu yang mencurigakan di hutan dekat desa Bumisegoro, Magelang. Atas perintah Gubernur Jenderal Inggris di Jawa, Sir Thomas Stamford Raffles, Cornelius melakukan penyelidikan pada tahun 1814. Ia melakukan pembersihan sebagian dari vegetasi yang menutupi candi dan melaporkan temuannya kepada Raffles. Kisah tentang ksatria dalam sangkar mungkin turut memengaruhi rasa penasaran untuk menelusuri lebih jauh area tersebut. 4. EKSKAVASI AWAL (1835) 4.1 Setelah berakhirnya masa pemerintahan Inggris dan kembalinya Jawa ke tangan Belanda, upaya untuk menggali dan memulihkan Borobudur dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1835, seluruh bagian candi berhasil diekskavasi dan dibersihkan dari tanaman liar. Seorang insinyur Belanda bernama Hartmann melakukan penggalian lebih lanjut dan menemukan bagian-bagian yang lebih tersembunyi dari candi ini. Relief-relief dan stupa-stupa yang mengungkapkan arca Buddha yang tertutup di dalamnya membuat legenda tentang ksatria dalam sangkar menjadi relevan. 5. STUDI & PEMUGARAN AWAL (1907-1911) 5.1 Pada awal abad ke-20, pemerintah kolonial Belanda menginisiasi proyek pemugaran besar-besaran untuk Candi Borobudur di bawah arahan arkeolog Belanda, Theodoor van Erp. Selama periode 1907 hingga 1911, van Erp memimpin upaya untuk memperbaiki struktur candi yang rusak dan membersihkan relief-reliefnya yang terancam oleh kerusakan akibat erosi dan faktor alam lainnya. Pemugaran ini melibatkan pembongkaran dan penyusunan ulang bagian-bagian candi yang rapuh, serta mengamankan struktur bangunan. 6. PEMUGARAN BESAR (1973-1983) 6.1 Pada tahun 1970-an, Candi Borobudur menghadapi ancaman serius dari kerusakan akibat pelapukan dan pengendapan air. Pemerintah Indonesia, dengan bantuan UNESCO, meluncurkan proyek pemugaran besar yang berlangsung dari tahun 1973 hingga 1983. Pemugaran ini melibatkan pembongkaran seluruh bagian candi, memperbaiki fondasi, dan memasang sistem drainase yang baru untuk mencegah penumpukan air. Setelah sepuluh tahun, Borobudur kembali berdiri dengan megah sebagai situs warisan dunia yang diakui oleh UNESCO. Penemuan kembali Candi Borobudur dan usaha-usaha untuk memugar dan melestarikannya merupakan upaya panjang yang melibatkan banyak pihak. Dari masa penjajahan Inggris hingga proyek besar UNESCO, Borobudur kini berdiri tegak sebagai simbol kebanggaan bangsa Indonesia dan warisan budaya dunia yang tak ternilai. Legenda yang berkembang selama candi ini tersembunyi, seperti kisah ksatria dalam sangkar, menambah dimensi mistis dan budaya dari situs ini. Referensi: 1. Soekmono, R. (1976). "Candi Borobudur: Sejarah dan Pemugarannya". Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala. 2. Soedarsono, R.M. (1983). "Legends of Central Java". Jakarta: Balai Pustaka. 3. Raffles, T. S. (1817). "The History of Java". London: Black, Parbury, and Allen. 4. Haryono, J. (2008). "Borobudur: The Complete Guide to the Buddhist Wonder of Indonesia". Yogyakarta: Tuttle Publishing.

 SEJARAH & KRONOLOGI PENEMUAN CANDI BOROBUDUR


Candi Borobudur, salah satu mahakarya arsitektur kuno, dibangun pada masa Dinasti Syailendra sekitar abad ke-8 hingga abad ke-9 Masehi di bawah pemerintahan Raja Samaratungga. Candi ini terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Indonesia, dan dikenal sebagai candi Buddha terbesar di dunia. Borobudur dibangun sebagai tempat ibadah dan ziarah umat Buddha, dengan desain yang melambangkan alam semesta dalam ajaran Buddha Mahayana.


Struktur candi Borobudur terdiri dari sepuluh tingkat, yang menggambarkan perjalanan manusia dari dunia fana menuju nirwana, yang diwakili oleh stupa terbesar di puncak candi. Selama berabad-abad, Borobudur mengalami masa kejayaan dan kemunduran, sebelum akhirnya terlupakan dan tersembunyi oleh hutan lebat serta tertimbun abu vulkanik.



KRONOLOGI PENEMUAN KEMBALI CANDI BOROBUDUR

1. Terlupakan dan Terlupakan (Abad ke-10 hingga Abad ke-19)

1.1  Setelah sekitar dua abad digunakan sebagai tempat ibadah, Candi Borobudur perlahan mulai ditinggalkan. Diperkirakan, gempa bumi besar dan letusan Gunung Merapi menyebabkan daerah sekitar Borobudur ditinggalkan oleh penduduknya, sehingga candi tersebut mulai terkubur dan terlupakan. Pada abad ke-10, pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno pun pindah ke Jawa Timur, menjauh dari Borobudur. Hutan dan vegetasi yang tumbuh subur di wilayah ini semakin menutupi candi hingga akhirnya nyaris hilang dari ingatan sejarah.


2.  Legenda Ksatria dalam Sangkar 

2.1  Selama periode terlupakannya Borobudur, 

ratusan tahun kemudian, ketika orang mulai membuka hutan untuk ladang dan pemukiman, penduduk menemukan bukit batu yang penuh dengan batu berukir. Bukit batu tersebut disebut Redi Borobudur atau Bukit Borobudur.

Salah satu legenda yang terkenal adalah tentang "ksatria dalam sangkar." Konon, di tengah bukit itu terdapat sangkar batu yang mengurung seorang ksatria. Kabar arca ksatria terkurung dalam sangkar itu segera menyebar dan sampai di kalangan bangsawan istana Kerajaan Mataram di Yogyakarta. Tahun 1758, seorang pangeran dari Kerajaan Mataram Yogyakarta mengunjungi Redi Borobudur ini karena ingin melihat arca ksatria yang terkurung dalam sangkar tersebut. Namun, sepulang dari sana, sang pangeran tersebut meninggal dunia. 

Kabar meninggalnya sang pengeran semakin membuat Bukit Borobudur angker dan keramat. 


3. MASA PENJAJAHAN INGGRIS (1811-1816)

3.1  Candi Borobudur ditemukan kembali pada masa penjajahan Inggris di Jawa. Penemuan ini diawali oleh laporan seorang inspektur Belanda bernama Cornelius, yang mendengar adanya tumpukan batu yang mencurigakan di hutan dekat desa Bumisegoro, Magelang. Atas perintah Gubernur Jenderal Inggris di Jawa, Sir Thomas Stamford Raffles, Cornelius melakukan penyelidikan pada tahun 1814. Ia melakukan pembersihan sebagian dari vegetasi yang menutupi candi dan melaporkan temuannya kepada Raffles. Kisah tentang ksatria dalam sangkar mungkin turut memengaruhi rasa penasaran untuk menelusuri lebih jauh area tersebut.


4. EKSKAVASI AWAL (1835)

4.1  Setelah berakhirnya masa pemerintahan Inggris dan kembalinya Jawa ke tangan Belanda, upaya untuk menggali dan memulihkan Borobudur dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1835, seluruh bagian candi berhasil diekskavasi dan dibersihkan dari tanaman liar. Seorang insinyur Belanda bernama Hartmann melakukan penggalian lebih lanjut dan menemukan bagian-bagian yang lebih tersembunyi dari candi ini. Relief-relief dan stupa-stupa yang mengungkapkan arca Buddha yang tertutup di dalamnya membuat legenda tentang ksatria dalam sangkar menjadi relevan.


5. STUDI & PEMUGARAN AWAL (1907-1911)

5.1  Pada awal abad ke-20, pemerintah kolonial Belanda menginisiasi proyek pemugaran besar-besaran untuk Candi Borobudur di bawah arahan arkeolog Belanda, Theodoor van Erp. Selama periode 1907 hingga 1911, van Erp memimpin upaya untuk memperbaiki struktur candi yang rusak dan membersihkan relief-reliefnya yang terancam oleh kerusakan akibat erosi dan faktor alam lainnya. Pemugaran ini melibatkan pembongkaran dan penyusunan ulang bagian-bagian candi yang rapuh, serta mengamankan struktur bangunan.


6. PEMUGARAN BESAR (1973-1983)

6.1  Pada tahun 1970-an, Candi Borobudur menghadapi ancaman serius dari kerusakan akibat pelapukan dan pengendapan air. Pemerintah Indonesia, dengan bantuan UNESCO, meluncurkan proyek pemugaran besar yang berlangsung dari tahun 1973 hingga 1983. Pemugaran ini melibatkan pembongkaran seluruh bagian candi, memperbaiki fondasi, dan memasang sistem drainase yang baru untuk mencegah penumpukan air. Setelah sepuluh tahun, Borobudur kembali berdiri dengan megah sebagai situs warisan dunia yang diakui oleh UNESCO.


Penemuan kembali Candi Borobudur dan usaha-usaha untuk memugar dan melestarikannya merupakan upaya panjang yang melibatkan banyak pihak. Dari masa penjajahan Inggris hingga proyek besar UNESCO, Borobudur kini berdiri tegak sebagai simbol kebanggaan bangsa Indonesia dan warisan budaya dunia yang tak ternilai. Legenda yang berkembang selama candi ini tersembunyi, seperti kisah ksatria dalam sangkar, menambah dimensi mistis dan budaya dari situs ini.


Referensi:

1. Soekmono, R. (1976). "Candi Borobudur: Sejarah dan Pemugarannya". Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala.

2. Soedarsono, R.M. (1983). "Legends of Central Java". Jakarta: Balai Pustaka.

3. Raffles, T. S. (1817). "The History of Java". London: Black, Parbury, and Allen.

4. Haryono, J. (2008). "Borobudur: The Complete Guide to the Buddhist Wonder of Indonesia". Yogyakarta: Tuttle Publishing.

MISTERI MAKHLUK MITOLOGI DALAM SEJARAH & PENAMPAKANNYA Sepanjang sejarah, manusia telah menceritakan kisah tentang makhluk-makhluk mitologi yang penuh dengan misteri dan keajaiban. Beberapa makhluk ini menjadi bagian dari legenda dan budaya berbagai bangsa, bahkan diabadikan dalam ukiran-ukiran kuno yang ditemukan di peninggalan sejarah. Berikut adalah beberapa makhluk mitologi yang paling terkenal dan misteri penampakannya serta kemungkinan ilmiahnya. 1. Nessie (Monster Loch Ness) Nessie adalah makhluk yang diduga menghuni Loch Ness, sebuah danau besar di Skotlandia. Penampakan pertama Nessie tercatat pada tahun 565 M, dan hingga kini, masih banyak laporan mengenai penampakannya. Bentuknya sering digambarkan seperti plesiosaurus, reptil laut prasejarah. Meski berbagai foto dan video telah diambil, bukti keberadaan Nessie masih diragukan. Ilmuwan berspekulasi bahwa penampakan Nessie bisa jadi hanya fenomena alam, seperti gelombang air atau ilusi optik. 2. Garuda Garuda adalah makhluk mitologi Hindu dan Buddha yang digambarkan sebagai burung raksasa dengan tubuh manusia. Ia dianggap sebagai tunggangan Dewa Wisnu dan simbol kekuatan serta kecepatan. Garuda diukir dalam berbagai relief candi di Indonesia, seperti di Candi Prambanan dan Borobudur. Dalam konteks ilmiah, Garuda mungkin terinspirasi oleh burung pemangsa besar yang pernah hidup di masa lalu, meskipun tidak ada bukti fosil yang secara langsung menunjukkan keberadaan burung sebesar Garuda. 3. Naga Naga adalah makhluk mitologi yang hadir dalam banyak budaya di seluruh dunia, dari Tiongkok hingga Eropa. Biasanya digambarkan sebagai makhluk raksasa bersisik yang dapat terbang dan menghembuskan api. Dalam budaya Asia, naga sering dianggap sebagai simbol keberuntungan dan kekuatan alam, sementara di Eropa, naga lebih sering digambarkan sebagai musuh yang harus ditaklukkan. Penampakan naga mungkin berasal dari penemuan fosil dinosaurus atau buaya purba, yang menimbulkan spekulasi tentang keberadaan makhluk tersebut. 4. Naga Laut Naga Laut atau "sea serpent" adalah makhluk mitologi yang dipercaya menghuni lautan dalam. Penampakan naga laut telah dilaporkan sejak zaman dahulu, terutama oleh para pelaut. Dalam sejarah, banyak pelaut yang mengklaim melihat makhluk besar mirip ular di lautan. Beberapa ilmuwan menganggap bahwa penampakan naga laut mungkin disebabkan oleh hewan laut seperti oarfish atau cumi-cumi raksasa, yang memiliki ukuran tubuh yang sangat panjang dan sering disalahartikan sebagai naga laut. 5. Unicorn Unicorn atau kuda bertanduk satu adalah makhluk mitologi yang populer di Eropa. Menurut legenda, unicorn adalah makhluk suci yang hanya bisa ditangkap oleh seorang gadis perawan. Meskipun tidak ada bukti fisik keberadaan unicorn, beberapa peneliti menghubungkannya dengan hewan nyata seperti oryx atau badak, yang dilihat dari sisi tertentu bisa tampak memiliki satu tanduk. 6. Yeti dan Bigfoot Yeti, atau "Manusia Salju dari Himalaya," adalah makhluk besar berbulu putih yang dikatakan menghuni pegunungan Himalaya. Sementara itu, Bigfoot adalah makhluk serupa yang dilaporkan muncul di hutan-hutan Amerika Utara. Keduanya sering digambarkan sebagai kera besar berjalan tegak. Banyak laporan penampakan dan jejak kaki yang ditemukan, tetapi tidak ada bukti konklusif yang menguatkan keberadaan mereka. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa Yeti dan Bigfoot mungkin adalah misidentifikasi beruang atau kera besar lainnya, atau bahkan hanya hoaks. 7. Ogopogo Ogopogo adalah makhluk mitologi yang konon tinggal di Danau Okanagan, Kanada. Ia digambarkan sebagai makhluk panjang mirip ular dengan ukuran tubuh yang besar. Penampakan Ogopogo telah dilaporkan sejak abad ke-19, dan hingga kini, masih menjadi misteri. Seperti Nessie, beberapa peneliti berpendapat bahwa penampakan Ogopogo mungkin disebabkan oleh gelombang air, batang pohon yang hanyut, atau hewan air besar yang belum diketahui. 8. Makhluk Mitologi Lainnya Selain makhluk-makhluk di atas, masih banyak makhluk mitologi lainnya yang tersebar dalam berbagai budaya, seperti Phoenix, Chupacabra, Kraken, dan Manticore. Meskipun kisah-kisah tentang makhluk ini sering kali luar biasa, kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa mereka adalah hasil dari imajinasi manusia, dipengaruhi oleh penemuan-penemuan fosil, hewan langka, atau fenomena alam yang tidak biasa. Makhluk-makhluk mitologi ini terus memicu rasa penasaran dan spekulasi hingga kini. Meskipun kebanyakan tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat, mereka tetap menjadi bagian penting dari warisan budaya dan legenda yang menginspirasi berbagai kisah dan pencarian sepanjang sejarah. Referensi : 1. Dinsdale, Tim. "Loch Ness Monster". Routledge, 1982. 2. Kusuma, Widi. "Garuda dalam Mitologi Nusantara". Balai Pustaka, 2001. 3. Knight, Chris. "Dragon Legends and Myths". HarperCollins, 1998. 4. Bindloss, Joe. "The Yeti in Legend and Fact". Lonely Planet, 2015. 5. Coleman, Loren. "Bigfoot! The True Story of Apes in America". Simon and Schuster, 2003.

 MISTERI MAKHLUK MITOLOGI DALAM SEJARAH & PENAMPAKANNYA


Sepanjang sejarah, manusia telah menceritakan kisah tentang makhluk-makhluk mitologi yang penuh dengan misteri dan keajaiban. Beberapa makhluk ini menjadi bagian dari legenda dan budaya berbagai bangsa, bahkan diabadikan dalam ukiran-ukiran kuno yang ditemukan di peninggalan sejarah. Berikut adalah beberapa makhluk mitologi yang paling terkenal dan misteri penampakannya serta kemungkinan ilmiahnya.


1. Nessie (Monster Loch Ness)

Nessie adalah makhluk yang diduga menghuni Loch Ness, sebuah danau besar di Skotlandia. Penampakan pertama Nessie tercatat pada tahun 565 M, dan hingga kini, masih banyak laporan mengenai penampakannya. Bentuknya sering digambarkan seperti plesiosaurus, reptil laut prasejarah. Meski berbagai foto dan video telah diambil, bukti keberadaan Nessie masih diragukan. Ilmuwan berspekulasi bahwa penampakan Nessie bisa jadi hanya fenomena alam, seperti gelombang air atau ilusi optik.


2. Garuda

Garuda adalah makhluk mitologi Hindu dan Buddha yang digambarkan sebagai burung raksasa dengan tubuh manusia. Ia dianggap sebagai tunggangan Dewa Wisnu dan simbol kekuatan serta kecepatan. Garuda diukir dalam berbagai relief candi di Indonesia, seperti di Candi Prambanan dan Borobudur. Dalam konteks ilmiah, Garuda mungkin terinspirasi oleh burung pemangsa besar yang pernah hidup di masa lalu, meskipun tidak ada bukti fosil yang secara langsung menunjukkan keberadaan burung sebesar Garuda.


3. Naga

Naga adalah makhluk mitologi yang hadir dalam banyak budaya di seluruh dunia, dari Tiongkok hingga Eropa. Biasanya digambarkan sebagai makhluk raksasa bersisik yang dapat terbang dan menghembuskan api. Dalam budaya Asia, naga sering dianggap sebagai simbol keberuntungan dan kekuatan alam, sementara di Eropa, naga lebih sering digambarkan sebagai musuh yang harus ditaklukkan. Penampakan naga mungkin berasal dari penemuan fosil dinosaurus atau buaya purba, yang menimbulkan spekulasi tentang keberadaan makhluk tersebut.


4. Naga Laut

Naga Laut atau "sea serpent" adalah makhluk mitologi yang dipercaya menghuni lautan dalam. Penampakan naga laut telah dilaporkan sejak zaman dahulu, terutama oleh para pelaut. Dalam sejarah, banyak pelaut yang mengklaim melihat makhluk besar mirip ular di lautan. Beberapa ilmuwan menganggap bahwa penampakan naga laut mungkin disebabkan oleh hewan laut seperti oarfish atau cumi-cumi raksasa, yang memiliki ukuran tubuh yang sangat panjang dan sering disalahartikan sebagai naga laut.


5. Unicorn

Unicorn atau kuda bertanduk satu adalah makhluk mitologi yang populer di Eropa. Menurut legenda, unicorn adalah makhluk suci yang hanya bisa ditangkap oleh seorang gadis perawan. Meskipun tidak ada bukti fisik keberadaan unicorn, beberapa peneliti menghubungkannya dengan hewan nyata seperti oryx atau badak, yang dilihat dari sisi tertentu bisa tampak memiliki satu tanduk.


6. Yeti dan Bigfoot

Yeti, atau "Manusia Salju dari Himalaya," adalah makhluk besar berbulu putih yang dikatakan menghuni pegunungan Himalaya. Sementara itu, Bigfoot adalah makhluk serupa yang dilaporkan muncul di hutan-hutan Amerika Utara. Keduanya sering digambarkan sebagai kera besar berjalan tegak. Banyak laporan penampakan dan jejak kaki yang ditemukan, tetapi tidak ada bukti konklusif yang menguatkan keberadaan mereka. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa Yeti dan Bigfoot mungkin adalah misidentifikasi beruang atau kera besar lainnya, atau bahkan hanya hoaks.


7. Ogopogo

Ogopogo adalah makhluk mitologi yang konon tinggal di Danau Okanagan, Kanada. Ia digambarkan sebagai makhluk panjang mirip ular dengan ukuran tubuh yang besar. Penampakan Ogopogo telah dilaporkan sejak abad ke-19, dan hingga kini, masih menjadi misteri. Seperti Nessie, beberapa peneliti berpendapat bahwa penampakan Ogopogo mungkin disebabkan oleh gelombang air, batang pohon yang hanyut, atau hewan air besar yang belum diketahui.


8. Makhluk Mitologi Lainnya

Selain makhluk-makhluk di atas, masih banyak makhluk mitologi lainnya yang tersebar dalam berbagai budaya, seperti Phoenix, Chupacabra, Kraken, dan Manticore. Meskipun kisah-kisah tentang makhluk ini sering kali luar biasa, kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa mereka adalah hasil dari imajinasi manusia, dipengaruhi oleh penemuan-penemuan fosil, hewan langka, atau fenomena alam yang tidak biasa.


Makhluk-makhluk mitologi ini terus memicu rasa penasaran dan spekulasi hingga kini. Meskipun kebanyakan tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat, mereka tetap menjadi bagian penting dari warisan budaya dan legenda yang menginspirasi berbagai kisah dan pencarian sepanjang sejarah.



Referensi :

1. Dinsdale, Tim. "Loch Ness Monster". Routledge, 1982.

2. Kusuma, Widi. "Garuda dalam Mitologi Nusantara". Balai Pustaka, 2001.

3. Knight, Chris. "Dragon Legends and Myths". HarperCollins, 1998.

4. Bindloss, Joe. "The Yeti in Legend and Fact". Lonely Planet, 2015.

5. Coleman, Loren. "Bigfoot! The True Story of Apes in America". Simon and Schuster, 2003.

Potret ketika Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Sudharmono secara terpisah mencoba telepon saku. Telepon saku buatan Amerika Serikat tersebut rencananya dirakit dan dipasarkan di Indonesia. Telepon saku tersebut dipasarkan oleh PT. Telkom dengan harga Rp 11 juta per unitnya. Koleksi Layanan Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI Sumber : Suara Karya, 15 November 1991 halaman 1 kolom 4-7 (Skala Team) #telepon #teleponsaku #Soeharto #Soedharmono #telkom

 Potret ketika Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Sudharmono secara terpisah mencoba telepon saku. Telepon saku buatan Amerika Serikat tersebut rencananya dirakit dan dipasarkan di Indonesia. Telepon saku tersebut dipasarkan oleh PT. Telkom dengan harga Rp 11 juta per unitnya. 



Koleksi Layanan Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI

Sumber : Suara Karya, 15 November 1991 halaman 1 kolom 4-7 (Skala Team)


#telepon #teleponsaku #Soeharto #Soedharmono #telkom

10 August 2024

Bapak penemu Pondasi Cakar Ayam ‼️ Tahun 1961, Prof. Dr. Ir. Sedijatmo menemukan sistem Pondasi Cakar Ayam sebagai alternatif pemecahan masalah tanah di bawah pondasi yang terlalu lembek. Sejak saat itu penggunaan Pondasi Cakar Ayam semakin banyak, baik sebagai pondasi landasan pacu pesawat terbang maupun sebagai pondasi bangunan bertingkat. #kreatifkreasi #pondasi #cakarayam #tukangbangunan #renovasirumah

 Bapak penemu Pondasi Cakar Ayam ‼️


Tahun 1961, Prof. Dr. Ir. Sedijatmo menemukan sistem Pondasi Cakar Ayam sebagai alternatif pemecahan masalah tanah di bawah pondasi yang terlalu lembek. 



Sejak saat itu penggunaan Pondasi Cakar Ayam semakin banyak, baik sebagai pondasi landasan pacu pesawat terbang maupun sebagai pondasi bangunan bertingkat.

#kreatifkreasi #pondasi #cakarayam #tukangbangunan #renovasirumah

07 August 2024

SEJARAH ANGKA ROMAWI DARI ZAMAN KUNO HINGGA DI ERA MODERN Angka Romawi adalah sistem penomoran yang digunakan dalam peradaban Romawi Kuno dan masih dikenal hingga saat ini. Sistem ini menggunakan kombinasi huruf Latin untuk mewakili angka. Meski sekarang jarang digunakan dalam perhitungan sehari-hari, angka Romawi masih sering terlihat pada jam, monumen, dan dalam penomoran urutan seperti bab buku atau acara tahunan. Berikut ini adalah sejarah dan perkembangan angka Romawi dari zaman kuno hingga modern. ASAL-USUL & PERKEMBANGAN 1. Zaman Kuno Angka Romawi pertama kali muncul sekitar abad ke-6 SM. Sistem ini diyakini berasal dari sistem penomoran Etruskan, yang kemudian disempurnakan oleh bangsa Romawi. Angka Romawi terdiri dari tujuh simbol dasar: I (1), V (5), X (10), L (50), C (100), D (500), dan M (1000). Kombinasi dari simbol-simbol ini digunakan untuk membentuk angka lainnya. 2. Prinsip Dasar Prinsip dasar dari angka Romawi adalah penjumlahan dan pengurangan. Misalnya, II adalah dua (1+1), sedangkan IV adalah empat (5-1). Begitu juga, VI adalah enam (5+1) dan IX adalah sembilan (10-1). Untuk angka yang lebih besar, simbol ditempatkan berdampingan dan dijumlahkan. Contohnya, VIII adalah delapan (5+3) dan XX adalah dua puluh (10+10). 3. Penggunaan dalam Sejarah Pada puncaknya, angka Romawi digunakan dalam berbagai aspek kehidupan Romawi, mulai dari penomoran bab dalam dokumen hukum hingga penanggalan. Kalender Julian, yang diperkenalkan oleh Julius Caesar, menggunakan angka Romawi untuk menandai tahun. Selain itu, batu nisan, monumen, dan bangunan publik sering kali dihiasi dengan angka Romawi. PENGGUNAAN MODERN 1. Penomoran Bab dan Acara Dalam literatur modern, angka Romawi sering digunakan untuk penomoran bab dalam buku dan bagian dalam dokumen resmi. Ini memberikan kesan formal dan tradisional. Acara tahunan seperti Olimpiade dan Super Bowl juga menggunakan angka Romawi untuk menunjukkan urutannya, misalnya, Olimpiade XXXII atau Super Bowl LV. 2. Jam dan Monumen Banyak jam klasik, terutama jam tangan dan jam dinding bergaya vintage, menggunakan angka Romawi untuk menunjukkan waktu. Monumen dan bangunan publik yang dibangun pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 juga sering menampilkan angka Romawi untuk menandai tahun pembangunannya. 3. Simbolisme dan Estetika Angka Romawi juga digunakan karena nilai simbolis dan estetisnya. Mereka sering muncul dalam desain grafis, seni, dan arsitektur untuk memberikan kesan klasik dan bersejarah. Penggunaan angka Romawi dapat menambahkan elemen artistik yang tidak dimiliki oleh angka modern. Meskipun sistem penomoran Romawi telah digantikan oleh angka Arab atau India yang lebih efisien dalam perhitungan sehari-hari, warisan angka Romawi tetap hidup dalam berbagai aspek budaya dan kehidupan modern. Dari penomoran bab dalam buku hingga simbol pada jam dan monumen, angka Romawi tetap menjadi bagian integral dari warisan budaya kita. Mengetahui sejarah dan perkembangan angka Romawi memberikan kita penghargaan yang lebih dalam terhadap bagaimana sistem ini telah membentuk cara kita melihat dan menomori dunia di sekitar kita. Referensi: - "The History of Roman Numerals." Ancient History Encyclopedia. - "Roman Numerals: A Comprehensive Guide." Math Is Fun. - "Roman Numerals: A Brief History." The Math Forum.

 SEJARAH ANGKA ROMAWI

DARI ZAMAN KUNO HINGGA DI ERA MODERN


Angka Romawi adalah sistem penomoran yang digunakan dalam peradaban Romawi Kuno dan masih dikenal hingga saat ini. Sistem ini menggunakan kombinasi huruf Latin untuk mewakili angka. Meski sekarang jarang digunakan dalam perhitungan sehari-hari, angka Romawi masih sering terlihat pada jam, monumen, dan dalam penomoran urutan seperti bab buku atau acara tahunan. Berikut ini adalah sejarah dan perkembangan angka Romawi dari zaman kuno hingga modern.



ASAL-USUL & PERKEMBANGAN

1. Zaman Kuno

Angka Romawi pertama kali muncul sekitar abad ke-6 SM. Sistem ini diyakini berasal dari sistem penomoran Etruskan, yang kemudian disempurnakan oleh bangsa Romawi. Angka Romawi terdiri dari tujuh simbol dasar: I (1), V (5), X (10), L (50), C (100), D (500), dan M (1000). Kombinasi dari simbol-simbol ini digunakan untuk membentuk angka lainnya.


2. Prinsip Dasar

Prinsip dasar dari angka Romawi adalah penjumlahan dan pengurangan. Misalnya, II adalah dua (1+1), sedangkan IV adalah empat (5-1). Begitu juga, VI adalah enam (5+1) dan IX adalah sembilan (10-1). Untuk angka yang lebih besar, simbol ditempatkan berdampingan dan dijumlahkan. Contohnya, VIII adalah delapan (5+3) dan XX adalah dua puluh (10+10).


3. Penggunaan dalam Sejarah

Pada puncaknya, angka Romawi digunakan dalam berbagai aspek kehidupan Romawi, mulai dari penomoran bab dalam dokumen hukum hingga penanggalan. Kalender Julian, yang diperkenalkan oleh Julius Caesar, menggunakan angka Romawi untuk menandai tahun. Selain itu, batu nisan, monumen, dan bangunan publik sering kali dihiasi dengan angka Romawi.


PENGGUNAAN MODERN

1. Penomoran Bab dan Acara

Dalam literatur modern, angka Romawi sering digunakan untuk penomoran bab dalam buku dan bagian dalam dokumen resmi. Ini memberikan kesan formal dan tradisional. Acara tahunan seperti Olimpiade dan Super Bowl juga menggunakan angka Romawi untuk menunjukkan urutannya, misalnya, Olimpiade XXXII atau Super Bowl LV.


2. Jam dan Monumen

Banyak jam klasik, terutama jam tangan dan jam dinding bergaya vintage, menggunakan angka Romawi untuk menunjukkan waktu. Monumen dan bangunan publik yang dibangun pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 juga sering menampilkan angka Romawi untuk menandai tahun pembangunannya.


3. Simbolisme dan Estetika

Angka Romawi juga digunakan karena nilai simbolis dan estetisnya. Mereka sering muncul dalam desain grafis, seni, dan arsitektur untuk memberikan kesan klasik dan bersejarah. Penggunaan angka Romawi dapat menambahkan elemen artistik yang tidak dimiliki oleh angka modern.


Meskipun sistem penomoran Romawi telah digantikan oleh angka Arab atau India yang lebih efisien dalam perhitungan sehari-hari, warisan angka Romawi tetap hidup dalam berbagai aspek budaya dan kehidupan modern. Dari penomoran bab dalam buku hingga simbol pada jam dan monumen, angka Romawi tetap menjadi bagian integral dari warisan budaya kita. Mengetahui sejarah dan perkembangan angka Romawi memberikan kita penghargaan yang lebih dalam terhadap bagaimana sistem ini telah membentuk cara kita melihat dan menomori dunia di sekitar kita.


Referensi:

- "The History of Roman Numerals." Ancient History Encyclopedia.

- "Roman Numerals: A Comprehensive Guide." Math Is Fun.

- "Roman Numerals: A Brief History." The Math Forum.

Sejarah Magelang - Toko Lunas, September 2010 Beli raket, jersey bola, senar gitar ya di sini ini. Mau bagaimana pun juga, pecinan lebih syahdu dengan trotoar lama seperti di foto. Umpek2an tapi asik, pas jalan2 malam minggu bisa nyenggoli rombongan cewek dari arah berlawanan 😅 📷 : Soni/Serba-serbi Magelang Sumber/Penulis : Cahyono Edo Santosa

 

Toko Lunas, September 2010

Beli raket, jersey bola, senar gitar ya di sini ini.

Mau bagaimana pun juga, pecinan lebih syahdu dengan trotoar lama seperti di foto. Umpek2an tapi asik, pas jalan2 malam minggu bisa nyenggoli rombongan cewek dari arah berlawanan 



📷 : Soni/Serba-serbi Magelang
Sumber/Penulis : Cahyono Edo Santosa

Dunia persepakbolaan di Provinsi Papua sudah berkembang cukup lama. Di era tahun 70-an sudah banyak pemain sepakbola dari Provinsi paling Timur Indonesia ini bermain di berbagai klub sepakbola tanah air bahkan di timnas. Demikian juga dengan Musik. Di era tahun 1970-an sudah ada grup-grup musik asal Papua. Satu diantaranya “Coconut’s Band. Awalnya grup band ini menamakan diri “Black & White, karena mereka terdiri dari para pemuda berkulit eksotis dan putih. Kemudian berganti nama lagi menjadi “Black Sweet”. Namun nama ini diganti lagi, untuk menghindari anggapan grup musik duplikasi dari “Black Brothers”. Maka jadilah “Coconut’s Band”. Nama ini disesuaikan dengan tempat kelahiran mereka yang banyak ditumbuhi pohon kelapa. Seperti pohon kelapa, grup ini tumbuh secara alamiah tanpa didikan musik yang bersifat formil, dan mereka diberi kebebasan untuk berkreasi. Segi vocal/koor musiknya mendekati grup music ternama dunia yaitu “Chicago” . Lead Vokal/Bassist grup Kelapa ini adalah Jimmy Demianus Tomahu. Ia lahir di Biak, 21 Desember 1951 dengan tinggi badan 1,70 cm. Sifatnya peramah, hobbi melukis dan seorang ahli meterologi dan geofisika. Sebagai leader dipegang ole Agustinus Rumaropen yang biasa dipanggil Agus, lahir di Biak 17 Agustus 1949. Penggemar musik rock ini juga pengagum Goerge Harison, Robert Plan, Ian Gilian, Delly Rollies dan Ian Antono. Selain bermusik, ia juga sebagai pemain sepakbola yang cukup tangguh. Drummer Coconut ini dipercayakan pada Ringgo Frans Kadmaer, seorang pria kelahiran Merauke. Sebelumnya ia berpengalaman selama 14 tahun lebih di bidang musik dengan bergabung bersama band “Varuna’s”. Pernah juga memperkuat band “Kwarta Nada “(Surabaya). Posisi Vokalis ada Agabus Rumwaropen. Selain vokalis dan koor, ia juga memainkan keybord. Agabus lahir di Jayapura pada 29 Agustus 1953. Gaya musiknya lebih ke arah gaya Deep Purple, George Benson dan Ian Gillian. Ini dia tampilan Coconut Band yang keren dan metal. Semoga ada anak-anak muda Papua sekarang yang menjadi penerusnya. Sumber: Harian Mandala, 9-8-1978.Koleksi Surat Kabar Langka Salemba –Perpustakaan Nasional RI (Skala-team) #Papua #musik #Band #Rock

 Dunia persepakbolaan di Provinsi Papua sudah berkembang cukup lama. Di era tahun 70-an sudah banyak pemain sepakbola dari Provinsi paling Timur Indonesia ini bermain di berbagai klub sepakbola tanah air bahkan di timnas. Demikian juga dengan Musik. Di era tahun 1970-an sudah ada grup-grup musik asal Papua.  Satu diantaranya “Coconut’s Band.



Awalnya grup band ini menamakan diri “Black & White, karena  mereka terdiri dari para pemuda berkulit eksotis dan putih. Kemudian berganti nama lagi menjadi “Black Sweet”. Namun nama ini diganti lagi, untuk menghindari anggapan grup musik duplikasi dari “Black Brothers”. Maka jadilah  “Coconut’s Band”. Nama ini disesuaikan dengan tempat kelahiran mereka yang banyak ditumbuhi pohon kelapa.  Seperti pohon kelapa, grup ini tumbuh secara alamiah tanpa didikan musik yang bersifat formil,  dan mereka diberi kebebasan untuk berkreasi.  Segi vocal/koor musiknya mendekati grup music ternama dunia yaitu “Chicago” .


Lead Vokal/Bassist grup Kelapa ini  adalah Jimmy Demianus Tomahu. Ia lahir di Biak, 21 Desember 1951 dengan tinggi badan 1,70 cm. Sifatnya peramah, hobbi melukis dan seorang ahli meterologi dan geofisika.


Sebagai leader dipegang ole Agustinus Rumaropen yang biasa dipanggil Agus, lahir di Biak 17 Agustus 1949. Penggemar musik rock ini juga pengagum Goerge Harison, Robert Plan, Ian Gilian, Delly Rollies dan Ian Antono. Selain bermusik, ia juga sebagai pemain sepakbola yang cukup tangguh.


Drummer Coconut ini dipercayakan pada Ringgo Frans Kadmaer, seorang pria kelahiran Merauke. Sebelumnya ia berpengalaman selama 14 tahun lebih  di bidang musik dengan bergabung bersama band “Varuna’s”. Pernah juga memperkuat band “Kwarta Nada “(Surabaya).


Posisi Vokalis ada Agabus Rumwaropen. Selain vokalis dan koor, ia juga memainkan keybord. Agabus lahir di Jayapura pada 29 Agustus 1953. Gaya musiknya lebih ke arah gaya  Deep Purple, George Benson dan Ian Gillian.


Ini dia tampilan Coconut Band yang keren dan metal. Semoga ada anak-anak muda Papua sekarang yang menjadi penerusnya.


Sumber:  Harian Mandala,  9-8-1978.Koleksi Surat Kabar Langka Salemba –Perpustakaan Nasional RI (Skala-team)


#Papua #musik #Band #Rock

GARUDA SANG RAJA BURUNG DALAM MITOLOGI DAN LAMBANG KEBANGSAAN INDONESIA Garuda (Dewanagari: गरुड़; International Alphabet of Sanskrit Transliteration: Garuḍa) atau Garula dalam bahasa Pāli (Dewanagari: गरुळ; International Alphabet of Sanskrit Transliteration: Garula) adalah salah satu makhluk antropomorfis-mitologis yang memainkan peran penting dalam Hinduisme, Buddhisme, dan Jainisme. Dalam Hinduisme, Garuda adalah wahana Dewa Wisnu, salah satu dari Trimurti atau tiga dewa utama. Garuda digambarkan sebagai makhluk yang setia dan kuat, melambangkan keberanian dan kesetiaan. Ia sering digambarkan bertubuh tertutup bulu emas, dengan wajah putih dan sayap merah. Paruh dan sayapnya mirip dengan burung elang, namun tubuhnya sering kali seperti manusia. Dalam beberapa cerita, Garuda digambarkan sangat besar sehingga bisa menghalangi matahari. Dalam Buddhisme, Garuda dikenal sebagai Dhammapala atau Astasena, penjaga hukum Buddha. Ia dianggap sebagai pelindung yang kuat dan pemberantas kejahatan. Sementara dalam Jainisme, Garuda dikenal sebagai salah satu Yaksa (dewa pelindung) dari Tirthankara Shantinatha. Kisah-kisah tentang Garuda terdapat dalam kitab Mahabharata dan Purana yang berasal dari India. Salah satu cerita yang terkenal adalah bagaimana Garuda mengalahkan naga-naga untuk mendapatkan amrita (air kehidupan) demi membebaskan ibunya dari perbudakan. Garuda tidak hanya dikenal di India, tetapi juga di negara-negara lain. Di Jepang, ada makhluk mirip Garuda yang disebut Karura. Di Thailand, Garuda dikenal sebagai Krut atau Pha Krut. Indonesia bahkan menggunakan Garuda sebagai lambang negaranya, melambangkan kekuatan, keberanian, dan kebijaksanaan. Garuda di Indonesia, dikenal sebagai Garuda Pancasila, adalah lambang negara yang dirancang untuk mewakili semangat dan identitas bangsa. Dipilih sebagai lambang negara karena Garuda dianggap melambangkan kekuatan, kebijaksanaan, dan keberanian, serta merupakan simbol yang kuat dari budaya dan sejarah Indonesia. Garuda Pancasila memiliki perisai di dadanya yang menggambarkan lima sila dari Pancasila, ideologi dasar negara Indonesia. Jumlah bulu pada sayap, ekor, dan leher Garuda juga memiliki makna simbolis, melambangkan tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Dengan tubuhnya yang kuat dan kehadirannya yang agung, Garuda menjadi simbol penting dalam berbagai tradisi budaya dan agama, serta lambang kebanggaan nasional Indonesia. Ia mengingatkan kita akan kekuatan, keberanian, dan kesetiaan yang diperlukan dalam kehidupan kita sehari-hari. Referensi: 1. Mahabharata 2. Purana 3. Tradisi Hindu, Buddhis, dan Jainis 4. Simbolisme nasional Indonesia dan Thailand 5. Sejarah lambang negara Indonesia

 GARUDA SANG RAJA BURUNG DALAM MITOLOGI DAN LAMBANG KEBANGSAAN INDONESIA


Garuda (Dewanagari: गरुड़; International Alphabet of Sanskrit Transliteration: Garuḍa) atau Garula dalam bahasa Pāli (Dewanagari: गरुळ; International Alphabet of Sanskrit Transliteration: Garula) adalah salah satu makhluk antropomorfis-mitologis yang memainkan peran penting dalam Hinduisme, Buddhisme, dan Jainisme.



Dalam Hinduisme, Garuda adalah wahana Dewa Wisnu, salah satu dari Trimurti atau tiga dewa utama. Garuda digambarkan sebagai makhluk yang setia dan kuat, melambangkan keberanian dan kesetiaan. Ia sering digambarkan bertubuh tertutup bulu emas, dengan wajah putih dan sayap merah. Paruh dan sayapnya mirip dengan burung elang, namun tubuhnya sering kali seperti manusia. Dalam beberapa cerita, Garuda digambarkan sangat besar sehingga bisa menghalangi matahari.


Dalam Buddhisme, Garuda dikenal sebagai Dhammapala atau Astasena, penjaga hukum Buddha. Ia dianggap sebagai pelindung yang kuat dan pemberantas kejahatan. Sementara dalam Jainisme, Garuda dikenal sebagai salah satu Yaksa (dewa pelindung) dari Tirthankara Shantinatha.


Kisah-kisah tentang Garuda terdapat dalam kitab Mahabharata dan Purana yang berasal dari India. Salah satu cerita yang terkenal adalah bagaimana Garuda mengalahkan naga-naga untuk mendapatkan amrita (air kehidupan) demi membebaskan ibunya dari perbudakan.


Garuda tidak hanya dikenal di India, tetapi juga di negara-negara lain. Di Jepang, ada makhluk mirip Garuda yang disebut Karura. Di Thailand, Garuda dikenal sebagai Krut atau Pha Krut. Indonesia bahkan menggunakan Garuda sebagai lambang negaranya, melambangkan kekuatan, keberanian, dan kebijaksanaan.


Garuda di Indonesia, dikenal sebagai Garuda Pancasila, adalah lambang negara yang dirancang untuk mewakili semangat dan identitas bangsa. Dipilih sebagai lambang negara karena Garuda dianggap melambangkan kekuatan, kebijaksanaan, dan keberanian, serta merupakan simbol yang kuat dari budaya dan sejarah Indonesia. Garuda Pancasila memiliki perisai di dadanya yang menggambarkan lima sila dari Pancasila, ideologi dasar negara Indonesia. Jumlah bulu pada sayap, ekor, dan leher Garuda juga memiliki makna simbolis, melambangkan tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.


Dengan tubuhnya yang kuat dan kehadirannya yang agung, Garuda menjadi simbol penting dalam berbagai tradisi budaya dan agama, serta lambang kebanggaan nasional Indonesia. Ia mengingatkan kita akan kekuatan, keberanian, dan kesetiaan yang diperlukan dalam kehidupan kita sehari-hari.


Referensi:

1. Mahabharata

2. Purana

3. Tradisi Hindu, Buddhis, dan Jainis

4. Simbolisme nasional Indonesia dan Thailand

5. Sejarah lambang negara Indonesia

Pangeran Sambernyowo Amangkurat lV Perang Tahta Jawa Kedua yg Memilukan Pada Februari 1719, Susuhunan Pakubuwana I dari Mataram mangkat Penggantinya adalah Mas Suryanata putra ke 13 dari permaisuri Ratu Mas Blitar bergelar Amangkurat IV (1719-1726). Dua kakaknya, Pangeran Purbaya (Mas Sasongko, putra ke 4) dan Pangeran Blitar (Mas Sudhomo, putra ke 11) tidak terima terhadap pengangkatan tersebut dan menyerang Kertasura yang didukung kalangan agama. Sang Paman Arya Mataram dan Arya Mangkunegara (putra sulung Amangkurat IV) pun ikut bergabung dengan mereka. Pada saat yang sama di tahun 1719 Pangeran Arya Dipanegara (Mas Papak, putra ke 10) kakak Amangkurat IV yang sedang diberi tugas oleh Pakubuwana I untuk menangkap Arya Jayapuspita, pemberontak dari Surabaya ikut menolak pengangkan tersebut dan bergabung dengan pemberontak Arya Jayapuspita dan mengangkat dirinya sebagai raja bergelar Panembahan Herucakra yang beristana di Madiun (Kelak gelar dan jejaknya diikuti oleh putra HB lll, Pangeran Dipanegara dalam perang Jawa 1825-1830). Dikisahkan sebelumnya pada tahun 1714 Jayapuspita dari Surabaya menolak menghadap ke Kartasura. Ia menyusun pemberontakan sebagai pembalasan atas kematian Jangrana, kakaknya. Daerah-daerah pesisir seperti Gresik, Tuban, dan Lamongan jatuh ke tangannya. Pada tahun 1717 gabungan pasukan VOC dan Kartasura berangkat menyerbu Surabaya. Mereka bermarkas di desa Sepanjang. Perang besar terjadi. Jayapuspita mendapat bantuan dari Bali. Dalam perang tahun 1718 adik Jayapuspita, yaitu Ngabehi Jangrana (alias Jangrana III) gugur. Jayapuspita akhirnya menyingkir ke desa Japan (dekat Mojokerto) bersama kedua adiknya yang masih hidup, yaitu panji Surengrana (Bupati Lamongan) dan Panji Kartayuda. Sementara itu di Kartasura, dua kakak Amangkurat IV Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya yang didukung para tokoh agama melakukan serangan bersama ke istana. Tetapi serangan bersama tersebut berhasil dipukul mundur oleh Garnisun VOC dan memaksa mereka mundur meninggalkan Kartasura. Pangeran Blitar dan kakaknya Pangeran Purbaya berinisiatif membangun kembali kejayaan Kraton Karta, bekas istana Sultan Agung dipinggir tempuran Kali Opak dan Kali Gajahwong. Pangeran Blitar mengangkat diri sebagai raja bergelar Sultan Ibnu Mustafa Paku Buwana, dan kerajaannya disebut Mataram Karta Sekar atau Kartasari. Adapun Arya Mataram, sang paman memilih mengungsi dari Kartasura menuju pesisir utara dan memproklamirkan dirinya sebagai penguasa pesisir. Setelah sampai di Santenan (Cengkal Sewu), pasukan Arya Mataram mulai bergerak menyerang dan menguasai wilayah Grobogan, Warung, Blora dan Sesela. Sementara Blora berada dibawah kekuasaan Pangeran Arya Dipanegara yang berpusat di Madiun. Perang saudara memperebutkan takhta Kartasura yang dikenal dengan Perang Suksesi Jawa II ini menyebabkan rakyat Jawa terpecah belah dalam lima kubu. Sebagian memihak Amangkurat IV yang didukung VOC, sebagian memihak Pangeran Blitar, sebagian memihak Pangeran Purbaya, sebagian memihak Pangeran Arya Dipanegara Madiun dan sebagian lagi memihak Pangeran Arya Mataram di Pati. Dalam perjalanan selanjutnya Pangeran Blitar yang bermarkas di Kerta berhasil menarik hati Jayapuspita (sekutu awal Dipanegara) untuk memihak dan bergabung kepadanya. Jayapuspita justru menggunakan kekuatannta di Mojokerto untuk menggempur kubu Arya Dipanegara di Madiun. Arya Dipanegara berhasil dipukul mundur dan menyingkir ke Baturatna. Di Baturatna ia ganti dikejar-kejar pasukan Amangkurat IV. Akhirnya, Dipanegara memilih bergabung dengan adik dan kakaknya Pangeran Blitar dan Pangeran Blitar di Karta Sekar sebelah barat bekas Kraton Pleret. Pangeran Blitar mengangkat diri sebagai raja bergelar Sultan, sedangkan Pangeran Purbaya kakaknya sebagai penasihat bergelar Panembahan. Pada bulan Oktober 1719 pihak Kartasura yang dibantu VOC bergerak menumpas paman Amangkurat IV lebih dahulu, yaitu Arya Mataram yang memberontak di Pati. Tentara gabungan Kertasura dan VOC akhirnya berhasil memukul mundur dan menangkap sang Paman yang selanjutnya dijatuhi hukuman gantung di Jepara. Selanjutnya Amangkurat IV di Jepara meminta bantuan kepada VOC di Semarang untuk mengirim serdadu tempurnya ke Kartasura musuh terbesarnya di Karta Sekar. Patih Cakrajaya dan Admiral Bergman dikirim Amangkurat IV untuk memimpin pasukan gabungan VOC-Kartasura. Pada bulan November 1720 pasukan koalisi Kartasura-VOC mulai bergerak menyerang Mataram di Karta Sekar. Kota Karta Sekar berhasil dihancurkan pasukan koalisi Kertasura-VOC. Kelompok Pangeran Blitar meninggalkan Karta Sekar ke arah timur. Di tengah hiruk pikuk peperangan Raden Bagus Cemeti saudaranya Raden Bagus Sosro, Tumenggung Suryadi Kusumo dari Kediri dan Mbah Bekel Wijoyo menyingkir ke barat sampai di daerah Srati, Ayah Kebumen Selatan sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di makam Srati diatas Pantai Pecaron Ayah. Perjuangan Jayapuspita yang mengangkat dirinya dengan gelar Adipati Panatagama berakhir ketika ia sakit keras dan meninggal di Japan tahun 1720. Pengganti Jayapuspita yaitu Adipati Natapura bergabung dengan pasukan Pangeran Purbaya. Perang Surabaya berakhir dengan menyerahnya Adipati Natapura pada tahun 1722. Adapun Pangeran Blitar sendiri juga meninggal tahun 1721 akibat wabah penyakit saat dirinya berada di Malang. Perjuangan dilanjutkan Pangeran Purbaya yang berhasil merebut Lamongan. Namun kekuatan musuh jauh lebih besar. Perang akhirnya berhenti tahun 1723. Kaum pemberontak dapat ditangkap. Pangeran Purbaya dibuang ke Batavia, Ia memiliki seorang putri yang kelak diperistri oleh Pakubuwana II putra Amangkurat IV dan menurunkan Pakubuwana III raja Surakarta yang memerintah tahun 1732-1788. Adapun Pangeran Arya Dipanegara Herucakra dibuang ke Tanjung Harapan diujung paling selatan Benua Afrika. Dalam perjalanan yang sangat melelahkan menuju Tanjung Harapan, dua istri Dipanagara, tiga anaknya, serta dua pengikut meninggal di kapal. Ketika kapalnya menepi di Tanjung Harapan, dia telah kehilangan seluruh anak yang menyertainya. Adapun Panji Surengrana (adik Jayapuspita) dan beberapa keturunan Untung Suropati dibuang ke Srilangka. Seorang abdi pekatik yang sangat dekat dengan Susuhunan Amangkurat IV bernama Wongso Dipo, karena jasanya telah menyelamatkan nyawa sang Raja ketika terjadi peperangan hebat melawan Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya di Karta Sekar, akhirnya diangkat menjadi Bupati Grobogan dan bergelar Tumenggung Martopuro. Amangkurat IV kemudian berselisih dengan Cakraningrat IV bupati Madura (barat) yang telah berjasa ikut memerangi pemberontakan Jayapuspita di Surabaya tahun 1718 silam. Ia memiliki keyakinan bahwa Madura akan lebih makmur jika berada di bawah kekuasaan VOC daripada Kartasura yang dianggapnya bobrok. Hubungan dengan Cakraningrat IV kemudian membaik setelah ia diambil sebagai menantu Amangkurat IV. Kelak Cakraningrat IV ini memberontak terhadap Pakubuwana II (Raden Mas Probosuyoso), pengganti Amangkurat IV yang masih berusia 15 tahun. Amangkurat IV sendiri jatuh sakit pada bulan Maret 1726 karena diracun. Sebelum sempat menemukan pelakunya (konon dilakukan oleh menantunya sendiri Cakraningrat IV), Amangkurat IV lebih dulu meninggal dunia pada tanggal 20 April 1726 dimakamkan di Imogiri. Kelak pasca wafatnya Amangkurat IV meletus kembali Perang Tahta Jawa ke 3 karena intervensi Belanda dan ketidakpuasan para Pangeran yang pada membelah kekuasan Mararam. Sumber: Amangkurat 1V, keraton.perpusnas.go.id M. Anang Al Faiz, Perang Suksesi Jawa 11 (1719-1723) Siasat Amangkurat 1V Melawan Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya Totok Supriyanto, Blora dalam Babad Kartasura, Joko Noveri, R.A.A Jayapuspita Dalam Perang Surabaya #Pangeransambernyowo #amangkuratIV

 Pangeran Sambernyowo Amangkurat lV

Perang Tahta Jawa Kedua yg Memilukan


Pada Februari 1719,  Susuhunan  Pakubuwana I dari Mataram mangkat Penggantinya adalah Mas Suryanata putra ke 13 dari permaisuri Ratu Mas Blitar bergelar Amangkurat IV (1719-1726). Dua kakaknya, Pangeran Purbaya (Mas Sasongko, putra ke 4) dan Pangeran Blitar (Mas Sudhomo, putra ke 11) tidak terima terhadap pengangkatan tersebut dan menyerang Kertasura yang didukung kalangan agama. Sang Paman Arya Mataram dan Arya Mangkunegara (putra sulung Amangkurat IV) pun ikut bergabung dengan mereka. 



Pada saat yang sama di tahun 1719 Pangeran Arya Dipanegara (Mas Papak, putra ke 10) kakak Amangkurat IV yang sedang diberi tugas oleh Pakubuwana I untuk menangkap Arya Jayapuspita, pemberontak dari Surabaya ikut menolak pengangkan tersebut dan bergabung dengan pemberontak Arya Jayapuspita dan mengangkat dirinya sebagai raja bergelar Panembahan Herucakra yang beristana di Madiun (Kelak gelar dan jejaknya diikuti oleh putra HB lll, Pangeran Dipanegara dalam perang Jawa 1825-1830). 


Dikisahkan sebelumnya pada tahun 1714 Jayapuspita dari Surabaya menolak menghadap ke Kartasura. Ia menyusun pemberontakan sebagai pembalasan atas kematian Jangrana, kakaknya. Daerah-daerah pesisir seperti Gresik, Tuban, dan  Lamongan  jatuh ke tangannya. 


Pada tahun 1717 gabungan pasukan  VOC dan Kartasura berangkat menyerbu Surabaya. Mereka bermarkas di desa Sepanjang. Perang besar terjadi. Jayapuspita mendapat bantuan dari Bali. Dalam perang tahun 1718 adik Jayapuspita, yaitu Ngabehi Jangrana (alias Jangrana III) gugur. Jayapuspita akhirnya menyingkir ke desa Japan (dekat Mojokerto) bersama kedua adiknya yang masih hidup, yaitu panji Surengrana (Bupati Lamongan) dan Panji Kartayuda. 


Sementara itu di Kartasura, dua kakak Amangkurat IV Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya yang didukung para tokoh agama melakukan  serangan bersama ke istana. Tetapi serangan bersama tersebut berhasil dipukul mundur oleh Garnisun VOC dan memaksa mereka mundur meninggalkan Kartasura. 


Pangeran Blitar dan kakaknya Pangeran Purbaya berinisiatif membangun kembali kejayaan Kraton Karta, bekas istana Sultan Agung dipinggir tempuran Kali Opak dan Kali Gajahwong. Pangeran Blitar mengangkat diri sebagai raja bergelar Sultan Ibnu Mustafa Paku Buwana, dan kerajaannya disebut Mataram Karta Sekar atau Kartasari. 


Adapun Arya Mataram, sang paman memilih mengungsi dari Kartasura menuju pesisir utara dan memproklamirkan dirinya sebagai penguasa pesisir. Setelah sampai di Santenan (Cengkal Sewu), pasukan Arya Mataram mulai bergerak menyerang dan menguasai wilayah Grobogan, Warung, Blora dan Sesela. Sementara Blora berada dibawah kekuasaan Pangeran Arya Dipanegara yang berpusat di Madiun. 


Perang saudara memperebutkan takhta Kartasura yang dikenal dengan Perang Suksesi Jawa II ini menyebabkan rakyat Jawa terpecah belah dalam lima kubu. Sebagian memihak Amangkurat IV yang didukung VOC, sebagian memihak Pangeran Blitar, sebagian memihak Pangeran Purbaya, sebagian memihak Pangeran Arya Dipanegara Madiun dan sebagian lagi memihak Pangeran Arya Mataram di Pati. 


Dalam perjalanan selanjutnya Pangeran Blitar yang bermarkas di Kerta berhasil menarik hati Jayapuspita (sekutu awal Dipanegara) untuk memihak dan bergabung kepadanya. Jayapuspita justru menggunakan kekuatannta di Mojokerto untuk menggempur kubu Arya Dipanegara di Madiun. Arya Dipanegara berhasil dipukul mundur dan menyingkir ke Baturatna. 


Di Baturatna ia ganti dikejar-kejar pasukan Amangkurat IV. Akhirnya, Dipanegara memilih bergabung dengan adik dan kakaknya Pangeran Blitar dan Pangeran Blitar di Karta Sekar sebelah barat bekas Kraton Pleret. Pangeran Blitar mengangkat diri sebagai raja bergelar Sultan, sedangkan Pangeran Purbaya kakaknya sebagai penasihat bergelar Panembahan. 


Pada bulan Oktober 1719 pihak Kartasura yang dibantu VOC bergerak menumpas paman Amangkurat IV lebih dahulu, yaitu Arya Mataram yang memberontak di Pati. Tentara gabungan Kertasura dan VOC akhirnya berhasil memukul mundur dan menangkap sang Paman yang selanjutnya dijatuhi hukuman gantung di Jepara. 


Selanjutnya Amangkurat IV di Jepara meminta bantuan kepada VOC di Semarang untuk mengirim serdadu tempurnya ke Kartasura musuh terbesarnya di Karta Sekar. Patih Cakrajaya dan Admiral Bergman dikirim Amangkurat IV untuk memimpin pasukan gabungan VOC-Kartasura. Pada bulan November 1720 pasukan koalisi Kartasura-VOC mulai bergerak menyerang Mataram di Karta Sekar. 


Kota Karta Sekar berhasil dihancurkan pasukan koalisi Kertasura-VOC. Kelompok Pangeran Blitar meninggalkan Karta Sekar ke arah timur. Di tengah hiruk pikuk peperangan Raden Bagus Cemeti saudaranya Raden Bagus Sosro, Tumenggung Suryadi Kusumo dari Kediri dan Mbah Bekel Wijoyo menyingkir ke barat sampai di daerah Srati, Ayah Kebumen Selatan sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di makam Srati diatas Pantai Pecaron Ayah. 


Perjuangan Jayapuspita yang mengangkat dirinya dengan gelar Adipati Panatagama berakhir ketika ia sakit keras dan meninggal di Japan tahun 1720. Pengganti Jayapuspita yaitu Adipati Natapura bergabung dengan pasukan Pangeran Purbaya. Perang Surabaya berakhir dengan menyerahnya Adipati Natapura pada tahun 1722. 


Adapun Pangeran Blitar sendiri juga meninggal tahun 1721 akibat wabah penyakit saat dirinya berada di Malang. Perjuangan dilanjutkan Pangeran Purbaya yang berhasil merebut Lamongan. Namun kekuatan musuh jauh lebih besar. 


Perang akhirnya berhenti tahun 1723. Kaum pemberontak dapat ditangkap. Pangeran Purbaya dibuang ke Batavia, Ia memiliki seorang putri yang kelak diperistri oleh Pakubuwana II putra Amangkurat IV dan menurunkan Pakubuwana III raja Surakarta yang memerintah tahun 1732-1788. 


Adapun Pangeran Arya Dipanegara Herucakra dibuang ke Tanjung Harapan diujung paling selatan Benua Afrika. Dalam perjalanan yang sangat melelahkan menuju Tanjung Harapan, dua istri Dipanagara, tiga anaknya, serta dua pengikut meninggal di kapal. Ketika kapalnya menepi di Tanjung Harapan, dia telah kehilangan seluruh anak yang menyertainya. Adapun Panji Surengrana (adik Jayapuspita) dan beberapa keturunan Untung Suropati dibuang ke Srilangka. 


Seorang abdi pekatik yang sangat dekat dengan Susuhunan Amangkurat IV bernama Wongso Dipo, karena jasanya telah menyelamatkan nyawa sang Raja ketika terjadi peperangan hebat melawan Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya di Karta Sekar, akhirnya diangkat menjadi Bupati Grobogan dan bergelar Tumenggung Martopuro. 


Amangkurat IV kemudian berselisih dengan Cakraningrat IV  bupati  Madura  (barat) yang telah berjasa ikut memerangi pemberontakan Jayapuspita di Surabaya tahun 1718 silam. Ia memiliki keyakinan bahwa Madura akan lebih makmur jika berada di bawah kekuasaan VOC daripada Kartasura yang dianggapnya bobrok. 


Hubungan dengan Cakraningrat IV kemudian membaik setelah ia diambil sebagai menantu Amangkurat IV. Kelak Cakraningrat IV ini memberontak terhadap Pakubuwana II (Raden Mas Probosuyoso), pengganti Amangkurat IV yang masih berusia 15 tahun. 


Amangkurat IV sendiri jatuh sakit pada bulan Maret 1726 karena diracun. Sebelum sempat menemukan pelakunya (konon dilakukan oleh menantunya sendiri Cakraningrat IV), Amangkurat IV lebih dulu meninggal dunia pada tanggal 20 April 1726 dimakamkan di Imogiri. Kelak pasca wafatnya Amangkurat IV meletus kembali Perang Tahta Jawa ke 3 karena intervensi Belanda dan ketidakpuasan para Pangeran yang pada membelah kekuasan Mararam. 


Sumber: 


Amangkurat 1V, keraton.perpusnas.go.id 


M. Anang  Al Faiz, Perang Suksesi Jawa 11 (1719-1723) Siasat Amangkurat 1V Melawan Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya 


Totok Supriyanto, Blora dalam Babad Kartasura, 


Joko Noveri, R.A.A Jayapuspita Dalam Perang Surabaya


#Pangeransambernyowo #amangkuratIV

01 August 2024

Joan Maetsuycker Lahir : Amsterdam, Republik Belanda 14 Oktober 1606 M. Gubernur Sailan Belanda : 1646 – 1650 M. Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-12 : 19 Mei 1653 - 1678 M. Istri : ♀️Haesje Berckmans, ♀️Elisabeth Abbem. Wafat : Batavia, Hindia Belanda 24 Januari 1678 M Makam : ? Keterangan : Joan Maetsuycker (Amsterdam, 14 Oktober 1606 - Batavia, 24 Januari 1678) adalah gubernur Sailan Belanda antara tahun 1646 – 1650 dan Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke-12. Ia memerintah antara tahun 1653 – 1678. Kehidupan awal Berbeda dengan banyak Gubernur-Jenderal lainnya, Maetsuycker diperkirakan beragama Katolik. Maetsuyker lulus dari sekolah hukum di Leuven dan menjadi pengacara di The Hague, kemudian meneruskan kariernya di Amsterdam. Karier di pemerintahan Pada tahun 1635, Maetsuyker ditugaskan di Hindia Belanda. Pada tanggal 2 Mei 1636 dengan menumpang kapal Prins Willem dia meninggalkan Amsterdam dan mendarat pada tanggal 26 September 1636 di Batavia dan menjabat sebagai kepala urusan rumah tangga di Dewan Keadilan (Raad van Justitie) di kota itu. Pada tahun yang sama juga Maetsuyker menjadi presiden komite yatim piatu, kemudian pada tahun 1637 menjabat presiden dari akademi hukum kelautan. Karier Maetsuyker terus menanjak, pada tahun 1640 dia menjadi ketua dewan keadilan dan juga ketua dari urusan pengawasan dan kependudukan bangsa Cina. Tanggal 13 Agustus 1641, dia diangkat menjadi konsul kehormatan untuk Hindia Belanda. Saat menjabat posisi ini, dia diajak oleh Gubernur Jenderal van Diemen untuk membuat suatu ketetapan hukum dan peraturan untuk penduduk Batavia. Peraturan dan hukum yang ditetapkan ini dikenal dengan istilah Bataviasche Statuten, dan mulai berlaku pada tanggal 5 Juli 1642. Peraturan ini sendiri berlaku hingga pendudukan Inggris di Indonesia pada tahun 1811, dan juga masih dipakai setelah masa English Interregnum hingga tahun 1828. Tidak lama kemudian tepatnya pada tanggal 10 Agustus 1642, dia memimpin ekspedisi ke Ceylon yang saat itu merupakan pusat perdagangan Portugis di Asia Selatan. Tujuan dari ekspedisi ini adalah membahas mengenai perbatasan antara wilayah VOC di Ceylon dengan Portugis di sana, termasuk aset-aset di dalamnya. Tahun 1646 hingga tahun 1650, Maetsuyker menjadi Gubernur di Ceylon. Tahun 1650, dia kembali ke Hindia Belanda untuk menjabat sebagai Ketua Dewan Hindia dan juga sebagai Direktur Jenderal VOC. Menjadi Gubernur Jenderal Pada masa kepemimpinannya, Maetsuyker memiliki ambisi untuk memperluas wilayah VOC di Indonesia, apalagi dia mempunyai dua orang bawahan yang sangat setia, bisa dipercaya dan juga tangguh yaitu Rijkloff van Goens dan Cornelis Speelman. Langkah pertama yang diambil oleh Maetsuyker adalah mengincar Kerajaan Goa di Sulawesi yang selama ini selalu menolak kerjasama dagang dengan VOC tetapi berhubungan dengan Portugis, yang notabene juga merupakan pesaing berat VOC di Indonesia. Untuk memantapkan langkah tersebut, mula-mula adalah mengkondisikan kepulauan Maluku betul-betul 100% dikuasai oleh VOC. Karena itu VOC melakukan pengusiran kepada penduduk di Ambon dan juga pemusnahan tanaman cengkih di Hoamoal, peristiwa ini dilakukan pada tahun 1656. Setahun kemudian VOC melakukan hal yang sama di Pulau Buru, penduduk di pulau itu diusir. Setelah posisi VOC di kepulauan Maluku dapat diperkuat, maka VOC memasang pos di Manado untuk mengawasi lalulintas dagang antara Spanyol di kepulauan Filipina dengan Tidore. Sementara itu pada tahun yang sama VOC membuat perjanjian damai dengan Kerajaan Banten. Perang Gowa Maetsuyker kembali ke ambisinya semula yaitu mengontrol Gowa. Tindakan awal yang dilakukannya adalah menghancurkan kekuatan pantai Gowa yang saat itu dilindungi oleh kapal-kapal Portugis. Serangan dilakukan pada bulan Agustus 1660. VOC akhirnya berhasil meluluhlantakan kapal-kapal Portugis di pelabuhan Makassar. Akibat dari kekalahan ini, raja Gowa saat itu Sultan Hasanuddin dipaksa menerima perjanjian damai dengan VOC. Melihat bahwa Gowa sudah lemah karena angkatan perangnya dikalahkan oleh VOC, pemimpin kerajaan Bone (yang saat itu merupakan jajahan dari kerajaan Gowa) Arung Palakka memberontak kepada Hasanuddin dan memusatkan kekuatannya di Butung. VOC melihat pemberontakan Bone kepada Gowa merupakan celah yang bisa dimanfaatkan untuk menguasai Gowa secara keseluruhan. Karena itu pada tahun 1663, VOC mengajak Arung Palakka dan pengikutnya untuk pergi ke Batavia. Di Batavia, Arung Palakka dijanjikan bahwa Bone akan berdaulat sepenuhnya jika mau membantu VOC menghancurkan Makassar. Kesepakatan antara Arung Palakka dan Maetsuyker akhirnya disetujui. Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman dibantu dengan tentara Bugis pimpinan Arung Palaka dan juga tentara Ambon pimpinan dari Kapten Jonker, menyerang Makassar. Tahun 1667, armada Speelman berhasil mendarat di Butung dan menghancurkan tentara Gowa di sana. Dari Butung, Speelman tidak mengarahkan armadanya ke Makassar tetapi langsung menuju Tidore (yang saat itu sudah tidak dilindungi oleh Spanyol) untuk memaksa perjanjian damai dengan VOC. Akibat tekanan yang diberikan oleh VOC Tidore bersedia menerima perjanjian tersebut,dan akhirnya Ternate dan Tidore sepenuhnya berada dalam kekuasaan VOC. Kondisi tersebut diatas sangat menguntungkan VOC karena praktis Gowa tidak akan mendapat bantuan dari manapun, apalagi setelah sebelumnya pos Portugis di Larantuka dihancurkan oleh armada VOC dan akhirnya memaksa Portugis hengkang ke Lifau. Setelah mendarat di Butung, Arung Palakka kembali ke Bone dan mengobarkan revolusi melawan Gowa kepada rakyatnya. Dan pada tahun 1668 Gowa berhasil dikalahkan oleh koalisi VOC dan Bone. Dan pada tanggal 18 November 1668, dilakukan perjanjian antara Sultan Hasanuddin dengan VOC yang dikenal dengan Perjanjian Bongaya. Isi dari perjanjian tersebut adalah Kerajaan Gowa sepenuhnya berada di bawah kontrol VOC, dan pengaruh Raja Gowa adalah hanya sekitar kota Makassar dan tidak berhak mengontrol wilayah di luar kota. Perjanjian ini membuat Hasanuddin berang, karena dianggap sangat merugikan kerajaannya. Akhirnya pada awal tahun 1669, dengan kekuatan terakhirnya Gowa melawan tentara VOC. Perlawanan hebat ini berakhir setelah Speelman mendapat bantuan dari Batavia dan berhasil menerobos Benteng terkuat Gowa saat itu, Somba Opu pada tanggal 22 Juni 1669. Akibat dari kekalahan ini, Sultan Hasanuddin akhirnya mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan meninggal dunia pada tanggal 12 Juni 1670. Dengan meninggalnya Sultan Hasanuddin, berakhirlah Perang Gowa, dan sejak saat itu Makassar dikuasai oleh VOC. Kemudian sesuai dengan janjinya, VOC pada tahun 1672 mengangkat Arung Palakka sebagai Raja Bone. Pemberontakan Trunojoyo sunting Pada tahun 1671, pemimpin pulau Madura yaitu Trunojoyo memberontak terhadap kekuasaan Mataram di pulau itu. Pemberontakan dimenangkan oleh Trunojoyo dan ia mulai menguasai pulau ini agar terlepas dari pengaruh Mataram. Mataram sendiri tidak begitu serius menanggapi Trunojoyo, karena di tahun-tahun tersebut Gunung Merapi meletus dan dilanjutkan dengan wabah kelaparan pada tahun 1674. Mengetahui bahwa Mataram terkena musibah dan tidak menganggap serius terhadap kekuatan Trunojoyo. Maka pada tahun 1675 Trunojoyo dibantu dengan tentara Makassar yang mengungsi dari Sulawesi mulai menyerang pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Jawa. Trunojoyo dengan memanfaatkan sentimen keagamaan berhasil mengambil simpati penduduk di pesisir utara Jawa. Hingga akhir tahun Trunojoyo berhasil mengambil alih Surabaya, Jepara hingga Cirebon dari tangan Mataram. Mengetahui situasi yang tidak menguntungkan, Raja Mataram Amangkurat I mengutus anaknya Pangeran Puger untuk bertemu dengan Maetsuyker dengan tujuan meminta bantuan VOC menumpas Trunojoyo. Permintaan ini segera dimanfaatkan oleh Maetsuyker untuk memperluas pengaruhnya di Pulau Jawa. Maetsuyker segera memenuhi permintaan itu, kemudian dia mengirimkan Cornelis Speelman untuk menaklukan tentara Trunojoyo di Cirebon dan Jepara. Keberhasilan VOC memaksa pasukan Trunojoyo meninggalkan Cirebon dan Jepara membuat Amangkurat I harus menandatangani perjanjian antara VOC dengan Mataram. Perjanjian dibuat pada tanggal 25 Februari 1677 dengan isi VOC berhak mendirikan pelabuhan dimana saja di wilayah Mataram, Mataram dilarang melakukan hubungan dengan Aceh, Arab atau bangsa lain untuk mendarat di Mataram, seluruh biaya yang timbul akibat peperangan dengan Trunojoyo ditanggung sepenuhnya oleh Mataram. Setelah Mataram bersedia menandatangani perjanjian tersebut, pada bulan Mei 1677, Speelman menyerang Surabaya dan dapat memukul mundur pasukan Trunojoyo. Trunojoyo sendiri langsung bergerak ke ibu kota Mataram yaitu Kraton Plered, untuk membunuh Amangkurat I dan keluarganya, namun ternyata keluarga Amangkuart I sudah mengungsi. Akhirnya Trunojoyo membakar kraton Plered dan membawa seluruh harta peninggalan Amangkurat I lalu bergerak mundur hingga Kediri. Sementara di pengasingannya pada bulan Juli, Amangkurat I meninggal dunia dan digantikan Amangkurat II (bukan Pangeran Puger namun anak dari selir sesuai permintaan VOC) yang tetap meminta bantuan VOC untuk menumpas Trunojoyo. Karena Mataram sudah tidak memiliki harta untuk mendanai perang lagi, akhirnya mereka membuat perjanjian pada tanggal 20 Oktober 1677, dimana isinya Mataram menyerahkan Semarang kepada VOC dan sebagian daerah dudukannya di Parahyangan tepatnya sebelah barat Sungai Citarum dan Cipunagara, namun Amangkurat II tidak menyanggupi penyerahan daerah antara Sungai Citarum dan Cipunagara karena daerah tersebut masuk dalam kendali langsung bupati Sumedang saat itu yaitu Rangga Gempol III. Mataram juga dibebankan penyerahan keuntungan dari hasil perdagangan hingga semua hutang selesai terlunasi. VOC dan Arung Palakka menyerang tentara Trunojoyo di Kediri pada tahun 1678 dan pada tahun 1679 Trunojoyo tertangkap dan dihukum mati. Jasa-Jasa Jasa-jasa Maetsuyker kepada pemerintah Belanda antara lain: Perluasan wilayah Kompeni di Malabar dan Ceylon Penaklukan Makassar Penaklukan Sumatera Barat Ekspedisi pertama ke Mataram

 Joan Maetsuycker


Lahir : Amsterdam, Republik Belanda 14 Oktober 1606 M.

Gubernur Sailan Belanda : 1646 – 1650 M.

Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-12 : 19 Mei 1653 - 1678 M.

Istri : ♀️Haesje Berckmans, ♀️Elisabeth Abbem.

Wafat : Batavia, Hindia Belanda 24 Januari 1678 M

Makam : ?


Keterangan : 


Joan Maetsuycker (Amsterdam, 14 Oktober 1606 - Batavia, 24 Januari 1678) adalah gubernur Sailan Belanda antara tahun 1646 – 1650 dan Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke-12. Ia memerintah antara tahun 1653 – 1678.



Kehidupan awal


Berbeda dengan banyak Gubernur-Jenderal lainnya, Maetsuycker diperkirakan beragama Katolik. Maetsuyker lulus dari sekolah hukum di Leuven dan menjadi pengacara di The Hague, kemudian meneruskan kariernya di Amsterdam.


Karier di pemerintahan


Pada tahun 1635, Maetsuyker ditugaskan di Hindia Belanda. Pada tanggal 2 Mei 1636 dengan menumpang kapal Prins Willem dia meninggalkan Amsterdam dan mendarat pada tanggal 26 September 1636 di Batavia dan menjabat sebagai kepala urusan rumah tangga di Dewan Keadilan (Raad van Justitie) di kota itu. Pada tahun yang sama juga Maetsuyker menjadi presiden komite yatim piatu, kemudian pada tahun 1637 menjabat presiden dari akademi hukum kelautan. Karier Maetsuyker terus menanjak, pada tahun 1640 dia menjadi ketua dewan keadilan dan juga ketua dari urusan pengawasan dan kependudukan bangsa Cina.


Tanggal 13 Agustus 1641, dia diangkat menjadi konsul kehormatan untuk Hindia Belanda. Saat menjabat posisi ini, dia diajak oleh Gubernur Jenderal van Diemen untuk membuat suatu ketetapan hukum dan peraturan untuk penduduk Batavia. Peraturan dan hukum yang ditetapkan ini dikenal dengan istilah Bataviasche Statuten, dan mulai berlaku pada tanggal 5 Juli 1642. Peraturan ini sendiri berlaku hingga pendudukan Inggris di Indonesia pada tahun 1811, dan juga masih dipakai setelah masa English Interregnum hingga tahun 1828.


Tidak lama kemudian tepatnya pada tanggal 10 Agustus 1642, dia memimpin ekspedisi ke Ceylon yang saat itu merupakan pusat perdagangan Portugis di Asia Selatan. Tujuan dari ekspedisi ini adalah membahas mengenai perbatasan antara wilayah VOC di Ceylon dengan Portugis di sana, termasuk aset-aset di dalamnya. Tahun 1646 hingga tahun 1650, Maetsuyker menjadi Gubernur di Ceylon. Tahun 1650, dia kembali ke Hindia Belanda untuk menjabat sebagai Ketua Dewan Hindia dan juga sebagai Direktur Jenderal VOC.


Menjadi Gubernur Jenderal


Pada masa kepemimpinannya, Maetsuyker memiliki ambisi untuk memperluas wilayah VOC di Indonesia, apalagi dia mempunyai dua orang bawahan yang sangat setia, bisa dipercaya dan juga tangguh yaitu Rijkloff van Goens dan Cornelis Speelman.


Langkah pertama yang diambil oleh Maetsuyker adalah mengincar Kerajaan Goa di Sulawesi yang selama ini selalu menolak kerjasama dagang dengan VOC tetapi berhubungan dengan Portugis, yang notabene juga merupakan pesaing berat VOC di Indonesia. Untuk memantapkan langkah tersebut, mula-mula adalah mengkondisikan kepulauan Maluku betul-betul 100% dikuasai oleh VOC. Karena itu VOC melakukan pengusiran kepada penduduk di Ambon dan juga pemusnahan tanaman cengkih di Hoamoal, peristiwa ini dilakukan pada tahun 1656. Setahun kemudian VOC melakukan hal yang sama di Pulau Buru, penduduk di pulau itu diusir.


Setelah posisi VOC di kepulauan Maluku dapat diperkuat, maka VOC memasang pos di Manado untuk mengawasi lalulintas dagang antara Spanyol di kepulauan Filipina dengan Tidore. Sementara itu pada tahun yang sama VOC membuat perjanjian damai dengan Kerajaan Banten.


Perang Gowa


Maetsuyker kembali ke ambisinya semula yaitu mengontrol Gowa. Tindakan awal yang dilakukannya adalah menghancurkan kekuatan pantai Gowa yang saat itu dilindungi oleh kapal-kapal Portugis. Serangan dilakukan pada bulan Agustus 1660. VOC akhirnya berhasil meluluhlantakan kapal-kapal Portugis di pelabuhan Makassar. Akibat dari kekalahan ini, raja Gowa saat itu Sultan Hasanuddin dipaksa menerima perjanjian damai dengan VOC.


Melihat bahwa Gowa sudah lemah karena angkatan perangnya dikalahkan oleh VOC, pemimpin kerajaan Bone (yang saat itu merupakan jajahan dari kerajaan Gowa) Arung Palakka memberontak kepada Hasanuddin dan memusatkan kekuatannya di Butung. VOC melihat pemberontakan Bone kepada Gowa merupakan celah yang bisa dimanfaatkan untuk menguasai Gowa secara keseluruhan. Karena itu pada tahun 1663, VOC mengajak Arung Palakka dan pengikutnya untuk pergi ke Batavia. Di Batavia, Arung Palakka dijanjikan bahwa Bone akan berdaulat sepenuhnya jika mau membantu VOC menghancurkan Makassar.


Kesepakatan antara Arung Palakka dan Maetsuyker akhirnya disetujui. Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman dibantu dengan tentara Bugis pimpinan Arung Palaka dan juga tentara Ambon pimpinan dari Kapten Jonker, menyerang Makassar. Tahun 1667, armada Speelman berhasil mendarat di Butung dan menghancurkan tentara Gowa di sana. Dari Butung, Speelman tidak mengarahkan armadanya ke Makassar tetapi langsung menuju Tidore (yang saat itu sudah tidak dilindungi oleh Spanyol) untuk memaksa perjanjian damai dengan VOC. Akibat tekanan yang diberikan oleh VOC Tidore bersedia menerima perjanjian tersebut,dan akhirnya Ternate dan Tidore sepenuhnya berada dalam kekuasaan VOC.


Kondisi tersebut diatas sangat menguntungkan VOC karena praktis Gowa tidak akan mendapat bantuan dari manapun, apalagi setelah sebelumnya pos Portugis di Larantuka dihancurkan oleh armada VOC dan akhirnya memaksa Portugis hengkang ke Lifau. Setelah mendarat di Butung, Arung Palakka kembali ke Bone dan mengobarkan revolusi melawan Gowa kepada rakyatnya. Dan pada tahun 1668 Gowa berhasil dikalahkan oleh koalisi VOC dan Bone. Dan pada tanggal 18 November 1668, dilakukan perjanjian antara Sultan Hasanuddin dengan VOC yang dikenal dengan Perjanjian Bongaya. Isi dari perjanjian tersebut adalah Kerajaan Gowa sepenuhnya berada di bawah kontrol VOC, dan pengaruh Raja Gowa adalah hanya sekitar kota Makassar dan tidak berhak mengontrol wilayah di luar kota.


Perjanjian ini membuat Hasanuddin berang, karena dianggap sangat merugikan kerajaannya. Akhirnya pada awal tahun 1669, dengan kekuatan terakhirnya Gowa melawan tentara VOC. Perlawanan hebat ini berakhir setelah Speelman mendapat bantuan dari Batavia dan berhasil menerobos Benteng terkuat Gowa saat itu, Somba Opu pada tanggal 22 Juni 1669. Akibat dari kekalahan ini, Sultan Hasanuddin akhirnya mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan meninggal dunia pada tanggal 12 Juni 1670. Dengan meninggalnya Sultan Hasanuddin, berakhirlah Perang Gowa, dan sejak saat itu Makassar dikuasai oleh VOC. Kemudian sesuai dengan janjinya, VOC pada tahun 1672 mengangkat Arung Palakka sebagai Raja Bone.


Pemberontakan Trunojoyo

sunting

Pada tahun 1671, pemimpin pulau Madura yaitu Trunojoyo memberontak terhadap kekuasaan Mataram di pulau itu. Pemberontakan dimenangkan oleh Trunojoyo dan ia mulai menguasai pulau ini agar terlepas dari pengaruh Mataram. Mataram sendiri tidak begitu serius menanggapi Trunojoyo, karena di tahun-tahun tersebut Gunung Merapi meletus dan dilanjutkan dengan wabah kelaparan pada tahun 1674.


Mengetahui bahwa Mataram terkena musibah dan tidak menganggap serius terhadap kekuatan Trunojoyo. Maka pada tahun 1675 Trunojoyo dibantu dengan tentara Makassar yang mengungsi dari Sulawesi mulai menyerang pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Jawa. Trunojoyo dengan memanfaatkan sentimen keagamaan berhasil mengambil simpati penduduk di pesisir utara Jawa. Hingga akhir tahun Trunojoyo berhasil mengambil alih Surabaya, Jepara hingga Cirebon dari tangan Mataram.


Mengetahui situasi yang tidak menguntungkan, Raja Mataram Amangkurat I mengutus anaknya Pangeran Puger untuk bertemu dengan Maetsuyker dengan tujuan meminta bantuan VOC menumpas Trunojoyo. Permintaan ini segera dimanfaatkan oleh Maetsuyker untuk memperluas pengaruhnya di Pulau Jawa. Maetsuyker segera memenuhi permintaan itu, kemudian dia mengirimkan Cornelis Speelman untuk menaklukan tentara Trunojoyo di Cirebon dan Jepara.


Keberhasilan VOC memaksa pasukan Trunojoyo meninggalkan Cirebon dan Jepara membuat Amangkurat I harus menandatangani perjanjian antara VOC dengan Mataram. Perjanjian dibuat pada tanggal 25 Februari 1677 dengan isi VOC berhak mendirikan pelabuhan dimana saja di wilayah Mataram, Mataram dilarang melakukan hubungan dengan Aceh, Arab atau bangsa lain untuk mendarat di Mataram, seluruh biaya yang timbul akibat peperangan dengan Trunojoyo ditanggung sepenuhnya oleh Mataram.


Setelah Mataram bersedia menandatangani perjanjian tersebut, pada bulan Mei 1677, Speelman menyerang Surabaya dan dapat memukul mundur pasukan Trunojoyo. Trunojoyo sendiri langsung bergerak ke ibu kota Mataram yaitu Kraton Plered, untuk membunuh Amangkurat I dan keluarganya, namun ternyata keluarga Amangkuart I sudah mengungsi. Akhirnya Trunojoyo membakar kraton Plered dan membawa seluruh harta peninggalan Amangkurat I lalu bergerak mundur hingga Kediri. Sementara di pengasingannya pada bulan Juli, Amangkurat I meninggal dunia dan digantikan Amangkurat II (bukan Pangeran Puger namun anak dari selir sesuai permintaan VOC) yang tetap meminta bantuan VOC untuk menumpas Trunojoyo. Karena Mataram sudah tidak memiliki harta untuk mendanai perang lagi, akhirnya mereka membuat perjanjian pada tanggal 20 Oktober 1677, dimana isinya Mataram menyerahkan Semarang kepada VOC dan sebagian daerah dudukannya di Parahyangan tepatnya sebelah barat Sungai Citarum dan Cipunagara, namun Amangkurat II tidak menyanggupi penyerahan daerah antara Sungai Citarum dan Cipunagara karena daerah tersebut masuk dalam kendali langsung bupati Sumedang saat itu yaitu Rangga Gempol III. Mataram juga dibebankan penyerahan keuntungan dari hasil perdagangan hingga semua hutang selesai terlunasi.


VOC dan Arung Palakka menyerang tentara Trunojoyo di Kediri pada tahun 1678 dan pada tahun 1679 Trunojoyo tertangkap dan dihukum mati.


Jasa-Jasa


Jasa-jasa Maetsuyker kepada pemerintah Belanda antara lain:

Perluasan wilayah Kompeni di Malabar dan Ceylon

Penaklukan Makassar

Penaklukan Sumatera Barat

Ekspedisi pertama ke Mataram

25 July 2024

Sejarah Magelang ~ Jl. Soekarno-Hatta (Soka), 1986 & 2024 Dulu masih adem, sekarang katanya jadi titik bangjo terlama di Magelang 😁 📷 : Arsip Kota & Streetview

 Jl. Soekarno-Hatta (Soka), 1986 & 2024



Dulu masih adem, sekarang katanya jadi titik bangjo terlama di Magelang 😁


📷 : Arsip Kota & Streetview

Sumber/Penulis : Cahyono Edo Santosa

16 July 2024

Universitas Tidar Magelang, dulu & kini 📷 : Arsip Kota & Borobudur News (Ist.) Sumber/Penulis : Cahyono Edo Santosa

 Universitas Tidar Magelang, dulu & kini



📷 : Arsip Kota & Borobudur News (Ist.)

Sumber/Penulis : Cahyono Edo Santosa

Mari kita mengenang seorang tokoh penegak hukum yang tegas dan konsisten dalam menegakkan keadilan untuk kepentingan masyarakat banyak terutama rakyat kecil, bukan untuk segelintir orang. Beliau adalah Dr Baharuddin Lopa SH. Baharudin Lopa lahir di desa Pambusuang Balanipa Mandar, di sebelah utara kota Polewali tanggal 17 Agustus 1935. Ia memiliki warna kulit putih cerah dengan tinggi badan ideal menurut ukuran Indonesia. Keluarga Lopa termasuk keluarga terpandang di daerahnya. Keluarga yang sangat berkecukupannamun tidak materialistis. Kalau ada orang menyinggung soal kelebihannya, ia marah sekali. Semua orang sama, hanya dibedakan dari kadar taqwanya. Penduduk di kampungnya ada dua golongan besar: pelaut/nelayan/saudagar yang berniaga lewat laut dan kaum ulama/santri. Kampung itulah pusat ulama di daerah Mandar. Ia menyelesaikan pendidikan dasar di Tanambung dan Majene, lalu SMP dan SMA di Makassar. Ia mencapai gelar sarjana hukum di Universitas Hasanuddin tahun 1962. Gelar Doktor dari Universitas Diponegoro Semarang. Mulai memasuki karir sebagai jaksa tahun 1958 di Kejaksaaan Negeri Klas I Makassar. Tahun 1960, Kabupaten Mandar dipecah menjadi 3 kabupaten: Mamuju, Majene dan Polmas. Baharuddin Lopa lah bupati Majene pertama. Waktu itu ia baru berusia 25 tahun. Ketika beliau menjadi bupati terjadi pemberontakan dan penyelundupan senjata ke Tawao Malaysia yang dipimpin oleh Andi Selle. Sudah menjadi bagian dari sejarah di Sulawesi Selatan, bahwa Bupati muda ini mencoba melawan Andi Selle tidak berdasarkan kekuatan pada kekuasaan, namun kekuatan pada hukum dan mencoba dengan melakukan pendekatan pada AndiSelle untuk patuh pada hukum. Akibatnya Baharddin Lopa nyaris tewas oleh senjata Andi Selle. Mujur ia disangka inspektur polisi karena meminjam mobil polisi sehingga ia lolos. Ia memang terkenal berani melawan segala kezaliman. Ia kembali bekerja di Kejasaaan, ditempatkan di Kejakasaan Tinggi Maluku-Irian Jaya di Ambon. Tahun 1963 menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Ternate. Tiga tahun kemudian menjadi Kajati Sulawesi Tenggara. Pada saat di Kendari beliau menvoba menangkap kepala kantor wilayah satu departeman karena tidak suka pada sosok oktum yang seringmemperlihatkan pemerkosaan terhadap hukum. Konon karena ketegasannya Lopa dipindahkan. Ketika dipindahkan menjadi Kajati Aceh tahun 1970 , ia menindak habis para cukong dan banyak menyelamatkan uang negara. Pada 18 Oktober 1982 selang 1 bulan setelah dilantik, Beliau dengan Opera Nopember Kajati Sulsel berhasil menelusuri berbagai kasus korupsi. Di bidang reboisasi (kehutanan) saja telah terungkap korupsi tidak kurang dari Rp. 7 milyar!. Sebagai seorang doktor dalam bidang ilmu hukum, Dr Baharuddin Lopa SH banyak membaca buku, terutama yang berkaitan dengan hukum. Buku-buku lain yang senang dibacanya adalah buku-buku yang bernafaskan agama yanglebih mendekatkan pembaca pada kebenaran dan keadilan. Sebagai muslim yang baik, beliau rutin rutin membaca Al Quran. Beliau juga sangat mengagumi Ihya Ulumuddin karya Al Ghazali. Banyak membaca buku telah banyak mempengaruhi dan membentuk prinsip hidupnya sehingga beliau menjadi kehidupan secara sederhana, jujur dan kerja keras. Ada satu moto yang tertulis pada lembaran pertama buku disserasinya. Motto itu juga tertanam dalam jiwanya selaku penegak hukum. Moto dalam bahasa Bugis itu berbunyi: “Pura tangkisi gulikku; Pura babbrak sumpekku; Kulebbirengi telling natowalie” Artinya: telah kupasang kemudiku. Sudah kekembangkan layarku, lebih baik aku tenggelam dari pada surut kembali ! Makna lainnya : Apabila ada sesuatu niat baik (menolong rakyat, menegakkan keadilan dan sebagainya) jangan dipikirkan panjang-panjang, niat itu harus diujudkan segera dengan sekuat tenaga dan jangan berhenti sebelum tercapai.” Beliau dipanggil yang Maha Kuasa pada 3 Juli 2001. Kita bangsa Indonesia sangat kehilangan sosoknya, dan masih berharap semoga ada lagi sosok-sosok penerus Baharuddin Lopa sebagai penegak hukum yang amanah di negara hukum berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sumber : Kompas, 17-04-1983. Koleksi Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI Salemba (Skala-team) #Tokoh #hukum #kejaksaan

 Mari kita mengenang seorang tokoh penegak hukum yang tegas dan konsisten dalam menegakkan keadilan untuk kepentingan masyarakat banyak terutama rakyat kecil, bukan untuk segelintir orang.  Beliau adalah Dr Baharuddin Lopa SH.



Baharudin Lopa lahir di desa Pambusuang Balanipa Mandar, di sebelah utara kota Polewali tanggal 17 Agustus 1935. Ia memiliki warna kulit putih cerah dengan  tinggi badan ideal menurut ukuran Indonesia.


Keluarga Lopa termasuk keluarga terpandang di daerahnya. Keluarga yang sangat berkecukupannamun tidak materialistis. Kalau ada orang menyinggung soal kelebihannya, ia marah sekali. Semua orang sama, hanya dibedakan dari kadar taqwanya. Penduduk di kampungnya ada dua golongan besar: pelaut/nelayan/saudagar yang berniaga lewat laut dan kaum ulama/santri. Kampung itulah pusat ulama di daerah Mandar.


Ia menyelesaikan pendidikan dasar di Tanambung dan Majene, lalu SMP dan SMA di Makassar. Ia mencapai gelar sarjana hukum di Universitas Hasanuddin tahun 1962. Gelar Doktor dari Universitas Diponegoro Semarang.

 

Mulai memasuki karir sebagai jaksa tahun 1958 di Kejaksaaan Negeri Klas I Makassar. Tahun 1960, Kabupaten Mandar dipecah menjadi 3 kabupaten: Mamuju, Majene dan Polmas. Baharuddin Lopa lah bupati Majene pertama. Waktu itu ia baru berusia 25 tahun. Ketika beliau menjadi bupati terjadi pemberontakan dan penyelundupan senjata ke Tawao Malaysia yang dipimpin oleh Andi Selle.  Sudah menjadi bagian dari sejarah di Sulawesi Selatan, bahwa Bupati muda ini mencoba melawan Andi Selle  tidak berdasarkan kekuatan pada kekuasaan, namun kekuatan pada hukum dan mencoba dengan melakukan pendekatan pada AndiSelle untuk patuh pada hukum. Akibatnya Baharddin Lopa nyaris tewas oleh senjata Andi Selle. Mujur ia disangka inspektur polisi karena meminjam mobil polisi sehingga ia lolos. Ia memang terkenal berani melawan segala kezaliman.

 

Ia kembali bekerja di Kejasaaan, ditempatkan  di Kejakasaan Tinggi Maluku-Irian Jaya di Ambon. Tahun 1963  menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Ternate. Tiga tahun kemudian menjadi Kajati Sulawesi Tenggara. Pada saat di Kendari beliau menvoba menangkap kepala kantor wilayah satu departeman karena tidak suka pada sosok oktum yang seringmemperlihatkan pemerkosaan terhadap hukum. Konon karena ketegasannya Lopa dipindahkan. Ketika dipindahkan menjadi Kajati Aceh tahun 1970 , ia menindak habis para cukong dan banyak menyelamatkan uang negara.

 

Pada 18 Oktober 1982 selang 1 bulan setelah dilantik, Beliau  dengan Opera Nopember Kajati Sulsel berhasil menelusuri berbagai kasus korupsi. Di bidang reboisasi (kehutanan) saja telah terungkap korupsi tidak kurang dari Rp. 7 milyar!.

Sebagai seorang doktor dalam bidang ilmu hukum, Dr Baharuddin Lopa SH banyak membaca buku, terutama yang berkaitan dengan hukum. Buku-buku lain yang senang dibacanya adalah buku-buku yang bernafaskan agama yanglebih mendekatkan pembaca pada kebenaran dan keadilan. Sebagai muslim yang baik, beliau rutin rutin membaca Al Quran. Beliau juga sangat mengagumi Ihya Ulumuddin karya Al Ghazali. Banyak membaca buku telah banyak mempengaruhi  dan membentuk prinsip hidupnya sehingga beliau menjadi kehidupan secara sederhana, jujur dan kerja keras.


Ada satu moto yang tertulis pada lembaran pertama buku disserasinya. Motto itu juga tertanam dalam jiwanya selaku penegak hukum.

Moto dalam bahasa Bugis itu berbunyi: 

“Pura tangkisi gulikku; 

Pura babbrak sumpekku; 

Kulebbirengi telling natowalie”


Artinya: telah kupasang kemudiku. Sudah kekembangkan layarku, lebih baik aku tenggelam dari pada surut kembali !


Makna lainnya : Apabila ada sesuatu niat baik (menolong rakyat, menegakkan keadilan dan sebagainya) jangan dipikirkan panjang-panjang, niat itu harus diujudkan segera dengan sekuat tenaga dan jangan berhenti sebelum tercapai.”


Beliau dipanggil yang Maha Kuasa pada 3 Juli 2001. Kita bangsa Indonesia sangat kehilangan sosoknya, dan masih berharap  semoga ada lagi sosok-sosok penerus Baharuddin Lopa sebagai penegak hukum yang amanah di negara hukum berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 


Sumber : Kompas, 17-04-1983.  Koleksi Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI Salemba (Skala-team)


#Tokoh #hukum #kejaksaan

Sekarang menjadi Provinsi Papua Barat, Sebelumnya bernama Irian Barat kemudian Irian Jaya. Bagaimanakah sejarah belahan barat pulaui itu sering berganti nama? Dulu para penjajah menyebutkan Nieuw Guinea, karena Guinea yang pertama lebih dulu ditemukan pelayar Eropa yang terlatak di Afrika. Dahulu sebutan Papua mempunyai arti yang berbeda dan kurang disukai. Sejalan dengan perkembangan masyarakat pemakai bahasa tersebut, maka istilah yang dulu tidak begitu disukai mengalami perubahan di masa sekarang dan sekarang kata “Papua” kembali dipergunakan. Siapakah tokoh yang pernah mencetuskan kata “Irian”?. Orang yang menciptakan nama tersebut bernama Luk Wairata. Seorang ahli tatapraja yang tinggal di Ambon. Ia seorang pujangga (Sastrawan) yang pernah bekerja sebagai redaktur harian Gembira terbitan Dinas Penerangan Militer Teritorium VII di Ambon tahun 1950-an. Waktu itu terjadi penumpasan gerombolan Republik Maluku Selatan oleh TNI. Luk Wairata ini kelahiran desa Tihulale, Kairatu Pulau Seram. Ayahnya seorang petani di Seram. Ibunya berasal dari Pulau Nusaluat. Hidup mereka sederhana. Maka Luk hanya dikirim ke Sekolah Gubernermen kelas II (sekarang SD 6 tahun) di desa. Lalu dilanjutkan dengan kursus Onderwijs Bureau Republikein di Bandung. Dendam Luk kepada kaum penjajah sudah membara sejak masa kanak-kanak. Ketika salah seorang kakaknya menikah dan tinggal di Irian (Papua Barat Sekarang). Luk menyusul untuk ikut kakaknya di tahun 1929. Tak lama kemudian, Luk diterma dan bekerja di kantor Bestuurasistent di Kokas. Tekadnya hendak memperbaiki nasib dan mengusir penjajah yang sering menyakiti hatinya. Sepuluh tahun kemudian ia menjadi bestuur (pegawai kotapraja) di Distrik Nisamoeer. Sebelum Perang Dunia II ia dipindahkan Ke Holandia yang kemudian menjadi kota Jayapura. Waktu tentara Jepang menyerah ke pihak sekutu, pada 19 April 1944, Luk memberi nama Irian bagi Nieuw Guinea. Selama 17 tahun tinggal di Irian, ia turut pergerakan politik. Tahun 1945 ia ditangkap polisi militer atas perintah Gubernur Van Der Plas. Luk diperiksa dnegan tuduhan hendak menggulingkan pemerintahan Hindia Belanda dengan bukti telah mengubah nama Papua menjadi Irian. Nama itu sebenarnya diciptakan untuk Elisa, Kepala suku di Irian disebut Ondoapu di pulau Nafiri. Selain kepala suku, Elisa seorang pemimpin. Pulaunya terletak di gugusan kepulauan Teluk Hollandia. Elisa inilah yang membela Luk di muka pengadilan dan menyelamatkan dari regu tembak karena tuduhan mata-mata. Luk dibebaskan. Kemudian Luk meminta Elisa untuk menyebarkan nama baru itu di kalangan rakyatnya. Elisa seperti halnya Luk sendiri yakin pada suatu hari para penajah akan dapat diusir dari pulau itu dan pemerintahan dipegah oleh orang sebangsa. Luk dan Elisa lalu memperkenalkan nama baru Irian. Kata Irian tak terdapat dalam kamus suku manapun. Mereka mengukuhkan janji rahasia dengan saling meminum darah, sesuai dengan adat orang Maluku dan Irian dalam hal kesetiaan. Itulah sedikit kisah tentang nama Irian Jaya sebagai singkatan Ikutan Republik Indonesia Anti Nederland. Luk pensiun dair pemerintahan tahun 1967, masa pensiunnya ia manfaatkan utnuk menulis buku. Melanjutkan hobi masa mudanya sebagai penulis. Tahun 1941 ia pernah mengarang buku “Cinta dan Kewajiban” yang dicetak di Balai Pustaka. Yang menurut pengakuannya bukunya dijiplak oleh Nur Sutan Iskandar, tanpa pengalami perubahan sesuai naskah aslinya. Hanya beberapa suku kata di sana sini yang ditukar. Buku itu kemudian dijadikan film dengan judul “Segenggam Harapan” disutradarai oleh Wahab Abdi. Ia juga pernah membuat catatan harian sebanyak 8 jilid (1415 halaman) tulisan tangan. Sumber: Mutiara Edisi 339, 30 Jan-12 Feb 1985. Koleksi Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI Salemba (Skala-team) #tokoh #Irian #Papua #Maluku

 Sekarang menjadi Provinsi Papua Barat, Sebelumnya bernama Irian Barat kemudian Irian Jaya. Bagaimanakah sejarah belahan barat pulaui itu sering berganti nama?


Dulu para penjajah menyebutkan Nieuw Guinea, karena Guinea yang pertama lebih dulu ditemukan pelayar Eropa yang terlatak di Afrika. Dahulu sebutan Papua mempunyai arti yang berbeda dan kurang disukai. Sejalan dengan perkembangan masyarakat pemakai bahasa tersebut, maka istilah yang dulu tidak begitu disukai mengalami perubahan di masa sekarang dan sekarang kata “Papua” kembali dipergunakan.


Siapakah tokoh yang pernah mencetuskan kata “Irian”?. Orang yang menciptakan nama tersebut bernama Luk Wairata. Seorang ahli tatapraja yang tinggal di Ambon. Ia seorang pujangga (Sastrawan) yang pernah bekerja sebagai redaktur harian Gembira terbitan Dinas Penerangan Militer Teritorium VII di Ambon tahun 1950-an. Waktu itu terjadi penumpasan gerombolan Republik Maluku Selatan oleh TNI.


Luk Wairata ini kelahiran desa Tihulale, Kairatu Pulau Seram. Ayahnya seorang petani di Seram. Ibunya berasal dari Pulau Nusaluat. Hidup mereka sederhana. Maka Luk hanya dikirim ke Sekolah Gubernermen kelas II (sekarang SD 6 tahun) di desa. Lalu dilanjutkan dengan kursus Onderwijs Bureau Republikein di Bandung.



Dendam Luk kepada kaum penjajah sudah membara sejak masa kanak-kanak. Ketika salah seorang kakaknya menikah dan tinggal di Irian (Papua Barat Sekarang). Luk menyusul untuk ikut kakaknya di tahun 1929. Tak lama kemudian, Luk diterma dan bekerja di kantor Bestuurasistent di Kokas. Tekadnya hendak memperbaiki nasib dan mengusir penjajah yang sering menyakiti hatinya. 


Sepuluh tahun kemudian ia menjadi bestuur (pegawai kotapraja) di Distrik Nisamoeer. Sebelum Perang Dunia II ia dipindahkan Ke Holandia yang kemudian menjadi kota Jayapura. Waktu tentara Jepang menyerah ke pihak sekutu, pada 19 April 1944, Luk memberi nama Irian bagi Nieuw Guinea.


Selama 17 tahun tinggal di Irian, ia turut pergerakan politik. Tahun 1945 ia ditangkap polisi militer atas perintah Gubernur Van Der Plas. Luk diperiksa dnegan tuduhan hendak menggulingkan pemerintahan Hindia Belanda dengan bukti telah mengubah nama Papua menjadi Irian.  Nama itu sebenarnya diciptakan untuk Elisa, Kepala suku di Irian disebut Ondoapu di pulau Nafiri. Selain kepala suku, Elisa seorang pemimpin. Pulaunya terletak di gugusan kepulauan Teluk Hollandia. Elisa inilah yang membela Luk di muka pengadilan dan menyelamatkan dari regu tembak karena tuduhan mata-mata.  Luk dibebaskan. Kemudian Luk meminta Elisa untuk menyebarkan nama baru itu di kalangan rakyatnya. Elisa seperti halnya Luk sendiri yakin pada suatu hari para penajah akan dapat diusir dari pulau itu dan pemerintahan dipegah oleh orang sebangsa.


Luk dan Elisa lalu memperkenalkan nama baru Irian. Kata Irian tak terdapat dalam kamus suku manapun. Mereka mengukuhkan janji rahasia dengan saling meminum darah, sesuai dengan adat orang Maluku dan Irian dalam hal kesetiaan.


Itulah sedikit kisah tentang nama Irian Jaya sebagai singkatan Ikutan Republik Indonesia Anti Nederland.


Luk pensiun dair pemerintahan tahun 1967,  masa pensiunnya ia manfaatkan utnuk menulis buku. Melanjutkan hobi masa mudanya sebagai penulis. Tahun 1941 ia pernah mengarang buku “Cinta dan Kewajiban” yang dicetak di Balai Pustaka. Yang menurut pengakuannya bukunya dijiplak oleh Nur Sutan Iskandar, tanpa pengalami perubahan sesuai naskah aslinya. Hanya beberapa suku kata di sana sini yang ditukar. Buku itu kemudian dijadikan film dengan judul “Segenggam Harapan” disutradarai oleh Wahab Abdi. Ia juga pernah membuat catatan harian sebanyak 8 jilid (1415 halaman) tulisan tangan.


Sumber: Mutiara Edisi 339, 30 Jan-12 Feb 1985. Koleksi Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI Salemba (Skala-team)


#tokoh #Irian #Papua #Maluku

13 July 2024

Hayam Wuruk (lahir 1334, meninggal 1389) adalah maharaja keempat Majapahit yang memerintah tahun 1350–1389. Ia bergelar Maharaja Sri Rājasanagara. Di bawah pemerintahannya, Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Pada tahun 1351, Hayam Wuruk naik tahta dalam usia relatif muda, 17 tahun, menggantikan ibundanya, Tribhuwana Tunggadewi. Tribhuwana sebenarnya memerintah Majapahit "mewakili" ibunya Gayatri (Rajapatni), yang memilih menjalani hidup sebagai bhiksuni (pendeta wanita). Ketika Gayatri meninggal, Tribhuwana menyatakan tidak lagi berkuasa dan menyerahkan kekuasaan kepada Hayam Wuruk. #fypviralシ #nusantara #hayamwuruk #sejarahindonesia #sejarah #jawa #suro #legenda

 Hayam Wuruk (lahir 1334, meninggal 1389) adalah maharaja keempat Majapahit yang memerintah tahun 1350–1389. Ia bergelar Maharaja Sri Rājasanagara. Di bawah pemerintahannya, Majapahit mencapai puncak kejayaannya.



Pada tahun 1351, Hayam Wuruk naik tahta dalam usia relatif muda, 17 tahun, menggantikan ibundanya, Tribhuwana Tunggadewi. Tribhuwana sebenarnya memerintah Majapahit "mewakili" ibunya Gayatri (Rajapatni), yang memilih menjalani hidup sebagai bhiksuni (pendeta wanita). Ketika Gayatri meninggal, Tribhuwana menyatakan tidak lagi berkuasa dan menyerahkan kekuasaan kepada Hayam Wuruk.


 #fypviralシ #nusantara #hayamwuruk #sejarahindonesia #sejarah #jawa #suro #legenda

11 July 2024

Ribut Waidi, Pahlawan Timnas Indonesia saat Raih Medali Emas SEA Games 1987 Ribut Waidi (kanan) bersama pelatih timnas Indonesa, Bartje Matulapelwa (tengah) saat megalahkan Malaysia 1-0 di final SEA Games 1987. Dia menjadi pencetak gol tunggal kemenangan timnas Indonesia di babak final, ketika mengalahkan Malaysia 1-0. Gol itu dibukukannya ketika laga berlanjut ke babak tambahan, setelah kedua tim bermain tanpa gol di waktu normal. Gol tersebut dicetaknya lewat sebuah tembakan mendatar, setelah melewati bek Malaysia di menit ke-105. Hebatnya kemenangan timnas Indonesia dibukukan di kandang sendiri, Stadion Utama Gelora Senayan Jakarta.

 Ribut Waidi, Pahlawan Timnas Indonesia saat Raih Medali Emas SEA Games 1987



Ribut Waidi (kanan) bersama pelatih timnas Indonesa, Bartje Matulapelwa (tengah) saat megalahkan Malaysia 1-0 di final SEA Games 1987.

Dia menjadi pencetak gol tunggal kemenangan timnas Indonesia di babak final, ketika mengalahkan Malaysia 1-0.

Gol itu dibukukannya ketika laga berlanjut ke babak tambahan, setelah kedua tim bermain tanpa gol di waktu normal.

Gol tersebut dicetaknya lewat sebuah tembakan mendatar, setelah melewati bek Malaysia di menit ke-105.

Hebatnya kemenangan timnas Indonesia dibukukan di kandang sendiri, Stadion Utama Gelora Senayan Jakarta.

Sejarah Magelang - Pertigaan Jl. Telaga Warna-Jl. Abimanyu (Candi Nambangan), November 1986 Jaman belum ada perumahan Ketepeng & SD Gelangan, Jl. Abimanyu (arah Ngentak) masih kayak galêngan. Tapi sebagian besar kerabatku dimakamkan di Candi Nambangan, saudara² dari simbah garis turun dari ibu juga asli Nambangan. Jadi jalur ini sudah makanan sehari²😁😁😁 :: Kolpri Sumber/Penulis : Cahyono Edo Santosa

 Pertigaan Jl. Telaga Warna-Jl. Abimanyu (Candi Nambangan), November 1986



Jaman belum ada perumahan Ketepeng & SD Gelangan, Jl. Abimanyu (arah Ngentak) masih kayak galêngan. Tapi sebagian besar kerabatku dimakamkan di Candi Nambangan, saudara² dari simbah garis turun dari ibu juga asli Nambangan. Jadi jalur ini sudah makanan sehari²😁😁😁


:: Kolpri

Sumber/Penulis : Cahyono Edo Santosa

10 July 2024

Gito-Gati: Bukan Sekadar Nama Jalan di Yogyakarta Nama Jalan Gito-Gati diambil dari dua seniman kembar asal dusun Pajangan, Pandowoharjo, Kabupaten Sleman, yaitu Ki Sugito dan Ki Sugati. Bagi warga Yogyakarta yang sering melintasi dari perempatan Denggung menuju Rejodani maupun sebaliknya pasti sering melewati Jalan Gito-Gati. Jalan Gito-Gati adalah jalan yang menghubungkan antara perempatan Denggung dan Rejodani. Ki Sugito dan Ki Sugati terlahir sebagai anak kembar pada tahun 1933, Sugito Sugati merupakan putra dari Ki Cermo Waruna. Kedua seniman bermukim di Dusun Pajangan, Pendowoharjo, Kabupaten Sleman,Yogyakarta. Gito-Gati dalang dan ketoprak andalan Kabupaten Sleman. Keahlian dalam kehidupan seni sudah tidak diragukan lagi. Kepiawaian dalam memainkan benda wayang serta bermain peran dalam kethoprak sudah menjadi rahasia umum di wilayah Yogyakarta. Gito-Gati lahir dari keluarga yang mempunyai darah seni yang tinggi, sehingga keduanya terlibat dalam kesenian, baik wayang maupun ketoprak. Gito-Gati semakin memantapkan diri di pewayangan serta ketoprak. Gito-Gati apabila dilihat sepintas sangat sulit dibedakan oleh banyak orang, kadang kerabatnya maupun tetangganya saja sulit membedakan mana Gito, mana Gati. Biasa nya,(kalau ada yang kembar) panggilan paling PAS,biasa nya di panggil nya ,ya si kembar,.. tuk menyiasati,(biar) gak salah (orang_nya) .. Nama Gito-Gati pun dikenal masyarakat luas sebagai pelawak, di samping tetap menekuni ketoprak. Bahkan dalam sejarah lawak gaya Mataraman, Gito-Gati bisa dikatakan sebagai generasi kedua setelah surutnya pelawak Basiyo, Atmonadi, dan lainnya. Pada tahun 1966, Gito-Gati ikut terlibat dalam pendirian Paguyuban Seniman Bagian Yogyakarta Utara yang disingkat PS Bayu. Lalu PS Bayu mulai kondang sebagai nama paguyuban ketoprak. Paguyuban ketoprak ini kemudian mengadakan pentas ketoprak keliling di Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah seperti Magelang, Kebumen, dan Purworejo. Lalu Gito-Gati memutuskan untuk tampil di TVRI Yogyakarta pada tahun 1978 dengan lakon Ombak Segoro Kidul atau "Ombak Laut Selatan." Lakon Ombak Segoro Kidul kemudian menjadi ciri khas dari PS Bayu. Selain itu, Gito-Gati juga mengajak seniman lain di Yogyakarta maupun di Jawa Tengah untuk pentas bersama. Selain itu, tahun 1995, salah satu stasiun televisi swasta pernah secara 2 malam berturut-turut merekam pentas Gito Gati dalam pertunjukan wayang secara live dari rumahnya di Pajangan, Sleman. Lalu pada tahun 1996, juga rutin menayangkan rekaman pentas PS Bayu di Magelang setiap Jumat malam. Ketoprak PS Bayu saat tampil lebih mengandalkan improvisasi sehingga sanggup pentas berjam-jam tanpa naskah. Gito dalam pentas lebih sering menjadi tokoh dagelan atau abdi yang sanggup memeriahkan suasana dan mengocok perut penonton. Sementara Gati sanggup menjalankan peran apa saja dan dengan penghayatan penuh. Seperti saat Gati memerankan tokoh Yuyu Rumpun, legenda yang berlatar kerajaan Pati masa peralihan Majapahit dan Demak. Kehidupan pribadi Gito dikenal santai, suka membanyol, tidak serius, dan bertindak seenaknya. Bahkan urusan rumah tangganya juga tidak diurus dengan benar karena kebiasaan Gito yang sering berganti istri. Salah satu perempuan yang pernah dinikahi Gito adalah Nyi M.M. Rubinem, pesinden kondang Yogyakarta tahun 1960-an. Sementara Gati cenderung serius dan pintar menghayati peran dari tokoh antagonis maupun sosok protagonis termasuk yang bernasib buruk atau sengsara. Sementara Gati mempunyai dua istri, yaitu Tilah dan Waljiyem. Sosok yang terakhir ini tidak pernah pisah dan sering bergabung saat pentas ketoprak maupun wayang kulit sebagai pesinden atau aktris di panggung. Pada tahun 1996 Gito meninggal dunia terlebih dahulu. Lalu disusul Gati yang diagnosis menderita stroke pada tahun 2001 dan akhirnya meninggal dunia pada tanggal 18 Oktober 2009 yang lalu. Atas jasa-jasanya dalam melestarikan kesenian, pada tanggal 15 Mei 2011, pemerintah Kabupaten Sleman mengabadikan nama Gito-Gati sebagai nama ruas jalan yang menghubungkan antara perempatan Denggung dengan Rejodani. 👉Jika ada yang salah, mohon di koreksi dan bila berkenan, silahkan di lengkapi informasi nya... 🙏

 Gito-Gati: Bukan Sekadar Nama Jalan di Yogyakarta



Nama Jalan Gito-Gati diambil dari dua seniman kembar asal dusun Pajangan, Pandowoharjo, Kabupaten Sleman, yaitu Ki Sugito dan Ki Sugati.


Bagi warga Yogyakarta yang sering melintasi dari perempatan Denggung menuju Rejodani maupun sebaliknya pasti sering melewati Jalan Gito-Gati.

 Jalan Gito-Gati adalah jalan yang menghubungkan antara perempatan Denggung dan Rejodani.


Ki Sugito dan Ki Sugati terlahir sebagai anak kembar pada tahun 1933, Sugito Sugati merupakan putra dari Ki Cermo Waruna. 


Kedua seniman bermukim di Dusun Pajangan, Pendowoharjo, Kabupaten Sleman,Yogyakarta. Gito-Gati dalang dan ketoprak andalan Kabupaten Sleman.


Keahlian dalam kehidupan seni sudah tidak diragukan lagi. 

Kepiawaian dalam memainkan benda wayang serta bermain peran dalam kethoprak sudah menjadi rahasia umum di wilayah Yogyakarta. Gito-Gati lahir dari keluarga yang mempunyai darah seni yang tinggi, sehingga keduanya terlibat dalam kesenian, baik wayang maupun ketoprak.


Gito-Gati semakin memantapkan diri di pewayangan serta ketoprak.

 Gito-Gati apabila dilihat sepintas sangat sulit dibedakan oleh banyak orang, kadang kerabatnya maupun tetangganya saja sulit membedakan mana Gito, mana Gati.


Biasa nya,(kalau ada yang kembar) panggilan paling PAS,biasa nya di panggil nya ,ya si kembar,.. tuk menyiasati,(biar) gak salah (orang_nya) ..


Nama Gito-Gati pun dikenal masyarakat luas sebagai pelawak, di samping tetap menekuni ketoprak. 

Bahkan dalam sejarah lawak gaya Mataraman, Gito-Gati bisa dikatakan sebagai generasi kedua setelah surutnya pelawak Basiyo, Atmonadi, dan lainnya.

 Pada tahun 1966, Gito-Gati ikut terlibat dalam pendirian Paguyuban Seniman Bagian Yogyakarta Utara yang disingkat PS Bayu. 

Lalu PS Bayu mulai kondang sebagai nama paguyuban ketoprak.

 Paguyuban ketoprak ini kemudian mengadakan pentas ketoprak keliling di Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah seperti Magelang, Kebumen, dan Purworejo.


Lalu Gito-Gati memutuskan untuk tampil di TVRI Yogyakarta pada tahun 1978 dengan lakon Ombak Segoro Kidul atau "Ombak Laut Selatan." 

Lakon Ombak Segoro Kidul kemudian menjadi ciri khas dari PS Bayu. 

Selain itu, Gito-Gati juga mengajak seniman lain di Yogyakarta maupun di Jawa Tengah untuk pentas bersama.


Selain itu, tahun 1995, salah satu stasiun televisi swasta pernah secara 2 malam berturut-turut merekam pentas Gito Gati dalam pertunjukan wayang secara live dari rumahnya di Pajangan, Sleman.

 Lalu pada tahun 1996, juga rutin menayangkan rekaman pentas PS Bayu di Magelang setiap Jumat malam.


Ketoprak PS Bayu saat tampil lebih mengandalkan improvisasi sehingga sanggup pentas berjam-jam tanpa naskah. 


Gito dalam pentas lebih sering menjadi tokoh dagelan atau abdi yang sanggup memeriahkan suasana dan mengocok perut penonton. Sementara Gati sanggup menjalankan peran apa saja dan dengan penghayatan penuh. Seperti saat Gati memerankan tokoh Yuyu Rumpun, legenda yang berlatar kerajaan Pati masa peralihan Majapahit dan Demak.


Kehidupan pribadi Gito dikenal santai, suka membanyol, tidak serius, dan bertindak seenaknya.

 Bahkan urusan rumah tangganya juga tidak diurus dengan benar karena kebiasaan Gito yang sering berganti istri. 

Salah satu perempuan yang pernah dinikahi Gito adalah Nyi M.M. Rubinem, pesinden kondang Yogyakarta tahun 1960-an. 

Sementara Gati cenderung serius dan pintar menghayati peran dari tokoh antagonis maupun sosok protagonis termasuk yang bernasib buruk atau sengsara.


Sementara Gati mempunyai dua istri, yaitu Tilah dan Waljiyem.

 Sosok yang terakhir ini tidak pernah pisah dan sering bergabung saat pentas ketoprak maupun wayang kulit sebagai pesinden atau aktris di panggung. 

Pada tahun 1996 Gito meninggal dunia terlebih dahulu.

 Lalu disusul Gati yang diagnosis menderita stroke pada tahun 2001 dan akhirnya meninggal dunia pada tanggal 18 Oktober 2009 yang lalu. 

Atas jasa-jasanya dalam melestarikan kesenian, pada tanggal 15 Mei 2011, pemerintah Kabupaten Sleman mengabadikan nama Gito-Gati sebagai nama ruas jalan yang menghubungkan antara perempatan Denggung dengan Rejodani.


👉Jika ada yang salah, mohon di koreksi dan bila berkenan, silahkan di lengkapi informasi nya...

🙏

BAGONG KUSSUDIARJA Sekilas tentang profil Bagong Kussudiardja yang lahir di Yogyakarta 9 Oktober 1928 - wafat di Yogyakarta 15 Juni 2004 (umur 75). Beliau adalah seniman berpengaruh dengan prestasi dan pencapaian yang dapat diperhitungkan sebagai salah satu tonggak budaya dalam sejarah pasca-kolonial Indonesia modern. Tak banyak seniman yang memiliki riwayat kehidupan kreatif dengan faset yang berlapis-lapis seperti BK; berkarakter kuat, unik & terbuka. BK memiliki energi yang melimpah dan bisa meledak kapan saja dalam berbagai bentuk; sketsa, lukisan, karya tiga dimensional maupun berbagai komposisi tari. Lebih dari separuh hidup BK didedikasikan kepada dunia kesenian dengan segenap passion-nya. BK tak hanya mewariskan artefak karya seni rupa, studio, catatan/esai/puisi, beragam koreografi tari beserta nilai maknanya, tetapi juga mewariskan semangat pencarian, pemikiran dan penciptaan yang penuh passion. “Kiprah Bagong untuk mendinamisasi jagat seni rupa Indonesia merupakan kontribusi nilai yang tidak dapat diingkari. Ini terutama sangat jelas terwujud dalam dunia seni lukis batik, dimana ia – dengan berbagai eksperimentasinya – menjadi salah satu pelopor. Sementara itu, hal lain yang cukup penting adalah peran dia yang cukup menonjol dalam mengetengahkan isu-isu (persoalan-persoalan) seni rupa (seni lukis) dalam masyarakat lewat berbagai pamerannya. Sehingga, dunia seni rupa yang semula marjinal menjadi lebih diapresiasi masyarakat.” (Fadjar Sidik; pelukis, dosen Jurusan Seni Lukis, Ketua Jurusan & Pembantu Rektor III ISI Yogyakarta) Kegelisahan BK tentang kesenian yang semestinya dinamis dan tidak hanya berhenti sebagai benda sakral melahirkan gagasan pendirian lembaga pendidikan kesenian non formal bernama Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK). Terinspirasi oleh kehidupan pesantren dengan model pendidikannya yang berdasarkan kekeluargaan, BK mendorong para cantrik-mentrik (siswa) belajar kesenian sekaligus belajar mengolah rasa agar mampu mengabdikan dirinya kepada masyarakat. BK adalah pembuat sejarah. Ia mengajarkan perjuangan, pergulatan hidup, semangat dan kecerdasan sosial. Dengan kecerdasan sosial, kiprah BK mampu menjangkau sedemikian luas, menembus berbagai sekat; agama, birokrasi, dan kekuasaan. Generasi kini dapat belajar dari seorang BK, tidak hanya tentang kecerdasan sosial dan kisah suksesnya, namun juga kelemahan dan kegagalannya, yang membuat seorang BK tampak penuh vitalitas dan percaya diri. “Saya selalu punya keinginan untuk menanamkan rasa bertanggung jawab kepada mereka yang belajar di Padepokan, agar mereka merasa perlu buat mengabdikan diri kepada masyarakat dan kemanusiaan, demi atau dengan perantaraan kesenian.Itulah tujuan Padepokan. Dus, bukan untuk mencetak seniman.” alm. Bagong Kussudiardja

 BAGONG KUSSUDIARJA


Sekilas tentang profil Bagong Kussudiardja yang lahir di Yogyakarta 9 Oktober 1928 - wafat di Yogyakarta 15 Juni 2004 (umur 75).



Beliau adalah seniman berpengaruh dengan prestasi dan pencapaian yang dapat diperhitungkan sebagai salah satu tonggak budaya dalam sejarah pasca-kolonial Indonesia modern. Tak banyak seniman yang memiliki riwayat kehidupan kreatif dengan faset yang berlapis-lapis seperti BK; berkarakter kuat, unik & terbuka. BK memiliki energi yang melimpah dan bisa meledak kapan saja dalam berbagai bentuk; sketsa, lukisan, karya tiga dimensional maupun berbagai komposisi tari.


Lebih dari separuh hidup BK didedikasikan kepada dunia kesenian dengan segenap passion-nya. BK tak hanya mewariskan artefak karya seni rupa, studio, catatan/esai/puisi, beragam koreografi tari beserta nilai maknanya, tetapi juga mewariskan semangat pencarian, pemikiran dan penciptaan yang penuh passion.


“Kiprah Bagong untuk mendinamisasi jagat seni rupa Indonesia merupakan kontribusi nilai yang tidak dapat diingkari. Ini terutama sangat jelas terwujud dalam dunia seni lukis batik, dimana ia – dengan berbagai eksperimentasinya – menjadi salah satu pelopor. Sementara itu, hal lain yang cukup penting adalah peran dia yang cukup menonjol dalam mengetengahkan isu-isu (persoalan-persoalan) seni rupa (seni lukis) dalam masyarakat lewat berbagai pamerannya. Sehingga, dunia seni rupa yang semula marjinal menjadi lebih diapresiasi masyarakat.” (Fadjar Sidik; pelukis, dosen Jurusan Seni Lukis, Ketua Jurusan & Pembantu Rektor III ISI Yogyakarta)


Kegelisahan BK tentang kesenian yang semestinya dinamis dan tidak hanya berhenti sebagai benda sakral melahirkan gagasan pendirian lembaga pendidikan kesenian non formal bernama Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK). Terinspirasi oleh kehidupan pesantren dengan model pendidikannya yang berdasarkan kekeluargaan, BK mendorong para cantrik-mentrik (siswa) belajar kesenian sekaligus belajar mengolah rasa agar mampu mengabdikan dirinya kepada masyarakat.


BK adalah pembuat sejarah. Ia mengajarkan perjuangan, pergulatan hidup, semangat dan kecerdasan sosial.  Dengan kecerdasan sosial, kiprah BK mampu menjangkau sedemikian luas, menembus berbagai sekat; agama, birokrasi, dan kekuasaan. Generasi kini dapat belajar dari seorang BK, tidak hanya tentang kecerdasan sosial dan kisah suksesnya, namun juga kelemahan dan kegagalannya, yang membuat seorang BK tampak penuh vitalitas dan percaya diri.


“Saya selalu punya keinginan untuk menanamkan rasa bertanggung jawab kepada mereka yang belajar di Padepokan, agar mereka merasa perlu buat mengabdikan diri kepada masyarakat dan kemanusiaan, demi atau dengan perantaraan kesenian.Itulah tujuan Padepokan. Dus, bukan untuk mencetak seniman.” alm. Bagong Kussudiardja

Sejarah Magelang - Hiruk pikuk saat itu ketika shopping centre msh menjadi terminal angkot Tahun 1980 - an

 Hiruk pikuk saat itu ketika shopping centre msh menjadi terminal angkot Tahun 1980 - an



Sumber : Semoet Ireng

05 July 2024

TRADISI PENAMAAN SUKU BALI Tradisi penamaan di kalangan suku Bali unik karena berkaitan dengan jenis kelamin, urutan kelahiran, dan status kebangsawanan (kasta). Ini memudahkan masyarakat Bali mengetahui kasta dan urutan kelahiran seseorang. Tradisi ini sudah ada sejak abad ke-14, pada masa pemerintahan Raja Gelgel "Dalem Ketut Kresna Kepakisan," meskipun pengaruhnya dari Majapahit belum pasti. SISTEM WANGSA / KASTA 1. Brahmana: Gelar Ida atau Ida Bagus untuk laki-laki dan Ida Ayu untuk perempuan. Dulunya, mereka adalah pemuka agama, pendeta, pedanda dan keluarganya. 2. Kesatria: Gelar Anak Agung, Cokorda, I Gusti Agung, Gede dan I Dewa. Mereka adalah keturunan raja, bangsawan dan pejabat tinggi. 3. Waisya: Gelar Ngakan, Kompyang, Sang, atau Si. Dulunya, mereka berprofesi di bidang niaga dan industri. 4. Sudra: Tidak memiliki gelar kebangsawanan dan menggunakan nama berdasarkan urutan kelahiran seperti Wayan, Putu, Made, Nyoman, dan Ketut. JENIS KELAMIN - Laki-laki : Awalan "I". - Perempuan : Awalan "Ni". Untuk keturunan bangsawan, digunakan "Ida" atau "Ayu" dan "Istri" sebagai padanan "Ayu". URUTAN KELAHIRAN 1. Anak pertama : Wayan, Putu, atau Gede. 2. Anak kedua : Made, Nengah, atau Kadek. 3. Anak ketiga : Nyoman atau Komang. 4. Anak keempat : Ketut. Jika memiliki lebih dari empat anak, nama-nama ini diulang kembali dengan beberapa variasi. Tradisi ini kini menjadi ciri khas budaya orang Bali. #fyp #fbpro #sejarah #bali #fbreelsfypシ゚

 TRADISI PENAMAAN SUKU BALI


Tradisi penamaan di kalangan suku Bali unik karena berkaitan dengan jenis kelamin, urutan kelahiran, dan status kebangsawanan (kasta). Ini memudahkan masyarakat Bali mengetahui kasta dan urutan kelahiran seseorang. Tradisi ini sudah ada sejak abad ke-14, pada masa pemerintahan Raja Gelgel "Dalem Ketut Kresna Kepakisan," meskipun pengaruhnya dari Majapahit belum pasti.


SISTEM WANGSA / KASTA

1. Brahmana: Gelar Ida atau Ida Bagus untuk laki-laki dan Ida Ayu untuk perempuan. Dulunya, mereka adalah pemuka agama, pendeta, pedanda dan keluarganya.

2. Kesatria: Gelar Anak Agung, Cokorda, I Gusti Agung, Gede dan I Dewa. Mereka adalah keturunan raja, bangsawan dan pejabat tinggi.

3. Waisya: Gelar Ngakan, Kompyang, Sang, atau Si. Dulunya, mereka berprofesi di bidang niaga dan industri.

4. Sudra: Tidak memiliki gelar kebangsawanan dan menggunakan nama berdasarkan urutan kelahiran seperti Wayan, Putu, Made, Nyoman, dan Ketut.


JENIS KELAMIN

- Laki-laki : Awalan "I".

- Perempuan : Awalan "Ni". Untuk keturunan bangsawan, digunakan "Ida" atau "Ayu" dan "Istri" sebagai padanan "Ayu".


URUTAN KELAHIRAN

1. Anak pertama : Wayan, Putu, atau Gede.

2. Anak kedua : Made, Nengah, atau Kadek.

3. Anak ketiga : Nyoman atau Komang.

4. Anak keempat : Ketut.


Jika memiliki lebih dari empat anak, nama-nama ini diulang kembali dengan beberapa variasi. Tradisi ini kini menjadi ciri khas budaya orang Bali.



#fyp #fbpro #sejarah #bali #fbreelsfypシ゚

KAPAL BANAWA __________ Benawa atau Banawa adalah suatu jenis kapal dari Gowa, sebuah kerajaan tua di sudut barat daya pulau Sulawesi, Indonesia. Catatan paling awal dari kapal ini adalah dari Hikayat Banjar, Baris 1067 yang ditulis pada atau tidak lama setelah 1663. Saat ini, jenisnya sudah punah. Palari dan Padewakkang, kapal dengan lambung serupa, telah menggantikan tempatnya. Etimologi : Kata Benawa/ Banawa berasal dari bahasa Nusantara kuno, yang berarti perahu atau kapal. Dalam bahasa yang berbeda, kata tersebut dapat merujuk pada jenis kapal dan perahu yang berbeda, tergantung pada konteks kalimatnya. Deskripsi : Banawa dibuat khusus untuk transportasi hewan seperti kuda dan kerbau. Lambungnya lebar dengan lunas cembung, dengan linggi depan dan belakang yang menjulang tinggi. Di kedua sisinya ada jalan kecil yang menempel pada sejumlah balok melintang yang menyatu ke sokongan. Fungsi sekunder dari balok ini adalah untuk membagi ruang geladak menjadi kompartemen yang sama untuk hewan ternak. Geladak diatas "kandang" tersebut terbuat dari kisi bambu. Kapal ini dikemudikan dengan dua kemudi samping, yang dipasang pada pasangan balok silang yang berat dengan cara sedemikian rupa sehingga memungkinkan pelepasan darurat yang cepat. Para juru mudi berdiri di bagian samping kapal. Ada kabin sempit untuk kapten di bawah dek belakang (poop deck). Kapal ini memiliki 2 hingga 3 tiang, keduanya adalah tiang berkaki tiga dengan kaki belakang dipasang pada "kemah" yang berat melalui spar horizontal yang dapat berputar. Jika kaki depannya keluar dari kait yang menahannya, tiang dapat diturunkan dengan mudah. Layarnya adalah layar tanja dan terbuat dari anyaman tikar karoro. Dengan pengaruh Eropa pada abad-abad terakhir, layar bergaya barat juga dapat digunakan. Di masa lalu, pelaut Makassar dapat berlayar sejauh Papua Nugini dan SingapuraSingapura serta pulau-pulau di kawasan negeri dibawah angin (kawasan Asia Tenggara). Sumber wikipedia : Gambar vektor Banawa dari Gowa, Sulawesi. Ada inset pemasangan kemudi. Kapal ini menunjukkan layar haluan, yang merupakan pengaruh Eropa. #banawa #makassar #Sulawesi #Sejarah #FaktaSejarah #BayuYulianto

 KAPAL BANAWA 

__________

Benawa atau Banawa adalah suatu jenis kapal 

dari Gowa, sebuah kerajaan tua di sudut barat 

daya  pulau Sulawesi, Indonesia. Catatan paling awal dari kapal ini adalah dari Hikayat Banjar, 

Baris 1067 yang ditulis pada atau tidak lama setelah 1663. Saat ini, jenisnya sudah punah.

Palari dan Padewakkang, kapal dengan lambung serupa, telah menggantikan tempatnya.



Etimologi : 

Kata Benawa/ Banawa berasal dari bahasa 

Nusantara kuno, yang berarti perahu atau kapal. Dalam bahasa yang berbeda, kata tersebut dapat merujuk pada jenis kapal dan perahu yang berbeda, tergantung pada konteks kalimatnya.


Deskripsi :

Banawa dibuat khusus untuk transportasi

hewan seperti kuda dan kerbau. Lambungnya lebar dengan lunas cembung, dengan linggi 

depan dan belakang yang menjulang tinggi.

Di kedua sisinya ada jalan kecil yang menempel pada sejumlah balok melintang yang menyatu

ke sokongan. Fungsi sekunder dari balok ini 

adalah untuk membagi ruang geladak menjadi kompartemen yang sama untuk hewan ternak. Geladak diatas "kandang" tersebut terbuat dari

kisi bambu.


Kapal ini dikemudikan dengan dua kemudi samping, yang dipasang pada pasangan balok silang yang berat dengan cara sedemikian rupa sehingga memungkinkan pelepasan darurat yang cepat.


Para juru mudi berdiri di bagian samping kapal. Ada kabin sempit untuk kapten di bawah dek belakang (poop deck). Kapal ini memiliki 2 hingga 3 tiang, keduanya adalah tiang berkaki tiga dengan kaki belakang dipasang pada "kemah" yang berat melalui spar horizontal yang dapat berputar. 


Jika kaki depannya keluar dari kait yang menahannya, tiang dapat diturunkan dengan mudah. Layarnya adalah layar tanja dan terbuat dari anyaman tikar karoro. Dengan pengaruh

Eropa pada abad-abad terakhir, layar bergaya

barat juga dapat digunakan.


Di masa lalu, pelaut Makassar dapat berlayar sejauh Papua Nugini dan SingapuraSingapura serta pulau-pulau di kawasan negeri dibawah angin (kawasan Asia Tenggara). 


Sumber wikipedia :

Gambar vektor Banawa dari Gowa, Sulawesi.

Ada inset pemasangan kemudi. Kapal ini menunjukkan layar haluan, yang merupakan pengaruh Eropa.


#banawa #makassar #Sulawesi #Sejarah #FaktaSejarah #BayuYulianto

04 July 2024

Sejarah Magelang - Kantor Bupati Magelang. Sumber: Pandji Poestaka, 1934. Koleksi Perpustakaan Nasional RI (Atk)

 Kantor Bupati Magelang. Sumber: Pandji Poestaka, 1934. Koleksi Perpustakaan Nasional RI (Atk)



Marlia Hardi adalah artis Indonesia tiga zaman. Di kala mudanya beliau ikut terlibat dalam beberapa film layar lebar, seangkatan dengan Nana Mayo, Tina Melinda dan Ermina Zaenah. Di masa keemasan TVRI, sering tampil dalam drama seri keluarga dan selalu memerankan sosok Ibu yang bijaksana. Berikut kisah ringkas riwayat hidupnya. Marlia dilahirkan di Magelang pada 10 Maret 1927 sebagai anak tunggal dari Ibu yang asli Magelang dan ayah yang berasal dari Bugis bernama Nico. Sejak duduk di sekolah dsaar ia sudah tertarik pada seni peran. Ia selalu menirukan gerak-gerik artis pujaanya “Miss Rukiah” sesudah menonton filmnya. Ayahnya meninggal ketika Marlia masih muda. Ia tetap bisa melanjutkan sekolah hingga SMA. Tak lama kemudian dipertemukan dengan pemuda bernama Hardi yang kemudian menjadi suaminya. Sekitar tahun 1948, bertemu dengan Pak Kasur di kotanya di Magelang. Kala itu Pak Kasur sedang mengadakan pertunjukan sandiwara untuk menggalang dana dalam rangka mendukung para pejuang di masa revolusi. Marlia diberi kesempatan untuk ikut bermain. Pak Kasur melihat ia mempunyai bakat di dalam seni peran. Tahun 1954 PFN memuat film “Sang Merah Putih”. Dalam film ini Pak Kasur dan bu Kasur juga turut main dan mengajak Marlia ikut. Sejak itu, banyak sudah film yang pernah dibintanginya. Ada sekitar 50-60 an judul film. Tahun 1964, ia pernah memperoleh penghargaan dari panitia Apresiasi Budaya. HIngga tahun 70-an ia aktif di perkumpulan kesenian “Bayu” yang didirikannya pada tahun 1957. Ketika menikah dengan suami pertamanya Hardi pada tahun 1958, mereka dikaruniai 2 orang anak yaitu Tunggul Baskoro dan Prehara Revianti. Suami pertamanya meninggalkannya begitu saja. Di tahun 1964 ia menikah lagi dengan Zainul Arifin dan hijrah ke Jakarta. Anaknya yang pertama Tunggul Baskoro yang biasa dipanggil Era memutuskan tinggal di kampung Ringinanom Magelang. Pada tanggal 18 Juni 1984, Marlia Hardi memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Sebelumnya ia menulis beberapa surat yang ditujukan kebeberapa temannya. Dari hasil investigasi, yang melatarbelakangi Ia mengakhiri hidupnya dikarenakan tekanan metal yang tidak dapat dipikulnya. Banyak orang yang berhutang kepadanya dan tak pernah membayar. Sementara ia sendiri, setelah ditinggal kembali oleh suami keduanya, harus menanggung beban hidup sendirian dan memaksanya untuk berhutang. Awalnya ia mempunyai hutang sebesar Rp. 3 juta karena meminjam dari renternir kemudian membengkak menjadi 10 juta, belum beberapa pinjaman kepada para teman dekatnya. Ia tak sanggup membayarnya. Belum berbagai gossip miring tentangnya, ini sangat menyakiti dirinya sebagai seorang ibu rumah tangga yang sangat berperangai halus ini. Salah satu pelajaran penting dari kisah hidupnya antara lain : jangan sampai hidup kita terjerat hutang, yang sekarang menjadi jauh lebih mudah meminjam hanya bermodalkan ktp dan aplikasi “pinjaman online”. Namun untuk membayarnya berlipat kali lebih sulit. Hiduplah sesuai kemampuan fisik dan mental psikologis kita. Hidup “apa adanya“ lebih baik dari pada “banyak adanya” tapi banyak hutang. Sumber: Harian Indonesia Raya, 29-4-1973 & Sinar Harapan 21-06-1984. Koleksi Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI Salemba (Skala-team) #tokoh #film #sandiwara #TVRI

 Marlia Hardi adalah artis Indonesia tiga zaman. Di kala mudanya beliau ikut terlibat dalam beberapa film layar lebar, seangkatan dengan Nana Mayo, Tina Melinda dan Ermina Zaenah. Di masa keemasan TVRI, sering tampil dalam drama seri keluarga dan selalu memerankan sosok Ibu yang bijaksana. Berikut kisah ringkas riwayat hidupnya.



Marlia dilahirkan di Magelang pada 10 Maret 1927 sebagai anak tunggal dari Ibu yang asli Magelang dan ayah yang berasal dari Bugis bernama Nico.  Sejak duduk di sekolah dsaar ia sudah tertarik pada seni peran. Ia selalu menirukan gerak-gerik artis pujaanya “Miss Rukiah” sesudah menonton filmnya.


Ayahnya meninggal ketika Marlia masih muda. Ia tetap bisa melanjutkan sekolah hingga SMA. Tak lama kemudian dipertemukan dengan pemuda bernama Hardi yang kemudian menjadi suaminya. 


Sekitar tahun 1948, bertemu dengan Pak Kasur di kotanya di Magelang. Kala itu Pak Kasur sedang mengadakan pertunjukan sandiwara untuk menggalang dana dalam rangka mendukung para pejuang di masa revolusi. Marlia diberi kesempatan untuk  ikut bermain. Pak Kasur melihat ia mempunyai bakat di dalam seni peran.


Tahun 1954 PFN memuat film “Sang Merah Putih”. Dalam film ini Pak Kasur dan bu Kasur juga turut main dan mengajak Marlia ikut. Sejak itu, banyak sudah film yang pernah dibintanginya. Ada sekitar 50-60 an judul film.  Tahun 1964, ia pernah memperoleh penghargaan dari panitia Apresiasi Budaya. HIngga tahun 70-an ia aktif di perkumpulan kesenian “Bayu” yang didirikannya pada tahun 1957.


Ketika menikah dengan suami pertamanya Hardi pada tahun 1958, mereka dikaruniai 2 orang anak yaitu Tunggul Baskoro dan Prehara Revianti. Suami pertamanya meninggalkannya begitu saja. Di tahun 1964 ia menikah lagi dengan Zainul Arifin dan hijrah ke Jakarta. Anaknya yang pertama Tunggul Baskoro yang biasa dipanggil Era memutuskan tinggal di kampung Ringinanom Magelang.

 

Pada tanggal 18 Juni 1984, Marlia Hardi memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.  Sebelumnya ia menulis beberapa surat yang ditujukan kebeberapa temannya. Dari hasil investigasi,  yang melatarbelakangi Ia mengakhiri hidupnya dikarenakan tekanan metal yang tidak dapat dipikulnya. Banyak orang yang berhutang kepadanya dan tak pernah membayar. Sementara ia sendiri, setelah ditinggal kembali oleh suami keduanya, harus menanggung beban hidup sendirian dan memaksanya untuk berhutang. Awalnya ia mempunyai hutang sebesar Rp. 3 juta karena meminjam dari renternir kemudian membengkak menjadi 10 juta, belum beberapa pinjaman kepada para teman dekatnya. Ia tak sanggup membayarnya.  Belum berbagai gossip miring tentangnya, ini sangat menyakiti dirinya sebagai seorang ibu rumah tangga yang sangat berperangai halus ini.


Salah satu pelajaran penting dari kisah hidupnya antara lain : jangan sampai hidup kita terjerat hutang, yang sekarang menjadi jauh lebih mudah meminjam hanya bermodalkan ktp dan aplikasi “pinjaman online”. Namun untuk membayarnya berlipat kali lebih sulit.  Hiduplah sesuai kemampuan fisik dan mental psikologis kita. Hidup “apa adanya“ lebih baik dari pada “banyak adanya” tapi banyak hutang.


Sumber: Harian Indonesia Raya, 29-4-1973  & Sinar Harapan 21-06-1984. Koleksi Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI Salemba (Skala-team)


#tokoh #film #sandiwara #TVRI

15 FAKTA MENARIK IAN ANTONO: 1. Nama Asli dan Nama Panggung: Ian Antono lahir dengan nama Jauw Hian Ling pada 29 Oktober 1950 di Bululawang, Malang. Di Indonesia, ia dikenal sebagai Jusuf Antono Djojo, tetapi ia lebih populer dengan nama panggung Ian Antono. 2. Kontribusi di Luar God Bless: Selain menjadi gitaris legendaris God Bless, Ian juga telah berkontribusi dalam menggarap komposisi dan permainan gitar untuk berbagai artis ternama Indonesia, seperti Nicky Astria, Ikang Fawzi, Anggun C. Sasmi, Ebiet G Ade, Iwan Fals, dan Chrisye. 3. Album Tribute: Karena pengaruh dan kontribusinya yang besar di dunia musik, beberapa grup band seperti EdanE, Sheila On 7, Padi, Gigi, Cokelat, Boomerang, dan /rif pernah mempersembahkan sebuah album berjudul "A Tribute to Ian Antono". 4. Latar Belakang Keluarga: Ian Antono lahir dari pasangan Dharmo Poesoko Djojo (Jauw Thwan Too) dan Siti Marijani (Sie Tien Nio). 5. Awal Karier Sebagai Drummer: Sebelum dikenal sebagai gitaris, Ian Antono awalnya adalah seorang drummer. Namun, setelah mendengar musik dari The Shadows, ia tertarik untuk beralih ke gitar. 6. Band Pertama: Ian pertama kali bergabung dengan band Abadi Soesman, yang cukup dikenal pada masanya. Ini menjadi awal dari perjalanannya di dunia musik. 7. Bergabung dengan God Bless: Pada tahun 1974, Ian resmi menjadi gitaris God Bless. Bersama band ini, ia merilis album-album legendaris seperti Huma di Atas Bukit (1975), Cermin (1980), dan Semut Hitam (1988). 8. Peralihan ke Gong 2000: Setelah mundur dari God Bless, Ian bergabung dengan Gong 2000 dan merilis album-album seperti Bara Timur (1991), Laskar(1994), dan Prahara (1996). Di Gong 2000, Ian memasukkan banyak unsur musik Bali, melibatkan hingga 20 musisi asli Bali dalam setiap penampilannya. 9. Kembali ke God Bless: Pada tahun 1997, Ian kembali ke God Bless dan berduet dengan Eet Sjahranie, menciptakan konsep double gitar yang menarik perhatian, meski album Apa Kabar? kurang sukses di pasaran. 10. Produktivitas Tinggi: Ian Antono dikenal sebagai musisi yang sangat produktif. Dalam setahun, ia bisa menggarap album untuk berbagai penyanyi ternama seperti Iwan Fals, Anggun C. Sasmi, Nicky Astria, Doel Sumbang, Gito Rollies, Ebiet G Ade, Ikang Fawzi, dan Freddy Tamaela. 11. Penghargaan Bergengsi: Ian telah menerima banyak penghargaan, termasuk BASF Award (1987-1988) untuk Arranger Terbaik dan Komposer Terbaik untuk album Gersang (Nicky Astria), HDX Award (1989) untuk lagu Buku Ini Aku Pinjam (Iwan Fals), BAFS Award (1989) untuk album *Bara Timur* (Gong 2000) sebagai The Best Selling Album dan The Best Arranger & Composer, serta HDX Award (1994) untuk album Laskar (Gong 2000) sebagai Album Terbaik. Ia juga menerima Diamond Achievement Award pada tahun 1995. 12. Pengalaman Internasional: Pada tahun 1999, Ian diundang oleh Ramli Syarif untuk memeriahkan ajang Formula-1 di Malaysia. Di sana, ia berkesempatan mempelajari perangkat milik Steve Vai dan mendapatkan wawasan baru yang belum pernah ia dapatkan di Indonesia. 13. Koleksi Gitar yang Mengesankan: Ian Antono memiliki koleksi gitar yang beragam dan mengesankan, termasuk Gibson Les Paul Standar, Gibson SG Double Neck, Hamer, Kramer Tracer, Fender Stratocaster, Ibanez JEM 77, Washburn N-4, Gibson Les Paul Deluxe, Ovation Elite, Gibson Chat Atkins, Martin CMF, Martin EST 12 senar, dan Seagull. 14. Amplifier Berkualitas Tinggi: Untuk mendukung performa gitarnya, Ian menggunakan amplifier berkualitas tinggi seperti Messa Boogie Strategy 400, Marshall JCM 900 1960, Trace Elliot AC-100, Messa Boogie Quad, dan Messa Boogie Tri Axis. 15. Penggunaan Efek Profesional: Ian juga memanfaatkan efek profesional dalam penampilannya, termasuk Roland GP8 dan Harmonizer Eventid H-3000S, untuk menciptakan suara yang khas dan beragam dalam setiap penampilannya. BOGOR 1 JULI 2024 SUMBER WIKIPEDIA #IANANTONO #GODBLESS #GUITARHERO

 15 FAKTA MENARIK IAN ANTONO:


1. Nama Asli dan Nama Panggung: 

Ian Antono lahir dengan nama Jauw Hian Ling pada 29 Oktober 1950 di Bululawang, Malang. Di Indonesia, ia dikenal sebagai Jusuf Antono Djojo, tetapi ia lebih populer dengan nama panggung Ian Antono.



2. Kontribusi di Luar God Bless: 

Selain menjadi gitaris legendaris God Bless, Ian juga telah berkontribusi dalam menggarap komposisi dan permainan gitar untuk berbagai artis ternama Indonesia, seperti Nicky Astria, Ikang Fawzi, Anggun C. Sasmi, Ebiet G Ade, Iwan Fals, dan Chrisye.


3. Album Tribute: 

Karena pengaruh dan kontribusinya yang besar di dunia musik, beberapa grup band seperti EdanE, Sheila On 7, Padi, Gigi, Cokelat, Boomerang, dan /rif pernah mempersembahkan sebuah album berjudul "A Tribute to Ian Antono".


4. Latar Belakang Keluarga: 

Ian Antono lahir dari pasangan Dharmo Poesoko Djojo (Jauw Thwan Too) dan Siti Marijani (Sie Tien Nio).


5. Awal Karier Sebagai Drummer: 

Sebelum dikenal sebagai gitaris, Ian Antono awalnya adalah seorang drummer. Namun, setelah mendengar musik dari The Shadows, ia tertarik untuk beralih ke gitar.


6. Band Pertama: 

Ian pertama kali bergabung dengan band Abadi Soesman, yang cukup dikenal pada masanya. Ini menjadi awal dari perjalanannya di dunia musik.


7. Bergabung dengan God Bless: 

Pada tahun 1974, Ian resmi menjadi gitaris God Bless. Bersama band ini, ia merilis album-album legendaris seperti Huma di Atas Bukit (1975), Cermin (1980), dan Semut Hitam (1988).


8. Peralihan ke Gong 2000: 

Setelah mundur dari God Bless, Ian bergabung dengan Gong 2000 dan merilis album-album seperti Bara Timur (1991), Laskar(1994), dan Prahara (1996). Di Gong 2000, Ian memasukkan banyak unsur musik Bali, melibatkan hingga 20 musisi asli Bali dalam setiap penampilannya.


9. Kembali ke God Bless: 

Pada tahun 1997, Ian kembali ke God Bless dan berduet dengan Eet Sjahranie, menciptakan konsep double gitar yang menarik perhatian, meski album Apa Kabar? kurang sukses di pasaran.


10. Produktivitas Tinggi: 

Ian Antono dikenal sebagai musisi yang sangat produktif. Dalam setahun, ia bisa menggarap album untuk berbagai penyanyi ternama seperti Iwan Fals, Anggun C. Sasmi, Nicky Astria, Doel Sumbang, Gito Rollies, Ebiet G Ade, Ikang Fawzi, dan Freddy Tamaela.


11. Penghargaan Bergengsi: 

Ian telah menerima banyak penghargaan, termasuk BASF Award (1987-1988) untuk Arranger Terbaik dan Komposer Terbaik untuk album Gersang (Nicky Astria), HDX Award (1989) untuk lagu Buku Ini Aku Pinjam (Iwan Fals), BAFS Award (1989) untuk album *Bara Timur* (Gong 2000) sebagai The Best Selling Album dan The Best Arranger & Composer, serta HDX Award (1994) untuk album Laskar (Gong 2000) sebagai Album Terbaik. Ia juga menerima Diamond Achievement Award pada tahun 1995.


12. Pengalaman Internasional: 

Pada tahun 1999, Ian diundang oleh Ramli Syarif untuk memeriahkan ajang Formula-1 di Malaysia. Di sana, ia berkesempatan mempelajari perangkat milik Steve Vai dan mendapatkan wawasan baru yang belum pernah ia dapatkan di Indonesia. 


13. Koleksi Gitar yang Mengesankan: 

Ian Antono memiliki koleksi gitar yang beragam dan mengesankan, termasuk Gibson Les Paul Standar, Gibson SG Double Neck, Hamer, Kramer Tracer, Fender Stratocaster, Ibanez JEM 77, Washburn N-4, Gibson Les Paul Deluxe, Ovation Elite, Gibson Chat Atkins, Martin CMF, Martin EST 12 senar, dan Seagull.


14. Amplifier Berkualitas Tinggi: 

Untuk mendukung performa gitarnya, Ian menggunakan amplifier berkualitas tinggi seperti Messa Boogie Strategy 400, Marshall JCM 900 1960, Trace Elliot AC-100, Messa Boogie Quad, dan Messa Boogie Tri Axis.


15. Penggunaan Efek Profesional: 

Ian juga memanfaatkan efek profesional dalam penampilannya, termasuk Roland GP8 dan Harmonizer Eventid H-3000S, untuk menciptakan suara yang khas dan beragam dalam setiap penampilannya.


BOGOR 1 JULI 2024

SUMBER WIKIPEDIA 

#IANANTONO #GODBLESS #GUITARHERO

19 FAKTA MENARIK IBU SOED: 1. Nama Asli: Ibu Soed lahir dengan nama Saridjah Niung pada 26 Maret 1908 di Sukabumi, Jawa Barat, Hindia Belanda. 2. Pencipta Lagu Anak-Anak: Ibu Soed dikenal luas sebagai pencipta lagu anak-anak yang sangat populer di kalangan pendidikan Taman Kanak-kanak di Indonesia. 3. Pendidikan Musik: Ibu Soed menempuh pendidikan seni suara dan musik di Hoogere Kweek School Bandung. 4. Karier Pengajaran: Ibu Soed bekerja sebagai staf pengajar di beberapa Hollandsch-Inlandsche School (HIS), termasuk di Petojo, Jalan Kartini, dan Arjuna. 5. Multitalenta: Selain menjadi pemusik dan guru musik, Ibu Soed juga merupakan penyiar radio, dramawan, dan seniman batik. 6. Kehidupan dan Warisan: Ibu Soed meninggal pada 26 Mei 1993 di Jakarta pada usia 85 tahun dan dimakamkan di Bandung Barat, Jawa Barat. Warisannya dalam dunia musik dan pendidikan anak-anak terus dikenang hingga kini. 7. Belajar Musik dari Ayah Angkat: Kemahiran Ibu Soed dalam bermain biola sebagian besar dipelajari dari ayah angkatnya, Prof. Dr. Mr. J.F. Kramer, seorang indo-Belanda dan pensiunan Wakil Ketua Hoogerechtshof di Jakarta. 8 Latar Belakang Keluarga: Ibu Soed lahir sebagai putri bungsu dari dua belas bersaudara. Ayah kandungnya, Mohamad Niung, adalah seorang pelaut Bugis yang menetap lama di Sukabumi dan menjadi pengawal J.F. Kramer. 9. Pendidikan Musik: Setelah mempelajari seni suara dan biola dari ayah angkatnya, Ibu Soed melanjutkan sekolah di Hoogere Kweek School (HKS) Bandung untuk memperdalam ilmunya di bidang seni suara dan musik. 10. Karier Mengajar: Setelah lulus dari HKS, Ibu Soed mengajar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), di mana ia mulai mengarang lagu. 11. Asal Usul Nama Ibu Soed: Pada tahun 1927, Ibu Soed menikah dengan Raden Mas Bintang Soedibjo dan kemudian dikenal dengan nama panggilan "Ibu Soed," singkatan dari Soedibjo. 12. Inspirasi Lagu Nenek Moyangku: Lagu Nenek Moyangku seorang pelaut yang diciptakan oleh Ibu Soed terinspirasi dari ayah kandungnya, Mohamad Niung, yang merupakan pelaut Bugis. 13. Tokoh Musik Tiga Zaman: Ibu Soed dikenal sebagai tokoh musik yang berkiprah pada tiga zaman: Belanda, Jepang, dan Indonesia. Karier musiknya dimulai jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, dengan suara pertamanya disiarkan dari radio NIROM Jakarta pada periode 1927-1928. 14. Guru Musik dan Pencipta Lagu Ceria: Setelah menamatkan pendidikan di Hoogere Kweek School-Bandung, Ibu Soed menjadi guru musik di beberapa HIS dan merasa prihatin dengan kurangnya keceriaan anak-anak Indonesia. Ia mulai menciptakan lagu-lagu ceria dan patriotik untuk menghibur dan mengajar mereka dalam Bahasa Indonesia. 15. Penulis Naskah dan Penggiat Sandiwara: Selain mencipta lagu, Ibu Soed juga menulis naskah sandiwara dan mementaskannya. Salah satu karya terkenal adalah Operet Balet Kanak-kanak "Sumi" yang dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta pada tahun 1955. 16. Peran dalam Organisasi dan Radio: Sebagai anggota aktif organisasi Indonesia Muda sejak tahun 1926, Ibu Soed juga membentuk grup Tonil Amatir untuk menggalang dana. Ia berperan dalam berbagai siaran radio sebagai pengasuh siaran anak-anak dari tahun 1927 hingga 1962. 17. Insiden Penggeledahan oleh Pasukan Belanda: Pada tahun 1945, rumah Ibu Soed di Jakarta digeledah oleh pasukan Belanda. Tetangganya yang seorang Belanda berhasil meyakinkan mereka bahwa mereka salah sasaran. Meski begitu, Ibu Soed dan pembantunya harus membuang pemancar radio gelap ke dalam sumur untuk menghindari penemuan. 18. Pengiring Lagu Indonesia Raya dan Penghargaan: Ibu Soed turut mengiringi lagu Indonesia Raya bersama W.R. Supratman saat pertama kali dikumandangkan pada Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Ia juga dikenal piawai dalam seni batik dan menerima penghargaan Satyalancana Kebudayaan dari pemerintah Indonesia serta penghargaan dari MURI. 19.Lagu Populer Abadi: Ibu Soed menciptakan banyak lagu yang menjadi populer abadi di Indonesia, seperti "Hai Becak," "Burung Kutilang," "Kupu-kupu," dan "Tik Tik Bunyi Hujan," yang terinspirasi saat genting rumah sewanya bocor. Lagu wajib nasional yang dia ciptakan termasuk "Berkibarlah Benderaku" dan "Tanah Airku." Beberapa lagu lainnya yang juga populer adalah "Nenek Moyang," "Lagu Gembira," "Kereta Apiku," "Lagu Bermain," "Menanam Jagung," "Pergi Belajar," dan "Himne Kemerdekaan." BOGOR 1 JULI 2024 DISADUR DARI WIKIPEDIA #IBUSOED #SEJARAH



19 FAKTA MENARIK IBU SOED:


1. Nama Asli: 

Ibu Soed lahir dengan nama Saridjah Niung pada 26 Maret 1908 di Sukabumi, Jawa Barat, Hindia Belanda.



2. Pencipta Lagu Anak-Anak: 

Ibu Soed dikenal luas sebagai pencipta lagu anak-anak yang sangat populer di kalangan pendidikan Taman Kanak-kanak di Indonesia.


3. Pendidikan Musik: 

Ibu Soed menempuh pendidikan seni suara dan musik di Hoogere Kweek School Bandung.


4. Karier Pengajaran: 

Ibu Soed bekerja sebagai staf pengajar di beberapa Hollandsch-Inlandsche School (HIS), termasuk di Petojo, Jalan Kartini, dan Arjuna.


5. Multitalenta: 

Selain menjadi pemusik dan guru musik, Ibu Soed juga merupakan penyiar radio, dramawan, dan seniman batik.


6. Kehidupan dan Warisan: 

Ibu Soed meninggal pada 26 Mei 1993 di Jakarta pada usia 85 tahun dan dimakamkan di Bandung Barat, Jawa Barat. Warisannya dalam dunia musik dan pendidikan anak-anak terus dikenang hingga kini.


7. Belajar Musik dari Ayah Angkat: 

Kemahiran Ibu Soed dalam bermain biola sebagian besar dipelajari dari ayah angkatnya, Prof. Dr. Mr. J.F. Kramer, seorang indo-Belanda dan pensiunan Wakil Ketua Hoogerechtshof di Jakarta.


8 Latar Belakang Keluarga: 

Ibu Soed lahir sebagai putri bungsu dari dua belas bersaudara. Ayah kandungnya, Mohamad Niung, adalah seorang pelaut Bugis yang menetap lama di Sukabumi dan menjadi pengawal J.F. Kramer.


9. Pendidikan Musik: 

Setelah mempelajari seni suara dan biola dari ayah angkatnya, Ibu Soed melanjutkan sekolah di Hoogere Kweek School (HKS) Bandung untuk memperdalam ilmunya di bidang seni suara dan musik.


10. Karier Mengajar: 

Setelah lulus dari HKS, Ibu Soed mengajar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), di mana ia mulai mengarang lagu.


11. Asal Usul Nama Ibu Soed:

 Pada tahun 1927, Ibu Soed menikah dengan Raden Mas Bintang Soedibjo dan kemudian dikenal dengan nama panggilan "Ibu Soed," singkatan dari Soedibjo.


12. Inspirasi Lagu Nenek Moyangku: 

Lagu Nenek Moyangku seorang pelaut yang diciptakan oleh Ibu Soed terinspirasi dari ayah kandungnya, Mohamad Niung, yang merupakan pelaut Bugis.


13. Tokoh Musik Tiga Zaman: 

Ibu Soed dikenal sebagai tokoh musik yang berkiprah pada tiga zaman: Belanda, Jepang, dan Indonesia. Karier musiknya dimulai jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, dengan suara pertamanya disiarkan dari radio NIROM Jakarta pada periode 1927-1928.


14. Guru Musik dan Pencipta Lagu Ceria: Setelah menamatkan pendidikan di Hoogere Kweek School-Bandung, Ibu Soed menjadi guru musik di beberapa HIS dan merasa prihatin dengan kurangnya keceriaan anak-anak Indonesia. Ia mulai menciptakan lagu-lagu ceria dan patriotik untuk menghibur dan mengajar mereka dalam Bahasa Indonesia.


15. Penulis Naskah dan Penggiat Sandiwara: Selain mencipta lagu, Ibu Soed juga menulis naskah sandiwara dan mementaskannya. Salah satu karya terkenal adalah Operet Balet Kanak-kanak "Sumi" yang dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta pada tahun 1955.


16. Peran dalam Organisasi dan Radio: 

Sebagai anggota aktif organisasi Indonesia Muda sejak tahun 1926, Ibu Soed juga membentuk grup Tonil Amatir untuk menggalang dana. Ia berperan dalam berbagai siaran radio sebagai pengasuh siaran anak-anak dari tahun 1927 hingga 1962.


17. Insiden Penggeledahan oleh Pasukan Belanda: 

Pada tahun 1945, rumah Ibu Soed di Jakarta digeledah oleh pasukan Belanda. Tetangganya yang seorang Belanda berhasil meyakinkan mereka bahwa mereka salah sasaran. Meski begitu, Ibu Soed dan pembantunya harus membuang pemancar radio gelap ke dalam sumur untuk menghindari penemuan.


18. Pengiring Lagu Indonesia Raya dan Penghargaan: 

Ibu Soed turut mengiringi lagu Indonesia Raya bersama W.R. Supratman saat pertama kali dikumandangkan pada Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Ia juga dikenal piawai dalam seni batik dan menerima penghargaan Satyalancana Kebudayaan dari pemerintah Indonesia serta penghargaan dari MURI.


19.Lagu Populer Abadi: 

Ibu Soed menciptakan banyak lagu yang menjadi populer abadi di Indonesia, seperti "Hai Becak," "Burung Kutilang," "Kupu-kupu," dan "Tik Tik Bunyi Hujan," yang terinspirasi saat genting rumah sewanya bocor. Lagu wajib nasional yang dia ciptakan termasuk "Berkibarlah Benderaku" dan "Tanah Airku." Beberapa lagu lainnya yang juga populer adalah "Nenek Moyang," "Lagu Gembira," "Kereta Apiku," "Lagu Bermain," "Menanam Jagung," "Pergi Belajar," dan "Himne Kemerdekaan."


BOGOR 1 JULI 2024 

DISADUR DARI WIKIPEDIA 

#IBUSOED #SEJARAH

03 July 2024

Semua Pasti Tau Si Gondrong Putra Asal Buli Maluku Utara Terkenal dengan Lagu Pertama Terpopuler, Judulnya " Pergi Untuk Kembali " ketika Show di Lapangan Basket Kel.Stadion Ternate Tahun 1974. { Alm. MELKY GOESLAW }. Pada Waktu itu penonton padat desak desakan, ada seorang cewek, orangnya pendek tidak bisa melihat wajah Bang Melky Goeslaw, si Cewek bilang Bang boleh bantu saya..? *Jawab ku.... bantu apa Non...? -Si Cewek bilang boleh dukung saya, agar saya bisa melihat wajah Bang Melky Goeslaw nyanyi. *Jawab ku...boleh. Kurang lebih satu jam saya dukung si Cewek itu antara capek dan makan untung, tapi capek lebih banyak dari makan untung.....hhheeee Maaf🙏 ini pengalaman...tempo doeloe.

 Semua Pasti Tau Si Gondrong Putra Asal Buli Maluku Utara Terkenal dengan Lagu Pertama Terpopuler, Judulnya " Pergi Untuk Kembali "

ketika Show di Lapangan Basket Kel.Stadion Ternate Tahun 1974. { Alm. MELKY GOESLAW }.


Pada Waktu itu penonton padat desak desakan, ada seorang cewek, orangnya pendek tidak bisa melihat wajah Bang Melky Goeslaw, si Cewek bilang Bang boleh bantu saya..?

*Jawab ku.... bantu apa Non...?

-Si Cewek bilang boleh dukung saya, agar saya 

 bisa melihat wajah Bang Melky Goeslaw nyanyi.

*Jawab ku...boleh.

Kurang lebih satu jam saya dukung si Cewek itu antara capek dan makan untung, tapi capek lebih banyak dari makan untung.....hhheeee


Maaf🙏 ini pengalaman...tempo doeloe.



Sejarah Magelang - Sedikit riwayat kota Magelang. Tahun 1810 masih dibawah kekuasaaan Inggris. Magelang dipilih menjadi ibukota kabupaten dan bupati pertamanya: Mas Angabei Danoekromo. Berdasarkan putusan Gubernur Jendral Belanda pada 20 Nov. 1813 ditetapkan menjadi pejabat pemerintah Hindia Belanda dengan gelar Raden Tumenggung Danuningrat. Ketika terjadi perang Diponegoro tahun 1825 di daerah Kedu, Bupati Magelang yang pertama tersebut tewas. Kepala Sang Bupati dibawa untuk dipersembahkan ke hadapan Pangeran Diponegoro kemudian dimakamkan di Selarong. Sedangkan tubuh Sang Bupati dikubur di Desa Kauman dekat Magelang. Atas jasa-jasa Sang Bupati, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan besluit (surat keputusan) no. 14 tertanggal 15 Januri 1831 dengan menganugrahi gelar Raden Adipati Danuningrat I. RA Danuningrat I ini adalah yang pertama mendirikan rumah kabupaten dan mesjid di kota magelang. Rumah kabupaten diberi nama Kebondalam yang diperintahkan seorang Demang. Kebondalam artinya kebon raja. Selanjutnya setelah RA Danuningrat I, dilanjutkan oleh RA Danuningrat II, III dan selanjutnya. Ketika artikel ini ditulis, Bupati Magelang masih R A Danusugondo (RA Danuningrat V) yang memerintah sejak tahun 1908. Sumber: Pemandangan 15 Des. 1938. Koleksi Surat Kabar Lama Perpusnas (SKJIL-Team)

 Sedikit riwayat kota Magelang. Tahun 1810 masih dibawah kekuasaaan Inggris. Magelang dipilih menjadi ibukota kabupaten dan bupati pertamanya: Mas Angabei Danoekromo. Berdasarkan putusan Gubernur Jendral Belanda pada 20 Nov. 1813 ditetapkan  menjadi pejabat pemerintah Hindia Belanda dengan gelar Raden Tumenggung Danuningrat. Ketika terjadi perang Diponegoro tahun 1825 di daerah Kedu, Bupati Magelang yang pertama tersebut tewas. Kepala Sang Bupati dibawa untuk dipersembahkan ke hadapan Pangeran Diponegoro kemudian dimakamkan di Selarong. Sedangkan tubuh Sang Bupati dikubur di Desa Kauman dekat Magelang. Atas jasa-jasa Sang Bupati, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan besluit (surat keputusan) no. 14 tertanggal 15 Januri 1831 dengan menganugrahi gelar Raden Adipati Danuningrat I.  RA Danuningrat I ini  adalah yang pertama mendirikan rumah kabupaten dan mesjid di kota magelang. Rumah kabupaten diberi nama Kebondalam yang diperintahkan seorang Demang. Kebondalam artinya kebon raja. Selanjutnya setelah RA Danuningrat I, dilanjutkan  oleh RA Danuningrat II, III dan selanjutnya. Ketika artikel ini ditulis, Bupati Magelang masih R A Danusugondo (RA Danuningrat V) yang memerintah sejak tahun 1908. Sumber: Pemandangan 15 Des. 1938. Koleksi Surat Kabar Lama Perpusnas (SKJIL-Team)



02 July 2024

Sejarah Magelang - Salah satu destinasi wisata yang menjadi tujuan wisatawan lokal ketika mengunjungi Kota Magelang adalah Pasar Rejowinangun. Pasar Rejowinangun ini menjadi Pasar tradisional tertua di Kota Magelang. Pada tahun 1964, pembangunan toko-toko di dalam pasar Rejowinangun dilakukan oleh Pemerintah Kota Magelang. Peletakan batu pertamanya dilakukan pada Juni 1964 oleh Walikota Magelang yang saat itu dijabat oleh Argo Ismoyo. Dalam potret berikut, di sebelah kiri terlihat Walikota Magelang Argo Ismoyo sedang menandatangani kontrak pembangunan toko-toko di Pasar Rejowinangun dengan pemborongnya adalah Ny. Wongsodimedjo. Adapun potret sebelah kanan menunjukan Bapak Argo Ismoyo sedang meletakkan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan toko-toko di Pasar Tersebut. Sumber: Kedaulatan Rakyat, 2 Juni 1964 Halaman 2 Kolom 6. Koleksi Layanan Surat Kabar Langka Terjilid Perpustakaan Nasional RI (SKALA Team) #PasarRejowinangun

 

Salah satu destinasi wisata yang menjadi tujuan wisatawan lokal ketika mengunjungi Kota Magelang adalah Pasar Rejowinangun. Pasar Rejowinangun ini menjadi Pasar tradisional tertua di Kota Magelang.



Pada tahun 1964, pembangunan toko-toko di dalam pasar Rejowinangun dilakukan oleh Pemerintah Kota Magelang. Peletakan batu pertamanya dilakukan pada Juni 1964 oleh Walikota Magelang yang saat itu dijabat oleh Argo Ismoyo. Dalam potret berikut, di sebelah kiri terlihat Walikota Magelang Argo Ismoyo sedang menandatangani kontrak pembangunan toko-toko di Pasar Rejowinangun dengan pemborongnya adalah Ny. Wongsodimedjo. Adapun potret sebelah kanan menunjukan Bapak Argo Ismoyo sedang meletakkan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan toko-toko di Pasar Tersebut.

Sumber: Kedaulatan Rakyat, 2 Juni 1964 Halaman 2 Kolom 6. Koleksi Layanan Surat Kabar Langka Terjilid Perpustakaan Nasional RI (SKALA Team)

#PasarRejowinangun

Andi Lala lahir di Bone, Sulawesi Selatan, 17 Juni 1950 dan meninggal pada 1 November 2005. Andi Lala adalah mantan pemain sepak bola yang pernah membela tim nasional pada berbagai kejuaraan, termasuk SEA GAMES 1977 di Kuala Lumpur, Malaysia. Ia pernah suskses mengantarkan Persija menjuarai kompetisi PSSI. Ini adalah Andi Lala sebagai bintang iklan perumahan Kelapa Gading Jakarta pada tahun 1981. Sumber: Sinar Harapan, 21 Mei 1981. Koleksi Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI Salemba (Skala-team) #Tokoh #Sepakbola #iklan #perumahan

 Andi Lala lahir di Bone, Sulawesi Selatan, 17 Juni 1950 dan meninggal pada 1 November 2005. Andi Lala adalah mantan pemain sepak bola yang pernah membela tim nasional pada berbagai kejuaraan, termasuk SEA GAMES 1977 di Kuala Lumpur, Malaysia. Ia pernah suskses mengantarkan Persija menjuarai kompetisi PSSI.



Ini adalah Andi Lala sebagai bintang iklan perumahan Kelapa Gading Jakarta pada tahun 1981.


Sumber: Sinar Harapan, 21 Mei 1981. Koleksi Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI Salemba (Skala-team)


#Tokoh #Sepakbola #iklan #perumahan