16 July 2024

Mari kita mengenang seorang tokoh penegak hukum yang tegas dan konsisten dalam menegakkan keadilan untuk kepentingan masyarakat banyak terutama rakyat kecil, bukan untuk segelintir orang. Beliau adalah Dr Baharuddin Lopa SH. Baharudin Lopa lahir di desa Pambusuang Balanipa Mandar, di sebelah utara kota Polewali tanggal 17 Agustus 1935. Ia memiliki warna kulit putih cerah dengan tinggi badan ideal menurut ukuran Indonesia. Keluarga Lopa termasuk keluarga terpandang di daerahnya. Keluarga yang sangat berkecukupannamun tidak materialistis. Kalau ada orang menyinggung soal kelebihannya, ia marah sekali. Semua orang sama, hanya dibedakan dari kadar taqwanya. Penduduk di kampungnya ada dua golongan besar: pelaut/nelayan/saudagar yang berniaga lewat laut dan kaum ulama/santri. Kampung itulah pusat ulama di daerah Mandar. Ia menyelesaikan pendidikan dasar di Tanambung dan Majene, lalu SMP dan SMA di Makassar. Ia mencapai gelar sarjana hukum di Universitas Hasanuddin tahun 1962. Gelar Doktor dari Universitas Diponegoro Semarang. Mulai memasuki karir sebagai jaksa tahun 1958 di Kejaksaaan Negeri Klas I Makassar. Tahun 1960, Kabupaten Mandar dipecah menjadi 3 kabupaten: Mamuju, Majene dan Polmas. Baharuddin Lopa lah bupati Majene pertama. Waktu itu ia baru berusia 25 tahun. Ketika beliau menjadi bupati terjadi pemberontakan dan penyelundupan senjata ke Tawao Malaysia yang dipimpin oleh Andi Selle. Sudah menjadi bagian dari sejarah di Sulawesi Selatan, bahwa Bupati muda ini mencoba melawan Andi Selle tidak berdasarkan kekuatan pada kekuasaan, namun kekuatan pada hukum dan mencoba dengan melakukan pendekatan pada AndiSelle untuk patuh pada hukum. Akibatnya Baharddin Lopa nyaris tewas oleh senjata Andi Selle. Mujur ia disangka inspektur polisi karena meminjam mobil polisi sehingga ia lolos. Ia memang terkenal berani melawan segala kezaliman. Ia kembali bekerja di Kejasaaan, ditempatkan di Kejakasaan Tinggi Maluku-Irian Jaya di Ambon. Tahun 1963 menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Ternate. Tiga tahun kemudian menjadi Kajati Sulawesi Tenggara. Pada saat di Kendari beliau menvoba menangkap kepala kantor wilayah satu departeman karena tidak suka pada sosok oktum yang seringmemperlihatkan pemerkosaan terhadap hukum. Konon karena ketegasannya Lopa dipindahkan. Ketika dipindahkan menjadi Kajati Aceh tahun 1970 , ia menindak habis para cukong dan banyak menyelamatkan uang negara. Pada 18 Oktober 1982 selang 1 bulan setelah dilantik, Beliau dengan Opera Nopember Kajati Sulsel berhasil menelusuri berbagai kasus korupsi. Di bidang reboisasi (kehutanan) saja telah terungkap korupsi tidak kurang dari Rp. 7 milyar!. Sebagai seorang doktor dalam bidang ilmu hukum, Dr Baharuddin Lopa SH banyak membaca buku, terutama yang berkaitan dengan hukum. Buku-buku lain yang senang dibacanya adalah buku-buku yang bernafaskan agama yanglebih mendekatkan pembaca pada kebenaran dan keadilan. Sebagai muslim yang baik, beliau rutin rutin membaca Al Quran. Beliau juga sangat mengagumi Ihya Ulumuddin karya Al Ghazali. Banyak membaca buku telah banyak mempengaruhi dan membentuk prinsip hidupnya sehingga beliau menjadi kehidupan secara sederhana, jujur dan kerja keras. Ada satu moto yang tertulis pada lembaran pertama buku disserasinya. Motto itu juga tertanam dalam jiwanya selaku penegak hukum. Moto dalam bahasa Bugis itu berbunyi: “Pura tangkisi gulikku; Pura babbrak sumpekku; Kulebbirengi telling natowalie” Artinya: telah kupasang kemudiku. Sudah kekembangkan layarku, lebih baik aku tenggelam dari pada surut kembali ! Makna lainnya : Apabila ada sesuatu niat baik (menolong rakyat, menegakkan keadilan dan sebagainya) jangan dipikirkan panjang-panjang, niat itu harus diujudkan segera dengan sekuat tenaga dan jangan berhenti sebelum tercapai.” Beliau dipanggil yang Maha Kuasa pada 3 Juli 2001. Kita bangsa Indonesia sangat kehilangan sosoknya, dan masih berharap semoga ada lagi sosok-sosok penerus Baharuddin Lopa sebagai penegak hukum yang amanah di negara hukum berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sumber : Kompas, 17-04-1983. Koleksi Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI Salemba (Skala-team) #Tokoh #hukum #kejaksaan

 Mari kita mengenang seorang tokoh penegak hukum yang tegas dan konsisten dalam menegakkan keadilan untuk kepentingan masyarakat banyak terutama rakyat kecil, bukan untuk segelintir orang.  Beliau adalah Dr Baharuddin Lopa SH.



Baharudin Lopa lahir di desa Pambusuang Balanipa Mandar, di sebelah utara kota Polewali tanggal 17 Agustus 1935. Ia memiliki warna kulit putih cerah dengan  tinggi badan ideal menurut ukuran Indonesia.


Keluarga Lopa termasuk keluarga terpandang di daerahnya. Keluarga yang sangat berkecukupannamun tidak materialistis. Kalau ada orang menyinggung soal kelebihannya, ia marah sekali. Semua orang sama, hanya dibedakan dari kadar taqwanya. Penduduk di kampungnya ada dua golongan besar: pelaut/nelayan/saudagar yang berniaga lewat laut dan kaum ulama/santri. Kampung itulah pusat ulama di daerah Mandar.


Ia menyelesaikan pendidikan dasar di Tanambung dan Majene, lalu SMP dan SMA di Makassar. Ia mencapai gelar sarjana hukum di Universitas Hasanuddin tahun 1962. Gelar Doktor dari Universitas Diponegoro Semarang.

 

Mulai memasuki karir sebagai jaksa tahun 1958 di Kejaksaaan Negeri Klas I Makassar. Tahun 1960, Kabupaten Mandar dipecah menjadi 3 kabupaten: Mamuju, Majene dan Polmas. Baharuddin Lopa lah bupati Majene pertama. Waktu itu ia baru berusia 25 tahun. Ketika beliau menjadi bupati terjadi pemberontakan dan penyelundupan senjata ke Tawao Malaysia yang dipimpin oleh Andi Selle.  Sudah menjadi bagian dari sejarah di Sulawesi Selatan, bahwa Bupati muda ini mencoba melawan Andi Selle  tidak berdasarkan kekuatan pada kekuasaan, namun kekuatan pada hukum dan mencoba dengan melakukan pendekatan pada AndiSelle untuk patuh pada hukum. Akibatnya Baharddin Lopa nyaris tewas oleh senjata Andi Selle. Mujur ia disangka inspektur polisi karena meminjam mobil polisi sehingga ia lolos. Ia memang terkenal berani melawan segala kezaliman.

 

Ia kembali bekerja di Kejasaaan, ditempatkan  di Kejakasaan Tinggi Maluku-Irian Jaya di Ambon. Tahun 1963  menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Ternate. Tiga tahun kemudian menjadi Kajati Sulawesi Tenggara. Pada saat di Kendari beliau menvoba menangkap kepala kantor wilayah satu departeman karena tidak suka pada sosok oktum yang seringmemperlihatkan pemerkosaan terhadap hukum. Konon karena ketegasannya Lopa dipindahkan. Ketika dipindahkan menjadi Kajati Aceh tahun 1970 , ia menindak habis para cukong dan banyak menyelamatkan uang negara.

 

Pada 18 Oktober 1982 selang 1 bulan setelah dilantik, Beliau  dengan Opera Nopember Kajati Sulsel berhasil menelusuri berbagai kasus korupsi. Di bidang reboisasi (kehutanan) saja telah terungkap korupsi tidak kurang dari Rp. 7 milyar!.

Sebagai seorang doktor dalam bidang ilmu hukum, Dr Baharuddin Lopa SH banyak membaca buku, terutama yang berkaitan dengan hukum. Buku-buku lain yang senang dibacanya adalah buku-buku yang bernafaskan agama yanglebih mendekatkan pembaca pada kebenaran dan keadilan. Sebagai muslim yang baik, beliau rutin rutin membaca Al Quran. Beliau juga sangat mengagumi Ihya Ulumuddin karya Al Ghazali. Banyak membaca buku telah banyak mempengaruhi  dan membentuk prinsip hidupnya sehingga beliau menjadi kehidupan secara sederhana, jujur dan kerja keras.


Ada satu moto yang tertulis pada lembaran pertama buku disserasinya. Motto itu juga tertanam dalam jiwanya selaku penegak hukum.

Moto dalam bahasa Bugis itu berbunyi: 

“Pura tangkisi gulikku; 

Pura babbrak sumpekku; 

Kulebbirengi telling natowalie”


Artinya: telah kupasang kemudiku. Sudah kekembangkan layarku, lebih baik aku tenggelam dari pada surut kembali !


Makna lainnya : Apabila ada sesuatu niat baik (menolong rakyat, menegakkan keadilan dan sebagainya) jangan dipikirkan panjang-panjang, niat itu harus diujudkan segera dengan sekuat tenaga dan jangan berhenti sebelum tercapai.”


Beliau dipanggil yang Maha Kuasa pada 3 Juli 2001. Kita bangsa Indonesia sangat kehilangan sosoknya, dan masih berharap  semoga ada lagi sosok-sosok penerus Baharuddin Lopa sebagai penegak hukum yang amanah di negara hukum berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 


Sumber : Kompas, 17-04-1983.  Koleksi Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI Salemba (Skala-team)


#Tokoh #hukum #kejaksaan

No comments:

Post a Comment