09 April 2022

SEJARAH MAGELANG - SEJARAH PEMBENTUKAN HARI JADI KOTA MAGELANG

 1115 atau 1116????

Oleh : Liam Ang Ewoo


Pada suatu ketika, ada sebuah kerajaan besar pada masa itu. Kerajaan itu adalah Medang, juga disebut Mataram Kuno atau Mataram Hindu, adalah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad 8. Pada waktu itu kerajaan sedang dipimpin oleh  Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung, kerajaan mengalami perkembangan pesat di berbagai bidang, baik pertanian, peternakan, perdagangan, keamanan, sosial, politik maupun peribadatan. Hal ini tak terlepas dari kerja keras dan pengabdian rakyatnya, serta kehidupan beragama yang terjaga. Pada suatu saat, di istana  berlangsung pertemuan antara Sang Raja dengan para ASN  yang membawahi masing masing wilayah.


Pada waktu itu kerajaan akan mengadakan pesta pernikahan. Undangan mulai disebar pada para tamu, namun masalah muncul disebuah desa Kuning, dimana para bandit sedang merajalela. Diduga, disinyalir, diperkirakan para bandit itu dapat menghambat acara yang akan dilaksanakan. Berita pernikahan Sang Raja cepat menyebar hingga pelosok desa. Sesuai perintah dari para patih, para kepala desa  mengadakan pertemuan.  Kepala Desa Pu Sna, Pu Kola, Pu Kara, Pu Punjeng, Pu Sudraka, memegang peranan penting dalam yang diadakan di rumah Pu Sna ini. Mereka berlima terkenal sangat baik dalam memimpin wilayahnya.  


Maka berkumpullah mereka untuk mengatur strategi gerilya setelah membaca buku Fundamentals of Guerrilla Warfare. Dengan panduan Buku tersebut, mereka melakukan Razia dadakan tanpa adanya pemberitahuan yang membuat masyarakat kalang kabut karena pada lupa bawa stnk gerobag arco mereka. Dan yang ditunggupun tiba, muncullah para bandit dengan muka imut nan menggemaskan mereka segera menghadang Razia tersebut. Adu mulutpun terjadi antara para bandit dan para patih sehingga karena tidak menemukan titik temu dari musyawarah untuk mufakat, terjadilah tawuran tak terelakkan. Tongkat, kayu dan batu jadi senjata tawuran, namun setelah half time kedudukan masih sama kuat 0-0 . 


Babak keduapun dimulai , serangan awal dari bek depan para bandit dengan tiki-takanya membuat strategi 3-5-2 catenaccio para patih terlihat biasa saja. Semakin diserang maka pertahanan para patih malah semakin kuat, hingga pada suatu ketika disaat para bandit mulai kelelahan akibat serangan beruntun tranpan henti membuat sebuah celah di sisi pertahanan para bandit. Para patih memulai serangan balik dengan sangat sigap, strategi catenaccio dipadukan dengan man to man marking membuat pertahanan para bandit kewalahan dan setelah beberapa saat hancurlah pertahanan para bandit. Para patih mulai menghujani serangan demi serangan dan luluh lantaklah para bandit. 

Para banditpun K.O setelah beberapa jab dan hook dari para patih menghujam penuh berkah. Para banditpun akhirnya ditawan, sebelum dibawa ke pihak berwajib tak lupa masyarakat yang ingin salam olahragapun ikut andil untuk urun sun sitik pada para bandit. Berita kemenangan itupun segera  menyebar kesegala penjuru. Seluruh laporan, telah dipelajari oleh penasehat kerajaan. Raja segera memerintahkan semua  pejabat untuk mempersiapkan perlengkapan. Dia akan  berkunjung ke desa Kuning, desa terparah karena serangan para bandit.


Tak lama kemudian , di desa Kuning, para kepala desa sekitar  turut  bekerja untuk menyambut kedatangan raja, terutama  Pu Sna, Pu Kola, Pu Kara, Pu Punjeng dan Pu Sudraka. 

Saat yang dinanti tiba. Di tanah lapang Desa Kuning, diatas mimbar, Sang Raja berdiri. Seluruh rakyat yang hadir terlihat hormat dan khidmat sambal ngantuk seperti anggota DPR sekarang, mendengarkan titah Sang Raja. Sang rajapun berterimakasih pada para patih Pu Sna, Pu Kola, Pu Kara, Pu Sudraka, dan Pu Punjeng.” Dengan isyarat tangan, Sang Raja memerintahkan  mereka mendekat. Mereka berlima berdiri, dan berjalan mendekat, menghadap Sang Raja.

Berkat jasa mereka berlima,  negara kembali aman. Karena pengabdian para patih selama ini, baik pada saat perkawinan kerajaan,  pengiriman pada kerajaan berupa hasil bumi yang melimpah, patuh pada perintah kerajaan, menjaga kebersihan tempat peribadatan, upacara keagamaan di Makangkuseswara, Puteswara, Kutusan, Silabhedeswara, Tuleswara, serta telah memberikan rasa aman terhadap warga, maka Kerajaan  memberikan  sebidang tanah perdikan yang akan kalian pimpin secara bergantian, masing masing dalam jangka waktu 3 tahun. 


Acara peresmian inipun dihadiri oleh banyak pihak yang ingin menonton ataupun dating demi sekedar amplopan. 

Selain itu terdapat pula wilayah atau daerah yang hadir sebagai saksi penetapan Sima (perdikan/otonom) yakni : 

wanua i miramiraḥ watak ayam tĕas 

wanua i paŋḍamuan sīma ayam tĕas 

wanua i waduŋ poḥ watak paṅkur poḥ ; 

wanua i kataṅguhan watĕk hamĕas. 

wanua i paṇḍamuan sīma wadihati

wanua i sumaṅka watak kaluŋ warak. 

wanua iŋ kabikuan iŋ wḍi taḍahaji paṅgul. 

wanua i sumaṅka watak taṅkil sugiḥ

Pejabat yang Hadir antara lain : 

• Juru di Ayam Tĕas ; Miraḥmiraḥ di Ayam Tĕas. wakilnya di Halaran desa di Paṇḍamuan sīma Ayam Tĕas 

• Juru di Makudur di Patalĕsan penduduk desa di Wadung Poh yang masuk wilayah Pangkur Poh, wakilnya di Wawaha penduduk desa di Katangguhan yang masuk wilayah Hamĕas, 

• (pejabat) Ayam Tĕas yang melakukan pembatasan (sīma) penduduk desa di Paṇḍamuan sīma milik Wadihati [sīma wadihati], 

• Makudur penduduk desa Sumangka yang masuk wilayah Kalungwarak, 

• Tiruan (pejabat) Patūngan penduduk desa di Kabikuan di Wḍi, 

• Taḍahaji di Panggul, 

• Juru dari Wadua Rarai di Patapān penduduk desa di Sumangka yang masuk wilayah Tangkil Sugih,

• Sang Juru di Patapan yaitu (pejabat) Matanda, (pejabat) Juru dari Lampuran (pejabat) Juru dari Kalula, (pejabat) Juru dari Mangrakat

• (pejabat) Patiḥ di (desa) Kayumwungan, di (desa) Sukun, (di desa), (pejabat) Wahuta Petir, (di desa) Paṇḍakyan 

• (pejabat) Wahuta Lampuran, (di desa) Paṇḍakyan 

• (pejabat) Parujar dari Patiḥ Kayumwungan, (di desa) Sukun, (di desa) Airbarangan, (pejabat) Kalima di Petir. (pejabat) Juru di Paṇḍakyan, (pejabat) Samwal

rāma i tpi siriŋ irikāŋ kāla (wilayah-wilayah yang menjadi batas sima (perdikan) dalam Prasasti Mantyasih : 

i muṇḍuan (Temanggung ada Prasastinya) ; i haji huma; i tulaṅair (Temanggung ada Prasastinya) ; i wariṅin ; i kayu hasam ;i pragaluh ; i wurut ; air hulu ; i sulaŋ kuniŋ ; i laṅka tañjuŋ ; i samalagi ; i wuṅkal tajam ; i hampran ;i kasugihan ; i puhunan ; i praktaha; i wa°atan; i turayun; i kalaṇḍiṅan; i kḍu; i pamaṇḍyan ; i tpusan (Temanggung ada Prasastinya).

Daerah-daerah ini sebagian besar ada di Kab. Temanggung.


Pada acara tersebut Pu Sna, Pu Kola, Pu Kara, Pu Sudraka, dan Pu Punjeng, tak dapat menyembunyikan perasaan mereka. Rasa haru, bangga, terhormat, dan rasa syukur tak dapat mereka tahan. Mereka serentak merendahkan diri, dan berdiri dengan lutut mereka. Rasa terimakasih tak terhingga mereka sampaikan pada Sang Raja. Para pejabat istana ikut merasa bangga dan haru. Sorak sorai kebahagiaan diiringi letupan long bumbung di Desa Kuning itu dilanjutkan dengan pesta rakyat selama 7 hari 7 malam. Semua bahagia, dari Sang Raja hingga seluruh warga di desa desa.


Begitulah kisah heroik para avenger jaman dahulu, 


Tamat


Rasah dianggep seriyess


Selamat hari Jadi Kota Magelang yang Ke 1116 opo 1115???

Mbuh lah sak bahagiane wae….

2022-907 = 1105



No comments:

Post a Comment