19 March 2020

Tentang Sejarah Magelang - SPAANSCHE GRIEP : Amuk Flu Spanyol di Bumi Magelang pada 1918 - 1919 (bagian I)

SPAANSCHE GRIEP : Amuk Flu Spanyol di Bumi Magelang pada 1918 - 1919 (bagian I)
Belakangan ini dunia sedang dihebohkan dengan berita semakin meluasnya wabah penyakit Flu yang lazim disebut COVID-19 atau Coronavirus yang kian banyak menelan korban jiwa. Wabah yang sudah masuk ke Indonesia sejak pekan lalu ini membuat sebagian masyarakat beramai - ramai memborong masker dan hand sanitizer diberbagai apotek dan swalayan. Panic Buying pun melanda.
Jika kita mau menengok kebelakang, pandemi yang mirip dengan COVID-19 yang sekarang sedang ramai juga pernah menimpa negeri kita, tak terkecuali Magelang. Sepanjang abad ke-20, beberapa pageblug (wabah penyakit) pernah bertubi - tubi menyerang Magelang yang mengakibatkan menyusutnya jumlah penduduk dan kekacauan di wilayah ini. Sebut saja wabah - wabah penyakit seperti kolera, typus, sampar (pes) dan Spaanche Griep (Flu Spanyol) pernah menghantui Magelang.
Khusus untuk kasus Flu Spanyol sendiri setidaknya tiap 1 dari 20 orang penderita harus tewas meregang nyawa akibat virus tipe A H1N1 ini. Pada akhir pandemi diperkirakan 20 - 50 juta orang meninggal diseluruh dunia, tak terkecuali Jawa. Antara pertengahan tahun 1918 hingga 1919 tercatat jumlah pasien tertular dan meninggal dunia memcahkan rekor paling tinggi di Hindia Belanda. Menurut surat kabar Het Niews van den dag voor Nederlandsch Indie yang terbit 4 Juli 1919 terdapat 8.311 korban meninggal dunia akbiat Flu Spanyol di sepanjang tahun itu.
Interaksi sosial dengan masyarakat internasional dan pesatnya pertumbuhan perekonomian ekspor dan impor pada awal abad ke-20 menyebabkan arus manusia dan barang menjadi semakin tinggi dan kian sulit untuk diawasi. Diperkirakan wabah Flu Spanyol yang merebak di Hindia Belanda berasal dari pelabuhan - pelabuhan besar di Jawa yang dibawa oleh para penumpang dan awak kapal yang sebelumnya sudah tertular virus H1N1 dari negara sebelumnya.
Mengetahui bahwa jalur laut adalah pintu masuk merebaknya Flu Spanyol, pemerintah Hindia Belanda pun memperketat pelabuhan - pelabuhan besarnya serta mengawasi kapal - kapal yang tiba dari Hongkong dan Singapura. Namun tetap saja, seketat apapun pemerintah mengawasi pelabuhan - pelabuhan, korban pertama wabah Flu Spanyol mulai bermunculan pada Agustus dan September 1918. Korban pertama Flu Spanyol tercatat meninggal dunia pada 26 Oktober 1918 di Mojowarno. Flu Spanyol akhirnya masuk ke Jawa dari sebelah timur dan dengan cepat merayap ke barat memasuki Jawa Tengah.
Di Magelang sendiri wabah Spaansche Griep mulai merebak pada Oktober 1918 di Onderafdeeling Krasak dan terus masuk menjangkiti Afdeeling Magelang pada November 1918. Menurut kisah R. Slamet Iman Santoso, saksi mata pecahnya pageblug Flu Spanyol mengisahkan bahwa puncak pandemi berlangsung selama tiga minggu dengan ratusan orang sakit dan puluhan meninggal dunia. Total korban jiwa di Afdeeling Magelang selama tujuh minggu Flu Spanyol mengamuk adalah 9.47 dan terdapat 1.788 korban meninggal di Onderafdeeling Krasak.
Gambaran puncak kekalutan masyarakat Magelang selama puncak pandemi Flu Spanyol antara 1918 - 1919 berhasil ditangkap oleh R. Slamet Imam Santoso seperti berikut,
“Pada suatu saat pedagang kain kafan menutup toko, karena takut serbuan pembeli kain guna pembungkus mayat. Polisi terpaksa membuka dan mengawasi penjualannya. Untung sepanjang wabah tersebut, saya tidak pernah terserang; saban hari selama dua atau tiga minggu, saya tetap sekolah. Sekolah kosong, cuma ada beberapa puluh murid, kadang - kadang sama sekali tidak ada guru yang datang..”
Bersambung..
- Chandra Gusta Wisnuwardana -

No comments:

Post a Comment