13 June 2022

Sejarah Magelang - Pembangunan Saluran Irigasi Kali Manggis

 MENELUSURI JEJAK PEMBANGUNAN SALURAN IRIGASI KALI MANGGIS (MANGGIS WATERLEDING) BAGIAN I


(Sumber:  DE AFDEELING STATISTIEK TER ALGEMEENE SECRETARIE 1871 RESIDENTIE KADOE

Sumber Foto : Doorzoek Het Geheungen van Nederland, KITLV).


Oleh ; Denmaz Didotte


Menurut penuturan para pemimpin pribumi di Kadoe, sebelum  orang Eropa masuk ke kabupaten ini di distrik Lempoejang, Prapak dan Magelang sudah ada delapan saluran irigasi.  Di distrik Magelang sendiri ada dua saluran irigasi yang mengalir dari bendungan di kali Elo, yaitu bendungan di GOENOENG SAREN yang dibangun oleh penduduk pada tahun 1770an dan bendungan kali Elo di sekitar Payaman yang dikenal dengan nama SOEMBERAN yang juga dibangun oleh masyarakat pada tahun 1780an


Ketika Inggris berkuasa di Kedoe, semua saluran irigasi dalam keadaan bobrok. Kemudian mereka memperbaiki saluran irigasi SOEMBERAN secara serius, sehingga bisa berfungsi. Ketika otoritas Hindia Belanda berkuasa di Kedoe, hanya saluran irigasi Soemberan yang dapat berfungsi. Saluran irigasi yang lain nyaris tidak berfungsi.


Perang Jawa (Diponegoro) tidak hanya meluluh lantakan jalan dan jembatan, tapi saluran irigasi juga dihancurkan. Kota Magelang nyaris tanpa air, saluran ini panjangnya tinggal tersisa 1 paal. Tetapi yang paling menderita adalah penduduk Probolinggo (sekarang sekitar Muntilan ke Timur) dan Menoreh (sekitar Borobudur) yang salurah irigasinya hancur semua.


Pada tahun 1827, saluran irgasi Soemberan diperbaiki oleh masyarakat  dan dijaga ketat agar tidak dihancurkan lagi.


Ketika perang Diponegoro berakhir saluran irigasi  ini mulai mendapat perhatian serius. Pada tahun 1831 direncanakan akan digali kanal yang bersumber dari kali Elo. Tetapi pemerintah Hindia Belanda menghendaki agar proyek itu ditangani oleh ahli bangunan air, maka pada tahun 1834 proyek tersebut diserahkan kepada pimpinan Genie. Penelitian pertama dilakukan pada tahun 1838, biaya proyek tersebut diperkirakan f. 15699.70 uang tembaga/benggol. Biaya itu cukup besar karena saluran irigasi itu juga diproyeksikan untuk merubah 800 bahu (bouw) tegalan menjadi sawah di selatan Magelang.

.

Saluran irgasi ini akan mengalirkan air dari bendungan (dam) di kali Elo yang akan dibangun di Goenoeng Saren yang letaknya cukup tinggi.  Pada tahun 1848 pekerjaan dimulai, tetapi berhenti pada bulan Juli.


Penghentian proyek itu dilakukan karena beberapa sebab, antara lain: sejak awal sudah ada perdebatan apakah air dari kali Elo mencukupi untuk dialirkan sampai ke selatan Magelang agar dapat dicetak sawah-sawah baru meskipun bendungan ditinggkan. Mereka mengusulkan untuk menambah debit air kali Progo juga harus dibendung. Tetapi  usulan terkahir ini hanya sebatas cita-cita.  Penyebab lain adalah kurangnya dana. Para insinyur pesimis akan hasil akhir dari proyek itu kalaupun bendungan yang sudah ada ditinggikan tetapi tidak dipasang benteng penguat, yang sudah barang tentu membengkakan biaya.


Oleh karena itu pemerintah akhirnya pada tahun 1856 memutuskan untuk membangun bendungan baru di kali Elo dekat desa Soember Ketandang. Bendungan akan dibangun di desa MANGGIS. Untuk pekerjaan ini secara otomatis akan disubsidi pemerintah yang berupa dana dan tenaga ahli


Pada bulan Oktober 1858, bendungan di kali Elo (Goenoeng Saren dan Soemberan) rusak diterjang banjir. Pemerintah menganggap pemulihan dan pemeliharaan rutin, harus dilakukan oleh para pemilik perkebunan dan oleh masyarakat dengan gotongroyong, namun dengan  kontribusi dari Kas daerah itu. Tetapi rencana ini nampaknya tidak berjalan mulus.


Pada tahun 1870 proyek itu sudah tampak kemajuannya dan pemerintah telah mengurukan dana f.160,- untuk pembelian alat dan material.


Desa Manggis kemungkinan sekarang berubah nama menjadi Plered Bagus Priyana, Hamid Anwar, Tony Kusumahadi, Eva Mentari Christoph, Djoko S Martowirono, Kurnianto Yoga, Novo Indarto, Chandra Gusta Wisnuwardana, Sri Riswanti, Puspa Nana. Nugroho Adi





No comments:

Post a Comment