13 June 2022

Sejarah Magelang - Gereja Katolik Santo Ignatius Magelang

 GEREJA KATOLIK SANTO IGNATIUS MAGELANG.


Misionaris Katolik mulai mengembangkan sayapnya di karesiden Kedoe pada pada tahun 1850 an (1852). Pusat misi mereka untuk karesidenan Kedoe berada di Muntilan (sekarang Van Lith). Namun demikian, karena gereja Katolik mengenal wilayah administratif dan pelayanan (sekarang disebut Paroki), karesidenan Kedoe dimasukan dalam wilayah paroki (sekarang disebut Stasi) Kidul Loji, Jogyakarta. Bagi gereja Katolik, paroki adalah suatu yang sangat penting. Semua kegiatan gerejani (pembaptisan, pernikahan, kematian umatnya dll) akan dicatat dalam sebuah buku di paroki. 


Meski di Magelang banyak tentara Belanda dan orang eropa lainnya, tetapi yang beragama Katolik tidak banyak. Orang-orang Belanda baik  tentara maupun sipil, mayoritas memeluk agama Kristen Protestan. Oleh sebab itu, baru pada tahun 1890 ketika jumlah umatnya mulai banyak, kebutuhan akan adanya gedung gereja untuk beribat mulai dirasakan. Pada tanggal 15 Juli 1890, Pastor (Romo) F Vogel SJ, membeli sebidang tanah di sisi barat laut Aloon-Aloon Magelang, yang kebetulan sudah ada bangunannya (sekarang Pastoran). Bangunan itu menjadi tempat ibadah sementara, sekaligus sebagai rumah tinggal misionaris yang bertugas di Magelang.


Pada tanggal 31 Juli 1899, dilakukan peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja yang permanen. Setahun kemudian, yaitu tangga 22 Agustus 1900  gedung gereja itu sudah bisa dipakai untuk mempersembahkan misa kudus. pada tanggal 30 September 1900, gereja itu diresmikan dalam misa conselebrasi yang dipimpin oleh Mgr.LUYPEN SJ dari Batavia, didampingi Pastor SJ MUTZAER dari Cirebon, Romo Asselbergs SJ dari Yogyakarta, 


Bangungan pertama gerdung gereja ini bergaya Gotik, baik eksterior maupun interiornya. Mungkin karena pertumbuhan jumlah umatnya, pada tahun 1926 gedung gereja itu diperluas. Di sebelah kanan dan kiri bangunan utama ditambahi sayap masing-masing selebar 3,5 m. Menyesuaikan dengan tambahan bangunan baru, bagian interiorpun mengalami perubahan.  Ada plengkung di sekitar altar yang dihilangkan, tetapi ada tambahan banyak plengkung di sisi kiri dan kanan untuk menghubungkan dengan tambahan bangunan yang baru.


Pada tanggal 19 Desember 1948, seperti halnya gedung-gedung besar yang lain di Magelang, gedung ini huga dibumihanguskan oleh Tentara Indonesia, sebagai bagian strategi perang gerilya. Baru pada tahun 1964 gedung gereja itu direnovasi menjadi bentuk bangunan yang bertahan hingga hari ini.


@ Sri Riswanti.

























No comments:

Post a Comment