19 February 2020

Tentang Sejarah Magelang - KEDU, SITI BUMIJO YANG DIRENGGUT DARI KEKUASAAN PARA RAJA (Bagian II)

KEDU, SITI BUMIJO YANG DIRENGGUT DARI KEKUASAAN PARA RAJA
(Bagian II)
Kedatangan armada Inggris dan takluknya Batavia pada Agustus 1811 membuat perubahan besar pada atmosfer politik di tanah Jawa. Situasi yang demikian dimanfaatkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono II untuk kembali lagi memegang tampuk kekuasaan Keraton Yogyakarta.
Letnan Gubernur Raffles sebagai orang yang bertanggung jawab atas jalannya roda pemerintahan di Jawa menunjuk John Crawfurd sebagai Residen Jogja. Kebijakan Raffles yang ternyata tak ubahnya dengan era Daendels membuat Sultan HB II kembali bersikap keras terhadap pemerintahan Inggris. Raffles pun menjawabnya dengan invasi besar terhadap Keraton Yogyakarta.
Pengepungan terhadap keraton Yogyakarta pun dilakukan oleh Raffles selama dua hari yaitu dimulai pada 18 Juni hingga 20 Juni 1812 dibawah komando Admiral Rollo Gilespie. Saat itu Benteng Keraton Yogyakarta setidaknya dijaga kurang lebih oleh 17.000 prajurit Keraton. Meriam Inggris memuntahkan tembakkannya ke arah Benteng pertama kali pada dini hari selepas subuh kira - kira pukul 05.00 pagi. Keraton Yogyakarta pun pada akhirnya tak mampu menahan serangan besar - besaran koalisi pasukan Inggris, Sepoy India dan Legiun Mangkunegaran. Pasukan Inggris hanya membutuhkan 3 jam saja untuk menduduki tempat paling sakral bagi banyak orang Jawa. Pada pukul 08.00, Keratonpun sudah berada ditangan pasukan Inggris.
Pasca penaklukan oleh Inggris tersebut, HB II pun dimakzulkan sebagai Sultan Yogyakarta dan dipaksa untuk meyepakati berbagai perjanjian yang salah satu diantaranya adalah melepaskan sebagian wilayahnya kepada pemerintahan Inggris. Wilayah Siti Bumijo Kedu yang didalamnya termasuk Magelang semanjak saat itu harus direnggut oleh Raffles dari trah pewaris Mataram.
Atas kemenangannya terhadap Yogyakarta ini Raffles pun bisa dengan leluasa membagi Jawa menjadi 16 Karesidenan pada 1 Agustus 1912. Sejak saat itulah Siti Bumijo Kedu yang terdiri atas Kabupaten Magelang dan Kabupaten Temanggung secara resmi lepas dari negaragung kasultanan dan dimasukan kedalam Karesidenan Pekalongan di pesisir.
Seorang Bupati baru yang dipilih oleh Raffles yang juga merupakan cucu Patih Danurejo I bernama Mas Angabei Danoekromo kemudian mulai membangun alun - alun, rumah bupati dan masjid sebagai cikal bakal pusat pemerintahannya atas Magelang. Mas Angabei Danoekromo resmi diangkat menjadi Bupati Magelang berdasarkan Besluit Gubernemen tertanggal 30 November 1813. Pada 19 Agustus 1816, pemerintahan Inggris atas Jawa pun harus berakhir dan semua bekas wilayah jajahannya dikembalikan ke pemerintah Belanda. Kemungkinan ketika Belanda kembali lagi berkuasa, Mas Angabei Danoekromo dikukuhkan kembali menjadi Bupati Magelang dengan gelar Raden Toemenggoeng Danoeningrat I.
Berselang satu tahun kemudian, tepatnya pada 14 Maret 1817 wilayah Siti Bumijo Kedu dimekarkan secara mandiri dan berubah status menjadi sebuah karesidenan sendiri terpisah dari Karesidenan Pekalongan dengan nama Karesidenan Kedu. Karesidenan Kedu ini terdiri atas dua kabupaten yaitu Kabupaten Magelang dan Kabupaten Temanggung. Bersamaan dengan hal itu, pusat Kabupaten Magelang kemudian dipilih sebagai ibu kota Karesidenan Kedu. Berdasarkan data statistik tahun 1820, Karesidenan Kedu mencakup 2 regentscahp (kabupaten Magelang dan Temanggung), 6 afdeling, 10 distrik, 42 Subdistrik, 2499 dropen dan 1748 gehuchten.
Pada 1860 Karesidenan Kedu masih terbagi menjadi 2 bagian dan kabupaten yaitu Magelang dan Temanggung, dengan 4 bagian pengawasan yaitu Magelang, Probolinggo, Prapak, dan Djetis. Kabupaten Magelang sendiri terdiri dari 7 distrik yaitu Magelang, Ngasinan, Balak, Bandongan, Probolinggo, Menoreh, dan Remaneh.
Wilayah Karesidenan Kedu kemudian mengalami pemekaran lagi memasuki abad ke-20 yaitu tepatnya pada 1 Agustus 1901. Karesidenan Kedu kemudian terdiri dari lima kabupaten yang terdiri dari dua kabupaten yang sudah ada sebelumnya yaitu Kabupaten Magelang dan Kabupaten Temanggung yang mendapatkan tambahan tiga kabupaten baru yaitu Kabupaten Purworejo (eks Siti Numbak Anyar Bagelen), Kabupaten Wonosobo (eks Siti Mahosan Dalem) dan Kabupaten Kebumen (eks wilayah Mancanegara).
- Chandra Gusta Wisnuwardana -
Sumber :
Führer auf Java, ein Handbuch für Reisende (Panduan di Jawa, buku pegangan untuk pelancong), karya L. F. M Schulze, Leipzig 1890 transliterasi oleh mbak Eva Mentari Christoph
Buku Menelisik Sejarah de Groote Moskee
FP Sejarah Jogyakarta “Seri Wilayah Mataram : Bagelen Bagian 2”
Buku Toponim Kota Magelang
Surat Kabar, Het Niews van den dag voor Nederlandsch - Indie terbit pada 6 Oktober 1935
Keratonjogja. id
dan sumber - sumber lain yang relevan

No comments:

Post a Comment