Setelah kemenangan di tikungan Sungai Barito, Pangeran Arsyad sadar bahwa melawan Belanda secara terbuka adalah bunuh diri. Senjata mereka lebih modern, pasukan lebih banyak, dan memiliki kapal perang yang mampu menghalau serangan frontal. Maka, ia memutuskan untuk mengubah taktik: perang gerilya.
Pangeran Arsyad membagi pasukannya menjadi kelompok kecil beranggotakan 7–10 orang. Mereka bergerak di hutan, rawa, dan sungai kecil yang tak bisa dijangkau kapal besar. Jalur rahasia yang hanya diketahui penduduk lokal menjadi keunggulan utama.
"Tanah ini rumah kita. Hutan adalah tembok kita. Sungai adalah jalan rahasia kita," ujarnya kepada para pejuang.
Belanda sering mengirim konvoi perahu membawa logistik dan senjata. Pasukan Arsyad menunggu di tikungan sungai atau di bawah jembatan kayu, lalu menyerang mendadak. Serangan tak pernah lama—hanya beberapa menit—lalu mereka menghilang ke dalam hutan sebelum bala bantuan datang.
Ketika malam tiba, pasukan gerilya membakar gudang logistik Belanda di kampung-kampung yang dikuasai. Mereka juga memotong tali kapal, merusak dermaga, dan menebang pohon besar untuk menghalangi jalur pergerakan musuh di sungai. Belanda terpaksa mengirim lebih banyak pasukan hanya untuk mengamankan jalur suplai.
Pangeran Arsyad memanfaatkan suara sarunai di tengah malam untuk membuat musuh resah. Kadang mereka menyalakan obor di beberapa titik hutan seakan pasukan besar sedang berkumpul. Belanda sering menembak ke arah bayangan tanpa tahu itu hanyalah tipuan.
Para petani dan nelayan menjadi bagian penting perjuangan. Mereka menyembunyikan pejuang yang terluka, memberi informasi kapan kapal Belanda berangkat, bahkan menukar logistik musuh dengan perbekalan yang rusak. Belanda mulai curiga kepada semua penduduk, tapi itu justru membuat mereka semakin dibenci.
Suatu malam di tahun 1862, pasukan Arsyad berhasil menyusup ke pos Belanda di dekat muara sungai. Mereka menunggu hingga penjaga lengah, lalu meledakkan gudang mesiu. Ledakan itu membuat kapal-kapal di dermaga hancur dan memaksa Belanda mundur dari wilayah tersebut untuk sementara.
Belanda semakin geram. Mereka menawarkan hadiah besar bagi siapa saja yang bisa menangkap Pangeran Arsyad—hidup atau mati. Tapi tak ada satu pun rakyat Banua yang berkhianat. Bagi mereka, Pangeran Arsyad bukan hanya pemimpin, tapi simbol kebebasan.
Perang gerilya ini berlangsung bertahun-tahun. Meskipun akhirnya Belanda membawa pasukan besar dari Batavia dan Pangeran Arsyad gugur di pertempuran terakhirnya, strategi yang ia tinggalkan menjadi warisan berharga. Pejuang-pejuang setelahnya meniru taktiknya, dan api perlawanan di tanah Banua tak pernah padam.
Di tepi Sungai Barito, orang-orang tua masih bercerita:
"Kalau bukan karena gerilya Pangeran Arsyad, Banua ini sudah lama hilang dari peta."
#pangeranarsyad #kerajaanbanjar #ceritabanjar #jangkauanluasfbpro #fyp
No comments:
Post a Comment