Tahun 1981, dalam rangka pemberantasan buta aksara dan huruf, pemerintah meluncurkan program nasional berupa Kelompok Belajar berdasarkan sistem Paket. Untuk Paket A sendiri ada beberapa kategori, antara lain tahap pertama A1-A5, Tahap kedua Paket A5-A10, tahap ketiga Paket A11-A 20, tahap keempat Paket A21- A100. Semua paket tersebut ditempuh selama 3 (tiga) tahun. Dari tahun 1981dan selesai di tahun 1983.
Salah satunya di Besa Bandar Dawung, Karanganyar, Jawa Tengah. Awalnya penduduk Desa Bandar Dawung memiliki tingkat buta huruf yang cukup tinggi. Ketika diadakan Kelompok Belajar Paket A, mereka berduyun-duyun mendaftar di lembaga ketahanan masyarakat desa.
Para tutor atau pengajar nya adalah anggota masyarakat desa tersebut yang sudah melek huruf. Mungkin di sini letak uniknya masyarakat desa dibanding kota yang cenderung maunya dibayar, setiap tetas keringat dihitung dengan rumiah. Berbeda dengan di pedesaaan. Seorang petani yang pernah mendapat pendidikan sampai Sekolah Teknik, merasa terpanggil menyisihkan waktunya untuk memberantas buta huruf. Siswa putus sekolah SMA kelas dua, karena tak ada pekerjaan memilih menjadi tutor. Semuanya mereka lakukan tanpa mengharapkan imbalan. Semangat gotong royong di pedesaan masih tebal.
Dampak keberhasilan Desa Dawung tersebut semakin terlihat. Ketika ada sidak dari pihak terkait, seorang pak tani yang sedang menyandang cangkul menuju sawah, dicegat dan diberi pena dan kertas. Ia diminta menuliskan namanya dan dites beberapa pengetahuan umum. Demikian juga Ibu rumah tangga yang sedang menggendong bayinya di tes pengetahuan membaca dan menulisnya.
Kelompok Belajar Paket A di desa Bandar Dawung ini mengalami kemajuan luar biasa. Kemajuan yang mereka capai sangat cepat, Bahasa Indonesia mereka bagus. Tulisan mereka teratur, bahkan lebih bagus daripada tulisan siswa SMA. Berbagai pengetahuan yang menyangkut masalah ketrampilan mereka kuasai dengan baik. Kadang mereka berpendapat bahwa peserta kelompok Belajar yang berusia lanjut, akan kalah dibandingkan mereka yang berusia muda. Pendapat ini tak selamanya benar. Ngadikem, seorang ibu berusia 40 tahun ternyata dalam lomba mengarang kelompok Paket A kelompok B se-Jateng mendapat predikat juara pertama.
Sebelum tahun ketiga, rata-rata warga desa Bandar Dawung bebas buta aksara dan angka secara cepat. Padahal bebas buta aksara baru digalakkan tahun 1981. Memang ada dua atau tiga orang warga yang tidak mau diajak Kelompok Belajar, namun kepala desa Bandar Dawung punya cara, yaitu “ anak-anak yang tak mau sekolah, orangtuanya dipanggil. Bila orang tua tak mau mengajak anaknya sekolah, maka mereka tak dilayani di kantor desa. Juga warga desa yang tak tahu menulis baca, mereka bila mengajukan kredit Bimas (pinjaman kas desa) harus mengisi formulir sendiri, tak boleh dibantu orang lain. Tak boleh bikin tanda tangan pakai jempol. Maka tidak heran Kelompok Belajar Paket A di desa Bandar Dawurng Karanganyar Jawa Tengah ini mendpat predikat terbaik nasional.
Begitulah sedikit kisah kala Indonesia berjuang bebas buta huruf dan aksara.
Sumber: Suara Karya, 24-9-1983 hal. 1. Koleksi Surat Kabar Langka Salemba –Perpustakaan Nasional RI.
No comments:
Post a Comment