26 August 2025

Kenang-kenangan tentang Jenderal Ahmad Yani: di Ruang Kerja dan di Medan Pertempuran Dalam rangka HUT ke-62 Intisari (17 Agustus 2025), kami menurunkan salah satu tulisan terbaik yang pernah tayang di Majalah Intisari sejak pertama berdiri pada 17 Agustus 1963. Termasuk tulisan di bawah ini. Bagi Anda yang mengikuti Intisari sejak awal, anggaplah juga membuka kembali kenangan akan sajian terdahulu majalah ini. Selamat membaca. Judul asli: "Kenang2an tentang: Djendral Achmad Yani Diruang Kerja dan Dimedan Pertempuran" Artikel ini dimuat pada Desember 1965 dan akan kami sajikan dengan gaya dan tata bahasa zaman itu. Utuh -- meski ada sedikit editing untuk penyesuaian. ====== Peristiwa dibawah ini terdjadi 8 bulan jang lalu. Waktu itu Djendral Yani mau mengadakan inspeksi ke Jogjakarta. Menurut rentjana kapal-terbang akan berangkat dari Kemajoran djam 2 siang. Tapi telah lewat pukul 2 awak-pesawat belum djuga lengkap. Baru ada satu penerbang jaitu kapten pilot Rustamadji dan seorang tehnikus sedangkan pilot pembantu dan navigator belum datang. Mengadakan penerbangan tanpa navigator dan co-pilot tentulah amat berbahaja. Tapi Pak Yani tetap berpegang pada rentjana semula agar datang di Jogjakarta tepat pada waktunja. Maka Pak Yani berkata pada kapten Rustamadji: "Bagaimana, berani berangkat sekarang djuga?" Didjawab: Sanggup. Tatapan Pak Yani dan kepradiannja jang tenang, penuh kepertjajaan, ketegasan dan optimisme berdjangkit pada seluruh rombongan jang tadinja merasa takut dan was-was. Kapal-terbang djadi berangkat dengan awak pesawat jang tidak lengkap. Salah seorang adjudan Pak Yani duduk dicockpit untuk sekedar menolong kapten pilot - sekedar, sebab sang adjudan samasekali tak tahu menahu tentang soal penerbangan dan hanja sekedar melakukan hal ketjil2 atas instruksi kapten pilot. "Petualangan" ini berhasil baik. Kapalterbang mendarat dengan selamat dilapangan terbang Adisutjipto. Tegas, tenang, penuh kepertjajaan-diri dan optimisme jang menular keseluruh staf dan anakbuahnja - itulah antara lain sifat2 Pak Yani jang sangat mengesan pada rekan2 dan bawahannja. Salah seorang bekas adjudan Pak Yani bertjerita: "Entah bagaimana, saja merasa penuh gairah kerdja sedjak saja dekat dengan Pak Yani. Instruksi beliau djelas, tegas dan hanja diberikan dalam garis2 besarnja sadja. Selebihnja diserahkan penuh kepada inisiatip dan pemikiran saja. Saja merasa mendapat kepertjajaan penuh dan karenanja selalu berusaha untuk tidak mengetjewakan harapannja." Bekas adjudan menambahkan, ketika untuk pertama kali berkenalan dengan Pak Yani kira2 6 tahun jang lalu, ia hanya seorang "krotjo" – seorang kapten jang selamanja berada dimedan pertempuran, tak tahu menahu tentang seluk-beluk pekerdjaan staf dengan segala urusan, perentjanaan dan administrasinja. "Dalam waktu singkat saja merasa didjadikan ‘orang’ oleh Pak Yani," tambahnja. Tegas, tjepat dan tepat mengambil keputusan, kpertjajaandiri jang penuh optimisnie - sifat2 itu pulalah jang merupakan kuntji ketjemerlangan Pak Yani dimedan pertempuran. Berada dibawah komandonja para anakbuah merasa aman dan kuat. Pandangan atas pertempuran jang dihadapi, mendjadi tjerah sekalipun perlengkapan dan persendjataan tak memadai. Misalnja ketika ia sebagai letkol komandan Brigade Magelang memimpin operasi menumpas pengatjauan jang dilakukan oleh "Angkatan Ummat Islam" (AUI) disekitar Magelang, jaitu pada tahun 1950-an. Pada suatu hari ia menerima kabar bahwa gerakan AUI sedang mengganas didaerah Kebumen. Dengan segera ia memutuskan berangkat ketempat jang genting itu. Hanja naik jeep dengan kawalan satu kendaraan "Bren Carrier". Lewat Kutoardjo djalanan sepi. Seorang pembantu letnan merasa takut "Bagaimana Pak, ini sangat gawat!" Dengan tenang letkol Yani mendjawab "Tidak apa2. Terus sadja!" Konvooi ketjil djalan terus. Mendekati sebuah djembatan. Tiba2 terdengar tembakan gentjar. Ternjata dari seberang djembatan tersebut. Si pembantu letnan bertanja: "Bagaimana Pak, serang sadja?". "Ja,” djawab Pak Yani, “terus serang". Yani langsung memimpin "pasukan"nja. Bren Carrier naik tanggul untuk mengambil posisi jang baik. Dan Yani dengan beberapa gelintir anakbuahnja berhasil mengotjarngatjirkan lawan jang berkekuatan lk 100 orang. Hal jang sama terdjadi di Pingit diperbatasan antara Semarang dan Kedu pada djaman clash I th. 1947. Ketika itu Major Yani bersama anak-buah, antara lain Sarwo Eddy (kini komandan "matjan" RPKAD) dan Surachmad, dengan perlengkapan sederhana berhasil membujarkan serangan kilat pasukan Belanda jang datang menjerbu lengkap dengan kendaraan2 berlapis badja. Masih banjak tjontoh2 sematjam itu. Misalnja ketika Yani - di djaman Djepang Shodantjo - melutjuti pasukan Djendral Nakamura di Magelang. Atau lagi ketika pada achir th. 1945 ia menghadjar pasukan Gurkha alat Nica, di Magelang, jang ia kedjar sampai Ambarawa. Perlengkapan militer Gurkha ini berhasil ia rampas seluruhnja di Magelang, hingga setelah itu persendjataan bataljon Yani jang terbaik diantara pasukan2 lainnja. Pada djaman clash II "Wehrkreise hitam" (lingkungan militer hitam) dibawah Yani sangat ditakuti oleh Belanda. Bakat2 kemiliteran dan kepemimpinan Yani rupanja sudah nampak ketika ia masih pemuda umur 19-an tahun. Waktu itu djaman pendudukan Djepang. Datang perintah kepada Kotapradja2 untuk mengirimkan tjalon2 jang akan dididik mendjadi Tjuyaku (djurubahasa). Pemuda Yani dikirim oleh Kotapradja Purworedjo (tempat kelahirannja) untuk mendjalani didikan tersebut. Pilihan ini tidak tanpa alasan. Latarbelakang pendidikan Yani tjukup luas untuk mendjadi djurubahasa. Ia telah mendjalani HIS, MULO dan AMS B pada djaman Belanda. Tapi seorang opsir Djepang bernama Obata jang mengenal Yani dari dekat, berpendapat lain. Ia sarankan kepada Yani agar mengikuti pendidikan Rensitai di Magelang, jaitu untuk mendjadi opsir Djepang. Spontah Yani menerima andjuran ini. Pengamatan Obata ternjata tadjam. Dipendidikan Rensitai Yani lulus nomer satu. Karenanja langsung dikirim ke Bogor untuk mengikuti pendidikan Shodantjo. Djuga disini hasilnja gemilahg: lulus sangat luarbiasa hingga diberi tanda penghargaan berupa pedang Samurai dengan bentuk chusus. Praktek2 dimedan pertempuran - baik pada awal kemerdekaan maupun pada djaman clash dan sesudahnja - berkali-kali memperlihatkan ketjakapan Yani sebagai pemimpin. Th. 1955 dikirim oleh Departemen Angkatan Darat ke Amerika untuk mendjalani "Command and General Staff College" Fort Leaven Worth. Mata kuliah: kerdjasama antara angkatan darat dan angkatan udara. Djuga pada kursus jang diikuti oleh peserta2 dari berbagai negara ini, Yani lulus dengan nilai terbaik. Sesudah itu meneruskan kursus itu di Inggris. Sepulangnja ditanahair, ia menjadi Assisten II Kepala Staf Angkatan Darat. Matjam2 djenis orang2 berbakat. Ada jang mempunjai tenaga kerdja luarbiasa, sehari dapat bekerdja 16 djam setjara non-stop, tapi madjunja lamban. Kadang2 dengan susah-pajah harus mengerahkan Segala enersi dan daja-pikirnja untuk mengatasi persoalan2 jang dihadapinja. Namun tekun dan tabah, hingga achirnja tertjapai djuga hasil2 jang mengagumkan. Tapi disamping itu ada pula orang berbakat type lain. Ia mempunjai kemampuan untuk memetjahkan problim2 jang paling sulit, seolah-olah dengan tjara "seenaknja" sadja. Ketjerdasan pandangan , dan pengamatannja seketika menangkap inti persoalan dan sekaligus menemukan pemetjahannja. Putusan serba tjepat tepat, tjermat dan seolah-olah "sambil bermain-main" sadja. Mereka disebut orang jg. "briliant" - tjemerlang dan mereka itu djarang ditemukan. Baca artikel selengkapnya di sini https://intisari.grid.id/read/034288589/kenang-kenangan-tentang-jenderal-ahmad-yani-di-ruang-kerja-dan-di-medan-pertempuran #ahmadyani #achmadyani #tentara #tniad

 Kenang-kenangan tentang Jenderal Ahmad Yani: di Ruang Kerja dan di Medan Pertempuran



Dalam rangka HUT ke-62 Intisari (17 Agustus 2025), kami menurunkan salah satu tulisan terbaik yang pernah tayang di Majalah Intisari sejak pertama berdiri pada 17 Agustus 1963. Termasuk tulisan di bawah ini. Bagi Anda yang mengikuti Intisari sejak awal, anggaplah juga membuka kembali kenangan akan sajian terdahulu majalah ini. Selamat membaca.


Judul asli: "Kenang2an tentang: Djendral Achmad Yani Diruang Kerja dan Dimedan Pertempuran"


Artikel ini dimuat pada Desember 1965 dan akan kami sajikan dengan gaya dan tata bahasa zaman itu. Utuh -- meski ada sedikit editing untuk penyesuaian.


======


Peristiwa dibawah ini terdjadi 8 bulan jang lalu. Waktu itu Djendral Yani mau mengadakan inspeksi ke Jogjakarta. Menurut rentjana kapal-terbang akan berangkat dari Kemajoran djam 2 siang. Tapi telah lewat pukul 2 awak-pesawat belum djuga lengkap. Baru ada satu penerbang jaitu kapten pilot Rustamadji dan seorang tehnikus sedangkan pilot pembantu dan navigator belum datang. Mengadakan penerbangan tanpa navigator dan co-pilot tentulah amat berbahaja. Tapi Pak Yani tetap berpegang pada rentjana semula agar datang di Jogjakarta tepat pada waktunja.


Maka Pak Yani berkata pada kapten Rustamadji: "Bagaimana, berani berangkat sekarang djuga?" Didjawab: Sanggup. Tatapan Pak Yani dan kepradiannja jang tenang, penuh kepertjajaan, ketegasan dan optimisme berdjangkit pada seluruh rombongan jang tadinja merasa takut dan was-was. Kapal-terbang djadi berangkat dengan awak pesawat jang tidak lengkap. Salah seorang adjudan Pak Yani duduk dicockpit untuk sekedar menolong kapten pilot - sekedar, sebab sang adjudan samasekali tak tahu menahu tentang soal penerbangan dan hanja sekedar melakukan hal ketjil2 atas instruksi kapten pilot. "Petualangan" ini berhasil baik. Kapalterbang mendarat dengan selamat dilapangan terbang Adisutjipto.


Tegas, tenang, penuh kepertjajaan-diri dan optimisme jang menular keseluruh staf dan anakbuahnja - itulah antara lain sifat2 Pak Yani jang sangat mengesan pada rekan2 dan bawahannja. Salah seorang bekas adjudan Pak Yani bertjerita: "Entah bagaimana, saja merasa penuh gairah kerdja sedjak saja dekat dengan Pak Yani. Instruksi beliau djelas, tegas dan hanja diberikan dalam garis2 besarnja sadja. Selebihnja diserahkan penuh kepada inisiatip dan pemikiran saja. Saja merasa mendapat kepertjajaan penuh dan karenanja selalu berusaha untuk tidak mengetjewakan harapannja."


Bekas adjudan menambahkan, ketika untuk pertama kali berkenalan dengan Pak Yani kira2 6 tahun jang lalu, ia hanya seorang "krotjo" – seorang kapten jang selamanja berada dimedan pertempuran, tak tahu menahu tentang seluk-beluk pekerdjaan staf dengan segala urusan, perentjanaan dan administrasinja. "Dalam waktu singkat saja merasa didjadikan ‘orang’ oleh Pak Yani," tambahnja.


Tegas, tjepat dan tepat mengambil keputusan, kpertjajaandiri jang penuh optimisnie - sifat2 itu pulalah jang merupakan kuntji ketjemerlangan Pak Yani dimedan pertempuran. Berada dibawah komandonja para anakbuah merasa aman dan kuat. Pandangan atas pertempuran jang dihadapi, mendjadi tjerah sekalipun perlengkapan dan persendjataan tak memadai. Misalnja ketika ia sebagai letkol komandan Brigade Magelang memimpin operasi menumpas pengatjauan jang dilakukan oleh "Angkatan Ummat Islam" (AUI) disekitar Magelang, jaitu pada tahun 1950-an.


Pada suatu hari ia menerima kabar bahwa gerakan AUI sedang mengganas didaerah Kebumen. Dengan segera ia memutuskan berangkat ketempat jang genting itu. Hanja naik jeep dengan kawalan satu kendaraan "Bren Carrier". Lewat Kutoardjo djalanan sepi. Seorang pembantu letnan merasa takut "Bagaimana Pak, ini sangat gawat!" Dengan tenang letkol Yani mendjawab "Tidak apa2. Terus sadja!"


Konvooi ketjil djalan terus. Mendekati sebuah djembatan. Tiba2 terdengar tembakan gentjar. Ternjata dari seberang djembatan tersebut. Si pembantu letnan bertanja: "Bagaimana Pak, serang sadja?". "Ja,” djawab Pak Yani, “terus serang". Yani langsung memimpin "pasukan"nja. Bren Carrier naik tanggul untuk mengambil posisi jang baik. Dan Yani dengan beberapa gelintir anakbuahnja berhasil mengotjarngatjirkan lawan jang berkekuatan lk 100 orang.


Hal jang sama terdjadi di Pingit diperbatasan antara Semarang dan Kedu pada djaman clash I th. 1947. Ketika itu Major Yani bersama anak-buah, antara lain Sarwo Eddy (kini komandan "matjan" RPKAD) dan Surachmad, dengan perlengkapan sederhana berhasil membujarkan serangan kilat pasukan Belanda jang datang menjerbu lengkap dengan kendaraan2 berlapis badja.


Masih banjak tjontoh2 sematjam itu. Misalnja ketika Yani - di djaman Djepang Shodantjo - melutjuti pasukan Djendral Nakamura di Magelang. Atau lagi ketika pada achir th. 1945 ia menghadjar pasukan Gurkha alat Nica, di Magelang, jang ia kedjar sampai Ambarawa.


Perlengkapan militer Gurkha ini berhasil ia rampas seluruhnja di Magelang, hingga setelah itu persendjataan bataljon Yani jang terbaik diantara pasukan2 lainnja. Pada djaman clash II "Wehrkreise hitam" (lingkungan militer hitam) dibawah Yani sangat ditakuti oleh Belanda.


Bakat2 kemiliteran dan kepemimpinan Yani rupanja sudah nampak ketika ia masih pemuda umur 19-an tahun. Waktu itu djaman pendudukan Djepang. Datang perintah kepada Kotapradja2 untuk mengirimkan tjalon2 jang akan dididik mendjadi Tjuyaku (djurubahasa). Pemuda Yani dikirim oleh Kotapradja Purworedjo (tempat kelahirannja) untuk mendjalani didikan tersebut. Pilihan ini tidak tanpa alasan. Latarbelakang pendidikan Yani tjukup luas untuk mendjadi djurubahasa. Ia telah mendjalani HIS, MULO dan AMS B pada djaman Belanda.


Tapi seorang opsir Djepang bernama Obata jang mengenal Yani dari dekat, berpendapat lain. Ia sarankan kepada Yani agar mengikuti pendidikan Rensitai di Magelang, jaitu untuk mendjadi opsir Djepang. Spontah Yani menerima andjuran ini.


Pengamatan Obata ternjata tadjam. Dipendidikan Rensitai Yani lulus nomer satu. Karenanja langsung dikirim ke Bogor untuk mengikuti pendidikan Shodantjo. Djuga disini hasilnja gemilahg: lulus sangat luarbiasa hingga diberi tanda penghargaan berupa pedang Samurai dengan bentuk chusus. Praktek2 dimedan pertempuran - baik pada awal kemerdekaan maupun pada djaman clash dan sesudahnja - berkali-kali memperlihatkan ketjakapan Yani sebagai pemimpin.


Th. 1955 dikirim oleh Departemen Angkatan Darat ke Amerika untuk mendjalani "Command and General Staff College" Fort Leaven Worth. Mata kuliah: kerdjasama antara angkatan darat dan angkatan udara. Djuga pada kursus jang diikuti oleh peserta2 dari berbagai negara ini, Yani lulus dengan nilai terbaik. Sesudah itu meneruskan kursus itu di Inggris. Sepulangnja ditanahair, ia menjadi Assisten II Kepala Staf Angkatan Darat.


Matjam2 djenis orang2 berbakat. Ada jang mempunjai tenaga kerdja luarbiasa, sehari dapat bekerdja 16 djam setjara non-stop, tapi madjunja lamban. Kadang2 dengan susah-pajah harus mengerahkan Segala enersi dan daja-pikirnja untuk mengatasi persoalan2 jang dihadapinja. Namun tekun dan tabah, hingga achirnja tertjapai djuga hasil2 jang mengagumkan. Tapi disamping itu ada pula orang berbakat type lain. Ia mempunjai kemampuan untuk memetjahkan problim2 jang paling sulit, seolah-olah dengan tjara "seenaknja" sadja. Ketjerdasan pandangan , dan pengamatannja seketika menangkap inti persoalan dan sekaligus menemukan pemetjahannja. Putusan serba tjepat tepat, tjermat dan seolah-olah "sambil bermain-main" sadja. Mereka disebut orang jg. "briliant" - tjemerlang dan mereka itu djarang ditemukan.


Baca artikel selengkapnya di sini https://intisari.grid.id/read/034288589/kenang-kenangan-tentang-jenderal-ahmad-yani-di-ruang-kerja-dan-di-medan-pertempuran


#ahmadyani #achmadyani #tentara #tniad

No comments:

Post a Comment