06 August 2025

Santapan Perang Jawa Pada 1833 F.V.A. De Stuers menerbitkan peta pergerakan terakhir laskar Dipanagara di Yogyakarta. Judulnya, "Esquisse d'un partie du terrain de Mataram, indiquant les mouvements rapides qui fit Diepo Negoro". Peta itu menunjukkan lintasan pergerakan cepat laskar Dipanagara dengan kekuatan sekitar 800 orang di Tanah Mataram selama Agustus 1829. Tujuh pasukan gerak cepat Belanda melakukan pengejaran tiada henti. Setidaknya terjadi 12 kali pertempuran di Yogyakarta dalam bulan itu. Keterangan pada peta menyebutkan bahwa kadang Dipanagara dan laskarnya melakukan manuver hingga sekitar 65 kilometer, tanpa makanan selain buah-buahan dan umbi-umbian—dalam peta disebutkan akar-akaran. Perang Jawa tidak melulu soal senjata tetapi juga ketahanan pangan bagi orang Jawa. Bagaimana mereka mengenal lingkungan hutan dan memanfaatkannya sebagai pangan. Saleh As'ad Djamhari, pakar sejarah militer dalam Perang Jawa, pernah berkata kepada saya bahwa perang ini telah membuktikan ketangguhan orang Jawa dalam bertahan hidup. Santapan mereka adalah "jadah (penganan dari ketan), umbi-umbian, labu-labuan, buah, dan ikan asin." Keladi—atau Colocasia esculenta L.—adalah bagian ketahanan pangan dari umbi-umbian. Orang Jawa menyebutnya tales atau janawari. Pun, para serdadu Hindia Timur juga wajib menanam umbi-umbian di desa taklukan. Apakah cocok di lidah mereka? Tentu saja karena sebagian besar serdadu itu dari Jawa dan penjuru Nusantara—seperti Hulptroepen atau laskar tulungan. Mari menyantap keladi supaya kian tua kian ngadi-ngadi.

 Santapan Perang Jawa


Pada 1833 F.V.A. De Stuers menerbitkan peta pergerakan terakhir laskar Dipanagara di Yogyakarta. Judulnya, "Esquisse d'un partie du terrain de Mataram, indiquant les mouvements rapides qui fit Diepo Negoro".



Peta itu menunjukkan lintasan pergerakan cepat laskar Dipanagara dengan kekuatan sekitar 800 orang di Tanah Mataram selama Agustus 1829. Tujuh pasukan gerak cepat Belanda melakukan pengejaran tiada henti. Setidaknya terjadi 12 kali pertempuran di Yogyakarta dalam bulan itu. 


Keterangan pada peta menyebutkan bahwa kadang Dipanagara dan laskarnya melakukan manuver hingga sekitar 65 kilometer, tanpa makanan selain buah-buahan dan umbi-umbian—dalam peta disebutkan akar-akaran.


Perang Jawa tidak melulu soal senjata tetapi juga ketahanan pangan bagi orang Jawa. Bagaimana mereka mengenal lingkungan hutan dan memanfaatkannya sebagai pangan.


Saleh As'ad Djamhari, pakar sejarah militer dalam Perang Jawa, pernah berkata kepada saya bahwa perang ini telah membuktikan ketangguhan orang Jawa dalam bertahan hidup. Santapan mereka adalah "jadah (penganan dari ketan), umbi-umbian, labu-labuan, buah, dan ikan asin."


Keladi—atau Colocasia esculenta L.—adalah bagian ketahanan pangan dari umbi-umbian. Orang Jawa menyebutnya tales atau janawari. Pun, para serdadu Hindia Timur juga wajib menanam umbi-umbian di desa taklukan. 


Apakah cocok di lidah mereka? Tentu saja karena sebagian besar serdadu itu dari Jawa dan penjuru Nusantara—seperti Hulptroepen atau laskar tulungan. 


Mari menyantap keladi supaya kian tua kian ngadi-ngadi.

Sumber : Mahandis Yoanata Thamrin

No comments:

Post a Comment