W.S. Rendra, atau Willibrordus Surendra Broto Rendra, lahir di Solo pada 7 November 1935. Ia dikenal sebagai penyair, dramawan, dan budayawan besar Indonesia yang karya-karyanya menggugah kesadaran sosial. Sejak muda, Rendra sudah menunjukkan kecintaan pada sastra dan teater. Ia belajar di Universitas Gadjah Mada dan sempat memperdalam teater di Amerika Serikat. Namun bukan hanya panggung yang memanggilnya—ia sadar, bahwa kata-kata bisa jadi alat pembebasan, bukan sekadar hiburan.
Pada era Orde Baru, Rendra menjadi suara alternatif di tengah kesunyian nasional. Ia menulis dan membaca puisi dengan semangat yang membakar. Dalam "Puisi-Puisi Pamflet", ia menggugat ketimpangan, korupsi, dan ketidakadilan. Aksinya bukan hanya lewat pena, tapi juga di panggung Teater Bengkel, yang ia dirikan di Yogyakarta. Di sana, ia menciptakan pertunjukan teater yang penuh semangat rakyat, kadang tanpa naskah, tapi penuh isi. Karena keberaniannya bersuara, ia kerap dilarang tampil, diintimidasi, bahkan dipenjara. Tapi ia tak pernah berhenti.
Rendra percaya bahwa seni bukan untuk memanjakan elite, melainkan untuk menggugah nurani rakyat. Ia menyebut dirinya sebagai "burung merak", bukan karena ia suka pamer, tapi karena ia ingin tampil penuh warna di tengah masyarakat yang dibungkam. Lewat puisinya, Rendra mengajak bangsa ini untuk berpikir, merasa, dan bergerak. Hingga akhir hayatnya di tahun 2009, ia tetap menjadi simbol kesenian yang berpihak, penyair yang tak hanya berkata indah, tapi juga berani berkata benar.
No comments:
Post a Comment