Namanya tak tersohor layaknya Sang Raja Hayam Wuruk, maupun Mahapatih Gajah Mada. Tetapi, Mpu Prapanca memiliki peran penting dalam perjalanan Kerajaan Majapahit, hingga akhirnya kisah kerajaan terbesar di Nusantara itu, terabadikan lewat karya sastranya. Kitab Negarakertagama, yang memuat catatan tentang Majapahit, menjadi salah satu karya Mpu Prapanca yang termasyhur hingga kini. Bahkan, selalu menjadi referensi untuk mempelajari tentang peradaban di masa lalu
Karya-karya sastranya, mencatat segala bentuk lika-liku kehidupan di masa Kerajaan Majapahit. Sejatinya ia bukanlah merupakan sastrawan tulen, melainkan juga sebagai pendeta agama Buddha. Dikisahkan dalam buku "Menuju Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit " karya Slamet Muljana, Prapanca adalah sosok pembesar agama Buddha di Kerajaan Majapahit, pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanagara tahun 1365 Masehi.
Dikisahkan dalam buku "Menuju Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit " karya Slamet Muljana, Prapanca adalah sosok pembesar agama Buddha di Kerajaan Majapahi, pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanagara tahun 1365 Masehi. Namun di balik kegemilangan karyanya, Prapanca adalah sosok yang dikisahkan kesepian sepeninggal dari istana dan kota. Ia hidup canggung di sebuah dusun dan kerap merasa sedih. Konon teman-temannya dahulu melupakannya, dan tidak pernah mengunjunginya. Prapanca merasa rugi, bahwa ia tidak dapat mendengar kata-kata dari baginda raja Majapahit. Dikisahkan ia menolak tinggal di kota dan justru meninggalkannya untuk hidup di dusun, lantaran adanya hinaan kaum bangsawan.
Hinaan yang dimaksud adalah fitnah dari kaum bangsawan yang menimpanya. Fitnah itu membuatnya harus keluar dari istana, padahal sebelumnya menjadi pembesar agama Buddha di Kerajaan Majapahit. Fitnah dari kaum bangsawan ini, didengar oleh Raja Majapahit yang berakibat pemecatan sebagai kepala urusan agama Budha di Keraton Majapahit. Namun belum diketahui siapa yang memfitnah Prapanca. Prapanca memilih untuk tinggal di dusun dan merasa kesepian. Hal ini diperparah dengan ketiadaan teman-temannya yang sama sekali tidak menjenguknya. Alhasil Prapanca memilih untuk bertapa menurut ajaran sang Buddha. Ia masuk ke dalam hutan untuk bertapa di lereng gunung.
No comments:
Post a Comment