12 July 2025

"Namaku Tarmi. Aku lahir di Jagapura. Tapi tanah tempatku mati ada jauh di seberang lautan" Dalam gelombang senyap sejarah, nama ini nyaris hilang: Bok (Mbok) Tarmi — perempuan muda dari Desa Jagapura, kaki kecilnya pernah menapak tanah sawah, hatinya pernah belajar sabar di bawah langit Brebes yang panas. Ia muslimah sederhana, memiliki tinggi tubuh hanya 152 cm, dan pipinya ditandai noda pigmentasi yang tak bisa disembunyikan—tapi justru itulah yang membuatnya diingat dalam catatan lama. Pada 5 Mei 1925, Di usia 26 tahun, ia berdiri di Pelabuhan Tandjoeng Priok, menatap lautan yang tidak ia kenal, tapi yang akan mencuri seluruh hidupnya. Ia menumpang kapal uap SS Blitar, menuju negeri jauh bernama Suriname, atas nama kontrak kerja. Ia bukan pelancong. Ia bukan pedagang. Ia adalah buruh kontrak untuk pemerintah kolonial Belanda. --- Bukan Kisah Tentang Harta, Tapi Tentang Air Mata Kontraknya dimulai pada 17 Juni 1925 dan dijadwalkan berakhir 17 Juni 1930. Tempat tujuannya adalah Perkebunan La Ressource di wilayah Paramaribo. Ia dipekerjakan oleh Kersten, C & C, Bukan karena keahlian, tapi karena kemiskinan. Ia membawa agama, nama ayahnya, dan satu-satunya harta yang tak bisa dirampas siapa pun: kerinduan akan rumah. Namun setelah kontrak berakhir, Mbok Tarmi tidak pulang. Ia menerima uang premi pengganti tiket pulang pada 7 Desember 1936, Tapi tak pernah menggunakan uang itu untuk membeli tiket pulang ke Jagapura --- Ia Menjadi Ibu di Negeri Orang Di tanah asing, ia membangun hidup baru. Ia melahirkan tiga anak. 1. Tarsi Lahir: 10 Juni 1929 Anak dari Bok Tarmi dan Talip (YY546) 2. Karmi Lahir: 3 November 1933, di Ornamibo 3. Hariette Sainem Lahir: 15 Desember 1934, di Boxel Ia menjadi ibu. Ia menjadi akar baru dari pohon Jawa yang tumbuh di tanah Karibia. --- Ia Tak Pernah Pulang. Tapi Ia Tak Pernah Hilang. Namanya tetap tercatat: Tanggal Verifikasi : 27 Maret 1931 Kontrak Nomor: AC72 Pekalongan, Departemen Brebes, Distrik Tandjung (Belum masuk Kecamatan Kersana) Desa Djagapoera Perjalanan tanpa pulang, tanpa tanda pusara. Ia mungkin wafat di Suriname. Tapi tanah kelahirannya adalah Jagapura, dan Jagapura berhak tahu bahwa salah satu putrinya pernah menjadi pejuang dalam diam Bok Tarmi bukan hanya bagian dari sejarah Jawa di Suriname. Ia adalah darah dari Jagapura, Brebes yang tumpah di bumi asing. Ia adalah cermin dari ribuan perempuan Jawa yang dipaksa memilih antara hidup dan kehilangan. Source : Ga Het National Archieve (Gahetna.com) Website Arsip Nasional Belanda dengan revisi narasi oleh Karmin

 "Namaku Tarmi. Aku lahir di Jagapura. Tapi tanah tempatku mati ada jauh di seberang lautan"



Dalam gelombang senyap sejarah, nama ini nyaris hilang:

Bok (Mbok) Tarmi — perempuan muda dari Desa Jagapura, kaki kecilnya pernah menapak tanah sawah, hatinya pernah belajar sabar di bawah langit Brebes yang panas. Ia muslimah sederhana, memiliki tinggi tubuh hanya 152 cm, dan pipinya ditandai noda pigmentasi yang tak bisa disembunyikan—tapi justru itulah yang membuatnya diingat dalam catatan lama.


Pada 5 Mei 1925, Di usia 26 tahun, ia berdiri di Pelabuhan Tandjoeng Priok, menatap lautan yang tidak ia kenal, tapi yang akan mencuri seluruh hidupnya.


Ia menumpang kapal uap SS Blitar, menuju negeri jauh bernama Suriname, atas nama kontrak kerja.

Ia bukan pelancong. Ia bukan pedagang. Ia adalah buruh kontrak untuk pemerintah kolonial Belanda.


---


Bukan Kisah Tentang Harta, Tapi Tentang Air Mata


Kontraknya dimulai pada 17 Juni 1925 dan dijadwalkan berakhir 17 Juni 1930.

Tempat tujuannya adalah Perkebunan La Ressource di wilayah Paramaribo.

Ia dipekerjakan oleh Kersten, C & C, Bukan karena keahlian, tapi karena kemiskinan.

Ia membawa agama, nama ayahnya, dan satu-satunya harta yang tak bisa dirampas siapa pun: kerinduan akan rumah.


Namun setelah kontrak berakhir, Mbok Tarmi tidak pulang.

Ia menerima uang premi pengganti tiket pulang pada 7 Desember 1936, Tapi tak pernah menggunakan uang itu untuk membeli tiket pulang ke Jagapura


---


Ia Menjadi Ibu di Negeri Orang


Di tanah asing, ia membangun hidup baru.

Ia melahirkan tiga anak.


1. Tarsi

Lahir: 10 Juni 1929

Anak dari Bok Tarmi dan Talip (YY546)


2. Karmi

Lahir: 3 November 1933, di Ornamibo


3. Hariette Sainem

Lahir: 15 Desember 1934, di Boxel


Ia menjadi ibu. Ia menjadi akar baru dari pohon Jawa yang tumbuh di tanah Karibia.


---


Ia Tak Pernah Pulang. Tapi Ia Tak Pernah Hilang.


Namanya tetap tercatat:

Tanggal Verifikasi : 27 Maret 1931

Kontrak Nomor: AC72

Pekalongan, Departemen Brebes, Distrik Tandjung (Belum masuk Kecamatan Kersana) Desa Djagapoera


Perjalanan tanpa pulang, tanpa tanda pusara.

Ia mungkin wafat di Suriname.

Tapi tanah kelahirannya adalah Jagapura, dan Jagapura berhak tahu bahwa salah satu putrinya pernah menjadi pejuang dalam diam


Bok Tarmi bukan hanya bagian dari sejarah Jawa di Suriname.

Ia adalah darah dari Jagapura, Brebes yang tumpah di bumi asing.

Ia adalah cermin dari ribuan perempuan Jawa yang dipaksa memilih antara hidup dan kehilangan.


Source : Ga Het National Archieve (Gahetna.com)

Website Arsip Nasional Belanda dengan revisi narasi oleh Karmin

No comments:

Post a Comment