23 July 2025

Akhir Sang Pendiri, Kematian Raden Wijaya Di puncak kejayaan Majapahit yang baru saja berdiri, seorang raja duduk termenung di dalam pendapa istana yang megah namun masih bersahaja. Raden Wijaya, atau kini dikenal sebagai Sri Kertarajasa Jayawardhana, menatap langit pagi yang perlahan memudar warnanya. Usianya belum tua, tapi tubuhnya mulai lelah. Bukan karena usia melainkan karena beban sejarah yang begitu berat ia pikul. Dialah pendiri kerajaan. Dialah pemegang nyala api dari puing-puing Singhasari. Dengan strategi, keberanian, dan sedikit tipu daya, ia berhasil membangun sebuah kerajaan yang akan dikenang berabad-abad. Namun ada hal yang tak bisa ia kalahkan: waktu. Tanda-Tanda Kelelahan Beberapa tahun setelah pengusiran pasukan Mongol dan konsolidasi kekuasaan Majapahit, Raden Wijaya mulai sering jatuh sakit. Tubuhnya terasa berat, dan kadang pikirannya melayang ke masa lalu: pengkhianatan, pelarian, pertempuran, hingga kemenangan. Pada malam-malam tertentu, ia sering duduk sendirian di taman istana, memandangi langit dan mengingat wajah-wajah yang telah gugur terutama Lembu Tal dan Arya Wiraraja, para tokoh yang membantunya hingga mencapai takhta. “Aku telah membangun kerajaan ini,” bisiknya pada angin malam. “Tapi apakah cucuku akan melihatnya tetap berdiri?” Kematian Sang Raja Tahun 1309, penyakit yang lama menggerogoti tubuh Raden Wijaya akhirnya tak dapat ditahan. Dalam kondisi lemah, ia memanggil para pembesar istana, termasuk Gajah Mada yang saat itu masih muda, dan para istri-istrinya dari darah kerajaan. Ia menyerahkan takhta kepada putranya, Jayanegara, dengan satu pesan: “Majapahit ini dibangun bukan hanya dengan pedang, tapi dengan kebijaksanaan. Jangan biarkan darah menjadi fondasi masa depan.” Diiringi lantunan doa dan tangisan pelayan istana, Raden Wijaya menghembuskan napas terakhirnya. Tak ada dentuman perang. Tak ada panik. Hanya keheningan agung menyelimuti keraton, seolah seluruh tanah Jawa tahu bahwa sang pendiri telah pergi. Epilog Jenazahnya dibakar dalam upacara Sraddha, dan arwahnya dipercaya menyatu dengan Dewa Wisnu, diabadikan dalam candi sebagai Harihara penggabungan antara Siwa dan Wisnu. Raden Wijaya tiada, namun warisannya hidup ratusan tahun setelahnya. Dan dari keheningan makamnya, Majapahit terus berkembang menjadi kerajaan terbesar di Nusantara. #kerajaan #radenwijaya #jawa #majapahit #viral #fyp

 Akhir Sang Pendiri, Kematian Raden Wijaya



Di puncak kejayaan Majapahit yang baru saja berdiri, seorang raja duduk termenung di dalam pendapa istana yang megah namun masih bersahaja. Raden Wijaya, atau kini dikenal sebagai Sri Kertarajasa Jayawardhana, menatap langit pagi yang perlahan memudar warnanya. Usianya belum tua, tapi tubuhnya mulai lelah. Bukan karena usia melainkan karena beban sejarah yang begitu berat ia pikul.




Dialah pendiri kerajaan. Dialah pemegang nyala api dari puing-puing Singhasari. Dengan strategi, keberanian, dan sedikit tipu daya, ia berhasil membangun sebuah kerajaan yang akan dikenang berabad-abad.


Namun ada hal yang tak bisa ia kalahkan: waktu.


Tanda-Tanda Kelelahan

Beberapa tahun setelah pengusiran pasukan Mongol dan konsolidasi kekuasaan Majapahit, Raden Wijaya mulai sering jatuh sakit. Tubuhnya terasa berat, dan kadang pikirannya melayang ke masa lalu: pengkhianatan, pelarian, pertempuran, hingga kemenangan.


Pada malam-malam tertentu, ia sering duduk sendirian di taman istana, memandangi langit dan mengingat wajah-wajah yang telah gugur terutama Lembu Tal dan Arya Wiraraja, para tokoh yang membantunya hingga mencapai takhta.


“Aku telah membangun kerajaan ini,” bisiknya pada angin malam. “Tapi apakah cucuku akan melihatnya tetap berdiri?”


Kematian Sang Raja


Tahun 1309, penyakit yang lama menggerogoti tubuh Raden Wijaya akhirnya tak dapat ditahan. Dalam kondisi lemah, ia memanggil para pembesar istana, termasuk Gajah Mada yang saat itu masih muda, dan para istri-istrinya dari darah kerajaan.


Ia menyerahkan takhta kepada putranya, Jayanegara, dengan satu pesan:


“Majapahit ini dibangun bukan hanya dengan pedang, tapi dengan kebijaksanaan. Jangan biarkan darah menjadi fondasi masa depan.”


Diiringi lantunan doa dan tangisan pelayan istana, Raden Wijaya menghembuskan napas terakhirnya. Tak ada dentuman perang. Tak ada panik. Hanya keheningan agung menyelimuti keraton, seolah seluruh tanah Jawa tahu bahwa sang pendiri telah pergi.


Epilog


Jenazahnya dibakar dalam upacara Sraddha, dan arwahnya dipercaya menyatu dengan Dewa Wisnu, diabadikan dalam candi sebagai Harihara penggabungan antara Siwa dan Wisnu.


Raden Wijaya tiada, namun warisannya hidup ratusan tahun setelahnya. Dan dari keheningan makamnya, Majapahit terus berkembang menjadi kerajaan terbesar di Nusantara.


#kerajaan #radenwijaya #jawa #majapahit #viral #fyp


No comments:

Post a Comment