31 July 2025

Ketika 2 Sosok Pangeran Mataram Islam Paling Berani Memberontak Rajanya Sendiri Mataram Islam pernah berada dalam fase paling gonjang-ganjing. Itu terjadi ketika dua pangerannya yang paling berani, Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyaa dan Pangeran Mangkubumi, melawan rajanya sendiri, Pakubuwono III. Fase itu dikenal sebagai Perang Suksesi Jawa III, dari tahun 1740 hingga 1755. Perang Suksesi Jawa III diakhiri dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti, yang memecah Mataram Islam jadi dua: Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Munculnya Perjanjian Giyanti dipicu adanya suksesi Kerajaan Mataram yang mendapat campur tangan licik VOC. Suksesi yang berujung ricuh itu melibatkan tiga calon pewaris Mataram Islam: Pangeran Prabasuyasa (Pakubuwana II), Pangeran Mangkubumi, dan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa. Pakubuwana II dan Pangeran Mangkubumi adalah kakak-beradik, sama-sama putra dari Amangkurat IV, penguasa Mataram periode 1719-1726. Sementara Raden Mas Said adalah putra Pangeran Arya Mangkunegara, Arya Mangkunegara adalah putra sulung Amangkurat IV. Arya Mangkunegara yang seharusnya meneruskan tahta Amangkurat IV justru diasingkan ke Sri Lanka. Raden Mas Said juga mengklaim berhak dengan tahta Mataram sebagai salah satu cucu Amangkurat IV, atau keponakan Pakubuwana II dan Pangeran Mangkubumi. Namun dalam perjalanannya VOC justru menaikkan Pangeran Prabasuyasa atau Pakubuwana II sebagai raja. Susuhunan Pakubuwana II (1745-1749) kemudian memindahkan istana dari Kartasura ke Surakarta dan berdirilah Kasunanan Surakarta. Naiknya Pakubuwono II yang didukung VOC mendapat perlawanan dari Pangeran Mangkubumi yang berkoalisi dengan Pangeran Sambernyawa. Persekutuan itu semakin diperkuat dengan menikahnya Pangeran Sambernyawa dengan putri Mangkubumi. Perlawanan Mangkubumi dan Sambernyawa melalu perang gerilya di sejumlah wilayah Jawa merepotkan Pakubuwono II dan VOC. Situasi semakin memanas ketika Pakubuwono II meninggal dunia pada 20 Desember 1749. Pangeran Mangkubumi gerak cepat dengan mengklaim takhta Mataram Islam. Tapi klaim itu tak mendapatkan restu dari VOC yang lebih memilih putra Pakubuwono II, Raden Mas Soejadi, menjadi penguasa Mataram bergelar Pakubuwono III. Sementara itu, untuk melemahkan pemberontakan, VOC kemudian memisahkan Pangeran Mangkubumi dengan Pangeran Sambernyawa. Taktik itu berhasil, Pangeran Sambernyawa akhirnya menghentikan kerja sama dengan Mangkubumi pada 1752. Dia memilih untuk berjuang sendirian. VOC juga merayu Mangkubumi untuk berunding usai pecah kongsi dengan Sambernyawa. Dalam bujuk rayu itu, VOC berjanji akan memberikan sebagian kekuasatan Mataram Islam kepada Mangkubumi. Menurut dokumen register harian milik N Harting, Gubernur VOC untuk Jawa bagian utara itu berangkat menuju Semarang pada 10 September 1754 untuk menemui Pangeran Mangkubumi. Pertemuan khusus tersebut dihadiri oleh Pangeran Mangkubumi, Pangeran Notokusumo dan Tumenggung Rangga. Sementara, Harting didampingi oleh Breton, Kapten Donkel dan Fockens. Pada 22-23 September 1754, perundingan pertama digelar oleh VOC dengan mengundang Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi dalam satu perundingan. Perundingan itu membahas pembagian wilayah, gelar yang akan digunakan, hingga terkait kerja sama dengan VOC. Pada 13 Februari 1755, perundingan mencapai kata sepakat dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti. Berikut 9 poin perjanjian Giyanti: - Pangeran Mangkubumi diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah dengan separuh dari kerajaan Mataram. Hak kekuasan diwariskan secara turun-temurun. - Akan senantiasa diusahakan adanya kerja sama antara rakyat yang berada di bawah kekuasaan VOC dengan rakyat kesultanan. - Sebelum Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melakukan sumpah setia pada VOC di tangan gubernur. - Pepatih Dalem adalah pemegang kekuasaan eksekutif sehari-hari dengan persetujuan dari residen atau gubernur. - Sri Sultan tidak akan mengangkat atau memberhentikan Pepatih Dalem dan Bupati sebelum mendapatkan persetujuan dari VOC. - Sri Sultan akan mengampuni Bupati yang memihak VOC dalam peperangan. - Sri Sultan tidak akan menuntut haknya atas Pulau Madura dan daerah-daerah pesisiran yang telah diserahkan oleh Sri Sunan Pakubuwana II kepada VOC dalam kontraknya tertanggal 18 Mei 1746. Sebaliknya, VOC akan memberi ganti rugi kepada Sri Sultan sebesar 10.000 real tiap tahunnya. - Sri Sultan akan memberi bantuan kepada Sri Sunan Pakubuwana III sewaktu-waktu jika diperlukan. Sri Sultan berjanji akan menjual bahan-bahan makanan dengan harga tertentu kepada VOC. - Sultan berjanji akan menaati segala macam perjanjian yang pernah diadakan antara penguasa Mataram terdahulu dengan VOC, khususnya perjanjian-perjanjian yang dilakukan pada tahun 1705, 1733, 1743, 1746, dan 1749. Perjanjian ini dari ditandatangani oleh N. Hartingh, W. H. Van Ossenberch, J. J. Steenmulder, C. Donkel, dan W. Fockens. Dampak Perjanjian Giyanti adalah mengakiri Dinasti Mataram Islam sebagai kerajaan independen. Kerajaan Mataram Islam terpecah menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat. Kasunanan Surakarta tetap dipimpin oleh Pakubuwono III, sedangkan Kesultanan Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I. Dampak Perjanjian Giyanti juga membuat peradaban Kebudayaan Jawa terpecah menjadi dua dengan terpusat di Surakarta dan Yogyakarata. Perjanjian Giyanti membagi wilayah kedua kerajaan tersebut dengan dibatasi oleh Kali Opak. Sebelah timur Kali Opak menjadi wilayah kekuasaan Surakarta, sementara sebelah barat Kali Opak merupakan wilayah Yogyakarta. Dalam perjalanannya, Trah Mataram Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta akan terpecah kembali dengan lahirnya Kadipaten Mangkunagaran dan Kadipaten Paku Alaman. Itulah sejarah Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang memecah Kerajaan Mataram Islam menjadi Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta. * Abror Subhi Dari berbagai sumber

 Ketika 2 Sosok Pangeran Mataram Islam Paling Berani Memberontak Rajanya Sendiri

Mataram Islam pernah berada dalam fase paling gonjang-ganjing. Itu terjadi ketika dua pangerannya yang paling berani, Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyaa dan Pangeran Mangkubumi, melawan rajanya sendiri, Pakubuwono III. Fase itu dikenal sebagai Perang Suksesi Jawa III, dari tahun 1740 hingga 1755.



Perang Suksesi Jawa III diakhiri dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti, yang memecah Mataram Islam jadi dua: Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Munculnya Perjanjian Giyanti dipicu adanya suksesi Kerajaan Mataram yang mendapat campur tangan licik VOC.

Suksesi yang berujung ricuh itu melibatkan tiga calon pewaris Mataram Islam: Pangeran Prabasuyasa (Pakubuwana II), Pangeran Mangkubumi, dan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa.


Pakubuwana II dan Pangeran Mangkubumi adalah kakak-beradik, sama-sama putra dari Amangkurat IV, penguasa Mataram periode 1719-1726. Sementara Raden Mas Said adalah putra Pangeran Arya Mangkunegara, Arya Mangkunegara adalah putra sulung Amangkurat IV. Arya Mangkunegara yang seharusnya meneruskan tahta Amangkurat IV justru diasingkan ke Sri Lanka.


Raden Mas Said juga mengklaim berhak dengan tahta Mataram sebagai salah satu cucu Amangkurat IV, atau keponakan Pakubuwana II dan Pangeran Mangkubumi.

Namun dalam perjalanannya VOC justru menaikkan Pangeran Prabasuyasa atau Pakubuwana II sebagai raja. Susuhunan Pakubuwana II (1745-1749) kemudian memindahkan istana dari Kartasura ke Surakarta dan berdirilah Kasunanan Surakarta.


Naiknya Pakubuwono II yang didukung VOC mendapat perlawanan dari Pangeran Mangkubumi yang berkoalisi dengan Pangeran Sambernyawa. Persekutuan itu semakin diperkuat dengan menikahnya Pangeran Sambernyawa dengan putri Mangkubumi.

Perlawanan Mangkubumi dan Sambernyawa melalu perang gerilya di sejumlah wilayah Jawa merepotkan Pakubuwono II dan VOC.


Situasi semakin memanas ketika Pakubuwono II meninggal dunia pada 20 Desember 1749. Pangeran Mangkubumi gerak cepat dengan mengklaim takhta Mataram Islam. Tapi klaim itu tak mendapatkan restu dari VOC yang lebih memilih putra Pakubuwono II, Raden Mas Soejadi, menjadi penguasa Mataram bergelar Pakubuwono III.


Sementara itu, untuk melemahkan pemberontakan, VOC kemudian memisahkan Pangeran Mangkubumi dengan Pangeran Sambernyawa. Taktik itu berhasil, Pangeran Sambernyawa akhirnya menghentikan kerja sama dengan Mangkubumi pada 1752. Dia memilih untuk berjuang sendirian.


VOC juga merayu Mangkubumi untuk berunding usai pecah kongsi dengan Sambernyawa. Dalam bujuk rayu itu, VOC berjanji akan memberikan sebagian kekuasatan Mataram Islam kepada Mangkubumi.

Menurut dokumen register harian milik N Harting, Gubernur VOC untuk Jawa bagian utara itu berangkat menuju Semarang pada 10 September 1754 untuk menemui Pangeran Mangkubumi. Pertemuan khusus tersebut dihadiri oleh Pangeran Mangkubumi, Pangeran Notokusumo dan Tumenggung Rangga. Sementara, Harting didampingi oleh Breton, Kapten Donkel dan Fockens.


Pada 22-23 September 1754, perundingan pertama digelar oleh VOC dengan mengundang Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi dalam satu perundingan. Perundingan itu membahas pembagian wilayah, gelar yang akan digunakan, hingga terkait kerja sama dengan VOC. Pada 13 Februari 1755, perundingan mencapai kata sepakat dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti.

Berikut 9 poin perjanjian Giyanti:


- Pangeran Mangkubumi diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah dengan separuh dari kerajaan Mataram. Hak kekuasan diwariskan secara turun-temurun.


- Akan senantiasa diusahakan adanya kerja sama antara rakyat yang berada di bawah kekuasaan VOC dengan rakyat kesultanan.


- Sebelum Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melakukan sumpah setia pada VOC di tangan gubernur.


- Pepatih Dalem adalah pemegang kekuasaan eksekutif sehari-hari dengan persetujuan dari residen atau gubernur.


- Sri Sultan tidak akan mengangkat atau memberhentikan Pepatih Dalem dan Bupati sebelum mendapatkan persetujuan dari VOC.


- Sri Sultan akan mengampuni Bupati yang memihak VOC dalam peperangan.


- Sri Sultan tidak akan menuntut haknya atas Pulau Madura dan daerah-daerah pesisiran yang telah diserahkan oleh Sri Sunan Pakubuwana II kepada VOC dalam kontraknya tertanggal 18 Mei 1746. Sebaliknya, VOC akan memberi ganti rugi kepada Sri Sultan sebesar 10.000 real tiap tahunnya.


- Sri Sultan akan memberi bantuan kepada Sri Sunan Pakubuwana III sewaktu-waktu jika diperlukan. Sri Sultan berjanji akan menjual bahan-bahan makanan dengan harga tertentu kepada VOC.


- Sultan berjanji akan menaati segala macam perjanjian yang pernah diadakan antara penguasa Mataram terdahulu dengan VOC, khususnya perjanjian-perjanjian yang dilakukan pada tahun 1705, 1733, 1743, 1746, dan 1749.


Perjanjian ini dari ditandatangani oleh N. Hartingh, W. H. Van Ossenberch, J. J. Steenmulder, C. Donkel, dan W. Fockens.


Dampak Perjanjian Giyanti adalah mengakiri Dinasti Mataram Islam sebagai kerajaan independen. Kerajaan Mataram Islam terpecah menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat.


Kasunanan Surakarta tetap dipimpin oleh Pakubuwono III, sedangkan Kesultanan Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I.

Dampak Perjanjian Giyanti juga membuat peradaban Kebudayaan Jawa terpecah menjadi dua dengan terpusat di Surakarta dan Yogyakarata.


Perjanjian Giyanti membagi wilayah kedua kerajaan tersebut dengan dibatasi oleh Kali Opak. Sebelah timur Kali Opak menjadi wilayah kekuasaan Surakarta, sementara sebelah barat Kali Opak merupakan wilayah Yogyakarta.


Dalam perjalanannya, Trah Mataram Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta akan terpecah kembali dengan lahirnya Kadipaten Mangkunagaran dan Kadipaten Paku Alaman.


Itulah sejarah Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang memecah Kerajaan Mataram Islam menjadi Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta.


* Abror Subhi 

Dari berbagai sumber

Sejarah Pramodhawardhani: Ratu Yang Meresmikan Megahnya Candi Borobudur Pramodhawardhani adalah salah satu tokoh wanita yang sempat menjadi Ratu Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 840-an sebagai permaisuri dari Rakai Pikatan. Maharatu Pramodhawardhani adalah putri dari Rakai Warak Dyah Manara yang dikenal sebagai Raja Samaratungga dan berasal dari Wangsa Sailendra. Pramodhawardhani menjadi permaisuri dari Rakai Pikatan pada tahun 832 M. Balaputradewa sempat tidak menyetujui perkawinan Pramodhawardhani dengan Rakai Pikatan yang menyebabkan kembalinya kekuasaan wangsa Sanjaya. Pramodhawardhani pun berkuasa bersama Rakai Pikatan sejak 833-856 M. * Ratu Pertama Jawa Yang Menikah Beda Agama Pramodhawardani menjadi ratu pertama yang tercatat dalam sejarah Indonesia yang menikah berbeda agama. Pramodhawardani berasal dari wangsa Syailendra yang memeluk Buddha aliran Mahayana, sedangkan Rakai Pikatan adalah pangeran dari wangsa Sanjaya yang beragama Hindu aliran Syiwa. Dari perkawinan Rakai Pikatan dengan Pramodhawardani lahir Rakai Gurunwangi Dyah Saladu dan Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala. * Hubungan Keluarga dengan Balaputradewa Pramodhawardhani memiliki hubungan keluarga dengan Balaputradewa yang merupakan raja Kerajaan Sriwijaya. Balaputradewa adalah adik tiri dari Pramodhawardhani tepatnya dari ibu yang berbeda. Maharaja Samaratungga kemudian lengser keprabon pada 833 Masehi, Pramodhawardani ditetapkan sebagai putri mahkota Mataram. Namun ada pihak yang tidak terima dan merasa lebih berhak melanjutkan takhta, sosok ini bernama Balaputradewa. Balaputradewa merasa berhak menjadi penerus karena dia seorang laki-laki meskipun bukan anak tertua. perselisihan yang kian memanas antara wangsa Sanjaya dan Syailendra. Hingga terjadi perang saudara antara Pramodhawardhani dengan Balaputradewa. Namun, Balaputradewa kalah dan akhirnya menyingkir ke Kerajaan Sriwijaya untuk menjadi raja berdasarkan garis keturunan ibunya. * Turut Membangun dan Meresmikan Candi Borobudur Pernikahan Pramodhawardhani dengan Rakai Pikatan membuat bersatunya wangsa Syailendra dan Sanjaya. Akan tetapi, kekuasaan lebih condong ke wangsa Sanjaya. Meskipun demikian, Pramodhawardhani masih meneruskan pembangunan candi-candi Buddha seperti Candi Plaosan Lor. Selain itu, candi besar yang telah dibangun sejak masa Raja Samaratungga bernama 'kamulan i bhumi sambhara bhudara' yang dikenal Candi Borobudur juga selesai dibangun pada masa Pramodhawardhani. Pada prasasti Kayumwungan tanggal 26 Maret 824 tertulis Pramodhawardhani meresmikan sebuah bangunan Jinalaya bertingkat-tingkat yang sangat indah. Bangunan ini umumnya ditafsirkan sebagai Candi Borobudur. Berdasarkan prasasti Sri Kahulunan berangka 842 M di daerah Kedu tertulis bahwa Pramodhawardhani meresmikan pemberian tanah untuk pemeliharaan Candi Borobudur yang sudah dibangun sejak masa pemerintahan Samaratungga. Sementara itu, prasasti Tri Tepusan tanggal 11 November 842 menyebutkan adanya tokoh bergelar Sri Kahulunan yang membebaskan pajak beberapa desa agar penduduknya ikut serta merawat Kamulan Bhumisambhara (nama asli Candi Borobudur). * Bergelar Sri Kahulunan Pramodhawardhani memiliki julukan Sri Kahulunan. Berdasarkan prasasti Tri Tepusan atau Sri Kahulunan yang tertulis tanggal 11 November 842 menyebutkan adanya tokoh bergelar Sri Kahulunan yang memberikan sima (daerah bebas pajak) di daerah Kamulan Bhumisambhara atau Candi Borobudur. Sri Kahulunan sebagai permaisuri karena Pramodhawardhani adalah seorang istri dari Rakai Pikatan yang sudah menjadi raja. * Turun Takhta Rakai Pikatan turun takhta menjadi brahmana bergelar Sang Jatiningrat pada tahun 856. Takhta Kerajaan Medang kemudian dipegang oleh putra bungsunya, yaitu Dyah Lokapala alias Rakai Kayuwangi. Penunjukan putra bungsu sebagai maharaja ini berdasarkan atas jasa mengalahkan Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni sang pemberontak. * Abror Subhi Dari berbagai sumber

 Sejarah Pramodhawardhani: Ratu Yang Meresmikan Megahnya Candi Borobudur

Pramodhawardhani adalah salah satu tokoh wanita yang sempat menjadi Ratu Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 840-an sebagai permaisuri dari Rakai Pikatan.



Maharatu Pramodhawardhani adalah putri dari Rakai Warak Dyah Manara yang dikenal sebagai Raja Samaratungga dan berasal dari Wangsa Sailendra.


Pramodhawardhani menjadi permaisuri dari Rakai Pikatan pada tahun 832 M. Balaputradewa sempat tidak menyetujui perkawinan Pramodhawardhani dengan Rakai Pikatan yang menyebabkan kembalinya kekuasaan wangsa Sanjaya. Pramodhawardhani pun berkuasa bersama Rakai Pikatan sejak 833-856 M.


* Ratu Pertama Jawa Yang Menikah Beda Agama

Pramodhawardani menjadi ratu pertama yang tercatat dalam sejarah Indonesia yang menikah berbeda agama. Pramodhawardani berasal dari wangsa Syailendra yang memeluk Buddha aliran Mahayana, sedangkan Rakai Pikatan adalah pangeran dari wangsa Sanjaya yang beragama Hindu aliran Syiwa.

Dari perkawinan Rakai Pikatan dengan Pramodhawardani lahir Rakai Gurunwangi Dyah Saladu dan Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.


* Hubungan Keluarga dengan Balaputradewa

Pramodhawardhani memiliki hubungan keluarga dengan Balaputradewa yang merupakan raja Kerajaan Sriwijaya. Balaputradewa adalah adik tiri dari Pramodhawardhani tepatnya dari ibu yang berbeda.


Maharaja Samaratungga kemudian lengser keprabon pada 833 Masehi, Pramodhawardani ditetapkan sebagai putri mahkota Mataram. Namun ada pihak yang tidak terima dan merasa lebih berhak melanjutkan takhta, sosok ini bernama Balaputradewa.

Balaputradewa merasa berhak menjadi penerus karena dia seorang laki-laki meskipun bukan anak tertua. perselisihan yang kian memanas antara wangsa Sanjaya dan Syailendra. Hingga terjadi perang saudara antara Pramodhawardhani dengan Balaputradewa. Namun, Balaputradewa kalah dan akhirnya menyingkir ke Kerajaan Sriwijaya untuk menjadi raja berdasarkan garis keturunan ibunya.


* Turut Membangun dan Meresmikan Candi Borobudur

Pernikahan Pramodhawardhani dengan Rakai Pikatan membuat bersatunya wangsa Syailendra dan Sanjaya. Akan tetapi, kekuasaan lebih condong ke wangsa Sanjaya.


Meskipun demikian, Pramodhawardhani masih meneruskan pembangunan candi-candi Buddha seperti Candi Plaosan Lor. Selain itu, candi besar yang telah dibangun sejak masa Raja Samaratungga bernama 'kamulan i bhumi sambhara bhudara' yang dikenal Candi Borobudur juga selesai dibangun pada masa Pramodhawardhani.


Pada prasasti Kayumwungan tanggal 26 Maret 824 tertulis Pramodhawardhani meresmikan sebuah bangunan Jinalaya bertingkat-tingkat yang sangat indah. Bangunan ini umumnya ditafsirkan sebagai Candi Borobudur. 

Berdasarkan prasasti Sri Kahulunan berangka 842 M di daerah Kedu tertulis bahwa Pramodhawardhani meresmikan pemberian tanah untuk pemeliharaan Candi Borobudur yang sudah dibangun sejak masa pemerintahan Samaratungga.


Sementara itu, prasasti Tri Tepusan tanggal 11 November 842 menyebutkan adanya tokoh bergelar Sri Kahulunan yang membebaskan pajak beberapa desa agar penduduknya ikut serta merawat Kamulan Bhumisambhara (nama asli Candi Borobudur).


* Bergelar Sri Kahulunan

Pramodhawardhani memiliki julukan Sri Kahulunan. Berdasarkan prasasti Tri Tepusan atau Sri Kahulunan yang tertulis tanggal 11 November 842 menyebutkan adanya tokoh bergelar Sri Kahulunan yang memberikan sima (daerah bebas pajak) di daerah Kamulan Bhumisambhara atau Candi Borobudur.

Sri Kahulunan sebagai permaisuri karena Pramodhawardhani adalah seorang istri dari Rakai Pikatan yang sudah menjadi raja.


* Turun Takhta

Rakai Pikatan turun takhta menjadi brahmana bergelar Sang Jatiningrat pada tahun 856. Takhta Kerajaan Medang kemudian dipegang oleh putra bungsunya, yaitu Dyah Lokapala alias Rakai Kayuwangi. 

Penunjukan putra bungsu sebagai maharaja ini berdasarkan atas jasa mengalahkan Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni sang pemberontak.


* Abror Subhi 

Dari berbagai sumber

Rumah jendral A.H.Nasution, Pahlawan Nasional. tahun 1961 dan 2025. (Sekarang menjadi Musium sasmitaloka jendral besar A.H Nasution.) #fotolawas

 Rumah jendral A.H.Nasution, Pahlawan Nasional. tahun 1961 dan 2025. (Sekarang menjadi Musium sasmitaloka jendral besar A.H Nasution.)



#fotolawas

Potret lawas Pak Harto memakai sarung dan ibu Tien terlihat duduk memangku Mba Tutut di Jogja,sekitar tahun 1951

 Potret lawas Pak Harto memakai sarung dan ibu Tien terlihat duduk memangku Mba Tutut di Jogja,sekitar tahun 1951



Hari Juang Pelajar Maka tidak terlalu berlebihan jika tanggal 31 Juli dapat ditetapkan dan diperingati sebagai "Hari Juang Pelajar" berdasarkan peristiwa pertempuran Jalan Salak, yang mana dalam peristiwa itu gugur 35 anggota Tentara Pelajar melawan militer Belanda saat melakukan serangan terhadap Kota Malang, maka aksi heroik R.M Soesanto Darmodjo Komandan Batalyon 5000 TRIP Malang akan tetap dikenang sepanjang masa dan menjadi tauladan bagi para pelajar akan nilai-nilai kejuangan dan patriotisme bagi generasi mendatang. Maka patutlah hari ini saya mengucapkan selamat "Hari Juang Pelajar" untuk kita semua. Mari kita bersama-sama berdoa untuk para pahlawan pelajar yang gugur dalam pertempuran Jalan Salak, Alfatihah, Aamiin 🤲🏽. Source: Archief van de Marine en Leger Inlichtingendienst - nationaalarchief nl.

 Hari Juang Pelajar


Maka tidak terlalu berlebihan jika tanggal 31 Juli dapat ditetapkan dan diperingati sebagai "Hari Juang Pelajar" berdasarkan peristiwa pertempuran Jalan Salak, yang mana dalam peristiwa itu gugur 35 anggota Tentara Pelajar melawan militer Belanda saat melakukan serangan terhadap Kota Malang, maka aksi heroik R.M Soesanto Darmodjo Komandan Batalyon 5000 TRIP Malang akan tetap dikenang sepanjang masa dan menjadi tauladan bagi para pelajar akan nilai-nilai kejuangan dan patriotisme bagi generasi mendatang.



Maka patutlah hari ini saya mengucapkan selamat "Hari Juang Pelajar" untuk kita semua.


Mari kita bersama-sama berdoa untuk para pahlawan pelajar yang gugur dalam pertempuran Jalan Salak, Alfatihah, Aamiin 🤲🏽.


Source:

Archief van de Marine en Leger Inlichtingendienst - nationaalarchief nl.

Mungkinkah ide gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman 1948-1949 diilhami dari gerilya Pangeran Diponegoro pada 1825 - 1830 ? ••••• Jenderal Soedirman meninggalkan ibukota RI Yogyakarta dari Bintaran Wetan ke Pajangan Bantul lalu ke wilayah lain sepanjang 1000 km meliputi DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur pada saat agresi militer II Belanda (1948). Jalur yang ditempuh : Yogyakarta, Bantul, Panggang, Wonosari, Pracimantoro, Wonogiri, Purwantoro, Ponorogo, Sambit, Trenggalek, Bendorejo, Tulungagung, Kediri, Bajulan, Girimarto, Warungbung, Gunungtukul, Trenggalek (lagi), Panggul, Wonokarto dan Sobo (memimpin gerilya selama 3 bulan, 28 hari). Pangeran Diponegoro meninggalkan Ndalem Tegalrejo di barat kuthanegara Yogya pada Rabu, 20 Juli 1825 setelah Belanda menyerbu ndalem tersebut. Ia menuju ke Dekso, Kulonprogo lalu ke Pajangan (Selarong) dan selanjutanya selama 5 tahun bergerilya ke wilayah di Bagelen dan Kedu. Jenderal Sudirman tiba kembali di Ibukota RI pada 10 Juli 1949. Ia bertolak dari Sobo, Baturetno, Gajahmungkur, Pulo, Ponjong, Piyungan, Prambanan dan disambut ribuan rakyat di alun-alun utara Yogyakarta. Pangeran Diponegoro bergerilya ke wilayah Negaragung & Mancanegara Mataram Islam, mendirikan banyak pos, jaringan, masjid dan pondok yg mendukung perjuangannya. Pada 26/27/28 Maret 1830 Pangeran Diponegoro tertangkap setelah ditipu oleh Belanda di Magelang. Sudirman telah belajar dari sejarah bagaimana Perang Diponegoro bisa memporak porandakan Belanda dengan taktik gerilya. Dan ia berhasil. Pangeran Diponegoro walau akhirnya tertangkap telah memberikan pelajaran berharga bagi generasi berikutnya, tentang perjuangan dan berkorban bagi tanah air. Kita perlu memahami sejarah, Bukan menghakimi sejarah dan tokohnya tetapi belajar dari kekurangan dan kelebihannya. Know your history, Know your strength (and weakness), For our future ! Sumber ⤵️ 📷 : Various #sejarahjogyakarta #PanglimaBesarJenderalSoedirman #sejarah #menyapaindonesia #palingujung_ebiiberkah #sorotan

 Mungkinkah ide gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman 1948-1949 diilhami dari gerilya Pangeran Diponegoro pada 1825 - 1830 ? 

•••••



Jenderal Soedirman meninggalkan ibukota RI Yogyakarta dari Bintaran Wetan ke Pajangan Bantul lalu ke wilayah lain sepanjang 1000 km meliputi DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur  pada saat agresi militer II Belanda (1948).


Jalur yang ditempuh : Yogyakarta, Bantul, Panggang, Wonosari, Pracimantoro, Wonogiri, Purwantoro, Ponorogo, Sambit, Trenggalek, Bendorejo, Tulungagung, Kediri, Bajulan, Girimarto, Warungbung, Gunungtukul, Trenggalek (lagi), Panggul, Wonokarto dan Sobo (memimpin gerilya selama 3 bulan, 28 hari). 


Pangeran Diponegoro meninggalkan Ndalem Tegalrejo di barat kuthanegara Yogya pada Rabu, 20 Juli  1825 setelah Belanda menyerbu ndalem tersebut.

 Ia menuju ke Dekso, Kulonprogo lalu ke Pajangan (Selarong) dan selanjutanya selama 5 tahun bergerilya ke wilayah di Bagelen dan Kedu.


Jenderal Sudirman tiba kembali di Ibukota RI pada 10 Juli 1949. 

Ia bertolak dari Sobo, Baturetno, Gajahmungkur, Pulo, Ponjong, Piyungan, Prambanan dan disambut ribuan rakyat di alun-alun utara Yogyakarta. 


Pangeran Diponegoro bergerilya ke wilayah Negaragung & Mancanegara Mataram Islam, mendirikan banyak pos, jaringan, masjid dan pondok yg mendukung perjuangannya. 


Pada 26/27/28 Maret 1830 Pangeran Diponegoro tertangkap setelah ditipu oleh Belanda di Magelang.


Sudirman telah belajar dari sejarah bagaimana Perang Diponegoro bisa memporak porandakan Belanda dengan taktik gerilya.

 Dan ia berhasil.


Pangeran Diponegoro walau akhirnya tertangkap telah memberikan pelajaran berharga bagi generasi berikutnya, tentang perjuangan dan berkorban bagi tanah air.


Kita perlu memahami sejarah,

Bukan menghakimi sejarah dan tokohnya tetapi belajar dari kekurangan dan kelebihannya.


Know your history,

Know your strength (and weakness),

For our future !


Sumber ⤵️ 


📷 : Various

 #sejarahjogyakarta #PanglimaBesarJenderalSoedirman #sejarah #menyapaindonesia #palingujung_ebiiberkah #sorotan

30 July 2025

Bedhah Madiun: Trah Pangeran Timur yang Menurunkan Sunan Jawi Leluhur Raja-raja Jawa Terlahir dengan nama Pangeran Maskumambang, Pangeran Timur adalah putra bungsu dari Sultan Trenggono, Raja Kasultanan Demak. Pangeran Maskumambang, yang kemudian bergelar Panembahan Ronggo Djoemeno lahir dari ibu bernama Kanjeng Ratu Pembayun, putri Sunan Kalijaga. Nama Pangeran Timoer didapat setelah Pangeran Maskumambang menikah dengan putri Pangeran Sekar Sedo Lepen yang bergelar Ratu Timur. Pangeran Timoer diangkat sebagai Bupati Purabaya, nama Madiun jaman dulu, oleh Sultan Hadiwijaya, raja Pajang atau Jaka Tingkir (Mas Karebet) dengan gelar Panembahan Mas. Disematkan gelar Mas, karena sang kakak Kanjeng Ratu Mas Cempaka menjadi garwa permaisuri Sultan Pajang tersebut. Pangeran Timur memerintah wilayah Purabaya (Kabupaten Madiun) selama 18 tahun, sejak 1568 hingga 1586. Dari pernikahannya dengan Ratu Timur, Pangeran Timur dikaruniai anak bernama Raden Ayu Retno Dumilah, yang kelak mengantikan sebagai bupati perempuan di Purabaya. Retno Dumilah kemudian menikah dengan Panembahan Senopati atau pendiri sekaligus Raja Mataram Islam setelah keduanya terlibat perang terlebih dahulu. Selain Retno Dumilah, pernikahan Ratu Timur dan Pangeran Timur juga menurunkan anak masing-masing bernama Raden Mas Lontang Hirawan, Raden Balap, Panembahan Hawuryan, Raden Ajeng Sulah, Raden Haryo Sumantri, dan Raden Haryo Kanoman. Sedangkan dari garwa Pangrembe menurunkan di antaranya Raden Ayu Semi ing Kalinyamat, Raden Ayu Pengulu, Pangeran Adipati Atmowijaya, Raden Ayu Winongan, dan Raden Mas Kaputran. Lalu, Raden Ayu Pandam, Panembahan Hawuryan, Raden Ayu Pasangi, Raden Mas Tangsang Hurawan, Raden Mangkurat Wiryawan ing Madiun, Raden Ayu Pamegatan, Raden Kakap, dan Raden Haryo Paningron. Dalam sejarahnya, awalnya Madiun merupakan daerah bawahan Kerajaan Pajang. Namun, setelah Pajang runtuh Madiun mulai memikirkan nasibnya sendiri. Secara bersamaan, Mataram di bawah Panembahan Senopati mulai berusaha memperluas daerah kekuasaannya dengan mempersatukan kembali daerah kekuasaan Pajang. Hingga akhirnya Madiun berhasil menjadi bagian wilayah di bawah Mataram setelah Panembahan Senopati menikahi putri sulung Panembahan Timur, Raden Ayu Retno Dumilah. Namun, sebelum pernikahan keduanya terjadi, Retno Dumilah sempat memimipin pasukan melakukan perlawanan terhadap prajurit Mataram yang menyerbu Purabaya. Pertempuran berlangsung sangat sengit. Perlawanan rakyat Madiun terhadap Mataram juga dituangkan dalam tarian yang berjudul "Bedhah Madiun". * Panembahan Senopati dan Retno Dumilah Dari pernikahan Panembahan Senopati dan Retno Dumilah dikaruniai anak bernama Panembahan Juminah. Panembahan Juminah mempunyai saudara, Panembahan Hadi Hanyokrowati yang menjadi Sultan Mataram menggantikan Panembahan Senopati. Panembahan Hanyokrowati adalah ayah Sultan Agung. setelah Panembahan Hanyokrowati wafat, Panembahan Juminah menikah dengan Ratu Mas Adi (istri Panembahan Hanyokrowati), jadi Panembahan Juminah adalah paman sekaligus ayah tiri Sultan Agung Hanyokrokusumo. Pernikahan Panembahan Juminah dan Ratu Mas Adi kemudian menurunkan Pangeran Balitar. Kelak cucu Pangeran Balitar menjadi Bupati Madiun dan menikah dengan Pangeran Puger. Setelah Pangeran Puger menjadi Raja Mataram Kartasura bergelar Sunan Pakubuwana I, istrinya bergelar Kanjeng Ratu Mas Balitar. Dari pernikahan tersebut menurunkan Sunan Amangkurat IV atau dikenal sebagai Sunan Jawi yang memerintah pada tahun 1719-1726. Amangkurat IV adalah susuhunan Mataram ke 8 yang kemudian dianggap sebagai leluhur raja-raja Jawa atau bapak wangsa Mataram. Hal itu karena Amangkurat IV telah menurunkan trah yang kemudian berkuasa di Kasultanan Surakarta dan Yogyakarta sampai sekarang. * Abror Subhi Dari berbagai sumber

 Bedhah Madiun: Trah Pangeran Timur yang Menurunkan Sunan Jawi Leluhur Raja-raja Jawa

Terlahir dengan nama Pangeran Maskumambang, Pangeran Timur adalah putra bungsu dari Sultan Trenggono, Raja Kasultanan Demak.

Pangeran Maskumambang, yang kemudian bergelar Panembahan Ronggo Djoemeno lahir dari ibu bernama Kanjeng Ratu Pembayun, putri Sunan Kalijaga. Nama Pangeran Timoer didapat setelah Pangeran Maskumambang menikah dengan putri Pangeran Sekar Sedo Lepen yang bergelar Ratu Timur.



Pangeran Timoer diangkat sebagai Bupati Purabaya, nama Madiun jaman dulu, oleh Sultan Hadiwijaya, raja Pajang atau Jaka Tingkir (Mas Karebet) dengan gelar Panembahan Mas. Disematkan gelar Mas, karena sang kakak Kanjeng Ratu Mas Cempaka menjadi garwa permaisuri Sultan Pajang tersebut.

Pangeran Timur memerintah wilayah Purabaya (Kabupaten Madiun) selama 18 tahun, sejak 1568 hingga 1586.


Dari pernikahannya dengan Ratu Timur, Pangeran Timur dikaruniai anak bernama Raden Ayu Retno Dumilah, yang kelak mengantikan sebagai bupati perempuan di Purabaya. Retno Dumilah kemudian menikah dengan Panembahan Senopati atau pendiri sekaligus Raja Mataram Islam setelah keduanya terlibat perang terlebih dahulu.


Selain Retno Dumilah, pernikahan Ratu Timur dan Pangeran Timur juga menurunkan anak masing-masing bernama Raden Mas Lontang Hirawan, Raden Balap, Panembahan Hawuryan, Raden Ajeng Sulah, Raden Haryo Sumantri, dan Raden Haryo Kanoman.


Sedangkan dari garwa Pangrembe menurunkan di antaranya Raden Ayu Semi ing Kalinyamat, Raden Ayu Pengulu, Pangeran Adipati Atmowijaya, Raden Ayu Winongan, dan Raden Mas Kaputran. Lalu, Raden Ayu Pandam, Panembahan Hawuryan, Raden Ayu Pasangi, Raden Mas Tangsang Hurawan, Raden Mangkurat Wiryawan ing Madiun, Raden Ayu Pamegatan, Raden Kakap, dan Raden Haryo Paningron.


Dalam sejarahnya, awalnya Madiun merupakan daerah bawahan Kerajaan Pajang. Namun, setelah Pajang runtuh Madiun mulai memikirkan nasibnya sendiri. Secara bersamaan, Mataram di bawah Panembahan Senopati mulai berusaha memperluas daerah kekuasaannya dengan mempersatukan kembali daerah kekuasaan Pajang.


Hingga akhirnya Madiun berhasil menjadi bagian wilayah di bawah Mataram setelah Panembahan Senopati menikahi putri sulung Panembahan Timur, Raden Ayu Retno Dumilah. Namun, sebelum pernikahan keduanya terjadi, Retno Dumilah sempat memimipin pasukan melakukan perlawanan terhadap prajurit Mataram yang menyerbu Purabaya.

Pertempuran berlangsung sangat sengit. Perlawanan rakyat Madiun terhadap Mataram juga dituangkan dalam tarian yang berjudul "Bedhah Madiun".


* Panembahan Senopati dan Retno Dumilah

Dari pernikahan Panembahan Senopati dan Retno Dumilah dikaruniai anak bernama Panembahan Juminah.

Panembahan Juminah mempunyai saudara, Panembahan Hadi Hanyokrowati yang menjadi Sultan Mataram menggantikan Panembahan Senopati. Panembahan Hanyokrowati adalah ayah Sultan Agung. setelah Panembahan Hanyokrowati wafat, Panembahan Juminah menikah dengan Ratu Mas Adi (istri Panembahan Hanyokrowati), jadi Panembahan Juminah adalah paman sekaligus ayah tiri Sultan Agung Hanyokrokusumo.


Pernikahan Panembahan Juminah dan Ratu Mas Adi kemudian menurunkan Pangeran Balitar. Kelak cucu Pangeran Balitar menjadi Bupati Madiun dan menikah dengan Pangeran Puger. Setelah Pangeran Puger menjadi Raja Mataram Kartasura bergelar Sunan Pakubuwana I, istrinya bergelar Kanjeng Ratu Mas Balitar.


Dari pernikahan tersebut menurunkan Sunan Amangkurat IV atau dikenal sebagai Sunan Jawi yang memerintah pada tahun 1719-1726.

Amangkurat IV adalah susuhunan Mataram ke 8 yang kemudian dianggap sebagai leluhur raja-raja Jawa atau bapak wangsa Mataram. Hal itu karena Amangkurat IV telah menurunkan trah yang kemudian berkuasa di Kasultanan Surakarta dan Yogyakarta sampai sekarang.


* Abror Subhi 

Dari berbagai sumber

Jendral polisi yang melarang Isterinya memakai mobil dinas. Dan melarang anaknya masuk AKABRI (AMN) karena ia tahu sebagai anak jendral pasti ada perlakuan khusus. Saat tugas di Medan beliau membuang semua barang-barang mewah peemberian para cukong.

 Jendral polisi yang melarang Isterinya memakai mobil dinas. Dan melarang anaknya masuk AKABRI (AMN) karena ia tahu sebagai anak jendral pasti ada perlakuan khusus. Saat tugas di Medan beliau membuang semua barang-barang mewah peemberian para cukong.



3 Tokoh Pangeran Purbaya Di Jawa Pangeran Purubaya dalam sejarah kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa merujuk kepada tiga tokoh: yang pertama berasal dari Kesultanan Mataram, yang kedua dari Kesultanan Banten, dan yang terakhir berasal dari Kasunanan Kartasura. 1. Pangeran Purbaya dari Mataram Nama aslinya adalah Jaka Umbaran. Ia merupakan putra dari Panembahan Senopati yang lahir dari istri putri Ki Ageng Giring. Babad Tanah Jawi mengisahkan, Ki Ageng Giring menemukan kelapa muda ajaib yang jika airnya diminum sampai habis dalam sekali teguk, akan menyebabkan si peminum dapat menurunkan raja-raja tanah Jawa. Tanpa sengaja air kelapa muda itu terminum habis oleh Ki Ageng Pamanahan yang bertamu ke Giring dalam keadaan haus. Ki Ageng Pamanahan merasa bersalah setelah mengetahui khasiat air kelapa ajaib itu. Ia lalu menikahkan putranya, yaitu Sutawijaya dengan anak perempuan Ki Ageng Giring. Namun karena istrinya itu berwajah jelek, Sutawijaya pun pulang ke Mataram dan meninggalkannya dalam keadaan mengandung. Putri Giring kemudian melahirkan Jaka Umbaran (diumbar dalam bahasa Jawa artinya “ditelantarkan”). Setelah dewasa Jaka Umbaran pergi ke Mataram untuk mendapat pengakuan dari ayahnya. Saat itu Sutawijaya sudah bergelar Panembahan Senopati. Melalui perjuangan yang berat, Jaka Umbaran akhirnya berhasil mendapat pengakuan sebagai putra Mataram dengan gelar Pangeran Purbaya. Naskah babad mengisahkan putra Panembahan Senopati yang paling sakti ada dua. Yang pertama adalah Raden Rangga yang mati muda, sedangkan yang kedua adalah Purbaya. Ia merupakan pelindung takhta Mataram saat dipimpin keponakannya, yaitu Sultan Agung (1613-1645). Pangeran Purbaya hidup sampai zaman pemerintahan Amangkurat I putra Sultan Agung. Ia hampir saja menjadi korban ketika Amangkurat I menumpas tokoh-tokoh senior yang tidak sesuai dengan kebijakan politiknya. Untungnya, Purbaya saat itu mendapat perlindungan dari ibu suri (janda Sultan Agung). Purbaya meninggal dunia bulan Oktober 1676 saat ikut serta menghadapi pemberontakan Trunajaya. Amangkurat I mengirim pasukan besar yang dipimpin Adipati Anom, putranya, untuk menghancurkan desa Demung (dekat Besuki) yang merupakan markas orang-orang Makasar sekutu Trunajaya. Perang besar terjadi di desa Gogodog. Pangeran Purbaya yang sudah lanjut usia gugur akibat dikeroyok orang-orang Makasar dan Madura. 2. Pangeran Purbaya Kasunanan Kartasura Gusti Panembahan Purbaya (Raden Mas Sasangka), putera Susuhunan Pakubuwono I, dikalkulasi lahir sekitar tahun 1665, pernah menjadi Adipati Pajang. Sepeninggal sang ayah, Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar berselisih dengan kakak mereka, yaitu Amangkurat IV (raja baru). Amangkurat IV mencabut hak dan kekayaan kedua adiknya itu. Pangeran Purbaya masih bisa bersabar, namun Pangeran Blitar menyatakan pemberontakan. Perang saudara pun meletus tahun 1719. Perang ini terkenal dengan nama Perang Suksesi Jawa Kedua. Pangeran Purbaya akhirnya bergabung dengan kelompok Pangeran Blitar. Mereka membangun kembali istana lama Mataram di kota Karta, dengan nama Kartasekar. Pangeran Blitar mengangkat diri sebagai raja bergelar Sultan, sedangkan Pangeran Purbaya sebagai penasihat bergelar Panembahan. Setelah Pangeran Blitar meninggal di Malang tahun 1721 karena sakit, perjuangan pun dilanjutkan Panembahan Purbaya. Ia berhasil merebut Lamongan. Namun gabungan pasukan Kartasura dan VOC terlalu kuat. Purbaya akhirnya tertangkap bersama para pemberontak lainnya. Panembahan Purbaya dihukum buang ke Batavia. Ia memiliki putri yang menjadi istri Pakubuwana II putra Amangkurat IV. Dari perkawinan itu lahir Pakubuwana III raja Surakarta yang memerintah tahun 1732-1788. 3. Pangeran Purbaya Kesultanan Banten Pangeran Purbaya yang ini adalah putra Sultan Ageng Tirtayasa raja Banten (1651-1683). Ia mendukung perjuangan ayahnya dalam perang melawan VOC tahun 1682-1684. Pangeran Purbaya adalah putera kedua Sultan Ageng Tirtayasa, dikalkulasi lahir pada tahun 1661. Pangeran Purbaya juga diangkat menjadi putra mahkota baru karena Sultan Haji (putra mahkota sebelumnya) memihak VOC. Setelah berperang sekitar 3 tahun, Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya tertangkap bulan Maret 1683, dan Banten pun jatuh ke tangan VOC. Pangeran Purbaya dan istrinya yang anti VOC bernama Raden Ayu Gusik Kusuma lalu melarikan diri ke Gunung Gede. Penderitaan Purbaya membuat dirinya memutuskan untuk menyerah. Namun, ia hanya mau dijemput oleh perwira VOC yang berdarah pribumi. Saat itu VOC sedang sibuk menghadapi gerombolan Untung Suropati. Kapten Ruys pemimpin benteng Tanjungpura berhasil membujuk Untung Suropati agar bergabung dengan VOC daripada hidup sebagai buronan. Untung Suropati bersedia. Ia pun dilatih ketentaraan dan diberi pangkat Letnan. Untung Suropati kemudian ditugasi menjemput Pangeran Purbaya di tempat persembunyiannya. Namun datang pula pasukan VOC lain yang dipimpin Vaandrig Kuffeler, yang memperlakukan Purbaya dengan tidak sopan. Sebagai seorang pribumi, Untung Suropati tersinggung dan menyatakan diri keluar dari ketentaraan. Ia bahkan berbalik menghancurkan pasukan Kuffeler. Pangeran Purbaya yang semakin menderita memutuskan tetap menyerah kepada Kapten Ruys di benteng Tanjungpura. Sebelum menjalani pembuangan oleh Belanda pada April 1716, Pangeran Purbaya memberikan surat wasiat yang isinya menghibahkan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada anak-anak dan istrinya yang ditinggalkan. Sedangkan istrinya Gusik Kusuma konon pulang ke negeri asalnya di Kartasura dengan diantar Untung Suropati.

 3 Tokoh Pangeran Purbaya Di Jawa

Pangeran Purubaya dalam sejarah kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa merujuk kepada tiga tokoh: yang pertama berasal dari Kesultanan Mataram, yang kedua dari Kesultanan Banten, dan yang terakhir berasal dari Kasunanan Kartasura.



1. Pangeran Purbaya dari Mataram

Nama aslinya adalah Jaka Umbaran. Ia merupakan putra dari Panembahan Senopati yang lahir dari istri putri Ki Ageng Giring. Babad Tanah Jawi mengisahkan, Ki Ageng Giring menemukan kelapa muda ajaib yang jika airnya diminum sampai habis dalam sekali teguk, akan menyebabkan si peminum dapat menurunkan raja-raja tanah Jawa. Tanpa sengaja air kelapa muda itu terminum habis oleh Ki Ageng Pamanahan yang bertamu ke Giring dalam keadaan haus.


Ki Ageng Pamanahan merasa bersalah setelah mengetahui khasiat air kelapa ajaib itu. Ia lalu menikahkan putranya, yaitu Sutawijaya dengan anak perempuan Ki Ageng Giring. Namun karena istrinya itu berwajah jelek, Sutawijaya pun pulang ke Mataram dan meninggalkannya dalam keadaan mengandung.

Putri Giring kemudian melahirkan Jaka Umbaran (diumbar dalam bahasa Jawa  artinya “ditelantarkan”). Setelah dewasa Jaka Umbaran pergi ke Mataram untuk mendapat pengakuan dari ayahnya. Saat itu Sutawijaya  sudah bergelar Panembahan Senopati. Melalui perjuangan yang berat, Jaka Umbaran akhirnya berhasil mendapat pengakuan sebagai putra Mataram dengan gelar Pangeran Purbaya.


Naskah babad mengisahkan putra Panembahan Senopati yang paling sakti ada dua. Yang pertama adalah Raden Rangga yang mati muda, sedangkan yang kedua adalah Purbaya. Ia merupakan pelindung takhta Mataram saat dipimpin keponakannya, yaitu Sultan Agung (1613-1645).

Pangeran Purbaya hidup sampai zaman pemerintahan Amangkurat I putra Sultan Agung. Ia hampir saja menjadi korban ketika Amangkurat I menumpas tokoh-tokoh senior yang tidak sesuai dengan kebijakan politiknya. Untungnya, Purbaya saat itu mendapat perlindungan dari ibu suri (janda Sultan Agung).

Purbaya meninggal dunia bulan Oktober 1676  saat ikut serta menghadapi pemberontakan Trunajaya. Amangkurat I mengirim pasukan besar yang dipimpin Adipati Anom, putranya, untuk menghancurkan desa Demung (dekat Besuki) yang merupakan markas orang-orang Makasar sekutu Trunajaya. Perang besar terjadi di desa Gogodog. Pangeran Purbaya yang sudah lanjut usia gugur akibat dikeroyok orang-orang Makasar dan Madura.


2. Pangeran Purbaya Kasunanan Kartasura

Gusti Panembahan Purbaya (Raden Mas Sasangka), putera Susuhunan Pakubuwono I, dikalkulasi lahir sekitar tahun 1665, pernah menjadi Adipati Pajang. Sepeninggal sang ayah, Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar berselisih dengan kakak mereka, yaitu Amangkurat IV (raja baru). Amangkurat IV mencabut hak dan kekayaan kedua adiknya itu.

Pangeran Purbaya masih bisa bersabar, namun Pangeran Blitar menyatakan pemberontakan. Perang saudara pun meletus tahun 1719. Perang ini terkenal dengan nama Perang Suksesi Jawa Kedua. Pangeran Purbaya akhirnya bergabung dengan kelompok Pangeran Blitar. Mereka membangun kembali istana lama Mataram di kota Karta, dengan nama Kartasekar.


Pangeran Blitar mengangkat diri sebagai raja bergelar Sultan, sedangkan Pangeran Purbaya sebagai penasihat bergelar Panembahan. Setelah Pangeran Blitar meninggal di Malang tahun 1721 karena sakit, perjuangan pun dilanjutkan Panembahan Purbaya. Ia berhasil merebut Lamongan. Namun gabungan pasukan Kartasura dan VOC terlalu kuat.

Purbaya akhirnya tertangkap bersama para pemberontak lainnya. Panembahan Purbaya dihukum buang ke Batavia. Ia memiliki putri yang menjadi istri Pakubuwana II putra Amangkurat IV. Dari perkawinan itu lahir Pakubuwana III raja Surakarta yang memerintah tahun 1732-1788.


3. Pangeran Purbaya Kesultanan Banten

Pangeran Purbaya yang ini adalah putra Sultan Ageng Tirtayasa raja Banten (1651-1683). Ia mendukung perjuangan ayahnya dalam perang melawan VOC tahun 1682-1684. Pangeran Purbaya adalah putera kedua Sultan Ageng Tirtayasa, dikalkulasi lahir pada tahun 1661.


Pangeran Purbaya juga diangkat menjadi putra mahkota baru karena Sultan Haji (putra mahkota sebelumnya) memihak VOC. Setelah berperang sekitar 3 tahun, Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya tertangkap bulan Maret 1683, dan Banten pun jatuh ke tangan VOC. Pangeran Purbaya dan istrinya yang anti VOC bernama Raden Ayu Gusik Kusuma lalu melarikan diri ke Gunung Gede.

Penderitaan Purbaya membuat dirinya memutuskan untuk menyerah. Namun, ia hanya mau dijemput oleh perwira VOC yang berdarah pribumi. Saat itu VOC sedang sibuk menghadapi gerombolan Untung Suropati. Kapten Ruys pemimpin benteng Tanjungpura berhasil membujuk Untung Suropati agar bergabung dengan VOC daripada hidup sebagai buronan.


Untung Suropati bersedia. Ia pun dilatih ketentaraan dan diberi pangkat Letnan. Untung Suropati kemudian ditugasi menjemput Pangeran Purbaya di tempat persembunyiannya. Namun datang pula pasukan VOC lain yang dipimpin Vaandrig Kuffeler, yang memperlakukan Purbaya dengan tidak sopan. Sebagai seorang pribumi, Untung Suropati tersinggung dan menyatakan diri keluar dari ketentaraan. Ia bahkan berbalik menghancurkan pasukan Kuffeler. Pangeran Purbaya yang semakin menderita memutuskan tetap menyerah kepada Kapten Ruys di benteng Tanjungpura.

Sebelum menjalani pembuangan oleh Belanda pada April 1716, Pangeran Purbaya memberikan surat wasiat yang isinya menghibahkan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada anak-anak dan istrinya yang ditinggalkan. Sedangkan istrinya Gusik Kusuma konon pulang ke negeri asalnya di Kartasura dengan diantar Untung Suropati.

Kenang-kenangan yang diberikan oleh Letkol Slamet Riyadi akan tetap diingat sepanjang masa, sebuah "kado" perpisahan untuk militer Belanda di Solo, Farewell!!!. Source : Fotocollectie Dienst voor Legercontacten Indonesie - nationaalarchief nl

 Kenang-kenangan yang diberikan oleh Letkol Slamet Riyadi akan tetap diingat sepanjang masa, sebuah "kado" perpisahan untuk militer Belanda di Solo, Farewell!!!.



Source :

Fotocollectie Dienst voor Legercontacten Indonesie - nationaalarchief nl

Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949, sebagian besar pasukan Belanda telah ditarik dari Indonesia, termasuk yang ada di Surabaya. Meskipun demikian, masih ada beberapa personel militer Belanda yang tersisa untuk membantu proses peralihan kekuasaan dan penarikan pasukan lebih lanjut, Masih ada beberapa personel militer Belanda yang tersisa di Surabaya untuk membantu proses penarikan pasukan dan peralihan kekuasaan kepada pihak TNI (Tentara Nasional Indonesia) termasuk penyerahan fasilitas militer yang sebelumnya dikuasai Belanda pada 17 Maret 1950. Fotografer : Lex de Herder


 Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949, sebagian besar pasukan Belanda telah ditarik dari Indonesia, termasuk yang ada di Surabaya. 


Meskipun demikian, masih ada beberapa personel militer Belanda yang tersisa untuk membantu proses peralihan kekuasaan dan penarikan pasukan lebih lanjut, Masih ada beberapa personel militer Belanda yang tersisa di Surabaya untuk membantu proses penarikan pasukan dan peralihan kekuasaan kepada pihak TNI (Tentara Nasional Indonesia) termasuk penyerahan fasilitas militer yang sebelumnya dikuasai Belanda pada 17 Maret 1950. 


Fotografer :  Lex de Herder

29 July 2025

Kronologi sejarah pulau Jawa dari tahun 10.000 Sebelum Masehi sampai 2017. Dimulai dari munculnya serangkaian kebudayaan maju seperti Gunung Padang, kemudian lahirnya kerajaan-kerajaan kuno yang dipelopori oleh Salakanagara dan Tarumanagara, tumbuhnya imperium Hindu-Buddha seperti Singhasari d, ked negeri-negeri Islam, sampai masa kegelapan pada masa kekuasaan bangsa Eropa, hingga kelahiran Indonesia Raya... Semoga bermanfaat! :> ddd ------ Sebelum Masehi: 10000 SM - Kebudayaan Gunung Padang muncul di Cianjur. 9500 SM - Kebudayaan Goa Pawon muncul di Bandung. 7500 SM - Kebudayaan Pangguyangan muncul di Sukabumi. 4000 SM - Tahap kedua kebudayaan Gunung Padang. 3000 SM - Kebudayaan Cibedug muncul di Lebak. 2000 SM - Tahap ketiga kebudayaan Gunung Padang. 1000 SM - Kebudayaan Cipari muncul di Kuningan. 800 SM - Kebudayaan Pasir Angin muncul di Bogor. 500 SM - Cipari ditinggalkan. 400 SM - Gunung Padang ditinggalkan. Kebudayaan Buni muncul di Bekasi. Pasir Angin berkembang menjadi peradaban kuno Caringin Kurung. Abad 1-4: 100 M - Buni berkembang menjadi peradaban Sagara Pasir. Peradaban kuno Teluk Lada muncul di Pandeglang. 130 M - Dewawarman, seorang perantau dari Pallawa mendirikan kerajaan Salakanagara di Teluk Lada. 132 M - Berita Cina menyebutkan tentang keberadaan Salakanagara. 150 M - Ptolemeus dari Yunani menyebutkan negeri Argyre dalam salah satu peta dunianya, yang kemungkinan merujuk pada Salakanagara. 300 M - Serangkaian peradaban awal tumbuh di timur Salakanagara. 358 M - Jayasinghawarman dari Shalankayana mendirikan kerajaan Tarumanagara di Bekasi. 362 M - Salakanagara menjadi bawahan Tarumanagara. 363 M - Santanu dari Gangga mendirikan kerajaan Indraprahasta di Cirebon. 395 M - Purnawarman naik tahta menjadi raja Tarumanagara. 397 M - Ibukota Tarumanagara dipindahkan ke Sundapura. 399 M - Indraprahasta menjadi bawahan Tarumanagara. Abad 5: 417 M - Prasasti Tugu. 434 M - Raja Purnawarman wafat. Wisnuwarman naik tahta menggantikan ayahnya. 437 M - Pemberontakan Cakrawarman. 456 M - Aji Saka, diperkirakan seorang perantau dari negeri Indo-Skithia (kerajaan Saka), tiba di Rembang dan mendirikan peradaban kuno Medang Kamulan. Ini menandai dimulainya peradaban di Bumi Jawa. 528 M - Tarumanagara mengirimkan utusan pertamanya ke negeri Cina (Dinasti Sui). 535 M - Suryawarman menaiki tahta Tarumanagara. Ia meninggalkan Sundapura dan mendirikan ibukota baru di timur. Sundapura lalu berkembang menjadi kerajaan bawahan bernama Sunda Sembawa. 536 M - Manikmaya mendirikan kerajaan Kendan di Nagreg, tanah yang dihadiahkan oleh Maharaja Tarumanagara kepadanya. Abad 7: 612 M - Wretikandayun, putra Manikmaya mendirikan kerajaan Galuh. 628 M - Linggawarman menaiki tahta Tarumanagara. Ia menikahkan kedua putrinya masing-masing kepada Tarusbawa (penguasa Sunda) dan Dapunta Hyang (penguasa Sriwijaya). 632 M - Kerajaan Kalingga muncul di Jepara, diperkirakan didirikan oleh seorang perantau bernama Bhanu dari Kalinga di India timur. 648 M - Kartikeyasinga menjadi raja Kalingga. 664 M - Seorang biksu Tang bernama Huining mengunjungi kerajaan Kalingga untuk menemui resi Jhanabhadra. 669 M - Tarumanagara runtuh dan terpecah menjadi dua, Sunda dan Galuh. 671 M - Prabu Wiragati mendirikan kerajaan Saunggalah di Kuningan sebagai bawahan Galuh. 674 M - Maharani Shima naik tahta di Kalingga. 686 M - Sriwijaya menaklukkan pesisir Tatar Sunda. Tarusbawa mundur ke selatan dan memindahkan ibukota kerajaan ke pedalaman Pakuan Pajajaran (Bogor), sementara kota pelabuhan di Banten dan Jakarta diduduki oleh Sriwijaya. 695 M - Ratu Shima membagi kerajaannya menjadi dua: Kalingga Utara (Mataram) dan Kalingga Selatan (Sambara). Abad 8: 702 M - Mandiminyak menaiki tahta Galuh. 709 M - Sena (Bratasena) menaiki tahta Galuh. 716 M - Kudeta di Galuh. Purbasora menggulingkan raja Sena dari tahtanya. Sena lolos dan meminta perlindungan kepada Tarusbawa di Pakuan. 721 M - Sanjaya, putra Sena dan cucu Shima menyerbu Galuh untuk membalaskan dendam ayahnya. Indraprahasta menjadi daerah pertama yang ia taklukkan. 722 M - Sanjaya menaklukkan Saunggalah (Kuningan). 723 M - Sanjaya menyerbu istana Galuh, menewaskan Purbasora. Ia kemudian menobatkan dirinya menjadi raja Galuh. Pada tahun yang sama, Tarusbawa menikahkan putrinya dengan Sanjaya. Sanjaya otomatis menjadi penguasa Sunda dan Galuh sekaligus, menyatukan kedua negeri tersebut. 732 M - Ratu Shima wafat. Sanjaya mendirikan kerajaan Mataram. Ia menunjuk Tamperan sebagai penguasa Sunda-Galuh, dan Demunawan sebagai penguasa Saunggalah. 739 M - Galuh memerdekakan diri dari Sunda setelah serangkaian peristiwa besar (kudeta, perang, dan perjanjian). Manarah menjadi penguasa Galuh dengan gelar Prabu Jayaprakosa sementara putra Tamperan, Banga menjadi raja Sunda. Keduanya kemudian menjadi bawahan Sriwijaya. 752 M - Sriwijaya menaklukkan Kalingga. 759 M - Raja Banga memerdekakan Sunda dari kekuasaan Galuh. 760 M - Panangkaran naik tahta menggantikan Sanjaya. Gajayana mendirikan kerajaan Kanjuruhan di Jawa Timur. 770 M - Dinasti Sailendra berkuasa di Mataram. 775 M - Dharanindra menaiki tahta Mataram. Sailendra menjadi penguasa di Sriwijaya. Candi Borobudur mulai dibangun. 778 M - Pembangunan Candi Kalasan dan Candi Sari. 782 M - Prasasti Kelurak. 787 M - Sailendra menyerang Champa di Vietnam Selatan dan Chenla di Kamboja 789 M - Gajayana wafat. Kanjuruhan bersatu dengan Mataram. 792 M - Samaratungga menaiki tahta Mataram. Kompleks percandian Candi Sewu selesai dibangun. 798 M - Prabu Jayaprakosa wafat. Abad 9: 802 M - Penguasa Kamboja Jayawarman II memerdekakan diri dari kekuasaan Wangsa Sailendra dan mendirikan kerajaan Khmer. 819 M - Rakyan Wuwus naik tahta di Sunda bergelar Prabu Gajah Kulon. Ia menyatukan kembali kerajaan Sunda dan Galuh dalam satu pemerintahan. 825 M - Candi Borobudur selesai dibangun. 847 M - Wangsa Sailendra terusir dari Jawa. Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya menaiki tahta Mataram. Candi Prambanan dibangun. 856 M - Balaputradewa, seorang pangeran Sailendra dari Jawa menjadi Maharaja Sriwijaya. Dyah Lokapala (Kayuwangi) menaiki tahta Mataram. 880 M - Peristiwa Wuatan Tija. 882 M - Gunung Merapi meletus. 899 M - Dyah Balitung menaiki tahta Mataram. 900 M - Mataram menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan-kerajaan Hindu di Filipina. Kebudayaan maju muncul di Blambangan. Abad 10: 905 M - Mataram menaklukkan Bali. 924 M - Dyah Wawa naik tahta di Mataram. 927 M - Sriwijaya memulai invasi terhadap Mataram. 929 M - Perang Sriwijaya-Mataram usai. Sisa prajurit Mataram pimpinan Mpu Sindok dibantu oleh rakyat Nganjuk berhasil mengalahkan pasukan Sriwijaya di desa Anjuk Ladang. Mpu Sindok mendirikan kerajaan Medang dan Wangsa Isyana yang berpusat di Jawa Timur. 932 M - Prasasti Kebon Kopi II. 937 M - Prasasti Anjuk Ladang. Mpu Sindok mendirikan tugu di Nganjuk sebagai ungkapan kemenangan melawan pasukan Sriwijaya. 960 M - Gunung Merapi meletus. 985 M - Dharmawangsa Teguh menaiki tahta Medang. 986 M - Ketut Wijaya, seorang pangeran Mataram mendirikan kerajaan Wengker. 988 M - Medang menyerang kota Palembang di Sriwijaya. 990 M - Medang kembali menyerang Palembang dan berhasil mendudukinya. 992 M - Pasukan Sriwijaya merebut kembali kota Palembang. 996 M - Epos Mahabharata diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kuno untuk pertama kalinya. 997 M - Prasasti Hujung Langit. Medang menduduki Lampung. Abad 11: 1016 M - Peristiwa Mahapralaya. Serangan Raja Wurawari dari negeri Lwaram (Ngloram) yang menewaskan Raja Dharmawangsa dan sebagian besar bangsawan Medang. Kerajaan Medang otomatis musnah. 1019 M - Airlangga mendirikan istana Watan Mas di Pasuruan. 1025 M - Invasi Kerajaan Chola terhadap Sriwijaya. Airlangga mulai memperluas wilayah kekuasaan negerinya. 1028 M - Rajendra Chola menunjuk Sri Dewa sebagai raja baru Sriwijaya dibawah Dinasti Chola. 1030 M - Airlangga menaklukkan Hasin, Wuratan, dan Lewa. Sri Jayabupati menaiki tahta Sunda. Ia memerdekakan kerajaannya dari jajahan Sriwijaya. 1031 M - Airlangga menaklukkan Wengker. Lewa memberontak, namun berhasil ditumpas. 1032 M - Ratu Tulodong penguasa Lodoyong menyerang Airlangga dan menghancurkan istana Watan Mas. Airlangga berhasil lolos dan membangun ibukota baru di Kahuripan. Ia kemudian menundukkan Lwaram, membalaskan dendam Dharmawangsa. 1035 M - Mpu Kanwa menggubah naskah Arjunawiwaha. Pemberontakan raja Wengker. 1036 M - Airlangga membangun Asrama Sri Wijaya. 1037 M - Pemberontakan Wengker berhasil ditumpas. Airlangga berhasil menaklukkan seluruh Bumi Jawa. 1042 M - Airlangga memindahkan ibukota ke Dahanapura (Daha). Ia kemudian membagi Kahuripan masing-masing kepada kedua putranya: Samarawijaya di Panjalu dan Garasakan di Janggala. Airlangga kemudian pergi menyepi. Lodoyong menjadi negara yang merdeka kembali. 1044 M - Perang saudara antara Janggala dan Panjalu. 1049 M - Airlangga wafat dalam pertapaannya. 1052 M - Panjalu menjadi bawahan Janggala. 1066 M - Sriwijaya merdeka dari Chola. 1088 M - Sriwijaya menjadi bawahan kerajaan Melayu Dharmasraya (Mauli). 1100 M - Janggala menaklukkan Madura. Abad 12: 1104 M - Panjalu merdeka dari Janggala. 1116 M - Lodoyong menjadi bawahan Panjalu. 1135 M - Sri Jayabaya naik tahta di Panjalu. Ia berhasil menaklukkan Janggala. Panjalu berganti nama menjadi Kediri. 1157 M - Kakawin Bharatayudha ditulis, sebagai kiasan kemenangan Kediri atas Janggala. 1159 M - Prabu Jayabaya wafat. Terjadi perebutan tahta antara kedua putranya. Janggala mengambil kesempatan ini untuk memerdekakan diri. 1175 M - Darmasiksa naik tahta di Sunda. Putranya, Jayadarma menikah dengan putri Singhasari bernama Dyah Lembu Tal. Kelak keduanya memiliki putra bernama Wijaya, seorang tokoh besar dalam beberapa dekade ke depan. 1183 M - Dinasti Mauli berkuasa sepenuhnya di Sumatra, mengakhiri dominasi Sriwijaya. 1185 M - Janggala dan Kediri kembali bersatu, melalui jalur pernikahan. 1190 M - Kertajaya naik tahta di Kediri. 1193 M - Pasukan Janggala menyerbu Kediri dan berhasil menduduki kota dan istana Daha. Kertajaya terpaksa mengungsi dari istananya. 1194 M - Kertajaya memimpin pasukan Kediri menggempur dan menaklukkan Janggala. Abad 13: 1205 M - Ken Arok menjadi penguasa Tumapel dan memerdekakan diri dari kekuasaan Kediri. 1221 M - Pertempuran Ganter. Prabu Kertajaya tewas di tangan Ken Arok. 1222 M - Kediri menjadi bawahan Tumapel. Ken Arok menjadi penguasa tertinggi di Bumi Jawa. 1227 M - Ken Arok tewas diracun oleh Anusapati, yang kemudian menggantikannya sebagai raja Tumapel. 1248 M - Wisnuwardhana menjadi raja Tumapel. 1250 M - Kediri disatukan kembali dengan Tumapel. 1252 M - Erupsi gunung Merapi. 1254 M - Tumapel berganti nama menjadi Singhasari. 1255 M - Prasasti Mula Malurung. 1257 M - Erupsi dahsyat gunung Samalas di pulau Lombok. 1258 M - Perubahan iklim akibat erupsi gunung Samalas. Sebagian besar Bumi mengalami musim dingin berkepanjangan. Gerhana Bulan total terjadi pada bulan Mei. 1263 M - Iklim Bumi kembali normal. 1268 M - Kertanegara menaiki tahta Singhasari. 1275 M - Singhasari memulai ekspedisi penaklukkan Tanah Melayu. Armada besar pimpinan Kebo Anabrang berangkat ke Sumatra. 1284 M - Pasukan Singhasari pimpinan Wijaya (menantu Kertanegara dan seorang pangeran Sunda) menundukkan Bali. 1286 M - Penaklukkan Melayu selesai. Kertanegara menghadiahkan arca Amoghapasa kepada penguasa Dharmasraya. 1289 M - Dinasti Yuan mengirim utusan yang meminta agar Singhasari tunduk pada kekuasaan Mongol. Kertanegara dengan tegas menolak dan memotong telinga sang utusan. 1292 M - Pemberontakan Jayakatwang. Kertanegara tewas di tangan Jayakatwang (adipati Kediri), menandai runtuhnya Singhasari dan kembali bangkitnya Kediri. Wijaya bersedia tunduk lalu mendirikan desa Majapahit sebagai bawahan Kediri. Di tahun yang sama, pasukan Mongol mendarat di pesisir utara Jawa timur dan menduduki kota-kota pelabuhan dari Tuban hingga Ujung Galuh (Surabaya). 1293 M - Aliansi Mongol-Majapahit menghancurkan kota Daha. Jayakatwang ditangkap dan menjadi tawanan Mongol. Wijaya kemudian mengusir pasukan Mongol saat mereka lengah dan mendirikan kerajaan Majapahit. Dalam perjalanan kembali ke Khanbaliq, pasukan Mongol membunuh Jayakatwang yang menjadi tawanan mereka. 1295 M - Ranggalawe, salah satu pendiri Majapahit yang menjabat sebagai adipati Tuban tewas dalam suatu konspirasi oleh Halayudha, seorang licik yang berambisi menjadi mahapatih Majapahit. Ia tewas di tangan Kebo Anabrang (mantan panglima ekspedisi Pamalayu), yang langsung dibunuh saat itu juga oleh Lembu Sora, paman Ranggalawe. Arya Wiraraja, penguasa Lumajang dan ayah Ranggalawe memerdekakan negerinya dari Majapahit. Abad 14: 1300 M - Lembu Sora tewas di tangan mahapatih Nambi setelah keduanya diadu domba oleh Halayudha. 1309 M - Wijaya wafat. Sahabatnya, Nambi mengundurkan diri dari jabatan mahapatih Majapahit dan menjadi raja di Lumajang. Tahta diserahkan kepada Jayanagara, putra Wijaya dengan Dara Petak, seorang putri dari Dharmasraya. 1313 M - Gajah Mada menjadi kepala pasukan khusus Bhayangkara. 1316 M - Nambi, salah satu pendiri Majapahit tewas akibat difitnah oleh Halayudha dan Jayanagara. Lumajang dianeksasi oleh Majapahit. Halayudha diangkat sebagai mahapatih baru. 1319 M - Pemberontakan Dharmaputra Winehsuka pimpinan Ra Kuti. Trowulan berhasil diduduki, namun dapat direbut kembali oleh pasukan Bhayangkara pimpinan Gajah Mada yang kemudian menumpas para Dharmaputra. Jabatannya dinaikkan menjadi patih. Halayudha dihukum mati setelah segala fitnah yang ia perbuat di masa lalu terbongkar. 1321 M - Odorico da Pordenone dari Venesia mengunjungi Majapahit. 1325 M - Majapahit mengirim Adityawarman sebagai duta besar ke Khanbaliq untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Dinasti Yuan. 1328 M - Jayanagara dibunuh oleh Ra Tanca, anggota Dharmaputra terakhir yang masih hidup. Tanca kemudian langsung dibunuh oleh Gajah Mada saat itu juga. Tahta Majapahit diserahkan kepada Tribhuwanatunggadewi. 1329 M - Pemberontakan Keta. 1331 M - Pemberontakan Sadeng. 1332 M - Adityawarman kembali pergi ke Khanbaliq sebagai duta besar Majapahit. 1334 M - Hayam Wuruk lahir. 1336 M - Ratu Tribhuwana mengangkat Gajah Mada sebagai mahapatih, yang kemudian mengucapkan Sumpah Palapa. 1337 M - Wang Dayuan, seorang pengelana Yuan-Mongol mengunjungi Majapahit dan melaporkan tentang adanya sisa-sisa pasukan Mongol yang menetap dan membentuk komunitas Muslim Hui di lembah Gelam, Sidoarjo. 1339 M - Majapahit menaklukkan negeri-negeri di Sumatra dan Malaya yang belum tunduk. Adityawarman diangkat sebagai gubernur Sumatra. 1343 M - Gajah Mada dan Adityawarman memimpin pasukan Majapahit menaklukkan Bali dan Lombok. 1350 M - Hayam Wuruk menaiki tahta Majapahit. Majapahit menguasai Bawean. 1357 M - Perang Bubat. Raja Sunda tewas dalam suatu kesalahpahaman oleh Gajah Mada. Hayam Wuruk yang kecewa kemudian mencabut jabatan sang mahapatih dan mengasingkannya ke Madakaripura. Majapahit menaklukkan Sumbawa. 1359 M - Gajah Mada diangkat kembali sebagai mahapatih, namun memerintah dari Madakaripura. Hayam Wuruk mengunjungi Malang. 1364 M - Gajah Mada wafat. 1365 M - Puncak kejayaan Majapahit di bawah pimpinan Prabu Hayam Wuruk. Kakawin Nagarakretagama selesai ditulis oleh Mpu Prapanca, yang menuliskan daftar wilayah kekuasaan Majapahit serta negara-negara sahabatnya. 1371 M - Prabu Niskala Wastukancana naik tahta di Sunda. 1376 M - Wijayarajasa mendirikan keraton Majapahit Timur (Blambangan), namun masih sebagai bawahan Majapahit pusat. Adityawarman wafat. 1377 M - Pemberontakan kerajaan-kerajaan di Sumatra: Pagaruyung, Palembang, dan Dharmasraya. Berhasil ditumpas oleh Majapahit, namun berakibat lepasnya Pagaruyung. 1382 M - Wastukancana membagi Tatar Sunda kepada kedua putranya. Sunda pun kembali terpecah menjadi Sunda dan Galuh. 1389 M - Hayam Wuruk wafat. Wikramawardhana naik tahta menggantikannya. 1398 M - Majapahit menaklukkan Tumasik. Abad 15: 1404 M - Perang Paregreg, perang sipil Majapahit dimulai. Wirabhumi memerdekakan Majapahit Timur dari keraton Majapahit Barat pimpinan Wikramawardhana. Sunan Gresik mendirikan Walisongo, sebuah majelis dakwah Islam. 1405 M - Ekspedisi laut Dinasti Ming pimpinan Laksamana Cheng Ho mengunjungi kedua keraton Majapahit. 1406 M - Keraton Majapahit Timur diserbu dan diduduki. Seluruh penghuni keraton termasuk sejumlah besar utusan Tionghoa anggota ekspedisi Dinasti Ming tewas dalam serangan itu. Wirabhumi sendiri berhasil lolos namun kemudian dikejar dan dibunuh oleh Raden Gajah. Perang Paregreg pun berakhir. 1408 M - Armada Cheng Ho kembali mengunjungi Majapahit, kali ini untuk menagih hutang atas terbunuhnya utusan Ming saat Perang Paregreg. 1415 M - Kaisar Dinasti Ming mengakui kedaulatan Majapahit atas Palembang. 1419 M - Sunan Gresik wafat. 1427 M - Wikramawardhana wafat. Suhita naik tahta sebagai ratu Majapahit. 1430 M - Pangeran Walangsungsang alias Cakrabuana, putra sulung Siliwangi mendirikan kesultanan Cirebon sebagai bawahan Galuh. 1442 M - Raden Paku alias Sunan Giri lahir. 1448 M - Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati lahir. 1450 M - Raden Said alias Sunan Kalijaga lahir. 1475 M - Raden Patah mendirikan kesultanan Demak sebagai bawahan Majapahit. 1477 M - Semarang menjadi bawahan Demak. 1478 M - Kudeta di Trowulan. Raja Majapahit terakhir yang sah, Kertabhumi tewas terbunuh dalam serangan yang dilancarkan oleh Girindrawardhana dari Daha, keturunan Wirabhumi. Raden Patah, putra mahkota Majapahit yang sah memerdekakan Demak dan menyerbu Daha, namun menemui kegagalan. 1479 M - Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati menggantikan kedudukan Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon. 1482 M - Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi naik tahta di Sunda. Ia kembali menyatukan Sunda dan Galuh ke dalam satu pemerintahan, serta merebut Lampung dari Majapahit. Kerajaan Sunda kemudian berganti nama menjadi Pajajaran. Di tahun yang sama, Sunan Gunung Jati memproklamasikan kemerdekaan Cirebon dari Pajajaran. 1487 M - Raden Paku alias Sunan Giri mendirikan pesantren Giri Kedaton di Gresik, yang berkembang menjadi pusat pendidikan Islam dan negara-kota pelabuhan yang kaya. Abad 16: 1506 M - Sunan Giri wafat. 1511 M - Demak melancarkan ekspansi ke wilayah sekitarnya. Sedayu, Tegal, dan Kudus berturut-turut jatuh ke dalam kekuasaannya. Di Malaya, Portugis menguasai Malaka. Kesultanan Malaka runtuh dan Portugis resmi menjadi pengendali Selat Malaka. 1513 M - Tome Pires, seorang pengelana Portugis mengunjungi pulau Jawa dan mencatatkan perjalanannya tersebut di dalam bukunya, Suma Oriental. Panglima Demak, Pati Unus mengirim ekspedisi militer ke Malaka, namun menemui kegagalan. Majapahit beraliansi dengan Klungkung dari Bali untuk menyerbu Demak, namun dapat dipukul mundur. 1515 M - Cirebon menjadi bawahan Demak. 1517 M - Majapahit menjalin hubungan diplomatik dengan Portugis. 1518 M - Raden Patah wafat. Pati Unus naik tahta sebagai sultan Demak menggantikannya. Ia kemudian memimpin penaklukkan Demak atas Jepara. 1521 M - Demak kembali menyerbu Malaka, namun kembali menemui kegagalan dan Pati Unus gugur. Trenggana naik tahta sebagai sultan Demak menggantikan kakaknya. Pada tahun yang sama, Prabu Siliwangi mengirim utusan ke Malaka Portugis untuk menjalin hubungan persahabatan. Tak lama kemudian, sang Prabu wafat. Tahta Pajajaran diserahkan kepada Surawisesa, putra sekaligus utusan yang sebelumnya ia kirim ke Malaka Portugis. 1522 M - Perjanjian Sunda Kalapa antara Pajajaran-Portugis. Surawisesa memperbolehkan Portugis membangun benteng di Sunda Kalapa dengan jaminan kerajaannya diberi bantuan militer. 1526 M - Kesultanan Cirebon dan Demak beraliansi untuk menggempur kerajaan Pajajaran. Sunan Gunung Jati mendirikan kesultanan Banten sebagai bawahan Cirebon. 1527 M - Majapahit runtuh. Demak menyerbu kota Tuban dan Daha, pertahanan terakhir kerajaan Majapahit pimpinan Girindrawardhana. Sang Prabu berhasil meloloskan diri ke Panarukan dan menjadi raja Blambangan. Demak juga menyerbu dan menduduki pesisir utara Pajajaran, termasuk Sunda Kalapa yang kemudian diganti namanya menjadi Jayakarta oleh Fatahillah, panglima militer Demak. Ratna Kencana, putri Sultan Trenggana mendirikan kerajaan Kalinyamat sebagai bawahan Demak. 1528 M - Perang Palimanan antara Cirebon dengan Galuh, kerajaan bawahan Pajajaran. Rajagaluh dianeksasi oleh Cirebon. Demak menundukkan Wirosari dan Wirasaba. Blambangan pimpinan Girindrawardhana mengirimkan utusan ke Malaka Portugis. 1529 M - Pangeran Cakrabuana wafat. Demak menundukkan kadipaten Purbaya dan Gegelang di Madiun. 1530 M - Demak menundukkan Medangkungan di Blora dan Jogorogo di Ngawi. Perang Palimanan berakhir dengan kekalahan Galuh dan dianeksasinya wilayah itu ke dalam kekuasaan Cirebon. 1531 M - Demak menundukkan Surabaya. Perjanjian damai antara Pajajaran dengan aliansi Cirebon-Demak. 1533 M - Prasasti Batutulis. 1535 M - Ratu Dewata menaiki tahta Pajajaran. Seorang raja yang menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk bertapa dan menyepi. 1536 M - Toyib, seorang ulama Aceh tiba di Jepara untuk menyebarkan Islam. Ia kemudian menikah dengan Ratu Kalinyamat dan diberi gelar Sultan Hadlirin. 1541 M - Demak berturut-turut menundukkan Lamongan dan Blitar. 1543 M - Ratu Sakti naik tahta di Pajajaran menggantikan Ratu Dewata. Berbanding terbalik dengan ayahnya, Sakti adalah seorang raja yang lalim dan kejam. 1545 M - Sultan Trenggana menyerbu Blambangan dan berhasil merebut Pasuruan. Trenggana juga menaklukkan kerajaan Sengguruh di Malang. 1546 M - Trenggana wafat dalam pertempuran melawan Blambangan di Panarukan. Sunan Prawoto naik tahta sebagai sultan Demak menggantikannya. Kalinyamat melepaskan diri dari Demak setelah Sultan Hadlirin tewas terbunuh dalam suatu konspirasi oleh Prawoto dan Arya Penangsang. Ratna Kencana kembali menjadi Ratu Kalinyamat. 1548 M - Sunan Prapen ditunjuk menjadi pemimpin Giri Kedaton. 1549 M - Prawoto tewas di tangan Arya Penangsang, yang kemudian menggantikannya sebagai sultan Demak. Jaka Tingkir mendirikan kerajaan Pajang dan bergelar Hadiwijaya. Sunan Kudus mendirikan Masjid Menara Kudus. 1550 M - Sunan Kudus wafat. Ratu Kalinyamat bekerjasama dengan kesultanan Johor menggempur Malaka Portugis. Meski sempat menduduki sebagian besar kota Malaka, namun aliansi Johor-Kalinyamat ini akhirnya dapat dipukul mundur oleh pasukan Portugis. 1552 M - Sunan Gunung Jati mengangkat putranya, Maulana Hasanuddin menjadi sultan Banten. Banten pun merdeka dari Cirebon, lalu menundukkan Lampung. 1554 M - Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan yang memimpin pasukan pemberontak suruhan Hadiwijaya dari Pajang. Kesultanan Demak pun resmi runtuh. Pajang muncul sebagai penguasa baru di Jawa. Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang. 1556 M - Hadiwijaya menghadiahkan tanah Mataram kepada Ki Ageng Pemanahan atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang. Sunan Kalijaga wafat. 1560 M - Portugal mendirikan pos dagang di Panarukan. 1567 M - Prabu Suryakancana naik tahta sebagai raja terakhir Pajajaran. 1568 M - Sunan Prapen mengadakan pertemuan antara Hadiwijaya dengan para penguasa di Jawa Timur pimpinan Panji Wiryakrama dari Surabaya. Seluruh Jawa Timur kecuali Blambangan dan Madura pun resmi bersatu dengan Pajang. Sunan Gunung Jati wafat. Fatahillah diangkat sebagai sultan Cirebon menggantikannya. 1570 M - Fatahillah wafat. Maulana Hasanuddin wafat. Maulana Yusuf diangkat menjadi Sultan Banten menggantikan ayahnya. 1574 M - Ratu Kalinyamat kembali mengirim armada perang untuk menyerbu Malaka Portugis. Kali ini bekerjasama dengan Aceh. Meski sempat membuat Portugis kewalahan, serangan ini juga gagal merebut Malaka. 1575 M - Ki Ageng Pemanahan wafat. Sutawijaya menggantikan ayahnya sebagai penguasa Mataram. 1576 M - Kesultanan Banten melancarkan agresi besar-besaran terhadap Pajajaran. Kota Pakuan dikuasai oleh pasukan Banten. Prabu Suryakancana dan keluarganya meloloskan diri ke pedalaman Pandeglang. 1579 M - Kerajaan Pajajaran runtuh setelah Pandeglang dikuasai sepenuhnya oleh kesultanan Banten. Prabu Suryakancana wafat dalam pertempuran. Banten pun menjadi penguasa tertinggi di Tatar Sunda. Prabu Geusan Ulun naik tahta di kerajaan Sumedang Larang dan memerdekakannya dari Cirebon. Ratu Kalinyamat wafat. Pangeran Arya Jepara, keponakan sang ratu sekaligus putra sultan Banten, diangkat sebagai penguasa Kalinyamat. Ia berhasil menanamkan kekuasaan di pulau Bawean. 1582 M - Hadiwijaya wafat. Daerah-daerah bawahan di Jawa Timur pimpinan Surabaya melepaskan diri dari kekuasaan Pajang. 1583 M - Arya Pangiri naik tahta sebagai sultan Pajang setelah menyingkirkan Pangeran Benawa. 1586 M - Benawa bersekutu dengan Sutawijaya untuk menggempur Pajang. Arya Pangiri dilengserkan dan Benawa menjadi sultan Pajang. Sutawijaya kemudian menyerbu Madiun untuk menundukkan Purbaya. 1587 M - Erupsi gunung Merapi. 1588 M - Sutawijaya memerdekakan Mataram dari Pajang. Ia menjadi penguasa bergelar Panembahan Senopati. Benawa wafat. Pajang pun bersatu dengan Mataram. Senopati kemudian menyerbu Surabaya yang tak ingin tunduk, sebelum didamaikan oleh Sunan Prapen. 1590 M - Perang Mataram-Purbaya berakhir dengan takluknya Purbaya. Mataram juga menaklukkan Madiun, kemudian menyerbu Jepara namun berhasil dipukul mundur oleh pasukan Kalinyamat. 1591 M - Perebutan tahta di Kediri. 1596 M - Bangsa Belanda untuk pertama kalinya tiba di Jawa. Mereka mendarat di Banten, namun masih sebatas berdagang. Benteng Kuta Raja Cirebon dibangun sebagai simbol persahabatan antara Cirebon dengan Mataram. 1599 M - Peristiwa Bedhahe Kalinyamat. Mataram melancarkan invasi besar-besaran terhadap Jepara dan berhasil menguasainya. Kerajaan Kalinyamat pun runtuh. 1600 M - Pemberontakan Pati pimpinan Adipati Pragola. Berhasil ditumpas oleh putra mahkota Mataram, Raden Mas Jolang. Abad 17: 1601 M - Panembahan Senopati wafat. Raden Mas Jolang naik tahta di Mataram menggantikan ayahnya dan bergelar Panembahan Hanyakrawati. Selat Muria diperkirakan lenyap akibat pendangkalan berkepanjangan. Pulau Muria pun bersatu dengan Jawa. 1602 M - Pemberontakan Demak pimpinan Pangeran Puger. Perang sipil Mataram-Demak dimulai. Belanda resmi membentuk VOC, sebuah kongsi dagang internasional. VOC kemudian mendirikan pos dagang pertamanya di Gresik dan Jaratan. 1603 M - VOC mendirikan pos dagang di Banten. 1605 M - Pangeran Puger ditangkap dan dibuang ke Kudus. Demak kembali menjadi bagian dari Mataram. 1607 M - Pemberontakan Ponorogo pimpinan Jayaraga, adik Hanyakrawati. Berhasil dipadamkan dan Jayaraga dibuang ke Nusakambangan. 1610 M - Mataram menyerbu Surabaya, namun mengalami kegagalan. 1611 M - VOC mendirikan pos dagang di Jayakarta. 1613 M - Mataram kembali menyerbu Surabaya, namun kembali gagal. Pos-pos VOC di Gresik dan Jaratan ikut terbakar. Sebagai permintaan maaf, Sultan Hanyakrawati mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara. Hanyakrawati kemudian wafat dalam kecelakaan saat berburu kijang di hutan Krapyak. Raden Mas Rangsang naik tahta dan bergelar Panembahan Hanyakrakusuma. 1614 M - Mataram menaklukkan Malang dan Lumajang. VOC mengirim duta besar pertamanya ke Mataram untuk menjalin kerja sama namun ditolak oleh Hanyakrakusuma. 1615 M - Patih Mataram, Ki Juru Martani wafat. Kedudukannya digantikan oleh Tumenggung Singaranu. Mataram menaklukkan Wirasaba. Surabaya membalas dengan mengirim pasukan ke Wirasaba. 1616 M - Pasukan Mataram mengalahkan pasukan Surabaya di desa Siwalan. Mataram kemudian lanjut menaklukkan Lasem. 1617 M - Pemberontakan Pajang pimpinan Ki Tambakbaya. Berhasil dipadamkan dan Tambakbaya melarikan diri ke Surabaya. Mataram menaklukkan Pasuruan. Cirebon menjadi bawahan Mataram. 1618 M - Mataram menaklukkan Galuh. 1619 M - VOC menaklukkan kota Jayakarta dan mengganti namanya menjadi Batavia. Markas VOC yang semula di Ambon pun dipindah ke Batavia. Jan Pieterszoon Coen ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal VOC. Pendudukan Belanda di pulau Jawa pun dimulai. Mataram menaklukkan Tuban. 1620 M - Invasi Mataram ke Surabaya dimulai. Pasukan Mataram membendung Sungai Mas untuk menghentikan suplai air. Mataram juga menggempur dan menaklukkan kerajaan Sumedang Larang. 1621 M - Mataram mulai menjalin hubungan diplomatik dengan VOC. 1622 M - Mataram menaklukkan kerajaan Sukadana di Kalimantan Barat. 1624 M - Mataram menaklukkan Madura. Hanyakrakusuma mendapatkan gelar baru, Sultan Agung. 1625 M - Surabaya dilanda bencana kelaparan akibat suplai pangan terputus oleh invasi Mataram. Jayalengkara akhirnya menyerah dan bersedia menjadikan Surabaya sebagai bagian dari Mataram. 1627 M - Pemberontakan Pati pimpinan Adipati Pragola, sepupu Sultan Agung. Berhasil ditumpas. 1628 M - Invasi Mataram ke Batavia dimulai. Pasukan Mataram berhasil menduduki sebuah benteng VOC, namun kemudian terpukul mundur akibat kekurangan perbekalan. 1629 M - Mataram kembali menyerbu Batavia, namun kembali mengalami kekalahan. Walaupun begitu, pasukan Mataram berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung yang mengakibatkan wabah kolera melanda Batavia. Gubernur Jenderal VOC pertama, JP Coen tewas menjadi korban wabah tersebut. 1630 M - Sultan Agung mengirim utusan ke Gresik agar Giri Kedaton bersedia menjadi bawahan Mataram, namun ditolak oleh Sunan Kawis Guwa, penguasanya saat itu. Akibatnya, Mataram menyerbu Giri Kedaton. Pertempuran besar terjadi hingga enam tahun berikutnya. 1631 M - Pemberontakan Sumedang. 1632 M - Cirebon yang setia pada Mataram berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang. 1633 M - Mataram menyerang Blambangan. Sultan Agung menciptakan Tahun Jawa dan memberlakukannya pada negerinya. 1636 M - Perang Mataram-Giri Kedaton berakhir. Giri Kedaton takluk dan dianeksasi oleh Mataram. Di tahun yang sama, Mataram menundukkan kesultanan Palembang di Sumatra Selatan. Mataram akhirnya juga dapat menaklukkan Blambangan setelah berperang 3 tahun lamanya. 1641 M - Sultan Agung menggubah Serat Nitipraja. 1645 M - Sultan Agung wafat. Sebelumnya, ia memerintahkan pembangunan Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga bangsawan kesultanan Mataram. Raden Mas Sayidin naik tahta menggantikan ayahnya dan bergelar Sultan Amangkurat I. 1646 M - Mataram kembali menjalin hubungan dengan VOC. 1647 M - Ibukota Mataram dipindah ke Plered. 1649 M - Sultan Cirebon, Panembahan Girilaya diundang oleh Amangkurat I untuk mengunjungi Mataram. Sesampainya di sana, ia dan kedua putranya justru dilarang kembali ke Cirebon dan dipaksa untuk tinggal di Mataram. Pangeran Wangsakerta diangkat sebagai wali sultan karena ayahnya tak kunjung kembali. 1651 M - Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta di Banten. 1652 M - Mataram menyerahkan wilayah Bekasi kepada VOC. Tawang Alun naik tahta di Blambangan. 1659 M - VOC menduduki Palembang. Kekuasaan Mataram di Sumatra pun lenyap. Blambangan bekerja sama dengan Bali untuk melepaskan diri dari Mataram. Pertempuran terjadi dan berakhir dengan dikuasainya ibukota Blambangan oleh pasukan Mataram. Sang Prabu Tawang Alun dan pengikutnya mundur ke Bali. 1661 M - Putra mahkota Mataram, Raden Mas Rahmat melancarkan aksi kudeta setelah terlibat perselisihan dengan sang ayah, namun mengalami kegagalan. 1674 M - Trunojoyo, seorang bangsawan Madura memerdekakan wilayah tersebut dari kekuasaan Mataram. 1676 M - Laskar Madura pimpinan Trunojoyo berturut-turut menduduki Lasem, Rembang, Demak, Semarang, dan Pekalongan. Tawang Alun memerdekakan Blambangan dari jajahan Mataram. 1677 M - Trunojoyo berturut-turut menduduki Tegal, Cirebon, dan Banyumas, hingga akhirnya berhasil menguasai dan menjarah ibukota Mataram. Amangkurat pun terpaksa meninggalkan keraton dan kemudian wafat dalam pelariannya di Tegalwangi. Mas Rahmat naik tahta sebagai sultan Mataram bergelar Amangkurat II. Ia mengadakan perjanjian dengan VOC di Jepara untuk mengalahkan Trunojoyo. Pangeran Wangsakerta mengadakan seminar sejarah Gotrasawala di Cirebon dengan para sejarawan dari beberapa negara di Nusantara saat itu. Cirebon kehilangan wilayah Rangkas Sumedang (Karawang-Purwakarta-Subang) yang direbut oleh Belanda. 1679 M - Pemberontakan Trunojoyo berhasil ditumpas oleh pasukan aliansi VOC-Mataram yang dibantu oleh armada Bugis pimpinan Arung Palakka. Ibukota Mataram berhasil direbut kembali. Namun sebagai imbalannya, Mataram harus menyerahkan pesisir utara Jawa kepada VOC. VOC pun mulai terlibat dalam suksesi pemerintahan di Mataram dan juga Madura. Sultan Ageng Tirtayasa membagi Cirebon menjadi dua untuk menghindari perpecahan keluarga, yaitu keraton Kasepuhan dan keraton Kanoman. 1680 M - Puncak kejayaan kesultanan Banten di bawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa. Trunojoyo dihukum mati oleh Amangkurat II. VOC menyerbu dan menghancurkan Giri Kedaton, sekutu terakhir yang loyal terhadap Trunojoyo. Ibukota Mataram dipindah ke Kartasura. 1681 M - Cornelis Speelman ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal VOC. VOC mengadakan perjanjian monopoli dagang dengan Cirebon. 1682 M - Kapitan Francois Tack memimpin pasukan VOC melancarkan ekspedisi pelayaran ke Banten. VOC berhasil merebut dan memonopoli perdagangan lada di Banten dan mengusir bangsa Eropa lain yang telah lama berdagang di sana. 1683 M - Pasukan VOC menyerbu Banten dan berhasil menduduki istana Surosowan. Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap. Banten kemudian menjadi bawahan VOC. 1684 M - Speelman wafat di Batavia. 1686 M - Kapitan Francois Tack tewas di tangan Untung Surapati, seorang buronan VOC setelah berduel dengannya di Kartasura. Amangkurat II kemudian merestui Surapati untuk merebut Pasuruan. Setelah berhasil, ia pun diangkat menjadi bupati Pasuruan bergelar Tumenggung Wiranegara. 1691 M - Prabu Tawang Alun wafat. VOC melaporkan pemandangan mencengangkan saat prosesi pembakaran jenazah sang Prabu, di mana sebanyak 271 dari total 400 istri Tawang Alun ikut membakar diri ke dalam kobaran api. 1697 M - Kerajaan Buleleng dari Bali menyerang dan berhasil menaklukkan Blambangan. 1698 M - Pangeran Wangsakerta dan para sejarawan di seminar Gotrasawala merampungkan penyusunan naskah Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara dan beberapa karya sejarah lainnya. Abad 18: 1703 M - Amangkurat II wafat. Perebutan tahta antara Amangkurat III dengan Pangeran Puger. 1704 M - Perang Tahta Mataram Pertama dimulai. VOC mengangkat Pangeran Puger sebagai sultan Mataram bergelar Pakubuwono I, sementara Amangkurat III diusir. 1705 M - Bersama Surapati, Amangkurat III mendirikan pemerintahan pengasingan di Pasuruan. VOC merebut Priangan Timur dan Cirebon. 1706 M - Pasuruan diserbu oleh VOC dan sekutunya. Surapati tewas setelah bentengnya diduduki oleh VOC. Amangkurat III melarikan diri. 1708 M - Amangkurat III ditangkap dan dibuang ke Sri Lanka oleh VOC. 1719 M - Perang Tahta Mataram Kedua dimulai. Pakubuwono I wafat dan digantikan oleh Amangkurat IV. 1740 M - Peristiwa Geger Pecinan. Tentara VOC melancarkan genosida terhadap etnis Tionghoa di Batavia. Tak kurang dari 10.000 orang yang tewas dalam pembantaian massal ini. Sisanya melarikan diri ke timur menyusuri pesisir utara Jawa. Dalam perjalanan, mereka menyerang sebuah pos VOC di Tangerang. 1741 M - Pelarian Tionghoa dari Batavia bekerja sama dengan prajurit Mataram menyerang dan menduduki pos-pos VOC berturut-turut di Lasem, Rembang, Juwana, Jepara, dan Semarang. 1743 M - VOC menduduki pulau Bawean. 1746 M - Mataram mengadakan perjanjian dengan VOC, hasilnya Pakubuwono II bersedia menyerahkan kembali Madura dan pesisir utara Jawa yang sebelumnya dikuasai aliansi Mataram-Tionghoa kepada VOC. Pangeran Mangkubumi melancarkan pemberontakan menuntut tahta Mataram. Perang Tahta Mataram Ketiga dimulai. 1749 M - VOC melantik Raden Mas Suryadi sebagai sultan Mataram bergelar Pakubuwono III. Patih Mataram, Raden Mas Said memberontak, ikut menuntut tahta Mataram. 1750 M - Raden Panji Margono bekerjasama dengan laskar Tionghoa dan laskar santri melancarkan pemberontakan terhadap VOC di Lasem. Dapat dipadamkan oleh VOC. 1754 M - Gubernur VOC atas wilayah Jawa Utara Hartingh mengadakan pertemuan tertutup dengan Pangeran Mangkubumi mengenai pembagian Mataram. 1755 M - Perjanjian Giyanti, mengakhiri Perang Tahta Mataram. Mataram secara resmi dibagi menjadi dua pemerintahan: Yogyakarta dan Surakarta. Mangkubumi diangkat sebagai penguasa Yogyakarta bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I, sementara Pakubuwono III menjadi penguasa Surakarta. Kedua negeri pecahan ini pun menjadi bawahan VOC. 1757 M - Perjanjian Salatiga. Raden Mas Said yang terdesak akhirnya menyerahkan diri. Ia kemudian diangkat sebagai penguasa di Mangkunegaran bergelar Mangkunegara I. 1767 M - VOC menyerbu Blambangan dan berhasil menduduki ibukotanya. 1771 M - Perang Puputan Bayu. Rakyat, prajurit, dan bangsawan Blambangan melakukan bela pati mempertahankan tanah air mereka dari rongrongan VOC. Diperkirakan lebih dari separuh populasi Blambangan musnah dalam pertempuran ini. 1772 M - Blambangan sepenuhnya ditaklukkan oleh VOC. 1788 M - Pakubuwono III wafat dan digantikan putranya yang bergelar Pakubuwono IV. 1800 M - VOC secara resmi dibubarkan. Belanda dikuasai oleh Kekaisaran Prancis pimpinan Napoleon Bonaparte. Koloni-koloni Belanda di luar Eropa pun secara tidak langsung jatuh ke tangan Prancis. Abad 19: 1806 M - Kekaisaran Inggris menyerbu Hindia Belanda. Pertempuran besar terjadi di Laut Jawa antara armada Inggris melawan koalisi Belanda-Prancis. 1807 M - Pemerintah Belanda dibawah Prancis mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. 1808 M - Daendels tiba di Hindia Belanda. Ia mendirikan pemerintahan langsung di Lampung, kemudian memulai pembangunan Jalan Raya Pos Jawa dari Anyer-Panarukan, yang kini menjadi Jalur Pantura. Keputusan ditentang oleh Sultan Banten. Akibatnya, Daendels menyerbu Banten dan menghancurkan istana Surosowan. Sang sultan kemudian diasingkan. Kesultanan Kacirebonan dibentuk sebagai pecahan dari Kanoman. 1809 M - Kesultanan Kasepuhan dan Kanoman (termasuk Kacirebonan) menjadi bawahan Belanda. 1810 M - Pemberontakan para bangsawan Yogyakarta pimpinan Raden Rangga melawan Belanda. Daendels bersama ribuan prajurit berangkat ke Yogyakarta, memaksa Hamengkubuwono II untuk mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaannya kepada Raden Mas Surojo, yang bergelar Hamengkubuwono III. Daendels mengibarkan bendera Prancis di Batavia. 1811 M - Daendels ditarik kembali ke Eropa untuk membantu Napoleon dalam ekspedisinya ke Moskow. Jan Willem Janssens diangkat sebagai Gubernur Jenderal yang baru. Inggris menyerbu Jawa dan berhasil menduduki Batavia. Janssens kemudian menyerah dan menandatangani Kapitulasi Tuntang di Salatiga dimana ia bersedia menyerahkan seluruh jajahan Hindia Belanda kepada Inggris. Thomas Stamford Raffles diangkat sebagai Gubernur Jenderal di Jawa. Pendudukan Inggris di Jawa pun resmi dimulai. Hamengkubuwono II kembali merebut gelarnya sebagai Sultan di Yogyakarta. 1812 M - Peristiwa Geger Spehi. Bekerjasama dengan Mangkunegaran, Raffles memimpin pasukan Inggris menyerbu dan menduduki keraton Yogyakarta. Hamengkubuwono II dilengserkan dan diasingkan ke Padang. Tahta Yogyakarta kembali diserahkan kepada Hamengkubuwono III. Natakusuma mendirikan Dinasti Pakualam. 1813 M - Kesultanan Banten dihapuskan oleh Raffles. Ia kemudian mendirikan pemerintahan langsung di sana. 1814 M - Ekspedisi Inggris melaporkan penemuan Candi Borobudur, Prambanan, dan reruntuhan kota Trowulan ke Eropa untuk pertama kalinya. Hamengkubuwono IV naik tahta menjadi Sultan Yogyakarta di usia 13 tahun. Pangeran Diponegoro ditunjuk sebagai wali sang Sultan yang tak lain adalah adiknya sendiri. 1815 M - Erupsi dahsyat Gunung Tambora di Sumbawa. Perang Napoleon berakhir. Inggris bersedia mengembalikan Hindia Belanda kepada pemerintah Belanda sebagai bagian dari persetujuan yang mengakhiri Perang Napoleon. Raffles menghapuskan kesultanan Kasepuhan dan Kanoman (termasuk Kacirebonan). 1816 M - Perubahan iklim akibat erupsi gunung Tambora. Sebagian besar Bumi mengalami musim dingin berkepanjangan. Penyerahan kekuasaan dari Inggris kepada Belanda. Belanda secara resmi kembali menjadi penguasa di Hindia Belanda. Raffles meninggalkan Jawa dan pindah ke Bengkulu. 1817 M - Raffles menyelesaikan penulisan buku 'History of Java', yang berisi tentang rangkuman penelitian kesejarahannya tentang Jawa. 1818 M - Belanda mengakhiri perdagangan budak di Jawa. 1824 M - Traktat London, pembagian wilayah kolonialisme antara Belanda dan Inggris di Nusantara. 1825 M - Pangeran Diponegoro dan pengikutnya di Kesultanan Yogyakarta menyatakan perang terhadap pemerintah Hindia Belanda. 1826 M - Perang gerilya merebak di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur, sebagai akibat dari menyebarnya gerakan anti-Belanda yang dipelopori oleh Diponegoro. Du Bus diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, menggantikan Van der Capellen. Belanda membebaskan Hamengkubuwono II dari pembuangan dan mengangkatnya kembali menjadi Sultan Yogyakarta. Pasukan Belanda memukul mundur Diponegoro dan pengikutnya di Gowok. Raffles wafat. 1827 M - Puncak Perang Diponegoro. 1828 M - Kyai Maja, seorang abdi setia dan penasihat pribadi Diponegoro, ditangkap oleh Belanda di akhir sebuah pertempuran. 1829 M - Pangeran Mangkubumi dan Senapati Sentot Alibasyah, pendukung dan pengawal setia Diponegoro, menyerahkan diri kepada Belanda. 1830 M - Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda setelah tertipu bujukan untuk mengadakan diplomasi di Magelang. Ia dibuang ke Manado, lalu ke Makassar. Perang Diponegoro pun berakhir. Diperkirakan separuh lebih populasi Yogyakarta lenyap akibat perang ini. Wilayah kekuasaan Yogyakarta dan Surakarta menjadi semakin sempit. Johannes van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Ia mulai menerapkan sistem tanam paksa terhadap rakyat, lalu mendirikan KNIL sebagai kesatuan tentara resmi Hindia Belanda. 1846 M - Belanda menundukkan Buleleng di Bali, namun kembali lepas setelah pasukan KNIL mundur kembali ke Jawa. 1849 M - Belanda kembali menyerbu Bali, menghancurkan Buleleng serta menundukkan Jembrana dan Karangasem. 1855 M - Pangeran Diponegoro wafat dalam pembuangannya di Makassar. 1883 M - Erupsi dahsyat Gunung Krakatau di Selat Sunda. 1900 M - Belanda menundukkan Gianyar di Bali. Abad 20: 1901 M - Sukarno lahir. 1902 M - Mohammad Hatta lahir. 1905 M - Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam yang kelak berganti nama menjadi Sarekat Islam (SI). 1906 M - Belanda berturut-turut menundukkan Badung dan Tabanan di Bali. 1907 M - Belanda menundukkan Bangli di Bali. 1908 M - Era Kebangkitan Nasional dimulai dengan didirikannya organisasi Budi Utomo. Belanda menundukkan Klungkung di Bali. Seluruh pulau Bali pun sepenuhnya jatuh ke tangan Belanda. 1912 M - HOS Cokroaminoto menjadi pimpinan Sarekat Islam. Ia berhasil membujuk pemerintah Hindia Belanda untuk mengesahkan dan mengakui keberadaan SI. 1914 M - Perang Dunia I dimulai. Henk Sneevliet mendirikan ISDV yang kelak menjadi cikal bakal PKI. 1918 M - Perang Dunia I berakhir. 1926 M - Pemberontakan PKI di Banten, Batavia, dan Bandung. Berhasil dipadamkan oleh pasukan KNIL. 1928 M - Ikrar Sumpah Pemuda. 1939 M - Perang Dunia II dimulai. 1940 M - Pusat pemerintahan Belanda di Eropa jatuh ke tangan Jerman Nazi. Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga. 1941 M - Kekaisaran Jepang memulai penaklukkan Asia Timur Raya. 1942 M - Pasukan Jepang menyerbu dan menguasai seluruh Jawa dalam tempo yang singkat. Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Pulau Jawa pun resmi menjadi bagian dari Kekaisaran Jepang. Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo dan laskar Hizbullah memimpin gerakan Islam radikal di Tasikmalaya. 1943 M - Pemerintah Jepang membentuk PUTERA dan menunjuk Sukarno sebagai ketuanya. Jepang kemudian juga mendirikan PETA. Di antara anggotanya adalah Sudirman dan Suharto. 1944 M - Pasukan Sekutu menyerbu Surabaya. 1945 M - Sukarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, setelah serangkaian peristiwa besar yang mengakhiri pendudukan Jepang di Hindia Belanda. Pasukan Sekutu bersama Van Mook dan perwira NICA mendarat di Jakarta. Serangkaian perang besar berkobar di Semarang, Ambarawa, dan Surabaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 1946 M - Ibukota RI dipindah ke Yogyakarta setelah kondisi keamanan di Jakarta makin memburuk. Peristiwa Bandung Lautan Api. Konferensi Malino. Perjanjian Linggajati. Puputan Margarana. Belanda atas nama Gubernur Jenderal Van Mook mendirikan Negara Indonesia Timur lewat Konferensi Denpasar. 1947 M - Agresi militer Belanda I terhadap Jawa dan Sumatra. Suria Kartalegawa mendirikan negara Pasundan di bawah pengaruh Belanda. 1948 M - Pemberontakan PKI di Madiun pimpinan Musso. Berhasil ditumpas oleh TRI. Belanda mendirikan negara Madura dan negara Jawa Timur. Agresi militer Belanda II terhadap Jawa dan Sumatra. KNIL berhasil menduduki kota Yogyakarta dan menangkap para pemimpin RI. 1949 M - Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia dalam bentuk negara Serikat setelah konferensi di Den Haag, serta serangkaian serangan umum di Yogyakarta dan Surakarta. SM Kartosuwiryo mendeklarasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII alias DI/TII) di Jawa Barat. 1950 M - Republik Indonesia Serikat resmi dibubarkan. Amir Fatah menyatakan sebagian Jawa Tengah sebagai bagian dari DI/TII. 1954 M - Amir Fatah menyerahkan diri. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah pun berakhir. 1955 M - Pemilihan Umum diadakan untuk pertama kali. 1957 M - Peristiwa Granat Cikini, percobaan pembunuhan Presiden Sukarno oleh aktivis DI/TII. 1960 M - Penembakan di Istana Presiden oleh seorang Letnan AU yang telah dipengaruhi Permesta. 1961 M - Operasi Trikora dimulai setelah dikumandangkan oleh Sukarno di Alun-alun Utara Yogyakarta untuk merebut Papua Barat dari Belanda. 1962 M - Kartosuwiryo ditangkap dan dihukum mati, mengakhiri pemberontakan DI/TII di Jawa Barat. 1963 M - Konfrontasi Indonesia-Malaysia dimulai. Papua Barat berintegrasi dengan RI. 1965 M - Tragedi nasional G30S di Jakarta dan Yogyakarta, menyebabkan terbunuhnya 9 orang petinggi TNI-AD. 1966 M - Pembantaian massal terhadap ribuan tertuduh komunis di seluruh Indonesia oleh Suharto dan TNI-AD. Diperkirakan 70 ribu-1 juta orang tewas dalam genosida ini. Penyerahan Supersemar dari Suharto kepada Sukarno. Konfrontasi Indonesia-Malaysia resmi berakhir. Kedua negara mulai memperbaiki hubungan. Indonesia kembali menjadi anggota PBB. 1967 M - Sukarno menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Suharto. 1968 M - Era Orde Baru resmi dimulai dengan dilantiknya Suharto sebagai Presiden RI kedua. 1970 M - Sukarno wafat di usia 69 tahun. Pemerintah menetapkan masa berkabung selama 7 hari. 1982 M - Petrus, serangkaian operasi rahasia oleh pemerintahan Suharto berupa penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan di pulau Jawa. Berlangsung hingga 2 tahun berikutnya. 1984 M - Kerusuhan Tanjung Priok di Jakarta. 1996 M - Peristiwa 27 Juli alias Kudatuli di Jakarta. 1997 M - Krisis finansial melanda Asia, melumpuhkan perekonomian dan keuangan di sebagian besar Asia Timur. Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami pukulan berat, bersama dengan Thailand dan Korea Selatan. 1998 M - Suharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden setelah serangkaian kerusuhan di Jawa. Bacharuddin Jusuf Habibie dilantik sebagai Presiden RI ketiga. Orde Baru pun berakhir dan Era Reformasi resmi dimulai. 1999 M - Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dilantik menjadi Presiden RI keempat menggantikan Habibie. Abad 21: 2001 M - Megawati Sukarnoputri dilantik sebagai Presiden RI kelima menggantikan Gus Dur. 2004 M - Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla menjadi pasangan pemimpin RI pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat. 2008 M - Suharto wafat di usia 86 tahun. 2009 M - SBY kembali memenangi Pilpres dan menjadi Presiden RI bersama Budiono sebagai Wapres yang baru. Gus Dur wafat di usia 69 tahun. 2010 M - Erupsi Gunung Merapi. 2014 M - Joko Widodo dan Jusuf Kalla dilantik sebagai Presiden dan Wapres Indonesia menggantikan SBY-Budiono. Erupsi Gunung Kelud di Jawa Timur. ------ Sumber Informasi: - Babad Raja Blambangan - Babad Tanah Jawi - Babad Tanah Sunda - Berbagai Situs dan Blog Pecinta Sejarah - Buku Sejarah Indonesia - Carita Parahiyangan - Carita Purwaka Caruban Nagari - Ekspedisi Bengawan Solo - Daoyi Zhilüe - History of Java - Kidung Harsawijaya - Kidung Panji Wijayakrama - Kidung Sorandaka - Kidung Sunda - Nagarakretagama - Naskah Perjalanan Bujangga Manik - Naskah Wangsakerta - Notes on the Malay Archipelago and Malacca - Nusa Jawa Silang Budaya - Pararaton - Prasasti-prasasti - Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara - Rapporten van de Oudheidkundige Dienst - Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara - Sejarah Raja-Raja Jawa - Serat Banten - Serat Kanda - Suma Oriental - The Chinese in Southeast Asia - The Indianized

 Kronologi sejarah pulau Jawa dari tahun 10.000 Sebelum Masehi sampai 2017. Dimulai dari munculnya serangkaian kebudayaan maju seperti Gunung Padang, kemudian lahirnya kerajaan-kerajaan kuno yang dipelopori oleh Salakanagara dan Tarumanagara, tumbuhnya imperium Hindu-Buddha seperti Singhasari d, ked negeri-negeri Islam, sampai masa kegelapan pada masa kekuasaan bangsa Eropa, hingga kelahiran Indonesia Raya... Semoga bermanfaat! :> ddd



------

Sebelum Masehi:

10000 SM - Kebudayaan Gunung Padang muncul di Cianjur.

9500 SM - Kebudayaan Goa Pawon muncul di Bandung.

7500 SM - Kebudayaan Pangguyangan muncul di Sukabumi.

4000 SM - Tahap kedua kebudayaan Gunung Padang.

3000 SM - Kebudayaan Cibedug muncul di Lebak.

2000 SM - Tahap ketiga kebudayaan Gunung Padang.

1000 SM - Kebudayaan Cipari muncul di Kuningan.

800 SM - Kebudayaan Pasir Angin muncul di Bogor.

500 SM - Cipari ditinggalkan.

400 SM - Gunung Padang ditinggalkan. Kebudayaan Buni muncul di Bekasi. Pasir Angin berkembang menjadi peradaban kuno Caringin Kurung.

Abad 1-4:

100 M - Buni berkembang menjadi peradaban Sagara Pasir. Peradaban kuno Teluk Lada muncul di Pandeglang.

130 M - Dewawarman, seorang perantau dari Pallawa mendirikan kerajaan Salakanagara di Teluk Lada.

132 M - Berita Cina menyebutkan tentang keberadaan Salakanagara.

150 M - Ptolemeus dari Yunani menyebutkan negeri Argyre dalam salah satu peta dunianya, yang kemungkinan merujuk pada Salakanagara.

300 M - Serangkaian peradaban awal tumbuh di timur Salakanagara.

358 M - Jayasinghawarman dari Shalankayana mendirikan kerajaan Tarumanagara di Bekasi.

362 M - Salakanagara menjadi bawahan Tarumanagara.

363 M - Santanu dari Gangga mendirikan kerajaan Indraprahasta di Cirebon.

395 M - Purnawarman naik tahta menjadi raja Tarumanagara.

397 M - Ibukota Tarumanagara dipindahkan ke Sundapura.

399 M - Indraprahasta menjadi bawahan Tarumanagara.

Abad 5:

417 M - Prasasti Tugu.

434 M - Raja Purnawarman wafat. Wisnuwarman naik tahta menggantikan ayahnya.

437 M - Pemberontakan Cakrawarman.

456 M - Aji Saka, diperkirakan seorang perantau dari negeri Indo-Skithia (kerajaan Saka), tiba di Rembang dan mendirikan peradaban kuno Medang Kamulan. Ini menandai dimulainya peradaban di Bumi Jawa.

528 M - Tarumanagara mengirimkan utusan pertamanya ke negeri Cina (Dinasti Sui).

535 M - Suryawarman menaiki tahta Tarumanagara. Ia meninggalkan Sundapura dan mendirikan ibukota baru di timur. Sundapura lalu berkembang menjadi kerajaan bawahan bernama Sunda Sembawa.

536 M - Manikmaya mendirikan kerajaan Kendan di Nagreg, tanah yang dihadiahkan oleh Maharaja Tarumanagara kepadanya.

Abad 7:

612 M - Wretikandayun, putra Manikmaya mendirikan kerajaan Galuh.

628 M - Linggawarman menaiki tahta Tarumanagara. Ia menikahkan kedua putrinya masing-masing kepada Tarusbawa (penguasa Sunda) dan Dapunta Hyang (penguasa Sriwijaya).

632 M - Kerajaan Kalingga muncul di Jepara, diperkirakan didirikan oleh seorang perantau bernama Bhanu dari Kalinga di India timur.

648 M - Kartikeyasinga menjadi raja Kalingga.

664 M - Seorang biksu Tang bernama Huining mengunjungi kerajaan Kalingga untuk menemui resi Jhanabhadra.

669 M - Tarumanagara runtuh dan terpecah menjadi dua, Sunda dan Galuh.

671 M - Prabu Wiragati mendirikan kerajaan Saunggalah di Kuningan sebagai bawahan Galuh.

674 M - Maharani Shima naik tahta di Kalingga.

686 M - Sriwijaya menaklukkan pesisir Tatar Sunda. Tarusbawa mundur ke selatan dan memindahkan ibukota kerajaan ke pedalaman Pakuan Pajajaran (Bogor), sementara kota pelabuhan di Banten dan Jakarta diduduki oleh Sriwijaya.

695 M - Ratu Shima membagi kerajaannya menjadi dua: Kalingga Utara (Mataram) dan Kalingga Selatan (Sambara).

Abad 8:

702 M - Mandiminyak menaiki tahta Galuh.

709 M - Sena (Bratasena) menaiki tahta Galuh.

716 M - Kudeta di Galuh. Purbasora menggulingkan raja Sena dari tahtanya. Sena lolos dan meminta perlindungan kepada Tarusbawa di Pakuan.

721 M - Sanjaya, putra Sena dan cucu Shima menyerbu Galuh untuk membalaskan dendam ayahnya. Indraprahasta menjadi daerah pertama yang ia taklukkan.

722 M - Sanjaya menaklukkan Saunggalah (Kuningan).

723 M - Sanjaya menyerbu istana Galuh, menewaskan Purbasora. Ia kemudian menobatkan dirinya menjadi raja Galuh. Pada tahun yang sama, Tarusbawa menikahkan putrinya dengan Sanjaya. Sanjaya otomatis menjadi penguasa Sunda dan Galuh sekaligus, menyatukan kedua negeri tersebut.

732 M - Ratu Shima wafat. Sanjaya mendirikan kerajaan Mataram. Ia menunjuk Tamperan sebagai penguasa Sunda-Galuh, dan Demunawan sebagai penguasa Saunggalah.

739 M - Galuh memerdekakan diri dari Sunda setelah serangkaian peristiwa besar (kudeta, perang, dan perjanjian). Manarah menjadi penguasa Galuh dengan gelar Prabu Jayaprakosa sementara putra Tamperan, Banga menjadi raja Sunda. Keduanya kemudian menjadi bawahan Sriwijaya.

752 M - Sriwijaya menaklukkan Kalingga.

759 M - Raja Banga memerdekakan Sunda dari kekuasaan Galuh.

760 M - Panangkaran naik tahta menggantikan Sanjaya. Gajayana mendirikan kerajaan Kanjuruhan di Jawa Timur.

770 M - Dinasti Sailendra berkuasa di Mataram.

775 M - Dharanindra menaiki tahta Mataram. Sailendra menjadi penguasa di Sriwijaya. Candi Borobudur mulai dibangun.

778 M - Pembangunan Candi Kalasan dan Candi Sari.

782 M - Prasasti Kelurak.

787 M - Sailendra menyerang Champa di Vietnam Selatan dan Chenla di Kamboja

789 M - Gajayana wafat. Kanjuruhan bersatu dengan Mataram.

792 M - Samaratungga menaiki tahta Mataram. Kompleks percandian Candi Sewu selesai dibangun.

798 M - Prabu Jayaprakosa wafat.

Abad 9:

802 M - Penguasa Kamboja Jayawarman II memerdekakan diri dari kekuasaan Wangsa Sailendra dan mendirikan kerajaan Khmer.

819 M - Rakyan Wuwus naik tahta di Sunda bergelar Prabu Gajah Kulon. Ia menyatukan kembali kerajaan Sunda dan Galuh dalam satu pemerintahan.

825 M - Candi Borobudur selesai dibangun.

847 M - Wangsa Sailendra terusir dari Jawa. Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya menaiki tahta Mataram. Candi Prambanan dibangun.

856 M - Balaputradewa, seorang pangeran Sailendra dari Jawa menjadi Maharaja Sriwijaya. Dyah Lokapala (Kayuwangi) menaiki tahta Mataram.

880 M - Peristiwa Wuatan Tija.

882 M - Gunung Merapi meletus.

899 M - Dyah Balitung menaiki tahta Mataram.

900 M - Mataram menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan-kerajaan Hindu di Filipina. Kebudayaan maju muncul di Blambangan.

Abad 10:

905 M - Mataram menaklukkan Bali.

924 M - Dyah Wawa naik tahta di Mataram.

927 M - Sriwijaya memulai invasi terhadap Mataram.

929 M - Perang Sriwijaya-Mataram usai. Sisa prajurit Mataram pimpinan Mpu Sindok dibantu oleh rakyat Nganjuk berhasil mengalahkan pasukan Sriwijaya di desa Anjuk Ladang. Mpu Sindok mendirikan kerajaan Medang dan Wangsa Isyana yang berpusat di Jawa Timur.

932 M - Prasasti Kebon Kopi II.

937 M - Prasasti Anjuk Ladang. Mpu Sindok mendirikan tugu di Nganjuk sebagai ungkapan kemenangan melawan pasukan Sriwijaya.

960 M - Gunung Merapi meletus.

985 M - Dharmawangsa Teguh menaiki tahta Medang.

986 M - Ketut Wijaya, seorang pangeran Mataram mendirikan kerajaan Wengker.

988 M - Medang menyerang kota Palembang di Sriwijaya.

990 M - Medang kembali menyerang Palembang dan berhasil mendudukinya.

992 M - Pasukan Sriwijaya merebut kembali kota Palembang.

996 M - Epos Mahabharata diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kuno untuk pertama kalinya.

997 M - Prasasti Hujung Langit. Medang menduduki Lampung.

Abad 11:

1016 M - Peristiwa Mahapralaya. Serangan Raja Wurawari dari negeri Lwaram (Ngloram) yang menewaskan Raja Dharmawangsa dan sebagian besar bangsawan Medang. Kerajaan Medang otomatis musnah.

1019 M - Airlangga mendirikan istana Watan Mas di Pasuruan.

1025 M - Invasi Kerajaan Chola terhadap Sriwijaya. Airlangga mulai memperluas wilayah kekuasaan negerinya.

1028 M - Rajendra Chola menunjuk Sri Dewa sebagai raja baru Sriwijaya dibawah Dinasti Chola.

1030 M - Airlangga menaklukkan Hasin, Wuratan, dan Lewa. Sri Jayabupati menaiki tahta Sunda. Ia memerdekakan kerajaannya dari jajahan Sriwijaya.

1031 M - Airlangga menaklukkan Wengker. Lewa memberontak, namun berhasil ditumpas.

1032 M - Ratu Tulodong penguasa Lodoyong menyerang Airlangga dan menghancurkan istana Watan Mas. Airlangga berhasil lolos dan membangun ibukota baru di Kahuripan. Ia kemudian menundukkan Lwaram, membalaskan dendam Dharmawangsa.

1035 M - Mpu Kanwa menggubah naskah Arjunawiwaha. Pemberontakan raja Wengker.

1036 M - Airlangga membangun Asrama Sri Wijaya.

1037 M - Pemberontakan Wengker berhasil ditumpas. Airlangga berhasil menaklukkan seluruh Bumi Jawa.

1042 M - Airlangga memindahkan ibukota ke Dahanapura (Daha). Ia kemudian membagi Kahuripan masing-masing kepada kedua putranya: Samarawijaya di Panjalu dan Garasakan di Janggala. Airlangga kemudian pergi menyepi. Lodoyong menjadi negara yang merdeka kembali.

1044 M - Perang saudara antara Janggala dan Panjalu.

1049 M - Airlangga wafat dalam pertapaannya.

1052 M - Panjalu menjadi bawahan Janggala.

1066 M - Sriwijaya merdeka dari Chola.

1088 M - Sriwijaya menjadi bawahan kerajaan Melayu Dharmasraya (Mauli).

1100 M - Janggala menaklukkan Madura.

Abad 12:

1104 M - Panjalu merdeka dari Janggala.

1116 M - Lodoyong menjadi bawahan Panjalu.

1135 M - Sri Jayabaya naik tahta di Panjalu. Ia berhasil menaklukkan Janggala. Panjalu berganti nama menjadi Kediri.

1157 M - Kakawin Bharatayudha ditulis, sebagai kiasan kemenangan Kediri atas Janggala.

1159 M - Prabu Jayabaya wafat. Terjadi perebutan tahta antara kedua putranya. Janggala mengambil kesempatan ini untuk memerdekakan diri.

1175 M - Darmasiksa naik tahta di Sunda. Putranya, Jayadarma menikah dengan putri Singhasari bernama Dyah Lembu Tal. Kelak keduanya memiliki putra bernama Wijaya, seorang tokoh besar dalam beberapa dekade ke depan.

1183 M - Dinasti Mauli berkuasa sepenuhnya di Sumatra, mengakhiri dominasi Sriwijaya.

1185 M - Janggala dan Kediri kembali bersatu, melalui jalur pernikahan.

1190 M - Kertajaya naik tahta di Kediri.

1193 M - Pasukan Janggala menyerbu Kediri dan berhasil menduduki kota dan istana Daha. Kertajaya terpaksa mengungsi dari istananya.

1194 M - Kertajaya memimpin pasukan Kediri menggempur dan menaklukkan Janggala.

Abad 13:

1205 M - Ken Arok menjadi penguasa Tumapel dan memerdekakan diri dari kekuasaan Kediri.

1221 M - Pertempuran Ganter. Prabu Kertajaya tewas di tangan Ken Arok.

1222 M - Kediri menjadi bawahan Tumapel. Ken Arok menjadi penguasa tertinggi di Bumi Jawa.

1227 M - Ken Arok tewas diracun oleh Anusapati, yang kemudian menggantikannya sebagai raja Tumapel.

1248 M - Wisnuwardhana menjadi raja Tumapel.

1250 M - Kediri disatukan kembali dengan Tumapel.

1252 M - Erupsi gunung Merapi.

1254 M - Tumapel berganti nama menjadi Singhasari.

1255 M - Prasasti Mula Malurung.

1257 M - Erupsi dahsyat gunung Samalas di pulau Lombok.

1258 M - Perubahan iklim akibat erupsi gunung Samalas. Sebagian besar Bumi mengalami musim dingin berkepanjangan. Gerhana Bulan total terjadi pada bulan Mei.

1263 M - Iklim Bumi kembali normal.

1268 M - Kertanegara menaiki tahta Singhasari.

1275 M - Singhasari memulai ekspedisi penaklukkan Tanah Melayu. Armada besar pimpinan Kebo Anabrang berangkat ke Sumatra.

1284 M - Pasukan Singhasari pimpinan Wijaya (menantu Kertanegara dan seorang pangeran Sunda) menundukkan Bali.

1286 M - Penaklukkan Melayu selesai. Kertanegara menghadiahkan arca Amoghapasa kepada penguasa Dharmasraya.

1289 M - Dinasti Yuan mengirim utusan yang meminta agar Singhasari tunduk pada kekuasaan Mongol. Kertanegara dengan tegas menolak dan memotong telinga sang utusan.

1292 M - Pemberontakan Jayakatwang. Kertanegara tewas di tangan Jayakatwang (adipati Kediri), menandai runtuhnya Singhasari dan kembali bangkitnya Kediri. Wijaya bersedia tunduk lalu mendirikan desa Majapahit sebagai bawahan Kediri. Di tahun yang sama, pasukan Mongol mendarat di pesisir utara Jawa timur dan menduduki kota-kota pelabuhan dari Tuban hingga Ujung Galuh (Surabaya).

1293 M - Aliansi Mongol-Majapahit menghancurkan kota Daha. Jayakatwang ditangkap dan menjadi tawanan Mongol. Wijaya kemudian mengusir pasukan Mongol saat mereka lengah dan mendirikan kerajaan Majapahit. Dalam perjalanan kembali ke Khanbaliq, pasukan Mongol membunuh Jayakatwang yang menjadi tawanan mereka.

1295 M - Ranggalawe, salah satu pendiri Majapahit yang menjabat sebagai adipati Tuban tewas dalam suatu konspirasi oleh Halayudha, seorang licik yang berambisi menjadi mahapatih Majapahit. Ia tewas di tangan Kebo Anabrang (mantan panglima ekspedisi Pamalayu), yang langsung dibunuh saat itu juga oleh Lembu Sora, paman Ranggalawe. Arya Wiraraja, penguasa Lumajang dan ayah Ranggalawe memerdekakan negerinya dari Majapahit.

Abad 14:

1300 M - Lembu Sora tewas di tangan mahapatih Nambi setelah keduanya diadu domba oleh Halayudha.

1309 M - Wijaya wafat. Sahabatnya, Nambi mengundurkan diri dari jabatan mahapatih Majapahit dan menjadi raja di Lumajang. Tahta diserahkan kepada Jayanagara, putra Wijaya dengan Dara Petak, seorang putri dari Dharmasraya. 

1313 M - Gajah Mada menjadi kepala pasukan khusus Bhayangkara.

1316 M - Nambi, salah satu pendiri Majapahit tewas akibat difitnah oleh Halayudha dan Jayanagara. Lumajang dianeksasi oleh Majapahit. Halayudha diangkat sebagai mahapatih baru.

1319 M - Pemberontakan Dharmaputra Winehsuka pimpinan Ra Kuti. Trowulan berhasil diduduki, namun dapat direbut kembali oleh pasukan Bhayangkara pimpinan Gajah Mada yang kemudian menumpas para Dharmaputra. Jabatannya dinaikkan menjadi patih. Halayudha dihukum mati setelah segala fitnah yang ia perbuat di masa lalu terbongkar.

1321 M - Odorico da Pordenone dari Venesia mengunjungi Majapahit.

1325 M - Majapahit mengirim Adityawarman sebagai duta besar ke Khanbaliq untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Dinasti Yuan.

1328 M - Jayanagara dibunuh oleh Ra Tanca, anggota Dharmaputra terakhir yang masih hidup. Tanca kemudian langsung dibunuh oleh Gajah Mada saat itu juga. Tahta Majapahit diserahkan kepada Tribhuwanatunggadewi.

1329 M - Pemberontakan Keta.

1331 M - Pemberontakan Sadeng.

1332 M - Adityawarman kembali pergi ke Khanbaliq sebagai duta besar Majapahit.

1334 M - Hayam Wuruk lahir.

1336 M - Ratu Tribhuwana mengangkat Gajah Mada sebagai mahapatih, yang kemudian mengucapkan Sumpah Palapa.

1337 M - Wang Dayuan, seorang pengelana Yuan-Mongol mengunjungi Majapahit dan melaporkan tentang adanya sisa-sisa pasukan Mongol yang menetap dan membentuk komunitas Muslim Hui di lembah Gelam, Sidoarjo.

1339 M - Majapahit menaklukkan negeri-negeri di Sumatra dan Malaya yang belum tunduk. Adityawarman diangkat sebagai gubernur Sumatra.

1343 M - Gajah Mada dan Adityawarman memimpin pasukan Majapahit menaklukkan Bali dan Lombok.

1350 M - Hayam Wuruk menaiki tahta Majapahit. Majapahit menguasai Bawean.

1357 M - Perang Bubat. Raja Sunda tewas dalam suatu kesalahpahaman oleh Gajah Mada. Hayam Wuruk yang kecewa kemudian mencabut jabatan sang mahapatih dan mengasingkannya ke Madakaripura. Majapahit menaklukkan Sumbawa.

1359 M - Gajah Mada diangkat kembali sebagai mahapatih, namun memerintah dari Madakaripura. Hayam Wuruk mengunjungi Malang.

1364 M - Gajah Mada wafat.

1365 M - Puncak kejayaan Majapahit di bawah pimpinan Prabu Hayam Wuruk. Kakawin Nagarakretagama selesai ditulis oleh Mpu Prapanca, yang menuliskan daftar wilayah kekuasaan Majapahit serta negara-negara sahabatnya.

1371 M - Prabu Niskala Wastukancana naik tahta di Sunda.

1376 M - Wijayarajasa mendirikan keraton Majapahit Timur (Blambangan), namun masih sebagai bawahan Majapahit pusat. Adityawarman wafat.

1377 M - Pemberontakan kerajaan-kerajaan di Sumatra: Pagaruyung, Palembang, dan Dharmasraya. Berhasil ditumpas oleh Majapahit, namun berakibat lepasnya Pagaruyung.

1382 M - Wastukancana membagi Tatar Sunda kepada kedua putranya. Sunda pun kembali terpecah menjadi Sunda dan Galuh.

1389 M - Hayam Wuruk wafat. Wikramawardhana naik tahta menggantikannya.

1398 M - Majapahit menaklukkan Tumasik.

Abad 15:

1404 M - Perang Paregreg, perang sipil Majapahit dimulai. Wirabhumi memerdekakan Majapahit Timur dari keraton Majapahit Barat pimpinan Wikramawardhana. Sunan Gresik mendirikan Walisongo, sebuah majelis dakwah Islam.

1405 M - Ekspedisi laut Dinasti Ming pimpinan Laksamana Cheng Ho mengunjungi kedua keraton Majapahit.

1406 M - Keraton Majapahit Timur diserbu dan diduduki. Seluruh penghuni keraton termasuk sejumlah besar utusan Tionghoa anggota ekspedisi Dinasti Ming tewas dalam serangan itu. Wirabhumi sendiri berhasil lolos namun kemudian dikejar dan dibunuh oleh Raden Gajah. Perang Paregreg pun berakhir.

1408 M - Armada Cheng Ho kembali mengunjungi Majapahit, kali ini untuk menagih hutang atas terbunuhnya utusan Ming saat Perang Paregreg.

1415 M - Kaisar Dinasti Ming mengakui kedaulatan Majapahit atas Palembang.

1419 M - Sunan Gresik wafat.

1427 M - Wikramawardhana wafat. Suhita naik tahta sebagai ratu Majapahit.

1430 M - Pangeran Walangsungsang alias Cakrabuana, putra sulung Siliwangi mendirikan kesultanan Cirebon sebagai bawahan Galuh.

1442 M - Raden Paku alias Sunan Giri lahir.

1448 M - Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati lahir.

1450 M - Raden Said alias Sunan Kalijaga lahir.

1475 M - Raden Patah mendirikan kesultanan Demak sebagai bawahan Majapahit.

1477 M - Semarang menjadi bawahan Demak.

1478 M - Kudeta di Trowulan. Raja Majapahit terakhir yang sah, Kertabhumi tewas terbunuh dalam serangan yang dilancarkan oleh Girindrawardhana dari Daha, keturunan Wirabhumi. Raden Patah, putra mahkota Majapahit yang sah memerdekakan Demak dan menyerbu Daha, namun menemui kegagalan.

1479 M - Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati menggantikan kedudukan Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon.

1482 M - Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi naik tahta di Sunda. Ia kembali menyatukan Sunda dan Galuh ke dalam satu pemerintahan, serta merebut Lampung dari Majapahit. Kerajaan Sunda kemudian berganti nama menjadi Pajajaran. Di tahun yang sama, Sunan Gunung Jati memproklamasikan kemerdekaan Cirebon dari Pajajaran.

1487 M - Raden Paku alias Sunan Giri mendirikan pesantren Giri Kedaton di Gresik, yang berkembang menjadi pusat pendidikan Islam dan negara-kota pelabuhan yang kaya.

Abad 16:

1506 M - Sunan Giri wafat.

1511 M - Demak melancarkan ekspansi ke wilayah sekitarnya. Sedayu, Tegal, dan Kudus berturut-turut jatuh ke dalam kekuasaannya. Di Malaya, Portugis menguasai Malaka. Kesultanan Malaka runtuh dan Portugis resmi menjadi pengendali Selat Malaka.

1513 M - Tome Pires, seorang pengelana Portugis mengunjungi pulau Jawa dan mencatatkan perjalanannya tersebut di dalam bukunya, Suma Oriental. Panglima Demak, Pati Unus mengirim ekspedisi militer ke Malaka, namun menemui kegagalan. Majapahit beraliansi dengan Klungkung dari Bali untuk menyerbu Demak, namun dapat dipukul mundur.

1515 M - Cirebon menjadi bawahan Demak.

1517 M - Majapahit menjalin hubungan diplomatik dengan Portugis. 

1518 M - Raden Patah wafat. Pati Unus naik tahta sebagai sultan Demak menggantikannya. Ia kemudian memimpin penaklukkan Demak atas Jepara.

1521 M - Demak kembali menyerbu Malaka, namun kembali menemui kegagalan dan Pati Unus gugur. Trenggana naik tahta sebagai sultan Demak menggantikan kakaknya. Pada tahun yang sama, Prabu Siliwangi mengirim utusan ke Malaka Portugis untuk menjalin hubungan persahabatan. Tak lama kemudian, sang Prabu wafat. Tahta Pajajaran diserahkan kepada Surawisesa, putra sekaligus utusan yang sebelumnya ia kirim ke Malaka Portugis.

1522 M - Perjanjian Sunda Kalapa antara Pajajaran-Portugis. Surawisesa memperbolehkan Portugis membangun benteng di Sunda Kalapa dengan jaminan kerajaannya diberi bantuan militer.

1526 M - Kesultanan Cirebon dan Demak beraliansi untuk menggempur kerajaan Pajajaran. Sunan Gunung Jati mendirikan kesultanan Banten sebagai bawahan Cirebon.

1527 M - Majapahit runtuh. Demak menyerbu kota Tuban dan Daha, pertahanan terakhir kerajaan Majapahit pimpinan Girindrawardhana. Sang Prabu berhasil meloloskan diri ke Panarukan dan menjadi raja Blambangan. Demak juga menyerbu dan menduduki pesisir utara Pajajaran, termasuk Sunda Kalapa yang kemudian diganti namanya menjadi Jayakarta oleh Fatahillah, panglima militer Demak. Ratna Kencana, putri Sultan Trenggana mendirikan kerajaan Kalinyamat sebagai bawahan Demak.

1528 M - Perang Palimanan antara Cirebon dengan Galuh, kerajaan bawahan Pajajaran. Rajagaluh dianeksasi oleh Cirebon. Demak menundukkan Wirosari dan Wirasaba. Blambangan pimpinan Girindrawardhana mengirimkan utusan ke Malaka Portugis.

1529 M - Pangeran Cakrabuana wafat. Demak menundukkan kadipaten Purbaya dan Gegelang di Madiun.

1530 M - Demak menundukkan Medangkungan di Blora dan Jogorogo di Ngawi. Perang Palimanan berakhir dengan kekalahan Galuh dan dianeksasinya wilayah itu ke dalam kekuasaan Cirebon.

1531 M - Demak menundukkan Surabaya. Perjanjian damai antara Pajajaran dengan aliansi Cirebon-Demak.

1533 M - Prasasti Batutulis.

1535 M - Ratu Dewata menaiki tahta Pajajaran. Seorang raja yang menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk bertapa dan menyepi.

1536 M - Toyib, seorang ulama Aceh tiba di Jepara untuk menyebarkan Islam. Ia kemudian menikah dengan Ratu Kalinyamat dan diberi gelar Sultan Hadlirin.

1541 M - Demak berturut-turut menundukkan Lamongan dan Blitar.

1543 M - Ratu Sakti naik tahta di Pajajaran menggantikan Ratu Dewata. Berbanding terbalik dengan ayahnya, Sakti adalah seorang raja yang lalim dan kejam.

1545 M - Sultan Trenggana menyerbu Blambangan dan berhasil merebut Pasuruan. Trenggana juga menaklukkan kerajaan Sengguruh di Malang.

1546 M - Trenggana wafat dalam pertempuran melawan Blambangan di Panarukan. Sunan Prawoto naik tahta sebagai sultan Demak menggantikannya. Kalinyamat melepaskan diri dari Demak setelah Sultan Hadlirin tewas terbunuh dalam suatu konspirasi oleh Prawoto dan Arya Penangsang. Ratna Kencana kembali menjadi Ratu Kalinyamat.

1548 M - Sunan Prapen ditunjuk menjadi pemimpin Giri Kedaton.

1549 M - Prawoto tewas di tangan Arya Penangsang, yang kemudian menggantikannya sebagai sultan Demak. Jaka Tingkir mendirikan kerajaan Pajang dan bergelar Hadiwijaya. Sunan Kudus mendirikan Masjid Menara Kudus.

1550 M - Sunan Kudus wafat. Ratu Kalinyamat bekerjasama dengan kesultanan Johor menggempur Malaka Portugis. Meski sempat menduduki sebagian besar kota Malaka, namun aliansi Johor-Kalinyamat ini akhirnya dapat dipukul mundur oleh pasukan Portugis.

1552 M - Sunan Gunung Jati mengangkat putranya, Maulana Hasanuddin menjadi sultan Banten. Banten pun merdeka dari Cirebon, lalu menundukkan Lampung.

1554 M - Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan yang memimpin pasukan pemberontak suruhan Hadiwijaya dari Pajang. Kesultanan Demak pun resmi runtuh. Pajang muncul sebagai penguasa baru di Jawa. Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang.

1556 M - Hadiwijaya menghadiahkan tanah Mataram kepada Ki Ageng Pemanahan atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang. Sunan Kalijaga wafat.

1560 M - Portugal mendirikan pos dagang di Panarukan.

1567 M - Prabu Suryakancana naik tahta sebagai raja terakhir Pajajaran.

1568 M - Sunan Prapen mengadakan pertemuan antara Hadiwijaya dengan para penguasa di Jawa Timur pimpinan Panji Wiryakrama dari Surabaya. Seluruh Jawa Timur kecuali Blambangan dan Madura pun resmi bersatu dengan Pajang. Sunan Gunung Jati wafat. Fatahillah diangkat sebagai sultan Cirebon menggantikannya.

1570 M - Fatahillah wafat. Maulana Hasanuddin wafat. Maulana Yusuf diangkat menjadi Sultan Banten menggantikan ayahnya.

1574 M - Ratu Kalinyamat kembali mengirim armada perang untuk menyerbu Malaka Portugis. Kali ini bekerjasama dengan Aceh. Meski sempat membuat Portugis kewalahan, serangan ini juga gagal merebut Malaka.

1575 M - Ki Ageng Pemanahan wafat. Sutawijaya menggantikan ayahnya sebagai penguasa Mataram.

1576 M - Kesultanan Banten melancarkan agresi besar-besaran terhadap Pajajaran. Kota Pakuan dikuasai oleh pasukan Banten. Prabu Suryakancana dan keluarganya meloloskan diri ke pedalaman Pandeglang.

1579 M - Kerajaan Pajajaran runtuh setelah Pandeglang dikuasai sepenuhnya oleh kesultanan Banten. Prabu Suryakancana wafat dalam pertempuran. Banten pun menjadi penguasa tertinggi di Tatar Sunda. Prabu Geusan Ulun naik tahta di kerajaan Sumedang Larang dan memerdekakannya dari Cirebon. Ratu Kalinyamat wafat. Pangeran Arya Jepara, keponakan sang ratu sekaligus putra sultan Banten, diangkat sebagai penguasa Kalinyamat. Ia berhasil menanamkan kekuasaan di pulau Bawean.

1582 M - Hadiwijaya wafat. Daerah-daerah bawahan di Jawa Timur pimpinan Surabaya melepaskan diri dari kekuasaan Pajang.

1583 M - Arya Pangiri naik tahta sebagai sultan Pajang setelah menyingkirkan Pangeran Benawa.

1586 M - Benawa bersekutu dengan Sutawijaya untuk menggempur Pajang. Arya Pangiri dilengserkan dan Benawa menjadi sultan Pajang. Sutawijaya kemudian menyerbu Madiun untuk menundukkan Purbaya.

1587 M - Erupsi gunung Merapi.

1588 M - Sutawijaya memerdekakan Mataram dari Pajang. Ia menjadi penguasa bergelar Panembahan Senopati. Benawa wafat. Pajang pun bersatu dengan Mataram. Senopati kemudian menyerbu Surabaya yang tak ingin tunduk, sebelum didamaikan oleh Sunan Prapen.

1590 M - Perang Mataram-Purbaya berakhir dengan takluknya Purbaya. Mataram juga menaklukkan Madiun, kemudian menyerbu Jepara namun berhasil dipukul mundur oleh pasukan Kalinyamat.

1591 M - Perebutan tahta di Kediri.

1596 M - Bangsa Belanda untuk pertama kalinya tiba di Jawa. Mereka mendarat di Banten, namun masih sebatas berdagang. Benteng Kuta Raja Cirebon dibangun sebagai simbol persahabatan antara Cirebon dengan Mataram.

1599 M - Peristiwa Bedhahe Kalinyamat. Mataram melancarkan invasi besar-besaran terhadap Jepara dan berhasil menguasainya. Kerajaan Kalinyamat pun runtuh.

1600 M - Pemberontakan Pati pimpinan Adipati Pragola. Berhasil ditumpas oleh putra mahkota Mataram, Raden Mas Jolang.

Abad 17:

1601 M - Panembahan Senopati wafat. Raden Mas Jolang naik tahta di Mataram menggantikan ayahnya dan bergelar Panembahan Hanyakrawati. Selat Muria diperkirakan lenyap akibat pendangkalan berkepanjangan. Pulau Muria pun bersatu dengan Jawa.

1602 M - Pemberontakan Demak pimpinan Pangeran Puger. Perang sipil Mataram-Demak dimulai. Belanda resmi membentuk VOC, sebuah kongsi dagang internasional. VOC kemudian mendirikan pos dagang pertamanya di Gresik dan Jaratan.

1603 M - VOC mendirikan pos dagang di Banten.

1605 M - Pangeran Puger ditangkap dan dibuang ke Kudus. Demak kembali menjadi bagian dari Mataram.

1607 M - Pemberontakan Ponorogo pimpinan Jayaraga, adik Hanyakrawati. Berhasil dipadamkan dan Jayaraga dibuang ke Nusakambangan.

1610 M - Mataram menyerbu Surabaya, namun mengalami kegagalan.

1611 M - VOC mendirikan pos dagang di Jayakarta.

1613 M - Mataram kembali menyerbu Surabaya, namun kembali gagal. Pos-pos VOC di Gresik dan Jaratan ikut terbakar. Sebagai permintaan maaf, Sultan Hanyakrawati mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara. Hanyakrawati kemudian wafat dalam kecelakaan saat berburu kijang di hutan Krapyak. Raden Mas Rangsang naik tahta dan bergelar Panembahan Hanyakrakusuma.

1614 M - Mataram menaklukkan Malang dan Lumajang. VOC mengirim duta besar pertamanya ke Mataram untuk menjalin kerja sama namun ditolak oleh Hanyakrakusuma.

1615 M - Patih Mataram, Ki Juru Martani wafat. Kedudukannya digantikan oleh Tumenggung Singaranu. Mataram menaklukkan Wirasaba. Surabaya membalas dengan mengirim pasukan ke Wirasaba.

1616 M - Pasukan Mataram mengalahkan pasukan Surabaya di desa Siwalan. Mataram kemudian lanjut menaklukkan Lasem.

1617 M - Pemberontakan Pajang pimpinan Ki Tambakbaya. Berhasil dipadamkan dan Tambakbaya melarikan diri ke Surabaya. Mataram menaklukkan Pasuruan. Cirebon menjadi bawahan Mataram.

1618 M - Mataram menaklukkan Galuh.

1619 M - VOC menaklukkan kota Jayakarta dan mengganti namanya menjadi Batavia. Markas VOC yang semula di Ambon pun dipindah ke Batavia. Jan Pieterszoon Coen ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal VOC. Pendudukan Belanda di pulau Jawa pun dimulai. Mataram menaklukkan Tuban.

1620 M - Invasi Mataram ke Surabaya dimulai. Pasukan Mataram membendung Sungai Mas untuk menghentikan suplai air. Mataram juga menggempur dan menaklukkan kerajaan Sumedang Larang.

1621 M - Mataram mulai menjalin hubungan diplomatik dengan VOC.

1622 M - Mataram menaklukkan kerajaan Sukadana di Kalimantan Barat.

1624 M - Mataram menaklukkan Madura. Hanyakrakusuma mendapatkan gelar baru, Sultan Agung.

1625 M - Surabaya dilanda bencana kelaparan akibat suplai pangan terputus oleh invasi Mataram. Jayalengkara akhirnya menyerah dan bersedia menjadikan Surabaya sebagai bagian dari Mataram.

1627 M - Pemberontakan Pati pimpinan Adipati Pragola, sepupu Sultan Agung. Berhasil ditumpas.

1628 M - Invasi Mataram ke Batavia dimulai. Pasukan Mataram berhasil menduduki sebuah benteng VOC, namun kemudian terpukul mundur akibat kekurangan perbekalan.

1629 M - Mataram kembali menyerbu Batavia, namun kembali mengalami kekalahan. Walaupun begitu, pasukan Mataram berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung yang mengakibatkan wabah kolera melanda Batavia. Gubernur Jenderal VOC pertama, JP Coen tewas menjadi korban wabah tersebut.

1630 M - Sultan Agung mengirim utusan ke Gresik agar Giri Kedaton bersedia menjadi bawahan Mataram, namun ditolak oleh Sunan Kawis Guwa, penguasanya saat itu. Akibatnya, Mataram menyerbu Giri Kedaton. Pertempuran besar terjadi hingga enam tahun berikutnya.

1631 M - Pemberontakan Sumedang.

1632 M - Cirebon yang setia pada Mataram berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang.

1633 M - Mataram menyerang Blambangan. Sultan Agung menciptakan Tahun Jawa dan memberlakukannya pada negerinya.

1636 M - Perang Mataram-Giri Kedaton berakhir. Giri Kedaton takluk dan dianeksasi oleh Mataram. Di tahun yang sama, Mataram menundukkan kesultanan Palembang di Sumatra Selatan. Mataram akhirnya juga dapat menaklukkan Blambangan setelah berperang 3 tahun lamanya.

1641 M - Sultan Agung menggubah Serat Nitipraja.

1645 M - Sultan Agung wafat. Sebelumnya, ia memerintahkan pembangunan Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga bangsawan kesultanan Mataram. Raden Mas Sayidin naik tahta menggantikan ayahnya dan bergelar Sultan Amangkurat I.

1646 M - Mataram kembali menjalin hubungan dengan VOC.

1647 M - Ibukota Mataram dipindah ke Plered.

1649 M - Sultan Cirebon, Panembahan Girilaya diundang oleh Amangkurat I untuk mengunjungi Mataram. Sesampainya di sana, ia dan kedua putranya justru dilarang kembali ke Cirebon dan dipaksa untuk tinggal di Mataram. Pangeran Wangsakerta diangkat sebagai wali sultan karena ayahnya tak kunjung kembali.

1651 M - Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta di Banten.

1652 M - Mataram menyerahkan wilayah Bekasi kepada VOC. Tawang Alun naik tahta di Blambangan.

1659 M - VOC menduduki Palembang. Kekuasaan Mataram di Sumatra pun lenyap. Blambangan bekerja sama dengan Bali untuk melepaskan diri dari Mataram. Pertempuran terjadi dan berakhir dengan dikuasainya ibukota Blambangan oleh pasukan Mataram. Sang Prabu Tawang Alun dan pengikutnya mundur ke Bali.

1661 M - Putra mahkota Mataram, Raden Mas Rahmat melancarkan aksi kudeta setelah terlibat perselisihan dengan sang ayah, namun mengalami kegagalan.

1674 M - Trunojoyo, seorang bangsawan Madura memerdekakan wilayah tersebut dari kekuasaan Mataram.

1676 M - Laskar Madura pimpinan Trunojoyo berturut-turut menduduki Lasem, Rembang, Demak, Semarang, dan Pekalongan. Tawang Alun memerdekakan Blambangan dari jajahan Mataram.

1677 M - Trunojoyo berturut-turut menduduki Tegal, Cirebon, dan Banyumas, hingga akhirnya berhasil menguasai dan menjarah ibukota Mataram. Amangkurat pun terpaksa meninggalkan keraton dan kemudian wafat dalam pelariannya di Tegalwangi. Mas Rahmat naik tahta sebagai sultan Mataram bergelar Amangkurat II. Ia mengadakan perjanjian dengan VOC di Jepara untuk mengalahkan Trunojoyo. Pangeran Wangsakerta mengadakan seminar sejarah Gotrasawala di Cirebon dengan para sejarawan dari beberapa negara di Nusantara saat itu. Cirebon kehilangan wilayah Rangkas Sumedang (Karawang-Purwakarta-Subang) yang direbut oleh Belanda.

1679 M - Pemberontakan Trunojoyo berhasil ditumpas oleh pasukan aliansi VOC-Mataram yang dibantu oleh armada Bugis pimpinan Arung Palakka. Ibukota Mataram berhasil direbut kembali. Namun sebagai imbalannya, Mataram harus menyerahkan pesisir utara Jawa kepada VOC. VOC pun mulai terlibat dalam suksesi pemerintahan di Mataram dan juga Madura. Sultan Ageng Tirtayasa membagi Cirebon menjadi dua untuk menghindari perpecahan keluarga, yaitu keraton Kasepuhan dan keraton Kanoman.

1680 M - Puncak kejayaan kesultanan Banten di bawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa. Trunojoyo dihukum mati oleh Amangkurat II. VOC menyerbu dan menghancurkan Giri Kedaton, sekutu terakhir yang loyal terhadap Trunojoyo. Ibukota Mataram dipindah ke Kartasura.

1681 M - Cornelis Speelman ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal VOC. VOC mengadakan perjanjian monopoli dagang dengan Cirebon.

1682 M - Kapitan Francois Tack memimpin pasukan VOC melancarkan ekspedisi pelayaran ke Banten. VOC berhasil merebut dan memonopoli perdagangan lada di Banten dan mengusir bangsa Eropa lain yang telah lama berdagang di sana.

1683 M - Pasukan VOC menyerbu Banten dan berhasil menduduki istana Surosowan. Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap. Banten kemudian menjadi bawahan VOC.

1684 M - Speelman wafat di Batavia.

1686 M - Kapitan Francois Tack tewas di tangan Untung Surapati, seorang buronan VOC setelah berduel dengannya di Kartasura. Amangkurat II kemudian merestui Surapati untuk merebut Pasuruan. Setelah berhasil, ia pun diangkat menjadi bupati Pasuruan bergelar Tumenggung Wiranegara.

1691 M - Prabu Tawang Alun wafat. VOC melaporkan pemandangan mencengangkan saat prosesi pembakaran jenazah sang Prabu, di mana sebanyak 271 dari total 400 istri Tawang Alun ikut membakar diri ke dalam kobaran api.

1697 M - Kerajaan Buleleng dari Bali menyerang dan berhasil menaklukkan Blambangan.

1698 M - Pangeran Wangsakerta dan para sejarawan di seminar Gotrasawala merampungkan penyusunan naskah Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara dan beberapa karya sejarah lainnya.

Abad 18:

1703 M - Amangkurat II wafat. Perebutan tahta antara Amangkurat III dengan Pangeran Puger.

1704 M - Perang Tahta Mataram Pertama dimulai. VOC mengangkat Pangeran Puger sebagai sultan Mataram bergelar Pakubuwono I, sementara Amangkurat III diusir.

1705 M - Bersama Surapati, Amangkurat III mendirikan pemerintahan pengasingan di Pasuruan. VOC merebut Priangan Timur dan Cirebon.

1706 M - Pasuruan diserbu oleh VOC dan sekutunya. Surapati tewas setelah bentengnya diduduki oleh VOC. Amangkurat III melarikan diri.

1708 M - Amangkurat III ditangkap dan dibuang ke Sri Lanka oleh VOC.

1719 M - Perang Tahta Mataram Kedua dimulai. Pakubuwono I wafat dan digantikan oleh Amangkurat IV.

1740 M - Peristiwa Geger Pecinan. Tentara VOC melancarkan genosida terhadap etnis Tionghoa di Batavia. Tak kurang dari 10.000 orang yang tewas dalam pembantaian massal ini. Sisanya melarikan diri ke timur menyusuri pesisir utara Jawa. Dalam perjalanan, mereka menyerang sebuah pos VOC di Tangerang.

1741 M - Pelarian Tionghoa dari Batavia bekerja sama dengan prajurit Mataram menyerang dan menduduki pos-pos VOC berturut-turut di Lasem, Rembang, Juwana, Jepara, dan Semarang.

1743 M - VOC menduduki pulau Bawean.

1746 M - Mataram mengadakan perjanjian dengan VOC, hasilnya Pakubuwono II bersedia menyerahkan kembali Madura dan pesisir utara Jawa yang sebelumnya dikuasai aliansi Mataram-Tionghoa kepada VOC. Pangeran Mangkubumi melancarkan pemberontakan menuntut tahta Mataram. Perang Tahta Mataram Ketiga dimulai.

1749 M - VOC melantik Raden Mas Suryadi sebagai sultan Mataram bergelar Pakubuwono III. Patih Mataram, Raden Mas Said memberontak, ikut menuntut tahta Mataram.

1750 M - Raden Panji Margono bekerjasama dengan laskar Tionghoa dan laskar santri melancarkan pemberontakan terhadap VOC di Lasem. Dapat dipadamkan oleh VOC.

1754 M - Gubernur VOC atas wilayah Jawa Utara Hartingh mengadakan pertemuan tertutup dengan Pangeran Mangkubumi mengenai pembagian Mataram.

1755 M - Perjanjian Giyanti, mengakhiri Perang Tahta Mataram. Mataram secara resmi dibagi menjadi dua pemerintahan: Yogyakarta dan Surakarta. Mangkubumi diangkat sebagai penguasa Yogyakarta bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I, sementara Pakubuwono III menjadi penguasa Surakarta. Kedua negeri pecahan ini pun menjadi bawahan VOC.

1757 M - Perjanjian Salatiga. Raden Mas Said yang terdesak akhirnya menyerahkan diri. Ia kemudian diangkat sebagai penguasa di Mangkunegaran bergelar Mangkunegara I.

1767 M - VOC menyerbu Blambangan dan berhasil menduduki ibukotanya.

1771 M - Perang Puputan Bayu. Rakyat, prajurit, dan bangsawan Blambangan melakukan bela pati mempertahankan tanah air mereka dari rongrongan VOC. Diperkirakan lebih dari separuh populasi Blambangan musnah dalam pertempuran ini.

1772 M - Blambangan sepenuhnya ditaklukkan oleh VOC.

1788 M - Pakubuwono III wafat dan digantikan putranya yang bergelar Pakubuwono IV.

1800 M - VOC secara resmi dibubarkan. Belanda dikuasai oleh Kekaisaran Prancis pimpinan Napoleon Bonaparte. Koloni-koloni Belanda di luar Eropa pun secara tidak langsung jatuh ke tangan Prancis.

Abad 19:

1806 M - Kekaisaran Inggris menyerbu Hindia Belanda. Pertempuran besar terjadi di Laut Jawa antara armada Inggris melawan koalisi Belanda-Prancis.

1807 M - Pemerintah Belanda dibawah Prancis mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

1808 M - Daendels tiba di Hindia Belanda. Ia mendirikan pemerintahan langsung di Lampung, kemudian memulai pembangunan Jalan Raya Pos Jawa dari Anyer-Panarukan, yang kini menjadi Jalur Pantura. Keputusan ditentang oleh Sultan Banten. Akibatnya, Daendels menyerbu Banten dan menghancurkan istana Surosowan. Sang sultan kemudian diasingkan. Kesultanan Kacirebonan dibentuk sebagai pecahan dari Kanoman.

1809 M - Kesultanan Kasepuhan dan Kanoman (termasuk Kacirebonan) menjadi bawahan Belanda.

1810 M - Pemberontakan para bangsawan Yogyakarta pimpinan Raden Rangga melawan Belanda. Daendels bersama ribuan prajurit berangkat ke Yogyakarta, memaksa Hamengkubuwono II untuk mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaannya kepada Raden Mas Surojo, yang bergelar Hamengkubuwono III. Daendels mengibarkan bendera Prancis di Batavia.

1811 M - Daendels ditarik kembali ke Eropa untuk membantu Napoleon dalam ekspedisinya ke Moskow. Jan Willem Janssens diangkat sebagai Gubernur Jenderal yang baru. Inggris menyerbu Jawa dan berhasil menduduki Batavia. Janssens kemudian menyerah dan menandatangani Kapitulasi Tuntang di Salatiga dimana ia bersedia menyerahkan seluruh jajahan Hindia Belanda kepada Inggris. Thomas Stamford Raffles diangkat sebagai Gubernur Jenderal di Jawa. Pendudukan Inggris di Jawa pun resmi dimulai. Hamengkubuwono II kembali merebut gelarnya sebagai Sultan di Yogyakarta.

1812 M - Peristiwa Geger Spehi. Bekerjasama dengan Mangkunegaran, Raffles memimpin pasukan Inggris menyerbu dan menduduki keraton Yogyakarta. Hamengkubuwono II dilengserkan dan diasingkan ke Padang. Tahta Yogyakarta kembali diserahkan kepada Hamengkubuwono III. Natakusuma mendirikan Dinasti Pakualam.

1813 M - Kesultanan Banten dihapuskan oleh Raffles. Ia kemudian mendirikan pemerintahan langsung di sana.

1814 M - Ekspedisi Inggris melaporkan penemuan Candi Borobudur, Prambanan, dan reruntuhan kota Trowulan ke Eropa untuk pertama kalinya. Hamengkubuwono IV naik tahta menjadi Sultan Yogyakarta di usia 13 tahun. Pangeran Diponegoro ditunjuk sebagai wali sang Sultan yang tak lain adalah adiknya sendiri.

1815 M - Erupsi dahsyat Gunung Tambora di Sumbawa. Perang Napoleon berakhir. Inggris bersedia mengembalikan Hindia Belanda kepada pemerintah Belanda sebagai bagian dari persetujuan yang mengakhiri Perang Napoleon. Raffles menghapuskan kesultanan Kasepuhan dan Kanoman (termasuk Kacirebonan).

1816 M - Perubahan iklim akibat erupsi gunung Tambora. Sebagian besar Bumi mengalami musim dingin berkepanjangan. Penyerahan kekuasaan dari Inggris kepada Belanda. Belanda secara resmi kembali menjadi penguasa di Hindia Belanda. Raffles meninggalkan Jawa dan pindah ke Bengkulu.

1817 M - Raffles menyelesaikan penulisan buku 'History of Java', yang berisi tentang rangkuman penelitian kesejarahannya tentang Jawa.

1818 M - Belanda mengakhiri perdagangan budak di Jawa.

1824 M - Traktat London, pembagian wilayah kolonialisme antara Belanda dan Inggris di Nusantara.

1825 M - Pangeran Diponegoro dan pengikutnya di Kesultanan Yogyakarta menyatakan perang terhadap pemerintah Hindia Belanda.

1826 M - Perang gerilya merebak di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur, sebagai akibat dari menyebarnya gerakan anti-Belanda yang dipelopori oleh Diponegoro. Du Bus diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, menggantikan Van der Capellen. Belanda membebaskan Hamengkubuwono II dari pembuangan dan mengangkatnya kembali menjadi Sultan Yogyakarta. Pasukan Belanda memukul mundur Diponegoro dan pengikutnya di Gowok. Raffles wafat.

1827 M - Puncak Perang Diponegoro.

1828 M - Kyai Maja, seorang abdi setia dan penasihat pribadi Diponegoro, ditangkap oleh Belanda di akhir sebuah pertempuran.

1829 M - Pangeran Mangkubumi dan Senapati Sentot Alibasyah, pendukung dan pengawal setia Diponegoro, menyerahkan diri kepada Belanda.

1830 M - Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda setelah tertipu bujukan untuk mengadakan diplomasi di Magelang. Ia dibuang ke Manado, lalu ke Makassar. Perang Diponegoro pun berakhir. Diperkirakan separuh lebih populasi Yogyakarta lenyap akibat perang ini. Wilayah kekuasaan Yogyakarta dan Surakarta menjadi semakin sempit. Johannes van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Ia mulai menerapkan sistem tanam paksa terhadap rakyat, lalu mendirikan KNIL sebagai kesatuan tentara resmi Hindia Belanda.

1846 M - Belanda menundukkan Buleleng di Bali, namun kembali lepas setelah pasukan KNIL mundur kembali ke Jawa.

1849 M - Belanda kembali menyerbu Bali, menghancurkan Buleleng serta menundukkan Jembrana dan Karangasem.

1855 M - Pangeran Diponegoro wafat dalam pembuangannya di Makassar.

1883 M - Erupsi dahsyat Gunung Krakatau di Selat Sunda.

1900 M - Belanda menundukkan Gianyar di Bali.

Abad 20:

1901 M - Sukarno lahir.

1902 M - Mohammad Hatta lahir.

1905 M - Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam yang kelak berganti nama menjadi Sarekat Islam (SI).

1906 M - Belanda berturut-turut menundukkan Badung dan Tabanan di Bali.

1907 M - Belanda menundukkan Bangli di Bali.

1908 M - Era Kebangkitan Nasional dimulai dengan didirikannya organisasi Budi Utomo. Belanda menundukkan Klungkung di Bali. Seluruh pulau Bali pun sepenuhnya jatuh ke tangan Belanda.

1912 M - HOS Cokroaminoto menjadi pimpinan Sarekat Islam. Ia berhasil membujuk pemerintah Hindia Belanda untuk mengesahkan dan mengakui keberadaan SI.

1914 M - Perang Dunia I dimulai. Henk Sneevliet mendirikan ISDV yang kelak menjadi cikal bakal PKI.

1918 M - Perang Dunia I berakhir.

1926 M - Pemberontakan PKI di Banten, Batavia, dan Bandung. Berhasil dipadamkan oleh pasukan KNIL.

1928 M - Ikrar Sumpah Pemuda.

1939 M - Perang Dunia II dimulai.

1940 M - Pusat pemerintahan Belanda di Eropa jatuh ke tangan Jerman Nazi. Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga.

1941 M - Kekaisaran Jepang memulai penaklukkan Asia Timur Raya.

1942 M - Pasukan Jepang menyerbu dan menguasai seluruh Jawa dalam tempo yang singkat. Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Pulau Jawa pun resmi menjadi bagian dari Kekaisaran Jepang. Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo dan laskar Hizbullah memimpin gerakan Islam radikal di Tasikmalaya.

1943 M - Pemerintah Jepang membentuk PUTERA dan menunjuk Sukarno sebagai ketuanya. Jepang kemudian juga mendirikan PETA. Di antara anggotanya adalah Sudirman dan Suharto.

1944 M - Pasukan Sekutu menyerbu Surabaya.

1945 M - Sukarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, setelah serangkaian peristiwa besar yang mengakhiri pendudukan Jepang di Hindia Belanda. Pasukan Sekutu bersama Van Mook dan perwira NICA mendarat di Jakarta. Serangkaian perang besar berkobar di Semarang, Ambarawa, dan Surabaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

1946 M - Ibukota RI dipindah ke Yogyakarta setelah kondisi keamanan di Jakarta makin memburuk. Peristiwa Bandung Lautan Api. Konferensi Malino. Perjanjian Linggajati. Puputan Margarana. Belanda atas nama Gubernur Jenderal Van Mook mendirikan Negara Indonesia Timur lewat Konferensi Denpasar.

1947 M - Agresi militer Belanda I terhadap Jawa dan Sumatra. Suria Kartalegawa mendirikan negara Pasundan di bawah pengaruh Belanda.

1948 M - Pemberontakan PKI di Madiun pimpinan Musso. Berhasil ditumpas oleh TRI. Belanda mendirikan negara Madura dan negara Jawa Timur. Agresi militer Belanda II terhadap Jawa dan Sumatra. KNIL berhasil menduduki kota Yogyakarta dan menangkap para pemimpin RI.

1949 M - Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia dalam bentuk negara Serikat setelah konferensi di Den Haag, serta serangkaian serangan umum di Yogyakarta dan Surakarta. SM Kartosuwiryo mendeklarasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII alias DI/TII) di Jawa Barat.

1950 M - Republik Indonesia Serikat resmi dibubarkan. Amir Fatah menyatakan sebagian Jawa Tengah sebagai bagian dari DI/TII.

1954 M - Amir Fatah menyerahkan diri. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah pun berakhir.

1955 M - Pemilihan Umum diadakan untuk pertama kali.

1957 M - Peristiwa Granat Cikini, percobaan pembunuhan Presiden Sukarno oleh aktivis DI/TII.

1960 M - Penembakan di Istana Presiden oleh seorang Letnan AU yang telah dipengaruhi Permesta.

1961 M - Operasi Trikora dimulai setelah dikumandangkan oleh Sukarno di Alun-alun Utara Yogyakarta untuk merebut Papua Barat dari Belanda.

1962 M - Kartosuwiryo ditangkap dan dihukum mati, mengakhiri pemberontakan DI/TII di Jawa Barat.

1963 M - Konfrontasi Indonesia-Malaysia dimulai. Papua Barat berintegrasi dengan RI.

1965 M - Tragedi nasional G30S di Jakarta dan Yogyakarta, menyebabkan terbunuhnya 9 orang petinggi TNI-AD.

1966 M - Pembantaian massal terhadap ribuan tertuduh komunis di seluruh Indonesia oleh Suharto dan TNI-AD. Diperkirakan 70 ribu-1 juta orang tewas dalam genosida ini. Penyerahan Supersemar dari Suharto kepada Sukarno. Konfrontasi Indonesia-Malaysia resmi berakhir. Kedua negara mulai memperbaiki hubungan. Indonesia kembali menjadi anggota PBB.

1967 M - Sukarno menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Suharto.

1968 M - Era Orde Baru resmi dimulai dengan dilantiknya Suharto sebagai Presiden RI kedua.

1970 M - Sukarno wafat di usia 69 tahun. Pemerintah menetapkan masa berkabung selama 7 hari.

1982 M - Petrus, serangkaian operasi rahasia oleh pemerintahan Suharto berupa penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan di pulau Jawa. Berlangsung hingga 2 tahun berikutnya.

1984 M - Kerusuhan Tanjung Priok di Jakarta.

1996 M - Peristiwa 27 Juli alias Kudatuli di Jakarta.

1997 M - Krisis finansial melanda Asia, melumpuhkan perekonomian dan keuangan di sebagian besar Asia Timur. Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami pukulan berat, bersama dengan Thailand dan Korea Selatan.

1998 M - Suharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden setelah serangkaian kerusuhan di Jawa. Bacharuddin Jusuf Habibie dilantik sebagai Presiden RI ketiga. Orde Baru pun berakhir dan Era Reformasi resmi dimulai.

1999 M - Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dilantik menjadi Presiden RI keempat menggantikan Habibie.

Abad 21:

2001 M - Megawati Sukarnoputri dilantik sebagai Presiden RI kelima menggantikan Gus Dur.

2004 M - Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla menjadi pasangan pemimpin RI pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat.

2008 M - Suharto wafat di usia 86 tahun.

2009 M - SBY kembali memenangi Pilpres dan menjadi Presiden RI bersama Budiono sebagai Wapres yang baru. Gus Dur wafat di usia 69 tahun.

2010 M - Erupsi Gunung Merapi.

2014 M - Joko Widodo dan Jusuf Kalla dilantik sebagai Presiden dan Wapres Indonesia menggantikan SBY-Budiono. Erupsi Gunung Kelud di Jawa Timur.

------

Sumber Informasi:

- Babad Raja Blambangan

- Babad Tanah Jawi

- Babad Tanah Sunda

- Berbagai Situs dan Blog Pecinta Sejarah

- Buku Sejarah Indonesia

- Carita Parahiyangan

- Carita Purwaka Caruban Nagari

- Ekspedisi Bengawan Solo

- Daoyi Zhilüe

- History of Java

- Kidung Harsawijaya

- Kidung Panji Wijayakrama

- Kidung Sorandaka

- Kidung Sunda

- Nagarakretagama

- Naskah Perjalanan Bujangga Manik

- Naskah Wangsakerta

- Notes on the Malay Archipelago and Malacca

- Nusa Jawa Silang Budaya

- Pararaton

- Prasasti-prasasti

- Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara

- Rapporten van de Oudheidkundige Dienst

- Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara

- Sejarah Raja-Raja Jawa

- Serat Banten

- Serat Kanda

- Suma Oriental

- The Chinese in Southeast Asia

- The Indianized

Gegodog 1676: Hari Saat Pangeran Purbaya Gugur dan Mataram Terkapar Pada 13 Oktober 1676, sebuah pertempuran besar yang sarat makna sejarah meletus di Gegodog, sebuah kawasan strategis antara pesisir utara dan daratan timur Pulau Jawa. Pertempuran ini bukan hanya benturan fisik antara pasukan Kerajaan Mataram melawan koalisi Madura-Makassar yang dipimpin Raden Trunajaya, namun juga menandai kemunduran tajam kekuatan politik dan militer Mataram di bawah pimpinan putra mahkota, Pangeran Adipati Anom. Wafatnya Pangeran Purbaya dalam pertempuran ini menjadi simbol keruntuhan moral dan keperkasaan kerajaan yang sebelumnya hegemonik di tanah Jawa. Sumber utama dari narasi ini berasal dari Babad B.P. jilid XII, Serat Kandha, dan dokumen Meinsma, serta laporan daghregister Kompeni Belanda. Keberadaan catatan-catatan ini memberi gambaran kronologis, militer, dan psikologis yang memperkaya pemahaman historis tentang pertempuran di Gegodog. * Asal Usul dan Posisi Genealogis Pangeran Purbaya: Ancaman Tersembunyi bagi Amangkurat I Dalam sejarah Dinasti Mataram Islam, Pangeran Purbaya menempati posisi yang sangat penting, bukan hanya karena kedekatan darahnya dengan pendiri dinasti, Panembahan Senopati, tetapi juga karena posisinya yang unik dalam struktur kekuasaan internal istana. Ia adalah putra kandung Panembahan Senopati dari seorang istri yang bukan permaisuri, yakni Kanjeng Ratu Giring. Meski lahir dari selir, garis darahnya mengalir langsung dari Sang Pendiri Mataram, menjadikannya bagian dari generasi pertama trah dinasti tersebut. Dari garis ibunya, Pangeran Purbaya adalah cucu Ki Ageng Giring, tokoh karismatik sekaligus rival spiritual Ki Ageng Pamanahan, ayah Panembahan Senopati. Maka, secara garis darah, Purbaya mewarisi dua poros utama leluhur Mataram. Dari pihak ibu, ia keturunan Ki Ageng Giring. Dari pihak ayah, ia cucu Ki Ageng Pamanahan. Namun ironisnya, meskipun darah agung mengalir dari dua trah besar pendiri Mataram, takdir menjadikannya hanya bayangan di balik takhta, bukan sebagai pewarisnya. Pangeran Purbaya adalah saudara seayah dari Raden Mas Jolang, yang kelak naik takhta sebagai Panembahan Hanyakrawati, raja kedua Mataram setelah wafatnya Panembahan Senopati. Dari pernikahan Panembahan Hanyakrawati inilah lahir Sultan Agung, penguasa terbesar dalam sejarah Mataram Islam yang memerintah antara tahun 1613 hingga 1645. Sultan Agung kemudian menurunkan Amangkurat pertama, yang bertakhta dari tahun 1646 hingga 1677. Secara genealogis, ini berarti bahwa Pangeran Purbaya merupakan paman dari Sultan Agung dan kakek dari Amangkurat I. Dengan demikian, ia adalah tokoh senior dalam struktur keluarga kerajaan, termasuk dalam lapisan bangsawan sepuh yang disegani dan memiliki akar kekuasaan yang lebih tua dibanding generasi penerusnya. Dalam tatanan masyarakat Jawa tradisional, usia dan garis keturunan memainkan peranan krusial dalam struktur legitimasi, dan di sinilah letak kekuatan tersembunyi Pangeran Purbaya. Meski bukan pewaris takhta utama, Pangeran Purbaya memiliki kharisma dan dukungan luas, terutama dari kalangan prajurit veteran serta bangsawan-bangsawan tua yang masih menganggapnya sebagai wakil dari generasi Panembahan Senopati. Di mata mereka, ia adalah representasi kejayaan awal Mataram, masa ketika kekuasaan kerajaan masih berbasis pada konsensus para elite lokal, bukan sistem monarki absolut yang mulai ditegakkan oleh Amangkurat I. Ketika Amangkurat I mulai memusatkan kekuasaan dan mengeliminasi potensi-pesaing dari kalangan kerabat istana, Pangeran Purbaya dipandang sebagai ancaman potensial. Pengaruhnya terlalu luas, martabatnya terlalu tinggi, dan loyalitas prajurit-prajurit lama terlalu kuat melekat padanya. Amangkurat I, yang sedang menyusun kekuasaan dengan basis kontrol penuh atas birokrasi dan militer, tidak bisa mengabaikan figur sepuh yang secara genealogis lebih unggul itu. Sumber-sumber babad Jawa seperti Babad Tanah Jawi umumnya menggambarkan Pangeran Purbaya sebagai sosok setia kepada kerajaan. Ia disebut sebagai pangeran yang menyingkir dari hiruk-pikuk istana, memilih tinggal di daerah pedalaman atau mengabdi secara simbolik. Namun gambaran ini kontras jika dibandingkan dengan laporan-laporan kolonial Belanda, terutama dalam naskah Gezantschapsreizen van Goens yang ditulis oleh Cornelis van der Lijn dan Rijcklof van Goens. Sumber Belanda ini justru membuka tabir konflik yang jauh lebih kompleks, di mana Pangeran Purbaya tampak berada dalam posisi tawar tinggi yang nyaris memecah internal keluarga Mataram. Dalam laporan van Goens, tersirat bahwa Pangeran Purbaya pernah menjadi pusat dari ketegangan istana yang bisa berujung pada perang saudara. Ia dianggap sebagai figur alternatif yang bisa didukung oleh kelompok bangsawan yang tidak puas dengan kebijakan keras dan gaya pemerintahan otoriter Amangkurat I. Amangkurat I, sejak awal kekuasaannya, melakukan pembersihan politik besar-besaran terhadap bangsawan dan ulama, menciptakan ketakutan yang meluas. Ketidakhadiran Purbaya dari istana pada 1655 menjadi simbol pembangkangan. Ia mulai menghimpun loyalis, termasuk anak cucunya yang banyak menduduki jabatan strategis. Ketegangan memuncak saat anaknya, Raden Mas, menolak menyampaikan pesan damai dari raja, menyatakan loyalitas tunggalnya kepada Amangkurat. Sebagai respons, sang raja mengerahkan pasukan besar untuk mengepung kediaman Purbaya. Namun sang pangeran memilih jalur damai. Ia mengirim kembali anaknya ke istana dengan pesan kesetiaan. Di tengah krisis ini, ibunda Amangkurat pertama, Ratu Ibu yang merupakan janda Sultan Agung, berperan sebagai penengah. Ia membawa putranya berziarah ke makam Sultan Agung di Imogiri dan memohon pengampunan bagi Purbaya. Permintaan itu dikabulkan setelah melalui adegan simbolik dan emosional yang berhasil menghindarkan Mataram dari perang saudara. Meski diampuni, Purbaya tak pernah kembali berpengaruh seperti dahulu. Catatan Belanda menyebut hanya ia dan Tumenggung Singaranu yang tersisa dari generasi lama. Pembersihan politik terus berjalan. Setelah wafatnya Ratu Ibu pada 1652, tak ada lagi yang mampu menahan absolutisme Amangkurat. Kisah Purbaya menggambarkan bagaimana warisan genealogis dan moral dari pendiri Mataram dapat dibungkam oleh kekuasaan yang terobsesi akan kontrol. Ia adalah simbol kearifan lama yang tersingkir oleh politik eliminasi dan ketakutan, pendahulu dari krisis besar seperti Pemberontakan Trunajaya yang kemudian meluluhlantakkan Mataram. * Konfigurasi Militer: Perkemahan dan Strategi Jepara Pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Pangeran Adipati Anom berkemah di Jepara sebelum bergerak ke medan tempur. Menurut Babad B.P. (jil. XII, hlm. 3-5), konfigurasi perkemahan menunjukkan distribusi kekuatan: Adipati Anom di rumah Ngabei Wangsaprana; Pangeran Singasari di selatan pura; Pangeran Purbaya di Kasatusan; Pangeran Blitar di Bayularangan; dan Pangeran Sampang di luar kota. Perkemahan ini disertai dengan musyawarah tiga hari dan konsolidasi pasukan dari pesisir barat dan daerah Bangwetan. Pangeran Purbaya, dalam rapat tersebut, melaporkan kolaborasi erat antara kekuatan Madura dan Makassar yang telah menyatakan patuh pada Raden Trunajaya yang berkedudukan di Surabaya. Titah ini membuktikan bahwa Raden Trunajaya telah berhasil menyusun kekuatan lintas etnik dan regional, dengan pengakuan sebagai Panembahan Maduretna Panatagama oleh daerah-daerah timur Jawa. Walaupun kecewa karena dikhianati Trunajaya, yang sebelumnya pernah menjalin kesepakatan, putra mahkota tetap melanjutkan ekspedisi demi menghindari aib kegagalan. Jepara ditinggalkan dengan penjagaan Wangsadipa, dibantu oleh pihak Belanda bahkan Inggris (Serat Kandha, halaman 1029). * Pasukan Bergerak: Menuju Gegodog Pasukan Mataram menyusur garis pantai utara, dengan perbekalan dibawa lewat kapal. Di garis depan, pasukan pesisir dan Mancanagara bertugas membuka jalan, disusul kesatuan inti dari Mataram. Setiba di Gegodog atau Masahar (Babad B.P., jil. XII, hlm. 7), mereka berhadapan dengan gabungan pasukan Madura, Makassar, dan Mancanagara. Pemimpin-pemimpin koalisi ini termasuk Mangkuyuda, Dandangwacana, Wangsaprana dari Madura; serta Karaeng Galesong, Daeng Marewa, Daeng Makincing, dan Bung Mernung dari Makassar. Formasi tempur mereka tertib: Madura di barisan depan, Makassar di tengah, dan Mancanagara di belakang. Pertempuran yang meletus diawali dengan senjata api, menghasilkan kepulan asap yang pekat, lalu disusul pertarungan senjata tajam. Pasukan Mataram yang semula unggul, mulai kehilangan keunggulan karena perlawanan sengit dari pihak pemberontak. Di tengah pertempuran, semangat tempur pasukan Mataram mulai menurun. Banyak prajurit tewas, termasuk tokoh penting seperti Kiai Ngabei Wirajaya, Panji Wirabumi, dan Kiai Rangga Sidayu. Putra mahkota yang kehilangan semangat ikut berpengaruh pada moril pasukan. "Laki-laki menjadi penakut seperti perempuan," ujar Pangeran Purbaya dalam penggalan terakhir hidupnya. Pangeran Purbaya sendiri tetap bertahan meski kudanya mati. Ia berperang dengan keris pusaka bernama Panji. Tubuhnya tak mempan senjata biasa, namun akhirnya dikeroyok dan tulang-tulangnya diremukkan. Dalam keadaan sekarat, ia menolak menyaksikan keruntuhan Mataram dan wafat dengan kebesaran seorang satria.Namun sebelum wafat, ia berkata dengan getir: "Kepada tiga raja aku mengabdi, tapi tak pernah aku melihat Mataram serendah ini. Laki-laki menjadi penakut seperti perempuan. Mataram ditakdirkan runtuh. Aku tak sudi menyaksikannya." (Babad BP, jil. XII, hlm. 10) Pangeran Blitar menyelamatkan jenazahnya, memasukkannya ke dalam peti dan membawanya kembali ke Mataram. Hari itu, tanggal 8 Ruwah Dal 1599 Jawa atau 13 Oktober 1676 Masehi, menjadi titik balik kehancuran pasukan kerajaan. * Kekacauan Pasca-Pertempuran Pasukan Mataram bubar. Banyak yang melarikan diri ke Jepara atau mengundurkan diri. Para pemberontak merajalela dan terjadi perampokan besar-besaran. Menurut Serat Kandha (hlm. 1038), penyakit melanda pasukan, logistik habis, dan kondisi menjadi sangat buruk. Pihak Madura dan Mancanagara terus mengejar mereka yang lari, tetapi tanpa hasil. Dalam laporan Wangsadipa kepada Kompeni tertanggal 19 Agustus dan 12 September 1676, disebutkan bahwa pasukan Mataram yang datang ke Jepara disertai tokoh-tokoh besar, antara lain Singasari, Purbaya, Blitar, Raden Wiranapada, Rajamenggala, Pangeran Sampang, dan Cirebon. Meskipun keabsahan daftar ini diragukan, surat tersebut menunjukkan upaya diplomatik untuk menarik simpati dan kekaguman Belanda. Pada 12 September 1676, Pangeran Adipati Anom mengadakan pertemuan besar dengan Residen Couper di Jepara, yang dihadiri lebih dari 1.000 orang. Dalam pertemuan itu, Couper memberikan hadiah senjata dan tekstil. Putra mahkota mengucapkan terima kasih atas nama ayahandanya, Sultan Amangkurat I, dan memohon bantuan untuk memulihkan stabilitas kerajaan. * Simbol Kejatuhan Wafatnya Pangeran Purbaya di medan Gegodog adalah salah satu titik balik penting dalam sejarah Mataram. Ia adalah tokoh karismatik dan panglima senior yang setia pada tiga generasi raja. Dalam sekaratnya, ia melihat Mataram sebagai kerajaan yang ditakdirkan runtuh, bukan karena kekuatan musuh semata, tetapi karena kegetiran moral dari dalam: pengkhianatan, ketakutan, dan kelemahan hati para pemimpinnya. Dalam kacamata historiografi, Pertempuran Gegodog bukan hanya peristiwa militer, melainkan juga simbol kegagalan elite Mataram dalam membaca dinamika sosial-politik abad ke-17. Aliansi musuh yang plural, lemahnya kepercayaan pada pusat kekuasaan, dan keengganan membangun reformasi militer membuat kerajaan ini rapuh di hadapan ancaman internal. Pangeran Purbaya wafat sebagai martir. Namun, seperti banyak tokoh tragis lainnya dalam sejarah Jawa, pengorbanannya tidak mampu membendung arus kehancuran. Tiga tahun kemudian, Mataram dipaksa menandatangani perjanjian dengan Kompeni, menandai awal dari subordinasi politik yang panjang. Dengan demikian, Gegodog bukan sekadar titik di peta atau panggung pertempuran berdarah. Ia adalah tugu sunyi yang menyimpan gema luka dinasti. Di tempat itulah kesetiaan diuji, kehormatan direnggut, dan warisan tergerus oleh waktu. Di sanalah, di antara tanah yang basah oleh hujan dan darah, gugur seorang putra agung dari fajar Dinasti Mataram. Pangeran Purbaya, pewaris yang tak pernah dinobatkan, kesatria yang tak pernah mengkhianat. * Abror Subhi https://jatimtimes.com/baca/342249/20250724/101800/gegodog-1676-hari-saat-pangeran-purbaya-gugur-dan-mataram-terkapar

 Gegodog 1676: Hari Saat Pangeran Purbaya Gugur dan Mataram Terkapar

 Pada 13 Oktober 1676, sebuah pertempuran besar yang sarat makna sejarah meletus di Gegodog, sebuah kawasan strategis antara pesisir utara dan daratan timur Pulau Jawa.



Pertempuran ini bukan hanya benturan fisik antara pasukan Kerajaan Mataram melawan koalisi Madura-Makassar yang dipimpin Raden Trunajaya, namun juga menandai kemunduran tajam kekuatan politik dan militer Mataram di bawah pimpinan putra mahkota, Pangeran Adipati Anom. Wafatnya Pangeran Purbaya dalam pertempuran ini menjadi simbol keruntuhan moral dan keperkasaan kerajaan yang sebelumnya hegemonik di tanah Jawa.


Sumber utama dari narasi ini berasal dari Babad B.P. jilid XII, Serat Kandha, dan dokumen Meinsma, serta laporan daghregister Kompeni Belanda. Keberadaan catatan-catatan ini memberi gambaran kronologis, militer, dan psikologis yang memperkaya pemahaman historis tentang pertempuran di Gegodog.


* Asal Usul dan Posisi Genealogis Pangeran Purbaya: Ancaman Tersembunyi bagi Amangkurat I

Dalam sejarah Dinasti Mataram Islam, Pangeran Purbaya menempati posisi yang sangat penting, bukan hanya karena kedekatan darahnya dengan pendiri dinasti, Panembahan Senopati, tetapi juga karena posisinya yang unik dalam struktur kekuasaan internal istana. Ia adalah putra kandung Panembahan Senopati dari seorang istri yang bukan permaisuri, yakni Kanjeng Ratu Giring. Meski lahir dari selir, garis darahnya mengalir langsung dari Sang Pendiri Mataram, menjadikannya bagian dari generasi pertama trah dinasti tersebut.


Dari garis ibunya, Pangeran Purbaya adalah cucu Ki Ageng Giring, tokoh karismatik sekaligus rival spiritual Ki Ageng Pamanahan, ayah Panembahan Senopati. Maka, secara garis darah, Purbaya mewarisi dua poros utama leluhur Mataram. Dari pihak ibu, ia keturunan Ki Ageng Giring. Dari pihak ayah, ia cucu Ki Ageng Pamanahan. Namun ironisnya, meskipun darah agung mengalir dari dua trah besar pendiri Mataram, takdir menjadikannya hanya bayangan di balik takhta, bukan sebagai pewarisnya.


Pangeran Purbaya adalah saudara seayah dari Raden Mas Jolang, yang kelak naik takhta sebagai Panembahan Hanyakrawati, raja kedua Mataram setelah wafatnya Panembahan Senopati. Dari pernikahan Panembahan Hanyakrawati inilah lahir Sultan Agung, penguasa terbesar dalam sejarah Mataram Islam yang memerintah antara tahun 1613 hingga 1645. Sultan Agung kemudian menurunkan Amangkurat pertama, yang bertakhta dari tahun 1646 hingga 1677.


Secara genealogis, ini berarti bahwa Pangeran Purbaya merupakan paman dari Sultan Agung dan kakek dari Amangkurat I. Dengan demikian, ia adalah tokoh senior dalam struktur keluarga kerajaan, termasuk dalam lapisan bangsawan sepuh yang disegani dan memiliki akar kekuasaan yang lebih tua dibanding generasi penerusnya. Dalam tatanan masyarakat Jawa tradisional, usia dan garis keturunan memainkan peranan krusial dalam struktur legitimasi, dan di sinilah letak kekuatan tersembunyi Pangeran Purbaya.


Meski bukan pewaris takhta utama, Pangeran Purbaya memiliki kharisma dan dukungan luas, terutama dari kalangan prajurit veteran serta bangsawan-bangsawan tua yang masih menganggapnya sebagai wakil dari generasi Panembahan Senopati. Di mata mereka, ia adalah representasi kejayaan awal Mataram, masa ketika kekuasaan kerajaan masih berbasis pada konsensus para elite lokal, bukan sistem monarki absolut yang mulai ditegakkan oleh Amangkurat I.


Ketika Amangkurat I mulai memusatkan kekuasaan dan mengeliminasi potensi-pesaing dari kalangan kerabat istana, Pangeran Purbaya dipandang sebagai ancaman potensial. Pengaruhnya terlalu luas, martabatnya terlalu tinggi, dan loyalitas prajurit-prajurit lama terlalu kuat melekat padanya. Amangkurat I, yang sedang menyusun kekuasaan dengan basis kontrol penuh atas birokrasi dan militer, tidak bisa mengabaikan figur sepuh yang secara genealogis lebih unggul itu.


Sumber-sumber babad Jawa seperti Babad Tanah Jawi umumnya menggambarkan Pangeran Purbaya sebagai sosok setia kepada kerajaan. Ia disebut sebagai pangeran yang menyingkir dari hiruk-pikuk istana, memilih tinggal di daerah pedalaman atau mengabdi secara simbolik. Namun gambaran ini kontras jika dibandingkan dengan laporan-laporan kolonial Belanda, terutama dalam naskah Gezantschapsreizen van Goens yang ditulis oleh Cornelis van der Lijn dan Rijcklof van Goens. Sumber Belanda ini justru membuka tabir konflik yang jauh lebih kompleks, di mana Pangeran Purbaya tampak berada dalam posisi tawar tinggi yang nyaris memecah internal keluarga Mataram.


Dalam laporan van Goens, tersirat bahwa Pangeran Purbaya pernah menjadi pusat dari ketegangan istana yang bisa berujung pada perang saudara. Ia dianggap sebagai figur alternatif yang bisa didukung oleh kelompok bangsawan yang tidak puas dengan kebijakan keras dan gaya pemerintahan otoriter Amangkurat I.


Amangkurat I, sejak awal kekuasaannya, melakukan pembersihan politik besar-besaran terhadap bangsawan dan ulama, menciptakan ketakutan yang meluas. Ketidakhadiran Purbaya dari istana pada 1655 menjadi simbol pembangkangan. Ia mulai menghimpun loyalis, termasuk anak cucunya yang banyak menduduki jabatan strategis. Ketegangan memuncak saat anaknya, Raden Mas, menolak menyampaikan pesan damai dari raja, menyatakan loyalitas tunggalnya kepada Amangkurat.


Sebagai respons, sang raja mengerahkan pasukan besar untuk mengepung kediaman Purbaya. Namun sang pangeran memilih jalur damai. Ia mengirim kembali anaknya ke istana dengan pesan kesetiaan. Di tengah krisis ini, ibunda Amangkurat pertama, Ratu Ibu yang merupakan janda Sultan Agung, berperan sebagai penengah. Ia membawa putranya berziarah ke makam Sultan Agung di Imogiri dan memohon pengampunan bagi Purbaya. Permintaan itu dikabulkan setelah melalui adegan simbolik dan emosional yang berhasil menghindarkan Mataram dari perang saudara.


Meski diampuni, Purbaya tak pernah kembali berpengaruh seperti dahulu. Catatan Belanda menyebut hanya ia dan Tumenggung Singaranu yang tersisa dari generasi lama. Pembersihan politik terus berjalan. Setelah wafatnya Ratu Ibu pada 1652, tak ada lagi yang mampu menahan absolutisme Amangkurat. 


Kisah Purbaya menggambarkan bagaimana warisan genealogis dan moral dari pendiri Mataram dapat dibungkam oleh kekuasaan yang terobsesi akan kontrol. Ia adalah simbol kearifan lama yang tersingkir oleh politik eliminasi dan ketakutan, pendahulu dari krisis besar seperti Pemberontakan Trunajaya yang kemudian meluluhlantakkan Mataram.


* Konfigurasi Militer: Perkemahan dan Strategi Jepara


Pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Pangeran Adipati Anom berkemah di Jepara sebelum bergerak ke medan tempur. Menurut Babad B.P. (jil. XII, hlm. 3-5), konfigurasi perkemahan menunjukkan distribusi kekuatan: Adipati Anom di rumah Ngabei Wangsaprana; Pangeran Singasari di selatan pura; Pangeran Purbaya di Kasatusan; Pangeran Blitar di Bayularangan; dan Pangeran Sampang di luar kota. Perkemahan ini disertai dengan musyawarah tiga hari dan konsolidasi pasukan dari pesisir barat dan daerah Bangwetan.


Pangeran Purbaya, dalam rapat tersebut, melaporkan kolaborasi erat antara kekuatan Madura dan Makassar yang telah menyatakan patuh pada Raden Trunajaya yang berkedudukan di Surabaya. Titah ini membuktikan bahwa Raden Trunajaya telah berhasil menyusun kekuatan lintas etnik dan regional, dengan pengakuan sebagai Panembahan Maduretna Panatagama oleh daerah-daerah timur Jawa.


Walaupun kecewa karena dikhianati Trunajaya, yang sebelumnya pernah menjalin kesepakatan, putra mahkota tetap melanjutkan ekspedisi demi menghindari aib kegagalan. Jepara ditinggalkan dengan penjagaan Wangsadipa, dibantu oleh pihak Belanda bahkan Inggris (Serat Kandha, halaman 1029).


* Pasukan Bergerak: Menuju Gegodog


Pasukan Mataram menyusur garis pantai utara, dengan perbekalan dibawa lewat kapal. Di garis depan, pasukan pesisir dan Mancanagara bertugas membuka jalan, disusul kesatuan inti dari Mataram. Setiba di Gegodog atau Masahar (Babad B.P., jil. XII, hlm. 7), mereka berhadapan dengan gabungan pasukan Madura, Makassar, dan Mancanagara. Pemimpin-pemimpin koalisi ini termasuk Mangkuyuda, Dandangwacana, Wangsaprana dari Madura; serta Karaeng Galesong, Daeng Marewa, Daeng Makincing, dan Bung Mernung dari Makassar.


Formasi tempur mereka tertib: Madura di barisan depan, Makassar di tengah, dan Mancanagara di belakang. Pertempuran yang meletus diawali dengan senjata api, menghasilkan kepulan asap yang pekat, lalu disusul pertarungan senjata tajam. Pasukan Mataram yang semula unggul, mulai kehilangan keunggulan karena perlawanan sengit dari pihak pemberontak.


Di tengah pertempuran, semangat tempur pasukan Mataram mulai menurun. Banyak prajurit tewas, termasuk tokoh penting seperti Kiai Ngabei Wirajaya, Panji Wirabumi, dan Kiai Rangga Sidayu. Putra mahkota yang kehilangan semangat ikut berpengaruh pada moril pasukan. "Laki-laki menjadi penakut seperti perempuan," ujar Pangeran Purbaya dalam penggalan terakhir hidupnya.


Pangeran Purbaya sendiri tetap bertahan meski kudanya mati. Ia berperang dengan keris pusaka bernama Panji. Tubuhnya tak mempan senjata biasa, namun akhirnya dikeroyok dan tulang-tulangnya diremukkan. Dalam keadaan sekarat, ia menolak menyaksikan keruntuhan Mataram dan wafat dengan kebesaran seorang satria.Namun sebelum wafat, ia berkata dengan getir:


"Kepada tiga raja aku mengabdi, tapi tak pernah aku melihat Mataram serendah ini. Laki-laki menjadi penakut seperti perempuan. Mataram ditakdirkan runtuh. Aku tak sudi menyaksikannya." (Babad BP, jil. XII, hlm. 10)


Pangeran Blitar menyelamatkan jenazahnya, memasukkannya ke dalam peti dan membawanya kembali ke Mataram. Hari itu, tanggal 8 Ruwah Dal 1599 Jawa atau 13 Oktober 1676 Masehi, menjadi titik balik kehancuran pasukan kerajaan.


* Kekacauan Pasca-Pertempuran


Pasukan Mataram bubar. Banyak yang melarikan diri ke Jepara atau mengundurkan diri. Para pemberontak merajalela dan terjadi perampokan besar-besaran. Menurut Serat Kandha (hlm. 1038), penyakit melanda pasukan, logistik habis, dan kondisi menjadi sangat buruk. Pihak Madura dan Mancanagara terus mengejar mereka yang lari, tetapi tanpa hasil.


Dalam laporan Wangsadipa kepada Kompeni tertanggal 19 Agustus dan 12 September 1676, disebutkan bahwa pasukan Mataram yang datang ke Jepara disertai tokoh-tokoh besar, antara lain Singasari, Purbaya, Blitar, Raden Wiranapada, Rajamenggala, Pangeran Sampang, dan Cirebon. Meskipun keabsahan daftar ini diragukan, surat tersebut menunjukkan upaya diplomatik untuk menarik simpati dan kekaguman Belanda.


Pada 12 September 1676, Pangeran Adipati Anom mengadakan pertemuan besar dengan Residen Couper di Jepara, yang dihadiri lebih dari 1.000 orang. Dalam pertemuan itu, Couper memberikan hadiah senjata dan tekstil. Putra mahkota mengucapkan terima kasih atas nama ayahandanya, Sultan Amangkurat I, dan memohon bantuan untuk memulihkan stabilitas kerajaan.


* Simbol Kejatuhan


Wafatnya Pangeran Purbaya di medan Gegodog adalah salah satu titik balik penting dalam sejarah Mataram. Ia adalah tokoh karismatik dan panglima senior yang setia pada tiga generasi raja. Dalam sekaratnya, ia melihat Mataram sebagai kerajaan yang ditakdirkan runtuh, bukan karena kekuatan musuh semata, tetapi karena kegetiran moral dari dalam: pengkhianatan, ketakutan, dan kelemahan hati para pemimpinnya.


Dalam kacamata historiografi, Pertempuran Gegodog bukan hanya peristiwa militer, melainkan juga simbol kegagalan elite Mataram dalam membaca dinamika sosial-politik abad ke-17. Aliansi musuh yang plural, lemahnya kepercayaan pada pusat kekuasaan, dan keengganan membangun reformasi militer membuat kerajaan ini rapuh di hadapan ancaman internal.


Pangeran Purbaya wafat sebagai martir. Namun, seperti banyak tokoh tragis lainnya dalam sejarah Jawa, pengorbanannya tidak mampu membendung arus kehancuran. Tiga tahun kemudian, Mataram dipaksa menandatangani perjanjian dengan Kompeni, menandai awal dari subordinasi politik yang panjang.


Dengan demikian, Gegodog bukan sekadar titik di peta atau panggung pertempuran berdarah. Ia adalah tugu sunyi yang menyimpan gema luka dinasti. Di tempat itulah kesetiaan diuji, kehormatan direnggut, dan warisan tergerus oleh waktu. Di sanalah, di antara tanah yang basah oleh hujan dan darah, gugur seorang putra agung dari fajar Dinasti Mataram. Pangeran Purbaya, pewaris yang tak pernah dinobatkan, kesatria yang tak pernah mengkhianat.


* Abror Subhi 

https://jatimtimes.com/baca/342249/20250724/101800/gegodog-1676-hari-saat-pangeran-purbaya-gugur-dan-mataram-terkapar