Showing posts with label getuk. Show all posts
Showing posts with label getuk. Show all posts

12 March 2019

Tentang Sejarah Magelang - Bung Karno Akrobat Sepeda

Oleh : Dedy Soeprijadi

Di SMK Pendowo pada sekitar tahun 60 sampai 67 ada seorang tokoh yang tidak penting tapi penting.
Lho bingung kan ?
Dia cuma TU (Tata Usaha) tapi gayanya seperti yang punya sekolah.
Dia bisa tiba2 masuk kedalam kelas dan mengumumkan sesuatu yang kadang2 tidak penting tapi se-olah2 penting.
Dia suka memakai kata2 pembuka yg sering diucapkan oleh orang2 komunis saat itu.
Misalnya : suka menyebut kami dengan sebutan "kawan"
Misalnya : kawan Dedy menurut catatan kami kawan belum membayar uang sekolah bulan ini....dst.dst.
Untuk itu bayarlah secepatnya.....
Saya tahu, kawan itu terjemahan bebas dari "kamerad" yg biasa diucapkan orang2 komunis kepada sesamanya.
Apakah dia komunis ?
Bukan !
Dia cuma seorang pegawai Tata Usaha biasa.
Tapi harap ingat, saat itu komunis lagi dapat angin di Indonesia dan dia memakai gaya bicara seperti itu hanya untuk aksi2an saja.
Karena gaya bicara seperti itu sedang menjadi trend saat itu.
Kita suka berseloroh menyebutnya Prapto bongkok.
Jalannya memang membongkok kedepan dan matanya melotot kekiri dan kekanan.
Kita semua takut melihat tatapan matanya yang bengis itu.
Dari rumahnya di Magersari dia naik sepeda. Dan tentu saja dengan gaya bongkok itu tadi.
Merokoknya kuat . Dan satu hal yang saya suka : selalu terlihat dandy.
Rambut licin dan baju terseterika rapi.
Kadang2 oleh guru yang sedang absen dia diberi kuasa untuk mengawasi ulangan.
Jangan harap bisa menyontek.
Matanya yang tajam bagai elang itu bisa tiba2 melotot dan membentak melihat yg tertangkap basah menyontek.
Tapi dia juga punya sisi kemanusiaan yang tinggi.
Suatu kali dia bercerita bahwa dia melihat salah satu dari kita mengunjungi tempat pelacuran.
Dia menegur dengan keras dan sekaligus memberi nasihat , katanya :
Jangan itu lakukan lagi.
Sebab orang yang suka melakukan hal itu hidupnya nanti akan "kedungsang-dungsang"
Apa yang diperbuatnya tidak akan pernah berhasil.
Sampai tua dia akan sengsara.
Terlihat wajahnya memerah dan sangat serius.
Tiba2 kami merasa, sesungguhnya dibalik sikapnya yang kasar itu dia menyayangi kami semua....
Setelah lulus kami tidak tahu lagi bagaimana kehidupannya.
Setelah puluhan tahun ini tetap terbayang kelembutan dibalik sikapnya yang tegas itu.
Ya, kami rindu pak Prapto.
Walau hanya seorang Tata Usaha ia ikut membentuk pribadi kami.
Ia pribadi yang bertanggung jawab.
Semoga ia masih hidup sampai saat ini.
Saya ingin bertemu pak Prapto.



Sumber :
https://www.facebook.com/groups/kotatoeamagelang/?epa=SEARCH_BOX

12 May 2014

AYO KE MAGELANG




Magelang Utara – Kampung Kalisari, Kelurahan Wates, Magelang Utara menjadi penggagas kampung organik di Kota Magelang. Setidaknya, upaya pengelolaan dan pemanfaatan sampah ini sudah dirintis oleh ibu-ibu kreatif di kampung setempat sejak dua tahun lalu. Ketua Paguyuban Perempuan Pengelola Sampah Terpadu, Legok Makmur, Kalisari, Nur lamiah mengatakan, upaya kreatif pihaknya itu muncul dari rencana pemanfaatan sampah. Sebab, tidak dipungkiri bahwa selama ini warga di kampung setempat kurang memperhatikan smpah ini.
“Waktu itu ada anggaran dari Kelurahan Wates untuk pengelolaan sampah. Kita awali dengan dana yang sangat sedikit itu untuk mengolah sampah dengan karya-karya sederhana. Misalnya kompos, tanaman organik dan aksesoris dari sampah,” katanya, saat ditemui di kediamannya.

Namun berkat kerja keras para penggagas dari RT 01 RW 08 Kelurahan Wates ini, sampah yang biasanya hanya memberikan dampak bau tidak sedap, disulap menjadi barang-barang laik jual. Tak pelak, usaha 7 (tujuh) ibu-ibu di lingkungan RT setempat, kini sudah memiliki penghasilan lain dari pengolahan sampah tersebut. “Semua dari sampah. Ada kampung organik,yang terdiri dari tanaman sayur dan buah-buahan, bank sampah, recycle sampah dan lainnya. Bahkan, sekarang kita sudah punya koperasi sendiri, “ jelas Nur Lamiah.

Diantara hasil pengolahan sampah itu, Nur Lamiah dan beberapa ibu rumah tangga lainnya terus mengembangkan upaya-upaya lain untuk menciptakan sebuah terobosan baru, antara lain : usaha peternakan, perikanan, penjualan sembako dan lainnya. “Di sektor peternakan, kita punya ayam arab, tentunya sudah ada pesanan dari pelanggan. Kemudian, supaya ibu-ibu ini peduli dengan sampah, kita terapkan sistem barter sampah dengan sembako. Sampah ditimbang dan hasilnya nanti bisa mendapatkan sembako,” imbuh Nur Lamiah.

Ditambahkan Lisdiarti, Ibu RT 01 RW 08 Kelurahan Wates, bahwa keberadaan Kampung Organik di kawasan itu saat ini sudah memiliki aneka tanaman yang cukup kompleks. Untuk sayuran, bahkan pihaknya membudidayakan sawi jepang, yang harganya cukup mahal. “Semuanya didapat dari hasil pengolahan sampah ini. Tidak ada yang perlu mengeluarkan uang pribadi itu. Ya mulai dari komposnya, kemudian pengadaan pot, biaya itu kita alokasikan dari hasil penjualan recycle sampah,” ujarnya.

Tak pelak, Kampung Kalisari yang sudah menggagas dua tahun kampung organik ini, kini menjadi kawasan perkampungan satu-satunya di Kota Magelang yang tidak diperbolehkan mengikuti Lomba Kampung Organik. Selain menajdi yang pertama, Kampung Kalisari juga menjadi perkampungan langganan kunjungan Kementerian Lingkungan Hidup. “Kemarin ada penilaian Adipura juga kesini. Itu namanya ada di buku tamu. Kami harap Kota Magelang bisa meraih Adipura lagi, “ pungkasnya. (wid)

Sumber :
Magelang Ekspress, Senin 12 Mei 2014, Kota Magelang






NUR LAMIAH




Magelang Utara – Kampung Kalisari, Kelurahan Wates, Magelang Utara menjadi penggagas kampung organik di Kota Magelang. Setidaknya, upaya pengelolaan dan pemanfaatan sampah ini sudah dirintis oleh ibu-ibu kreatif di kampung setempat sejak dua tahun lalu. Ketua Paguyuban Perempuan Pengelola Sampah Terpadu, Legok Makmur, Kalisari, Nur lamiah mengatakan, upaya kreatif pihaknya itu muncul dari rencana pemanfaatan sampah. Sebab, tidak dipungkiri bahwa selama ini warga di kampung setempat kurang memperhatikan smpah ini.
“Waktu itu ada anggaran dari Kelurahan Wates untuk pengelolaan sampah. Kita awali dengan dana yang sangat sedikit itu untuk mengolah sampah dengan karya-karya sederhana. Misalnya kompos, tanaman organik dan aksesoris dari sampah,” katanya, saat ditemui di kediamannya.

Namun berkat kerja keras para penggagas dari RT 01 RW 08 Kelurahan Wates ini, sampah yang biasanya hanya memberikan dampak bau tidak sedap, disulap menjadi barang-barang laik jual. Tak pelak, usaha 7 (tujuh) ibu-ibu di lingkungan RT setempat, kini sudah memiliki penghasilan lain dari pengolahan sampah tersebut. “Semua dari sampah. Ada kampung organik,yang terdiri dari tanaman sayur dan buah-buahan, bank sampah, recycle sampah dan lainnya. Bahkan, sekarang kita sudah punya koperasi sendiri, “ jelas Nur Lamiah.

Diantara hasil pengolahan sampah itu, Nur Lamiah dan beberapa ibu rumah tangga lainnya terus mengembangkan upaya-upaya lain untuk menciptakan sebuah terobosan baru, antara lain : usaha peternakan, perikanan, penjualan sembako dan lainnya. “Di sektor peternakan, kita punya ayam arab, tentunya sudah ada pesanan dari pelanggan. Kemudian, supaya ibu-ibu ini peduli dengan sampah, kita terapkan sistem barter sampah dengan sembako. Sampah ditimbang dan hasilnya nanti bisa mendapatkan sembako,” imbuh Nur Lamiah.

Ditambahkan Lisdiarti, Ibu RT 01 RW 08 Kelurahan Wates, bahwa keberadaan Kampung Organik di kawasan itu saat ini sudah memiliki aneka tanaman yang cukup kompleks. Untuk sayuran, bahkan pihaknya membudidayakan sawi jepang, yang harganya cukup mahal. “Semuanya didapat dari hasil pengolahan sampah ini. Tidak ada yang perlu mengeluarkan uang pribadi itu. Ya mulai dari komposnya, kemudian pengadaan pot, biaya itu kita alokasikan dari hasil penjualan recycle sampah,” ujarnya.

Tak pelak, Kampung Kalisari yang sudah menggagas dua tahun kampung organik ini, kini menjadi kawasan perkampungan satu-satunya di Kota Magelang yang tidak diperbolehkan mengikuti Lomba Kampung Organik. Selain menajdi yang pertama, Kampung Kalisari juga menjadi perkampungan langganan kunjungan Kementerian Lingkungan Hidup. “Kemarin ada penilaian Adipura juga kesini. Itu namanya ada di buku tamu. Kami harap Kota Magelang bisa meraih Adipura lagi, “ pungkasnya. (wid)

Sumber :
Magelang Ekspress, Senin 12 Mei 2014, Kota Magelang






KALISARI JADI PERINTASI KAMPUNG ORGANIK




Magelang Utara – Kampung Kalisari, Kelurahan Wates, Magelang Utara menjadi penggagas kampung organik di Kota Magelang. Setidaknya, upaya pengelolaan dan pemanfaatan sampah ini sudah dirintis oleh ibu-ibu kreatif di kampung setempat sejak dua tahun lalu. Ketua Paguyuban Perempuan Pengelola Sampah Terpadu, Legok Makmur, Kalisari, Nur lamiah mengatakan, upaya kreatif pihaknya itu muncul dari rencana pemanfaatan sampah. Sebab, tidak dipungkiri bahwa selama ini warga di kampung setempat kurang memperhatikan smpah ini.
“Waktu itu ada anggaran dari Kelurahan Wates untuk pengelolaan sampah. Kita awali dengan dana yang sangat sedikit itu untuk mengolah sampah dengan karya-karya sederhana. Misalnya kompos, tanaman organik dan aksesoris dari sampah,” katanya, saat ditemui di kediamannya.

Namun berkat kerja keras para penggagas dari RT 01 RW 08 Kelurahan Wates ini, sampah yang biasanya hanya memberikan dampak bau tidak sedap, disulap menjadi barang-barang laik jual. Tak pelak, usaha 7 (tujuh) ibu-ibu di lingkungan RT setempat, kini sudah memiliki penghasilan lain dari pengolahan sampah tersebut. “Semua dari sampah. Ada kampung organik,yang terdiri dari tanaman sayur dan buah-buahan, bank sampah, recycle sampah dan lainnya. Bahkan, sekarang kita sudah punya koperasi sendiri, “ jelas Nur Lamiah.

Diantara hasil pengolahan sampah itu, Nur Lamiah dan beberapa ibu rumah tangga lainnya terus mengembangkan upaya-upaya lain untuk menciptakan sebuah terobosan baru, antara lain : usaha peternakan, perikanan, penjualan sembako dan lainnya. “Di sektor peternakan, kita punya ayam arab, tentunya sudah ada pesanan dari pelanggan. Kemudian, supaya ibu-ibu ini peduli dengan sampah, kita terapkan sistem barter sampah dengan sembako. Sampah ditimbang dan hasilnya nanti bisa mendapatkan sembako,” imbuh Nur Lamiah.

Ditambahkan Lisdiarti, Ibu RT 01 RW 08 Kelurahan Wates, bahwa keberadaan Kampung Organik di kawasan itu saat ini sudah memiliki aneka tanaman yang cukup kompleks. Untuk sayuran, bahkan pihaknya membudidayakan sawi jepang, yang harganya cukup mahal. “Semuanya didapat dari hasil pengolahan sampah ini. Tidak ada yang perlu mengeluarkan uang pribadi itu. Ya mulai dari komposnya, kemudian pengadaan pot, biaya itu kita alokasikan dari hasil penjualan recycle sampah,” ujarnya.

Tak pelak, Kampung Kalisari yang sudah menggagas dua tahun kampung organik ini, kini menjadi kawasan perkampungan satu-satunya di Kota Magelang yang tidak diperbolehkan mengikuti Lomba Kampung Organik. Selain menajdi yang pertama, Kampung Kalisari juga menjadi perkampungan langganan kunjungan Kementerian Lingkungan Hidup. “Kemarin ada penilaian Adipura juga kesini. Itu namanya ada di buku tamu. Kami harap Kota Magelang bisa meraih Adipura lagi, “ pungkasnya. (wid)

Sumber :
Magelang Ekspress, Senin 12 Mei 2014, Kota Magelang






KAMPUNG ORGANIK




Magelang Utara – Kampung Kalisari, Kelurahan Wates, Magelang Utara menjadi penggagas kampung organik di Kota Magelang. Setidaknya, upaya pengelolaan dan pemanfaatan sampah ini sudah dirintis oleh ibu-ibu kreatif di kampung setempat sejak dua tahun lalu. Ketua Paguyuban Perempuan Pengelola Sampah Terpadu, Legok Makmur, Kalisari, Nur lamiah mengatakan, upaya kreatif pihaknya itu muncul dari rencana pemanfaatan sampah. Sebab, tidak dipungkiri bahwa selama ini warga di kampung setempat kurang memperhatikan smpah ini.
“Waktu itu ada anggaran dari Kelurahan Wates untuk pengelolaan sampah. Kita awali dengan dana yang sangat sedikit itu untuk mengolah sampah dengan karya-karya sederhana. Misalnya kompos, tanaman organik dan aksesoris dari sampah,” katanya, saat ditemui di kediamannya.

Namun berkat kerja keras para penggagas dari RT 01 RW 08 Kelurahan Wates ini, sampah yang biasanya hanya memberikan dampak bau tidak sedap, disulap menjadi barang-barang laik jual. Tak pelak, usaha 7 (tujuh) ibu-ibu di lingkungan RT setempat, kini sudah memiliki penghasilan lain dari pengolahan sampah tersebut. “Semua dari sampah. Ada kampung organik,yang terdiri dari tanaman sayur dan buah-buahan, bank sampah, recycle sampah dan lainnya. Bahkan, sekarang kita sudah punya koperasi sendiri, “ jelas Nur Lamiah.

Diantara hasil pengolahan sampah itu, Nur Lamiah dan beberapa ibu rumah tangga lainnya terus mengembangkan upaya-upaya lain untuk menciptakan sebuah terobosan baru, antara lain : usaha peternakan, perikanan, penjualan sembako dan lainnya. “Di sektor peternakan, kita punya ayam arab, tentunya sudah ada pesanan dari pelanggan. Kemudian, supaya ibu-ibu ini peduli dengan sampah, kita terapkan sistem barter sampah dengan sembako. Sampah ditimbang dan hasilnya nanti bisa mendapatkan sembako,” imbuh Nur Lamiah.

Ditambahkan Lisdiarti, Ibu RT 01 RW 08 Kelurahan Wates, bahwa keberadaan Kampung Organik di kawasan itu saat ini sudah memiliki aneka tanaman yang cukup kompleks. Untuk sayuran, bahkan pihaknya membudidayakan sawi jepang, yang harganya cukup mahal. “Semuanya didapat dari hasil pengolahan sampah ini. Tidak ada yang perlu mengeluarkan uang pribadi itu. Ya mulai dari komposnya, kemudian pengadaan pot, biaya itu kita alokasikan dari hasil penjualan recycle sampah,” ujarnya.

Tak pelak, Kampung Kalisari yang sudah menggagas dua tahun kampung organik ini, kini menjadi kawasan perkampungan satu-satunya di Kota Magelang yang tidak diperbolehkan mengikuti Lomba Kampung Organik. Selain menajdi yang pertama, Kampung Kalisari juga menjadi perkampungan langganan kunjungan Kementerian Lingkungan Hidup. “Kemarin ada penilaian Adipura juga kesini. Itu namanya ada di buku tamu. Kami harap Kota Magelang bisa meraih Adipura lagi, “ pungkasnya. (wid)

Sumber :
Magelang Ekspress, Senin 12 Mei 2014, Kota Magelang






05 May 2014

MLAKU MLAKU TILIK KAMPUNG

Walikota Magelang, Ir Sigit Widyonindito, MT, "Mlaku-Mlaku Tilik Kampung" bersama seluruh jajaran SKPD Pemerintah Kota Magelang melaksanakan pemantauan langsung kondisi lingkungan dengan berjalan kaki dari kampung ke kampung di 57 RT dan 9 RW Kelurahan Kemirirejo Kota Magelang pada hari Kamis, 1 Mei 2014, mulai jam 07.00 WIB - selesai.



http://l.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fwww.magelangkota.go.id%2Fread%2Fpage%2Fsiaran-pers%2F2014%2F05%2F01%2F221512%2Fwalikota-magelang-%3A--kampung-organik-kita-tidak-kalah-dengan-kampung-organik-di-surabaya&h=lAQFPYFgu&s=1